Anda di halaman 1dari 28

KOMPONEN-KOMPONEN LENGKUNG REFLEKS DAN

PENGERTIANYA

Nama : Pratiwi Ayuningtyas


NIM : 1811020039
Kelas : 2A

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN S1


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2019
Lengkung Refleks

Refleks adalah suatu respons involunter terhadap sebuah stimulus. Secara


sederhana lengkung refleks terdiri dari organ reseptor, neuron aferen, neuron
efektor dan organ efektor. Sebagai contoh ialah refleks patella. Pada otot terdapat
serabut intrafusal sebagai organ reseptor yang dapat menerima sensor berupa
regangan otot, lalu neuron aferen akan berjalan menuju medula spinalis melalui
ganglion posterior medulla spinalis. Akson neuron aferen tersebut akan langsung
bersinaps dengan lower motor neuron untuk meneruskan impuls dan
mengkontraksikan otot melalui serabut ekstrafusal agar tidak terjadi
overstretching otot (gambar 1). Namun begitu lengkung refleks tidak hanya
menerima respon peregangan saja, sebagai contoh respon sensorik kulit (gambar
2), aponeurosis, tulang, fasia, dll. Gerakan reflektorik dapat dilakukan oleh semua
otot seran lintang (Martini, 2006;Snell, 2002).
Refleks yang muncul pada orang normal disebut sebagai refleks fisiologis.
Kerusakan pada sistem syaraf dapat menimbulkan refleks yang seharusnya tidak
terjadi atau refleks patologis. Keadaan inilah yang dapat dimanfaatkan praktisi
agar dapat mengetahui ada atau tidaknya kelainan sistem syaraf dari refleks.
Pemeriksaan reflek fisiologis merupakan satu kesatuan dengan pemeriksaan
neurologi lainnya, dan terutama dilakukan pada kasus-kasus mudah lelah, sulit
berjalan, kelemahan/kelumpuhan, kesemutan, nyeri otot anggota gerak, gangguan
trofi otot anggota gerak, nyeri punggung/pinggang gangguan fungsi otonom.

Interpretasi pemeriksaan refleks fisiologis tidak hanya menentukan ada/tidaknya


tapi juga tingkatannya. Adapun kriteria penilaian hasil pemeriksaan refleks
fisiologis adalah sebagai berikut:

Tendon Reflex Grading Scale


Grade Description
0 Absent
+/1+ Hypoactive
++/2+ ”Normal”
+++/3+ Hyperactive without clonus
++++/4+ Hyperactive with clonus

Suatu refleks dikatakan meningkat bila daerah perangsangan meluas dan respon
gerak reflektorik meningkat dari keadaan normal. Rangsangan yang diberikan
harus cepat dan langsung, kerasnya rangsangan tidak boleh melebihi batas
sehingga justru melukai pasien. Sifat reaksi setelah perangsangan tergantung
tounus otot sehingga otot yang diperiksa sebaiknya dalam keadaan sedikit
kontraksi, dan bila hendak dibandingkan dengan sisi kontralateralnya maka posisi
keduanya harus simetris.
Secara umum. Ada 3 unsur yang berperan dalam refleks yaitu jaras aferen, bussur
sentral dan jaras eferen.
Perubahan ketiga komponen tersebut akan mengakibatkan perubahan dalam
kualitas maupun kuantitas dari refleks. Integritas dari arcus reflek akan terganggu
jika terdapat malfungsi dari organ reseptor, nercus sensorik, ganglion radiks
postreior, gray matter medula spinal, radik anterior, motor end plate, atau organ
efektor. Pengetahuan tentang reflek dapat digunakan untuk menentukan jenis
kerusakan yang terjadi pada sistem persyarafan. Ada beberapa pembagian tentang
reflek:

1. 1. Brainstem reflek
Pittsburgh Brain Stem Score
Cara ini dapat digunakan unuk menilai reflex brainstem pada pasien koma.
No Rrainstem Positive Negative
Reflex
1 Reflex bulu 2 1
mata (kedua
sisi)
2 Reflex kornea 2 1
(kedua sisi)
3 Doll’s eyes 2 1
movement
(kedua sisi)
4 Reaksi pupil 2 1
terhadap cahaya
(kanan)
5 Reaksi pupil 2 1
terhadap cahaya
(kiri)
6 Reflex muntah 2 1
atau batuk
Interpretasi :
Nilai minimum ( 6 )
Nilai Maximum ( 12; semakin tinggi semakin baik)
1. 2. Superficial reflek/skin reflek

1. Reflex dinding perut:


a. Stimulus : Goresan dinding perut daerah, epigatrik, supraumbilical, infra
umbilical dari lateral ke medial.
b. Respon : kontraksi dinding perut
c. Aferent : n. intercostals T 5-7 epigastrik , n,intercostals T 7-9 supra umbilical,
n.intercostals T 9-11 umbilical, n.intercostals T 11-L1 infra umbilical,
n.iliohypogastricus, n.ilioinguinalis, d. Eferent : idem

2. Reflex Cremaster
a. Stimulus : goresan pada kulit paha sebelah medial dari atas ke bawah
b. Respon : elevasi testis ipsilateral
c. Afferent : n.ilioinguinalis (L 1-2)
d. Efferent : n. genitofemoralis
C. Cara Kerja

Reflek Fisiologis
1. Penentuan lokasi pengetukan yaitu tendon periosteum dan kulit
2. Anggota gerak yang akan dites harus dalam keadaan santai.
3. Dibandingkan dengan sisi lainnya dalam posisi yang simetris

Refleks Fisiologis Ekstremitas Atas

1. Refleks Bisep
a. Pasien duduk di lantai
b. Lengan rileks, posisi antara fleksi dan ekstensi dan sedikit pronasi, lengan
diletakkan
di atas lengan pemeriksa
Stimulus : ketokan pada jari pemeriksa pada tendon m.biceps brachii, posisi
lengan setengah ditekuk pada sendi siku. Respon : fleksi lengan pada sendi siku
Afferent : n.musculucutaneus (C 5-6); Efferent : idem
2. Refleks Trisep
a. Pasien duduk dengan rileks
b. Lengan pasien diletakkan di atas lengan pemeriksa
c. Pukullah tendo trisep melalui fosa olekrani

Stimulus : ketukan pada tendon otot triceps brachii, posisi lengan fleksi pada
sendi siku dan sedikit pronasi .Respon : ekstensi lengan bawah disendi siku .
Afferent : n.radialis (C6-7-8); Efferent : idem
3. Reflesk Brakhioradialis
a. Posisi Pasien sama dengan pemeriksaan refleks bisep
b. Pukullah tendo brakhioradialis pada radius distal dengan palu refleks
c. Respon: muncul terakan menyentak pada lengan
4. Refleks Periosteum radialis
a. Lengan bawah sedikit di fleksikan pada sendi siku dan tangan sedikit
dipronasikan
b. Ketuk periosteum ujung distal os. Radialis
c. Respon: fleksi lengan bawah dan supinasi lengan
5. Refleks Periosteum ulnaris
a. Lengan bawah sedikit di fleksikan pada siku, sikap tangan antara supinasi dan
pronasi
b.Ketukan pada periosteum os. Ulnaris
c. Respon: pronasi tangan

Refleks Fisiologis Ekstremitas Bawah


1. Refleks Patela
a. Pasien duduk santai dengan tungkai menjuntai
b. Raba daerah kanan-kiri tendo untuk menentukan daerah yang tepat
c. Tangan pemeriksa memegang paha pasien
d. Ketuk tendo patela dengan palu refleks menggunakan tangan yang lain
e. Respon: pemeriksa akan merasakan kontraksi otot kuadrisep, ekstensi tungkai
bawah
Stimulus : ketukan pada tendon patella
Respon : ekstensi tungkai bawah karena kontraksi m.quadriceps femoris
Afferent : n.femoralis (L 2-3-4)
Efferent :idem
2. Refleks Kremaster
a. Ujung tumpul palu refleks digoreskan pada paha bagian medial
b. Respon: elevasi testis ipsilateral
3. Reflesk Plantar
a. Telapak kaki pasien digores dengan ujung tumpul palu refleks
b. Respon: plantar fleksi kaki dan fleksi semua jari kaki
4. Refleks Gluteal
a. Bokong pasien digores dengan ujung tumpul palu refleks
b. Respon: kontraksi otot gluteus ipsilateral
5. Refleks Anal Eksterna
a. Kulit perianal digores dengan ujung tumpul palu refleks
Respon: kontraksi otot sfingter ani eksterna
Reflek Patologis
 hoffmann tromer
Tangan pasein ditumpu oleh tangan pemeriksa. Kemudian ujung jari tangan
pemeriksa yang lain disentilkan ke ujung jari tengah tangan penderita. Reflek
positif jika terjadi fleksi jari yang lain dan adduksi ibu jari
 rasping
Gores palmar penderita dengan telunjuk jari pemeriksa diantara ibujari dan
telunjuk penderita. Maka timbul genggaman dari jari penderita, menjepit jari
pemeriksa. Jika reflek ini ada maka penderita dapat membebaskan jari pemeriksa.
Normal masih terdapat pada anak kecil. Jika positif pada dewasa maka
kemungkinan terdapat lesi di area premotorik cortex
 Reflek palmomental
Garukan pada telapak tangan pasien menyebabkan kontraksi muskulus mentali
ipsilateral. Reflek patologis ini timbul akibat kerusakan lesi UMN di atas inti saraf
VII kontralateral
 Reflek snouting
Ketukan hammer pada tendo insertio m. Orbicularis oris maka akan menimbulkan
reflek menyusu. Menggaruk bibir dengan tongue spatel akan timbul reflek
menyusu. Normal pada bayi, jika positif pada dewasa akan menandakan lesi
UMN bilateral
 Mayer reflek
Fleksikan jari manis di sendi metacarpophalangeal, secara halus normal akan
timbul adduksi dan aposisi dari ibu jari. Absennya respon ini menandakan lesi di
tractus pyramidalis
 Reflek babinski
Lakukan goresan pada telapak kaki dari arah tumit ke arah jari melalui sisi lateral.
Orang normal akan memberikan resopn fleksi jari-jari dan penarikan tungkai.
Pada lesi UMN maka akan timbul respon jempol kaki akan dorsofleksi, sedangkan
jari-jari lain akan menyebar atau membuka. Normal pada bayi masih ada.
 Reflek oppenheim
Lakukan goresan pada sepanjang tepi depan tulang tibia dari atas ke bawah,
dengan kedua jari telunjuk dan tengah. Jika positif maka akan timbul reflek
seperti babinski
 Reflek gordon
Lakukan goresan/memencet otot gastrocnemius, jika positif maka akan timbul
reflek seperti babinski
 Reflek schaefer
Lakukan pemencetan pada tendo achiles. Jika positif maka akan timbul refflek
seperti babinski
 Reflek caddock
Lakukan goresan sepanjang tepi lateral punggung kaki di luar telapak kaki, dari
tumit ke depan. Jika positif maka akan timbul reflek seperti babinski.
 Reflek rossolimo
Pukulkan hammer reflek pada dorsal kaki pada tulang cuboid. Reflek akan terjadi
fleksi jari-jari kaki.
 Reflek mendel-bacctrerew
Pukulan telapak kaki bagian depan akan memberikan respon fleksi jari-jari kaki.

A. ALAT YANG DIBUTUHKAN


• Palu perkusi
• Lampu Senter
• Kapas
• Jarum

B. CARA KERJA
a. Refleks kulit perut
Orang coba berbaring telentang dengan kedua lengan terletak lurus di samping
badan. Goreslah kulit daerah abdomen dari lateral kea rah umbilicus. Respon yang
terjadi berupa kontraksi otot dinding perut.

b. Refleks kornea
Sediakanlah kapas yang digulung menjadi bentuk silinder halus. Orang coba
menggerakkan bola mata ke lateral yaitu dengan melihat ke salah satu sisi tanpa
menggerakkan kepala. Sentuhlah dengan hati-hati sisi kontralateral kornea dengan
kapas. Respon berupa kedipan mata secara cepat.

c. Refleks cahaya
Cahaya senter dijatuhkan pada pupil salah satu mata orang coba. Respons berupa
konstriksi pupil holoateral dan kontralateral. Ulangi percobaan pada mata lain.

d. Refleks Periost Radialis


Lengan bawah orang coba setengah difleksikan pada sendi siku dan tangan sedikit
dipronasikan. Ketuklah periosteum pada ujung distal os radii. Respons berupa
fleksi lengan bawah pada siku dan supinasi tangan.

e. Refleks Periost Ulnaris


Lengan bawah orang coba setengah difleksikan pada sendi siku dan tangan antara
pronasi dan supinasi. Ketuklah pada periost prosessus stiloideus. Respons berupa
pronasi tangan.

f. Stretch Reflex (Muscle Spindle Reflex=Myotatic Reflex)


1) Knee Pess Reflex (KPR)
Orang coba duduk pada tempat yang agak tinggi sehingga kedua tungkai akan
tergantung bebas atau orang coba berbaring terlentang dengan fleksi tungkai pada
sendi lutut. Ketuklah tendo patella dengan Hammer sehingga terjadi ekstensi
tungkai disertai kontraksi otot kuadrisips.
2) Achilles Pess Reflex (ACR)
Tungkai difleksikan pada sendi lutut dan kaki didorsofleksikan. Ketuklah pada
tendo Achilles, sehingga terjadi plantar fleksi dari kaki dan kontraksi otot
gastronemius.

3) Refleks biseps
Lengan orang coba setengah difleksikan pada sendi siku. Ketuklah pada tendo
otot biseps yang akan menyebabkan fleksi lengan pada siku dan tampak kontraksi
otot biseps.

4) Refleks triseps
Lengan bawah difleksikan pada sendi siku dan sedikit dipronasikan. Ketuklah
pada tendo otot triseps 5 cm di atas siku akan menyebabkan ekstensi lengan dan
kontraksi otot triseps.

5) Withdrawl Reflex
Lengan orang coba diletakkan di atas meja dalam keadaa ekstensi. Tunggulah
pada saat orang coba tidak melihat saudara, tusuklah dengan hati-hati dan cepat
kulit lengan dengan jarum suntik steril, sehalus mungkin agar tidak melukai orang
coba. Respons berupa fleksi lengan tersebut menjauhi stimulus.
PERLU DIPERHATIKAN:
1. Relaksasi sempurna: orang coba harus relaks dengan posisi seenaknya. Bagian
(anggota gerak) yang akan diperiksa harus terletak sepasif mungkin (lemas) tanpa
ada usaha orang coba untuk mempertahankan posisinya.
2. Harus ada ketegangan optimal dari otot yang akan diperiksa. Ini dapat dicapai
bila posisi dan letak anggota gerak orang coba diatur dengan baik.
3. Pemeriksa mengetukkan Hammer dengan gerakan fleksi pada sendi tangan
dengan kekuatan yang sama, yang dapat menimbulkan regangan yang cukup.

Refleks adalah jawaban motoric atas rangsangan sensorik yang diberikan pada
kulit atau respon apapun yang terjadi secara otomatis tanpa usaha sadar. Dalam
pemeriksaan refleks, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu :
- Relaksasi sempurna. Orasng coba harus relaks dengan posisi seenaknya. Bagian
(anggota gerak) yang akan diperiksa harus terletak sepasif mungkin (lemas) tanpa
ada usaha orang coba untuk mempertahankan posisinya.
- Harus ada ketegangan optimal dari otot yang akan diperiksa. Ini dapat dicapai
bila posisi dan letak anggota gerak orang coba diatur dengan baik.
- Pemeriksaan mengetukkan Hammer dengan gerakan fleksi pada sendi tangan
dengan kekuatan yang sama, yang dapat menimbulkan regangan yang cukup.
Ada pun arti penting refleks yaitu :
- Pemeriksaan refleks : bagian pemeriksaan fisis secara umum
- Pemeriksaan khususnya : pasien dengan lesi, UMN, LMN, atau orang yang
ototnya sering lemas.
- Pemeriksaan neurologis : pemeriksaan motorik (motorik kasar dan motorik
halus), pemeriksaan sensorik (raba, suhu, dll), pemeriksaan koordinasi tubuh, dan
pemeriksaan nervus (fungsi nervus I – XII).
Pada manusia, ada dua jenis refleks yaitu refleks fisiologis dan patologis. Refleks
fisiologis normal jika terdapat pada manusia, sebaliknya refleks patologis normal
jika tidak terdapat pada manusia. Refleks fisiologis
Pada percobaan refleks kulit perut, orang coba berbaring terlentang dengan kedua
lengan terletak lurus samping badan. Kulit di daerah abdomen dari lateral ke arah
umbilikus digores dan respon yang terjadi berupa kontraksi otot dinding perut.
Namun pada orang lanjut usia dan sering hamil, tidak terjadi lagi kontraksi otot
dinding perut karena tonus otot perutnya sudah kendor.
Pada refleks kornea atau refleks mengedip, orang coba menggerakkan bola mata
ke lateral yaitu dengan melihat salah satu sisi tanpa menggerakkan kepala.
Kemudian sisi kontralateral kornea orang coba disentuh dengan kapas yang telah
digulung membentuk silinder halus. Respon berupa kedipan mata secara cepat.
Pada percobaan tentang refleks cahaya akan dilihat bagaimana respon pupil mata
ketika cahaya senter dijatuhkan pada pupil. Ternyata repon yang terjadi berupa
kontriksi pupil homolateral dan kontralateral. Jalannya impuls cahaya sampai
terjadi kontriksi pupil adalah berasal dari pupil kemudian stimulus diterima oleh
N. Opticus, lalu masuk ke mesencephalon, dan kemudian melanjutkan ke N .
Oculomotoris dan sampai ke spingter pupil. Refleks cahay ini juga disebut refleks
pupil.
Pada percobaan refleks periost radialis, lengan bawah orang coba difleksikan pada
sendi tangan dan sedikit dipronasikan kemudian dilakukan pengetukan periosteum
pada ujung distal os radii. Jalannya impuls pada refleks periost radialis yaitu dari
processus styloideus radialis masuk ke n. radialis kemudian melanjutkan ke N.
cranialis 6 sampai Thoracalis 1 lalu masuk ke n. ulnaris lalu akan menggerakkan
m. fleksor ulnaris. Respon yang terjadi berupa fleksi lengan bawah pada siku dan
supinasi tangan.
Respon dari refleks periost ulnaris berupa pronasi tangan. Jalannya impuls saraf
berasal dari processus styloideus radialis masuk ke n. radialis kemudian
melanjutkan ke N. cranialis 5-6 lalu masuk ke n. radialis lalu akan menggerakkan
m. brachioradialis.
Bila suatu otot rangka dengan persarafan yang utuh diregangkan akan timbul
kontraksi. Respon ini disebut refleks regang. Rangsangannya adalah regangan
pada otot, dan responnya berupa kontraksi otot yang diregangkan. Reseptornya
adalah kumparan otot (muscel spindle). Yang termasuk muscle spindle reflex
(stretcj reflex) yaitu Knee Pess Reflex (KPR), Achilles Pess Reflex (APR),
Refleks Biseps, Refleks Triceps, dan Withdrawl refleks.
Pada Knee Pess Reflex (KPR), tendo patella diketuk dengan palu dan respon yang
terjadi berupa ekstensi tungkai disertai kontraksi otot kuadriseps. Pada Achilles
Pess Refleks (APR), tungkai difleksikan pada sendi lutu dan kaki
didorsofleksikan. Respon yang terjadi ketika tendo Achilles diketuk berupa fleksi
dari kaki dan kontraksi otot gastroknemius. Ketika dilakukan ketukan pada tendo
otot biseps terjadi respon berupa fleksi lengan pada siku dan supinasi. Sedangkan
jika tendo otot triseps diketuk, maka respon yang terjadi berupa ekstensi lengan
dan supinasi.
Untuk mengetahui fungsi nervus, dapat dilakukan beberapa pemeriksaan,
misalnya untuk memeriksa nervus IX (nervus glossopharingeus) dapat dilihat
pada saat spatula dimasukkan ke dalam mulut, maka akan timbul refleks muntah,
sedangkan nervus XII dapat dilakukan pemeriksaan pada lidah, dan beberapa
nervus dapat diperiksa dengan malihat gerakan bola mata. Nervus penggerak mata
antara nervus IV, abduscens, dan oculomotoris. Nervus XI (nervus accesoris)
dapat diuji dengan menekan pundak orang coba, jika ada pertahanan, artinya
normal.
Respon motorik kasar melibatkan seluruh koordinasi sistem saraf. Respon ini
dapat dilihat saat orang diminta menunjuk anggota secara bergantian. Orang
normal akan menunjuk dengan tepat, sebaliknya orang yang koordinasi sistem
sarafnya tidak normal maka dia tidak akan menunjuk dengan tepat.

Pemeriksaan Neurologi
1. Fungsi Cerebral
Keadaan umum, tingkat kesadaran yang umumnya dikembangkan dengan
Glasgow Coma Scala (GCS) :

• Refleks membuka mata (E)


4 : Membuka secara spontan
3 : Membuka dengan rangsangan suara
2 : Membuka dengan rangsangan nyeri
1 : Tidak ada respon

• Refleks verbal (V)


5 : Orientasi baik
4 : Kata baik, kalimat baik, tapi isi percakapan membingungkan.
3 : Kata-kata baik tapi kalimat tidak baik
2 : Kata-kata tidak dapat dimengerti, hanya mengerang
1 : Tidak keluar suara

• Refleks motorik (M)


6 : Melakukan perintah dengan benar
5 : Mengenali nyeri lokal tapi tidak melakukaan perintah dengan benar
4 : Dapat menghindari rangsangan dengan tangan fleksi
3 : Hanya dapat melakukan fleksi
2 : Hanya dapat melakukan ekstensi
1 : Tidak ada gerakan

Cara penulisannya berurutan E-V-M sesuai nilai yang didapatkan. Penderita yang
sadar = Compos mentis pasti GCS-nya 15 (4-5-6), sedang penderita koma dalam,
GCS-nya 3 (1-1-1)
Bila salah satu reaksi tidak bisa dinilai, misal kedua mata bengkak sedang V dan
M normal, penulisannya X – 5 – 6. Bila ada trakheastomi sedang E dan M normal,
penulisannya 4 – X – 6. Atau bila tetra parese sedang E an V normal,
penulisannya 4 – 5 – X.
GCS tidak bisa dipakai untuk menilai tingkat kesadaran pada anak berumur
kurang dari 5 tahun.

Derajat kesadaran :
Sadar : Dapat berorientasi dan berkomunikasi
Somnolens : dapat digugah dengan berbagai stimulasi, bereaksi secara motorik /
verbal kemudian terlenan lagi. Gelisah atau tenang.
Stupor : gerakan spontan, menjawab secara refleks terhadap rangsangan nyeri,
pendengaran dengan suara keras dan penglihatan kuat. Verbalisasi mungkin
terjadi tapi terbatas pada satu atau dua kata saja. Non verbal dengan menggunakan
kepala.
Semi koma : tidak terdapat respon verbal, reaksi rangsangan kasar dan ada yang
menghindar (contoh mnghindri tusukan)
Koma : tidak bereaksi terhadap stimulus

Kualitas kesadaran :
Compos mentis : bereaksi secara adekuat
Abstensia drowsy/kesadaran tumpul : tidak tidur dan tidak begitu waspada.
Perhatian terhadap sekeliling berkurang. Cenderung mengantuk.
Bingung/confused:disorientasi terhadap tempat, orang dan waktu
Delerium : mental dan motorik kacau, ada halusinasi dn bergerak sesuai dengan
kekacauan fikirannya.
Apatis : tidak tidur, acuh tak acuh, tidak bicara dan pandangan hampa

Gangguan fungsi cerebral meliputi :


Gangguan komunikasi, gangguan intelektual, gangguan perilaku dan gangguan
emosi

Pengkajian status mental / kesadaran meliputi :


GCS, orientasi (orang, tempat dan waktu), memori, interpretasi dan komunikasi.

2. Fungsi nervus cranialis


Cara pemeriksaan nervus cranialis :
a. N.I : Olfaktorius (daya penciuman) :
Pasiem memejamkan mata, disuruh membedakaan bau yang dirasakaan (kopi,
tembakau, alkohol,dll)
b. N.II : Optikus (Tajam penglihatan):
dengan snelen card, funduscope, dan periksa lapang pandang
c. N.III : Okulomorius (gerakam kelopak mata ke atas, kontriksi pupil, gerakan
otot mata):
Tes putaran bola mata, menggerkan konjungtiva, palpebra, refleks pupil dan
inspeksi kelopak mata.
d. N.IV : Trochlearis (gerakan mata ke bawah dan ke dalam):
sama seperti N.III
e. N.V : Trigeminal (gerakan mengunyah, sensasi wajah, lidah dan gigi, refleks
kornea dan refleks kedip):
menggerakan rahang ke semua sisi, psien memejamkan mata, sentuh dengan
kapas pada dahi dan pipi. Reaksi nyeri dilakukan dengan benda tumpul. Reaksi
suhu dilakukan dengan air panas dan dingin, menyentuh permukaan kornea
dengan kapas
f. N.VI : Abducend (deviasi mata ke lateral) :
sama sperti N.III
g. N.VII : Facialis (gerakan otot wajah, sensasi rasa 2/3 anterior lidah ):
senyum, bersiul, mengerutkan dahi, mengangkat alis mata, menutup kelopak
mataa dengan tahanan. Menjulurkan lidah untuk membedakan gula dengan garam
h. N.VIII : Vestibulocochlearis (pendengaran dan keseimbangan ) :
test Webber dan Rinne
i. N.IX : Glosofaringeus (sensasi rsa 1/3 posterio lidah ):
membedakan rasaa mani dan asam ( gula dan garam)
j. N.X : Vagus (refleks muntah dan menelan) :
menyentuh pharing posterior, pasien menelan ludah/air, disuruh mengucap
“ah…!”
k. N.XI : Accesorius (gerakan otot trapezius dan sternocleidomastoideus)
palpasi dan catat kekuatan otot trapezius, suruh pasien mengangkat bahu dan
lakukan tahanan sambil pasien melawan tahanan tersebut. Palpasi dan catat
kekuatan otot sternocleidomastoideus, suruh pasien meutar kepala dan lakukan
tahanan dan suruh pasien melawan tahan.
l. N.XII : Hipoglosus (gerakan lidah):
pasien suruh menjulurkan lidah dan menggrakan dari sisi ke sisi. Suruh pasien
menekan pipi bagian dalam lalu tekan dari luar, dan perintahkan pasien melawan
tekanan tadi.

3. Fungsi motorik
a. Otot
Ukuran : atropi / hipertropi
Tonus : kekejangan, kekakuan, kelemahan
Kekuatan : fleksi, ekstensi, melawan gerakan, gerakan sendi.

Derajat kekuatan motorik :


5 : Kekuatan penuh untuk dapat melakukan aktifitas
4 : Ada gerakan tapi tidak penuh
3 : Ada kekuatan bergerak untuk melawan gravitas bumi
2 : Ada kemampuan bergerak tapi tidak dapat melawan gravitasi bumi.
1 : Hanya ada kontraksi
0 : tidak ada kontraksi sama sekali

b. Gait (keseimbangan) : dengan Romberg’s test

4. Fungsi sensorik
Test : Nyeri, Suhu,
Raba halus, Gerak,
Getar, Sikap,
Tekan, Refered pain.

5. Refleks
a. Refleks superficial
• Refleks dinding perut :
Cara : goresan dinding perut daerah epigastrik, supra umbilikal, umbilikal, intra
umbilikal dari lateral ke medial
Respon : kontraksi dinding perut

• Refleks cremaster
Cara : goresan pada kulit paha sebelah medial dari atas ke bawah
Respon : elevasi testes ipsilateral
• Refleks gluteal
Cara : goresan atau tusukan pada daerah gluteal
Respon : gerakan reflektorik otot gluteal ipsilateral

b. Refleks tendon / periosteum


• Refleks Biceps (BPR):
Cara : ketukan pada jari pemeriksa yang ditempatkan pada tendon m.biceps
brachii, posisi lengan setengah diketuk pada sendi siku.
Respon : fleksi lengan pada sendi siku

• Refleks Triceps (TPR)


Cara : ketukan pada tendon otot triceps, posisi lengan fleksi pada sendi siku dan
sedikit pronasi
Respon : ekstensi lengan bawah pada sendi siku

• Refleks Periosto radialis


Cara : ketukan pada periosteum ujung distal os radial, posisi lengan setengah
fleksi dan sedikit pronasi
Respon : fleksi lengan bawah di sendi siku dan supinasi krena kontraksi
m.brachiradialis

• Refleks Periostoulnaris
Cara : ketukan pada periosteum prosesus styloid ilna, posisi lengan setengah fleksi
dan antara pronasi supinasi.
Respon : pronasi tangan akibat kontraksi m.pronator quadratus

• Refleks Patela (KPR)


Cara : ketukan pada tendon patella
Respon : plantar fleksi kaki karena kontraksi m.quadrisep femoris

• Refleks Achilles (APR)


Cara : ketukan pada tendon achilles
Respon : plantar fleksi kaki krena kontraksi m.gastroenemius

• Refleks Klonus lutut


Cara : pegang dan dorong os patella ke arah distal
Respon : kontraksi reflektorik m.quadrisep femoris selama stimulus berlangsung
• Refleks Klonus kaki
Cara : dorsofleksikan kki secara maksimal, posisi tungkai fleksi di sendi lutut.
Respon : kontraksi reflektorik otot betis selama stimulus berlangsung

c. Refleks patologis
• Babinsky
Cara : penggoresan telapak kaki bagian lateral dari posterior ke anterior
Respon : ekstensi ibu jari kaki dan pengembangan jari kaki lainnya
• Chadock
Cara : penggoresan kulit dorsum pedis bagian lateral sekitar maleolus lateralis
dari posterior ke anterior
Respon : seperti babinsky

• Oppenheim
Cara : pengurutan krista anterior tibia dari proksiml ke distal
Respon : seperti babinsky

• Gordon
Cara : penekanan betis secara keras
Respon : seperti babinsky

• Schaefer
Cara : memencet tendon achilles secara keras
Respon : seperti babinsky

• Gonda
Cara : penekukan (plantar fleksi) maksimal jari kaki ke-4
Respon : seperti babinsky

• Stransky
Cara : penekukan (lateral) jari kaki ke-5
Respon : seperti babinsky

• Rossolimo
Cara : pengetukan pada telapak kaki
Respon : fleksi jari-jari kaki pada sendi interfalangeal

• Mendel-Beckhterew
Cara : pengetukan dorsum pedis pada daerah os coboideum
Respon : seperti rossolimo

• Hoffman
Cara : goresan pada kuku jari tengah pasien
Respon : ibu jari, telunjuk dan jari lainnya fleksi

• Trommer
Cara : colekan pada ujung jari tengah pasien
Respon : seperti hoffman

• Leri
Cara : fleksi maksimal tangan pada pergelangan tangan, sikap lengen diluruskan
dengan bgian ventral menghadap ke atas
Respon : tidak terjadi fleksi di sendi siku

• Mayer
Cara : fleksi maksimal jari tengah pasien ke arah telapk tangan
Respon : tidak terjadi oposisi ibu jari
d. Refleks primitif
• Sucking refleks
Cara : sentuhan pada bibir
Respon : gerakan bibir, lidah dn rahang bawah seolah-olah menyusu
• Snout refleks
Cara : ketukan pada bibir atas
Respon : kontrksi otot-otot disekitar bibir / di bawah hidung
• Grasps refleks
Cara : penekanan / penekanan jari pemeriksa pada telapak tangan pasien
Respon : tangan pasien mengepal

• Palmo-mental refleks
Cara : goresan ujung pena terhadap kulit telapak tangan bagian thenar
Respon : kontaksi otot mentalis dan orbikularis oris (ipsi lateral)

Selain pemeriksaan tersebut di atas juga ada beberapa pemeriksaan lain seperti :
Pemeriksaan fungsi luhur:
1. Apraxia : hilangnya kemampuan untuk melakukan gerakan volunter atas
perintah
2. Alexia : ketidakmampuan mengenal bahasa tertulis
3. Agraphia : ketidakmampuan untuk menulis kata-kata
4. Fingeragnosia: kesukaran dalam mengenal, menyebut, memilih dan
membedakan jari-jari, baik punya sendiri maupun orang lain terutama jari tengah.
5. Disorientasi kiri-kanan: ketidakmampuan mengenal sisi tubuh baik tubuh
sendiri maupun orang lain.
6. Acalculia : kesukaran dalam melakukan penghitungan aritmatika sederhana.
Tujuan :
- Memperoleh data dasar tentang otot, tulang dan persendian
- Mengetahui adanya mobilitas, kekuatan atau adanya gangguan pada bagian
bagian tertentu
Persiapan alat :
- Meteran
Prosedur pelaksanaan :
A. Otot
1. Inspeksi ukuran otot, bandingkan satu sisi dengan sisi yang lain dan amati
adanya atrofi atau hipertrofi
2. Jika didapatkan adanya perbedaan antara kedua sisi, ukur keduanya dengan
menggunakan meteran
3. Amati adanya otot dan tendo untuk mengetahui kemungkinan kontraktur yang
ditunjukkan oleh malposisi suatu bagian tubuh
4. Lakukan palpasi pada saat otot istirahat dan pada saat otot bergerak secara aktif
dan pasif untuk mengetahui adanya kelemahan (flasiditas), kontraksi tiba-tiba
secara involunter (spastisitas)
5. Uji kekuatan otot dengan cara menyuruh klien menarik atau mendorong tangan
pemeriksa, bandingkan kekuatan otot ekstremitas kanan dengan ekstremitas kiri.
6. Amati kekuatan suatu bagian tubuh dengan cara memberi penahanan secara
resisten
B. Tulang
1. Amati kenormalan susunan tulang dan adanya deformitas
2. Palpasi untuk mengetahui adanya edema atau nyeri tekan
3. Amati keadaan tulang untuk mengetahui adanya pembengkakan
C. Persendian
1. nspeksi persendian untuk mengetahui adanya kelainan persendian
2. Palpasi persendian untuk mengetahui adanya nyeri tekan, gerakan, bengkak,
nodul, dan lain-lain
3. kaji tentang gerak persendian
4. Catat hasil pemeriksaan
PEMERIKSAAN SISTEM MUSKULOSKELETAL
PENGKAJIAN FISIK

1. Mengkaji Skelet Tubuh


Skelet tubuh dikaji mengenai adanya deformitas dan kesejajaran. Pemendekan
ekstreminitas, amputasi, dan bagian tubuh yang tidak dalam kesejajaran anatomis
harus dicatat. Angulasi abnormal pada tulang panjang atau gerakan pada titik
selain sendi. Biasanya menunjukkan adanya patah tulang. Bisa teraba krepitus
(suara berderik) pada titik gerakan abnormal.

2. Mengkaji Tulang Belakang


Kurvatura normal tulang belakang biasanya konveks pada bagian dada, dan
konkaf sepanjang leher dan pinggang. Deformitas tulang belakang yang sering
terjadi yang perlu diperhatikan meliputi :
a. skoliosis (deviasi kulvatura lateral tulang belakang)
b. kifosis (kenaikan kulvatura tulang belakang bagian dada)
c. Lordosis (membebek, kulvatura tulang belakang bagian pinggang yang
berlebihan.
Pada saat inspeksi tulang belakang, buka baju pasien untuk menampakkan seluruh
punggung, bokong dan tungkai. Pemeriksa memeriksa kulvatura tulang belakang
dan simetri batang tubuh dari pandangan anterior posterior dan lateral. Berdiri
dibelakang pasien, pemeriksa dapat memperhatikan setiap perbedaan tinggi bahu
dan krista iliaka.
Lipatan bokong normalnya simetris, simetris bahu dan pinggul, begitu pula
kelurusan tulang belakang, diperiksa dengan pasien berdiri tegak dan
membungkuk ke depan.
Skoliosis ditandai dengan kulvatura lateral abnormal tulang belakang, bahu yang
tidak sama tinggi, garis pinggang yang tidak simetris, dan skapula yang menonjol,
akan lebih jelas dengan uji membungkuk ke depan. Selain itu, lansia akan
mengalami kehilangan tinggi badan akibat hilangnya tulang rawan tulang
belakang.
3. Mengkaji Sistem Persendian
Sistem persendian dievaluasi dengan memeriksa luas gerakan, deformitas,
stabilitas, dan adanya benjolan. Luas gerakan yang terbatas bias disebabkan
karena deformiatas skeletal, patologis sendi, atau kontraktur otot dan tendon
disekitarnya. Pada lansia, keterbatasan gerakan yang berhubungan denga patologi
sendi degenerative dapat menurunkan kemampuan meraka melakukan aktivitas
hidup sehari hari. Jika gerkan sendi mengalami gangguan atau sendi terasa nyeri,
maka harus diperiksa adanya kelabihan cairan dalam kapsulnya (efusi),
pembengkakan, dan peningkatan suhu yang mencerminkan adanya inflamsi aktif
Deformitas sendi bisa disebabkan kontraktur (pemendekan struktur sekitar sendi)
dislokasi (lepasnya permukaan sendi), subluksasi (lepasnya sebagian permukaan
sendi), atau disrupsi struktur sekitar sendi.
Palpasi sendi sementara sendi digerakkan secara pasif akan memberiikan
informasi mengenai integritas sendi. Normalnya, sendi bergerak secara halus.
Suara gemletuk dapat menunjukkan adanya ligament yang tergelincir di antara
tonjolan tulang. Permukaan yang kurang rata, seprti pada keadaan arthritis,
mengakibatkan adanya krepitus karena permukaan yang tidak rata tersebut yang
saling bergeseran satu sama lain.
Jaringan sekitar sendi diperiksa adanya benjolan. Rheumatoid arthritis, gout, dan
osteoarthritis menimbulkan benjolan yang khas. Benjolan dibawah kulit pada
rheumatoid arthritis lunak dan terdapat di dalam dan sepanjang tendon yang
memberikan fungsi ekstensi pada sendi biasanya, keterlibatan sendi mempunya
pola yang simetris. Benjolan pada GOUT keras dan terletak dalam dan tepat
disebelah kapsul sendi itu sendiri. Kadang mengalami rupture, mengeluarkan
Kristal asam urat putih kepermukaan kulit. Benjolan osteoatritis keras dab tidak
nyeri dan merupakan pertumbuhan tulang baru akibat destruksi permukaan
kartilago dan tulang di dalam kapsul sendi (biasanya ditemukan pada lansia).

4. Mengkaji Sistem Otot


Sistem oto dikaji dnegan memperhatikan kemampuan mengubah posisi, kekuatan
oto dan koordinasi, dan ukuran masing –masing otot. Kelemahan otot sekelompok
otot menunjukkan berbagai macam kondisi seperti polyneuropati, gangguan
elektrolit (khususnya kalsium & kalium), miastenia grafis, polio mielitis
dandistrupsi otot. Dengan melakukan palpasi otot saat ekstrimitas rileks
digerakkan secara pasif, perawat dapat merasakan tonus otot. Kekeuatan dapat
diperkirakan dengan menyuruh pasien menggerakkan beberapa tugas dengan atau
tanpa tahanan.
Lingkar ekstreminitas harus diukur untuk memantau pertambahan ukuran akibat
adanya edema atau perdarahan ke dalam otot; juga dapat dipegunakan untuk
mendeteksi pengurangan ukuran akibat atrofi.

5. Pengkaji Cara Berjalan


Cara berjalan dikaji dengan meminta pasien berjalan dari tempat pemeriksa
sampai bebrapa jauh. Pemeriksa memerhatikan cara berjalan mengenai kehalusan
dan irama. Setiap adanya gerakan yang tidak teratur dan ireguler dianggap tak
normal.

6. Mengkaji Kulit Dan Sirkulasi Perifer


Sebagai tambahan pengkajian sistem moskuloskeletal, perawat harus
melaksanakan inspeksi kulit dan melakukan pengkajian sirkulasi perifer. Palpasi
kulit dapat menunjukkan adanya perbedaan suhu dan adanya edema. Sirkulasi
perifer dievaluasi dengan mengkaji denyut perifer, warna, suhu, dan waktu
pengisian kapiler. Adanya luka, memar perubahan warna kulit dan tanda
penurunan sirkulasi perifer atau infeksi dapat mempengaruhi penatalaksanaan
keperawatan.

EVALUASI DIAGNOSTIK

A. Pemeriksaan Khusus
1. Sinar-X penting untuk mengevaluasi pasien dengan kelainan musculoskeletal.
Sinar-X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur erosi dan perubahan
hubungan tulang. Sinar-X multiple diperlukan untuk pengkajian paripurna
struktur yang sedang diperiksa. Sinar-X korteks tulang menunjukkan adanya
pelebaran, penyempitan, dan tanda iregularitas. Sinar-X dapat menunjukkan
adanya cairan, iregularitas, spur, penyempitan, dan perubahan struktur sendi.
2. Computed Termography (CT scan) menunjukkan rincian bidang tertentu tulang
yang terkena dan dapat memperlihatkan tumor jaringan lunak atau cidera ligamen
atau tendon.
3. Magnetic resonance imaging (MRI) adalah teknik pencitraan khusus,
noninvasif yang menggunakan medan magnet gelombang radio, dan komputer
untuk memperhatikan abnormalitas jaringan lunak seperti otot, tendon, dan tulang
rawan.
4. Angiografi adalah pemeriksaan struktur vaskuler.
5. Arteriografi adalah pemeriksaan sistem arteri.
6. Digital substraction angiography (DSA) mempergunakan teknologi komputer
untuk memperlihatkan sistem arterial melalui kateter vena.
7. Venogram adalah pemeriksaan sistem vena yang sering digunakan untuk
mendeteksi thrombosis vena.
8. Mielografi adalah penyuntikan bahan kontras kedalam rongga subarachnoid
spinalis lumbal, dilakukan untuk melihat adanya herniasi diskus, stenosis spinal
atau temnpat adanya tumor,
9. Diskografi adalah pemeriksaan diskus vertebralis; suatu bahan kontras
diinjeksikan kedalam diskus dan dilihat distribusinya.
10. Atrografi adalah penyuntikan bahan radiopaque atau udara kedalam rongga
sendi untuk melihat struktur jaringan lunak atau kontur sendi.

B. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan darah dan urine pasien dapat memberikan informasi mengenai


masalah musculoskeletal primer, atau komplikasi yang terjadi sebagai dasar acuan
pemberi terapi. Pemeriksaan darah lengkap meliputi kadar hemoglobin (biasanya
lebih rendah apabila terjadi perdarahan karena trauma), dan hitung darah putih.
Sebelum dilakukan pembedahan, periksa bekuan darah untuk mendeteksi
kecenderungan pendarahan. Karena tulang merupakan jaringan yang sangat
vaskuler.
Pemeriksaan kimia darah memberikan data mengenai berbagai macam kondisi
muskuloskeletal, kadar kalsium serum berubahpada osteomalasiya fungsi
paratiroit, penyakit paget, tumor tulang metastasis, dan pada imobilisasi lama.
Kadar fosfor serum berbanding terbalik dengan kadar kalsium dan menurun pada
rikets yang berhubungan dengan sindrom malapsorpsi. Fosfatase asam meningkat
pada penyakit paget dan kangker metastasis.fosfatase alkali meningkat selama
penyembuhan patah tulang dan pada penyakit pada peningkatan aktifitas
osteoblas.
Metabolisme tulang dapat dievaluasi melalui pemeriksaan tiroid dan penentuan
kadar kalsitosin, gormon paratiroid, dan vitamin D. kadar enzim serum keratin
kinase (CK) dan serum glumatic-oxaloacetic transeminase (SGOT, aspartae
aminotransferase) meningkat pada kerusakan otot. Aldolase meningkat pada
penyakit otot (mis. distrofi otot dan nekrosis oto skelet). Kadar kalsium urine
meningkat pada destruksi tulang (disfungsi paratiroid, tumor tulang metastasis,
myeloma multiple).

Anda mungkin juga menyukai