Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Salah satu keadaan yang menyerupai penyakit hati yang terdapat pada
bayi baru lahir adalah terjadinya hiperbillirubinemia yang merupakan salah
satu kegawatan pada bayi baru lahir karena dapat menjadi penyebab gangguan
tumbuh kembang bayi. Kelainan ini tidak termasuk kelompok penyakit saluran
pencernaan makanan, namun karena kasusnya banyak dijumpai maka harus
dikemukakan. Kasus ikterus ditemukan pada ruang neonatus sekitar 60% bayi
aterm dan pada 80 % bayi prematur selama minggu pertama kehidupan. Ikterus
tersebut timbul akibat penimbunan pigmen bilirubin tak terkonjugasi dalam
kulit. Bilirubin tak terkonjugasi tersebut bersifat neurotoksik bagi bayi pada
tingkat tertentu dan pada berbagai keadaan. Ikterus pada bayi baru lahir dapat
merupakan suatu gejala fisiologis atau patologis. Ikterus fisiologis terdapat
pada 25-50% neonatus cukup bulan dan lebih tinggi lagi pada neonatus kurang
bulan sebesar 80%. Ikterus tersebut timbul pada hari kedua atau ketiga, tidak
punya dasar patologis, kadarnya tidak membahayakan, dan tidak menyebabkan
suatu morbiditas pada bayi. Ikterus patologis adalah ikterus yang punya dasar
patologis atau kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut
hiperbilirubinemia. Dasar patologis yang dimaksud yaitu jenis bilirubin, saat
timbul dan hilangnya ikterus, serta penyebabnya. Neonatus yang mengalami
ikterus dapat mengalami komplikasi akibat gejala sisa yang dapat
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangannya. Oleh sebab itu perlu
kiranya penanganan yang intensif untuk mencegah hal-hal yang berbahaya bagi
kehidupannya dikemudian hari.
Sepsis merupakan infeksi aliran darah yang bersifat invasif dan ditandai
dengan ditemukannya bakteri dalam cairan tubuh seperti darah, cairan sumsum
tulang atau air kemih. Sepsis neonatorumsaat ini masih menjadi masalah yang
belum dapat terpecahkan dalam pelayanan dan perawatan bayi baru lahir. Di
negara berkembang, hampir sebagian besar bayi baru lahir yang dirawat
mempunyai kaitan dengan masalah sepsis. Hal yang sama ditemukan pula di
negara maju pada bayi yang dirawat di unit perawatan intensif bayi baru
lahir.Di samping morbiditas, mortalitas yang tinggi ditemukan pula pada
penderita sepsis bayi baru lahir(IDAI, 2008).
B. Rumusan masalah
Berdasarkan kejadian di atas maka dapat dirumuskan pada studi kasus ini
yaitu “Bagaimana Asuhan Kebidanan Pada Anak Dengan Hiperbilirubin
Dan Sepsis Neonatorum Di Lahan Praktik”)
.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui gambaran umum asuhan kebidanan pada anak dengan
hiperbilirubin dan sepsis neonatorum di lahan praktik
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui definisi, klasifikasi dan etiologi hiperbilirubinemia sepsis
neonatorum
b. Mengetahui patofisiologi, manifestasi klinik dan komplikasi penyakit
hiperbilirubin sepsis neonatorum
c. Mengetahui pemeriksaan diagnostik dan penatalaksanaan penyakit
hiperbilirubin sepsis neonatorum
d. Mengetahui konsep asuhan kebidanan pada anak dengan hiperbilirubin
sepsis neonatorum
D. Manfaat
1. Manfaat Bagi Pasien
Hasil penelitian dapat sebagai bahan pertimbangan suami istri dalam
melakukan skrenning penyakit hiperbilirubin dan sepsis neonatorum
2. Manfaat Bagi Rumah Sakit Hasil penelitian dapat digunakan sebagai
bahan masukan dan ilmu pengetahuan untuk membuat intervensi
penatalaksanaan pada bayi yang mengalami hiperbilirubin dan sepsis
neonatorum
3. Manfaat Bagi Peneliti
Manfaat yang dicapai penelitian untuk mengetahui hubungan
hiperbilirubin dan sepsis neonatorum
4. Manfaat Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian dapat digunakan sebagai sumber
untuk pengembangan khasanah ilmu pengetahuan peneliti selanjutnya
tentang hiperbilirubin dan sepsis neonatorum.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang
kadar nilainya lebih dari normal (Suriadi, 2001). Nilai normal bilirubin indirek
0,3 – 1,1 mg/dl, bilirubin direk 0,1 – 0,4 mg/dl. Hiperbillirubin ialah suatu
keadaan dimana kadar billirubinemia mencapai suatu nilai yang mempunyai
potensi menimbulkan kernikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik
(Prawirohardjo, 1997). Hiperbilirubinemia (ikterus bayi baru lahir) adalah
meningginya kadar bilirubin di dalam jaringan ekstravaskuler, sehingga kulit,
konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya berwarna kuning (Ngastiyah,
2000).
Sepsis neonatorum adalah infeksi bakteri pada aliran darah pada bayi
selama empat minggu pertama kehidupan. Insiden sepsis bervariasi yaitu antara
1 dalam 500 atau 1 dalam 600 kelahiran hidup (Bobak, 2005). Sepsis adalah
istilah yang digunakan untuk menggambarkan respons sistemik terhadap
infeksi pada bayi baru lahir (Behrman, 2000). Sepsis adalah sindrom yang
dikarekteristikkan oleh tanda-tanda klinis dan gejala-gejala infeksi yang parah
yang dapat berkembang kearah septikemia dan syok septik (Dongoes, 2000)
Sepsis neonatorum adalah semua infeksi pada bayi pada 28 hari pertama sejak
dilahirkan. Infeksi dapat menyebar secara nenyeluruh atau terlokasi hanya pada
satu orga saja (seperti paru-paru dengan pneumonia). Infeksi pada sepsis bisa
didapatkan pada saat sebelum persalinan ( intrauterine sepsis ) atau setelah
persalinan (extrauterine sepsis) dan dapat disebabkan karena virus (herpes,
rubella), bakteri (streptococcus B), dan fungi atau jamur (candida) meskipun
jarang ditemui. (John Mersch, MD, FAAP, 2009). Sepsis dapat dibagi menjadi
dua yaitu :
a. Sepsis dini :terjadi 7 hari pertama kehidupan. Karakteristik : sumber
organisme pada saluran genital ibu dan atau cairan amnion, biasanya fulminan
dengan angka mortalitas tinggi.
b. Sepsis lanjutan/nosokomial : terjadi setelah minggu pertama kehidupan dan
didapat dari lingkungan pasca lahir. Karakteristik : Didapat dari kontak
langsung atau tak langsung dengan organisme yang ditemukan dari lingkungan
tempat perawatan bayi, sering mengalami komplikasi. (Vietha, 2008)

B. Epidemiologi
1. Epidemiologi Hiperbilirubin
a. Peningkatan kadar bilirubin dalam darah tersebut dapat terjadi karena
keadaan sebagai berikut;
b. Polychetemia
c. Isoimmun Hemolytic Disease
d. Kelainan struktur dan enzim sel darah merah
e. Keracunan obat (hemolisis kimia; salisilat, kortikosteroid, kloramfenikol)
Hemolisis ekstravaskuler
f. Cephalhematoma
g. Ecchymosis
h. Gangguan fungsi hati; defisiensi glukoronil transferase, obstruksi
empedu (atresia biliari), infeksi, masalah metabolik galaktosemia,
hipotiroid Jaundice ASI
i. Adanya komplikasi; asfiksia, hipotermi, hipoglikemi. Menurunnya ikatan
albumin; lahir prematur, asidosis
2. Epidemiologi Sepsis Neonatorum
Bakteria seperti Escherichiacoli, Listeria monocytogenes,
Neisseriameningitidis, Sterptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae
tipe B, Salmonella, dan Streptococcus grup B merupakan penyebab paling
sering terjadinya sepsis pada bayi berusia sampai dengan 3 bulan.
Streptococcus grup B merupakan penyebab sepsis paling sering pada
neonatus.
Pada berbagai kasus sepsis neonatorum, organisme memasuki tubuh bayi
melalui ibu selama kehamilan atau proses kelahiran. Beberapa komplikasi
kehamilan yang dapat meningkatkan resiko terjadinya sepsis pada neonatus,
antara lain:
a. Perdarahan
b. Demam yang terjadi pada ibu
c. Infeksi pada uterus atau plasenta
d. Ketuban pecah dini (sebelum 37 minggu kehamilan)
e. Ketuban pecah terlalu cepat saat melahirkan (18 jam atau lebih sebelum
melahirkan)
f. Proses kelahiran yang lama dan sulit.
g. Streptococcus grup B dapat masuk ke dalam tubuh bayi selama proses
kelahiran. Menurut Centers for Diseases Control and Prevention (CDC)
Amerika, paling tidak terdapat bakteria pada vagina atau rektum pada
satu dari setiap lima wanita hamil, yang dapat mengkontaminasi bayi
selama melahirkan. Bayi prematur yang menjalani perawatan intensif
rentan terhadap sepsis karena sistem imun mereka yang
belum berkembang dan mereka biasanya menjalani prosedur-prosedur
invasif seperti infus jangka panjang, pemasangan sejumlah kateter, dan
bernafas melalui selang yang dihubungkan dengan ventilator. Organisme
yang normalnya hidup di permukaan kulit dapat masuk ke dalam tubuh
kemudian ke dalam aliran darah melalui alat-alat seperti yang telah
disebut di atas.
Bayi berusia 3 bulan sampai 3 tahun beresiko mengalami bakteriemia
tersamar, yang bila tidak segera dirawat, kadang-kadang dapat megarah
ke sepsis. Bakteriemia tersamar artinya bahwa bakteria telah memasuki
aliran darah, tapi tidak ada sumber infeksi yang jelas. Tanda paling
umum terjadinya bakteriemia tersamar adalah demam. Hampir satu per
tiga dari semua bayi pada rentang usia ini mengalami demam tanpa
adanya alasan yang jelas - dan penelitian menunjukkan bahwa 4% dari
mereka akhirnya akan mengalami infeksi bakterial di dalam darah.
Streptococcus pneumoniae (pneumococcus) menyebabkan sekitar 85%
dari semua kasus bakteriemia tersamar pada bayi berusia 3 bulan sampai
3 tahun.
C. Manifestasi Klinis/ Gejala
1. Manifestasi Klinis Hiperbilirubin
a. Ikterus terjadi 24 jam
b. Peningkatan Konsentrasi bilirubin 5 mg% atau lebih setiap 24 jam
c. Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg% pada neonatus kurang
bulan dan 12,5 mg% pada neonatus cukup bulan.
d. Ikterus yang disertai proses hemolisis (inkompaabilitas darah, defisiensi
enzim G – 6- PD (Glukosa 6 Phospat Dchydrogenase)
e. Ikterus yang disertai keadaan berikut :
1) Berat lahir kurang dari 2000 gram
2) Masa gestasi kurang dari 36 minggu
3) Infeksi
4) Gangguan pernafasan
2. Manifestasi Klinis Sepsis Neonatorum
Manifestasi klinis adalah hal yang penting dalam mendiagnosis
sepsis neonatorum dan manifestasi dapat timbul baik secara spesifik atau
tidak spesifik. Manifestasi tidak spesifik biasanya terjadi pada EOS, yaitu
hipotermia atau hipertermia, letargi, poor cry, tidak bisa minum ASI, perfusi
memburuk berupa pemanjangan capillary refill, hipotonia, refleks neonatus
tidak ada, bradikardi atau takikardi, distres pernapasan, apnea,
hipoglikemia/hiperglikemia, atau asidosis metabolik. Manifestasi spesifik
adalah manifestasi yang mengenai organ-organ spesifik, misalnya pada
sistem saraf pusat terjadi pembonjolan ubun-ubun besar (UUB), iritabel,
stupor/koma, kejang, atau retraksi leher yang sering terjadi pada meningitis,
pada jantung terjadi hipotensi atau syok, pada sistem pencernaan terjadi
intoleransi makanan, diare, distensi abdomen, pada hepar dapat terjadi
hepatomegali atau ikterus, dan lain-lain (Agrawal, Deorari, & Paul, 2014).
Diagnosis kejadian sepsis neonatorum masih terbilang sulit, hal ini
disebabkan oleh perbedaan ketentuan diagnosis dari tiap institusi atau
organisasi. Berdasarkan European consensus statement tahun 2010,
nenonatus didiagnosis sepsis jika mengalami dua manifestasi klinis dan dua
hasil tes laboratorium, jika ada atau sebagai akibat dari temuan terbukti
(hasil positif pada pemeriksaan kultur, mikroskop, atau reaksi rantai
polimerase) atau terduga (sindrom klinis seperti perforasi organ visera,
ptekie atau purpura pada kulit, atau X-ray dada menunjukkan tanda
pneumonia) sebagai infeksi (Bansal, Agrawal, dan Sukumaran, 2013)
WHO (2008), membentuk diagnosis sepsis neonatorum dengan lebih
sederhana yaitu mencakup beberapa hal seperti terlihat jelas sakit berat dan
kondisi serius tanpa penyebab yang jelas, hipotermia atau hipertermia,
takikardia, takipneu, gangguan sirkulasi, leukositosis atau leukopeni.
D. Klasifikasi
1. Klasifikasi Hiperbilirubin
a. Ikterus Fisiologis
1) Timbul pada hari ke dua dan ketiga.
2) Kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10 mg% pada neonatus cukup
bulan dan 12,5 mg% untuk neonatus lebih bulan.
3) Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg% perhari.
4) Ikterus menghilang pada 10 hari pertama.
5) Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologik.
b. Ikterus Patologik
1) Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama.
2) Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan atau
melebihi 12,5 mg% pada neonatus kurang bulan.
3) Peningkatan bilirubin lebih dari 5 mg% perhari.
4) Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama.
5) Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%.
6) Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik.
2. Klasifikasi Sepsis Neonatorum
Sepsis neonatorum menjadi tiga kategori, yatu sepsis awitan dini
atau early onset sepsis (EOS), sepsis awitan lambat atau late onset sepsis
(LOS), dan sepsis nosokomial (IDAI, 2009). Marcdante et al., (2011),
sepsis awitan dini adalah sepsis yang terjadi dalam kurun waktu ≤72 jam
setelah lahir, sering disebabkan oleh penularan infeksi genitourinarius ibu
dan dimulai sejak dalam kandungan. Selain itu juga dijelaskan bahwa
manifestasi yang paling menonjol pada EOS adalah gangguan pernapasan,
terutama pada kasus berat, dan pada bayi EOS yang prematur, tahap
awalnya sering sulit dibedakan dengan sindrom gawat napas.
LOS adalah sepsis yang terjadi >72 jam setelah kelahiran, biasanya
terjadi pada bayi usia cukup bulan yang pulang dalam keadaan sehat dan
yang menjadi penyebab utama adalah infeksi nosokomial (hospital-
acquired), yaitu didapat dari ruang perawatan atau infeksi community-
acquired, yaitu didapat dari lingkungan. LOS berbeda dengan EOS yang
umumnya disebabkan oleh faktor-faktor pada masa intrauterin (Agarwal,
Deorari, & Paul, 2014).
Pada beberapa penelitian dan referensi, sepsis dibagis menjadi dua
kategori besar yaitu EOS dan LOS, dimana sepsis nosokomial masuk
kedalam kategori LOS, namun IDAI (2009), sepsis nosokomial merupakan
kategori terpisah dan merupakan kategori sepsis ketiga. Dijelaskan lebih
lanjut bahwa sepsis nosokomial adalah infeksi yang umumnya terjadi pada
neonatus dengan intervensi medis, sedang menjalani perawatan, dan
perawatan dan intervensi yang berhubungan dengan monitor invasif dan
berbagai teknik yang digunakan di ruang gawat intensif

E. Patofisiologi
1. Patofisiologi Hiperbilirubin
a. Pigmen kuning ditemukan dalam empedu yang terbentuk dari pemecahan
hemoglobin oleh kerja heme oksidase, biliverdin reduktase dan agen
pereduksi nonenzimatik dalam sistem retikuloendotelial.
b. Setelah pemecahan hemoglobin, bilirubin tak terkonjugasi diambil oleh
protein intraseluler “Y protein” dalam hati. Pengambilan tergantung pada
alairan darah hepatik dan adanya ikatan protein.
c. Bilirubin yang tidak terkonjugasi dalam hati dirubah (terkonjugasi) oleh
enzim asam uridin disfosfoglukuronat (UDPGA; Uridin
Diphospgoglucuronic Acid ). Glukuronil transferase menjadi bilirubin
mono dan diglukuronida yang polar larut dalam air (bereaksi direk)
d. Bilirubin yang terkonjugasi yang larut dalam air dapat dieliminasi
melalui ginjal. Dengan konjugasi, bilirubin masuk dalam empedu melalui
membran kanalikular.
e. Akhirnya dapat masuk ke sistem gastrointestinal dengan diaktifkan oleh
bakteri menjadi urobilinogen dalam tinja dan urine. Beberapa bilirubin
diabsorbsi kembali menjadi sirkulasi enteroheptik
f. Warna kuning dalam kulit akibat dari akumulasi pigmen bilirubin yang
larut lemak, tak terkonjugasi, non-polar (bereaksi indirek)
g. Pada bayi hiperbilirubinemia kemungkinan merupakan hasil dari
defisiensi atau tidak aktifnya glukuronil transferase. Rendahnya
pengambilan dalam hepatik kemungkinan karena penurunan protein
hepatik sejalan dengan penurunan aliran darah hepatik
h. Jaundice yang terkait dengan pemberian ASI merupakan hasil dari
hambatan kerja glukoronil transferase oleh pregnanediol atau asam lemak
bebas yang terdapat dalam ASI. Terjadi 4 sampai 7 hari setelah lahir.
Dimana terdapat
2. Patofisiologi Sepsis Neonatorum
Sepsis dimulai dengan invasi bakteri dan kontaminasi sistemik. Pelepasan
endotoksin oleh bakteri menyebabkan perubahan fungsi miokardium,
perubahan ambilan dan penggunaan oksigen, terhambatnya fungsi
mitokondria, dan kekacauan metabolik yang progresif. Pada sepsis yang
tiba-tiba dan berat, complment cascade menimbulkan banyak kematian dan
kerusakan sel. Akibatnya adalah penurunan perfusi jaringan, asidosis
metabolik, dan syok, yang mengakibatkan disseminated intravaskuler
coagulation (DIC) dan kematian (Bobak, 2005). Bayi baru lahir mendapat
infeksi melalui beberapa jalan, dapat terjadi infeksi transplasental seperti
pada infeksi konginetal virus rubella, protozoa Toxoplasma, atau basilus
Listeria monocytogenesis. Yang lebih umum, infeksi didapatkan melalui
jalur vertikel, dari ibu selama proses persalinan ( infeksi Streptokokus group
B atau infeksi kuman gram negatif ) atau secara horizontal dari lingkungan
atau perawatan setelah persalinan ( infeksi Stafilokokus koagulase positif
atau negatif).
Faktor- factor yang mempengaruhi kemungkinan infeksi secara umum
berasal dari tiga kelompok, yaitu :
a. Faktor Maternal
1) Status sosial-ekonomi ibu, ras, dan latar belakang. Mempengaruhi
kecenderungan terjadinya infeksi dengan alasan yang tidak diketahui
sepenuhnya. Ibu yang berstatus sosio- ekonomi rendah mungkin
nutrisinya buruk dan tempat tinggalnya padat dan tidak higienis. Bayi
kulit hitam lebih banyak mengalami infeksi dari pada bayi berkulit
putih.
2) Status paritas (wanita multipara atau gravida lebih dari 3) dan umur
ibu (kurang dari 20 tahun atua lebih dari 30 tahun
3) Kurangnya perawatan prenatal. d.Ketuban pecah dini (KPD) dan
Prosedur selama persalinan.
b. Faktor Neonatatal
1) Prematurius ( berat badan bayi kurang dari 1500 gram), merupakan
faktor resiko utama untuk sepsis neonatal. Umumnya imunitas bayi
kurang bulan lebih rendah dari pada bayi cukup bulan. Transpor
imunuglobulin melalui plasenta terutama terjadi pada paruh terakhir
trimester ketiga. Setelah lahir, konsentrasi imunoglobulin serum terus
menurun, menyebabkan hipigamaglobulinemia berat. Imaturitas kulit
juga melemahkan pertahanan kulit.
2) Defisiensi imun. Neonatus bisa mengalami kekurangan IgG spesifik,
khususnya terhadap streptokokus atau Haemophilus influenza. IgG
dan IgA tidak melewati plasenta dan hampir tidak terdeteksi dalam
darah tali pusat. Dengan adanya hal tersebut, aktifitas lintasan
komplemen terlambat, dan C3 serta faktor B tidak diproduksi sebagai
respon terhadap lipopolisakarida. Kombinasi antara defisiensi imun
dan penurunan antibodi total dan spesifik, bersama dengan penurunan
fibronektin, menyebabkan sebagian besar penurunan aktivitas
opsonisasi. c. Laki-laki dan kehamilan kembar. Insidens sepsis pada
bayi laki- laki empat kali lebih besar dari pada bayi perempuan.
c. Faktor Lingkungan
1) Pada defisiensi imun bayi cenderung mudah sakit sehingga sering
memerlukan prosedur invasif, dan memerlukan waktu perawatan di
rumah sakit lebih lama. Penggunaan kateter vena/ arteri maupun
kateter nutrisi parenteral merupakan tempat masuk bagi
mikroorganisme pada kulit yang luka. Bayi juga mungkin terinfeksi
akibat alat yang terkontaminasi.
2) Paparan terhadap obat-obat tertentu, seperti steroid, bis menimbulkan
resiko pada neonatus yang melebihi resiko penggunaan antibiotik
spektrum luas, sehingga menyebabkan kolonisasi spektrum luas,
sehingga menyebabkan resisten berlipat ganda.
3) Kadang- kadang di ruang perawatan terhadap epidemi penyebaran
mikroorganisme yang berasal dari petugas ( infeksi nosokomial),
paling sering akibat kontak tangan. d. Pada bayi yang minum ASI,
spesies Lactbacillus dan E.colli ditemukan dalam tinjanya, sedangkan
bayi yang minum susu formula hanya didominasi oleh E.colli.
Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai
neonatus melalui beberapa cara, yaitu :
a) Pada masa antenatal atau sebelum lahir. Pada masa antenatal
kuman dari ibu setelah melewati plasenta dan umbilikus masuk
dalam tubuh bayi melalui sirkulasi darah janin. Kuman penyebab
infeksi adalah kuman yang dapat menembus plasenta antara lain
virus rubella, herpes, sitomegalo, koksaki, hepatitis, influenza,
parotitis. Bakteri yang dapat melalui jalur ini, antara lain malaria,
sipilis, dan toksoplasma.
b) Pada masa intranatal atau saat persalinan. Infeksi saat persalinan
terjadi karena yang ada pada vagina dan serviks naik mencapai
korion dan amnion. Akibatnya, terjadi amniotis dan korionitis,
selanjutnya kuman melalui umbilikus masuk dalam tubuh bayi.
Cara lain, yaitu saat persalinan, cairan amnion yang sudah
terinfeksi akan terinhalasi oleh bayi dan masuk dan masuk ke
traktus digestivus dan traktus respiratorius, kemudian
menyebabkan infeksi pada lokasi tersebut. Selain cara tersebut di
atas infeksi pada janin dapat terjadi melalui kulit bayi atau port de
entre lain saat bayi melewati jalan lahir yang terkontaminasi oleh
kuman. Beberapa kuman yang melalui jalan lahir ini adalah Herpes
genetalis, Candida albican, dan N.gonorrea.
c) Infeksi paska atau sesudah persalinan. Infeksi yang terjadi sesudah
kelahiran umumnya terjadi akibat infeksi nosokomial dari
lingkungan di luar rahim (misal melalui alat- alat : penghisap
lendir, selang endotrakhea, infus, selang nasogastrik, botol
minuman atau dot). Perawat atau profesi lain yang ikut menangani
bayi dapat menyebabkan terjadinya infeksi nosokomil. Infeksi juga
dapat terjadi melalui luka umbilikus (AsriningS.,2003)
F. Penanganan
1. Penanganan Hiperbilirubin
Penanganan hiperbilirubin pada bayi baru lahir menurut Varney (2007),
antara lain :
a. Memenuhi kebutuhan atau nutrisi
1) Beri minum sesuai kebutuhan. Karena bayi malas minum, berikan
berulang-ulang, jika tidak mau menghisap dot berikan pakai sendok.
Jika tidak dapat habis berikan melalui sonde.
2) Perhatikan frekuensi buang air besar, mungkin susu tidak cocok (jika
bukan ASI) mungkin perlu ganti susu.
b. Mengenali gejala dini mencegah meningkatnya ikterus
1) Jika bayi terlihat mulai kuning, jemur pada matahari pagi (sekitar
pukul 7 – 8 selama 15 – 30 menit).
2) Periksa darah untuk bilirubin, jika hasilnya masih dibawah 7 mg%
ulang esok harinya.
3) Berikan banyak minum.
4) Perhatikan hasil darah bilirubin, jika hasilnya 7 mg% lebih segera
hubungi dokter, bayi perlu terapi.
c. Gangguan rasa aman dan nyaman akibat pengobatan
1) Mengusahakan agar bayi tidak kepanasan atau kedinginan
2) Memelihara kebersihan tempat tidur bayi dan lingkungannya.
3) Mencegah terjadinya infeksi (memperhatikan cara bekerja aseptik).
Bila kadar bilirubin serum bayi tinggi sehingga di duga akan terjadi
kern ikterik, maka perlu dilakukan penatalaksanaan khusus.
Penanganan terapi khusus antara lain :
a. Terapi sinar
Terapi sinar diberikan jika bilirubin indirek darah mencapai 15
mg %. Cremer melaporkan bahwa pada bayi penderita ikterus yang
diberi sinar matahari lebih dari penyinaran biasa, ikterus lebih cepat
menghilang dibandingkan dengan bayi lain yang tidak disinari. Dengan
penyinaran bilirubin dipecah menjadi dipyrole yang kemudian
dikeluarkan melalui ginjal dan traktus digestivus. Hasil perusakan
bilirubin ternyata tidak toksik untuk tubuh dan di keluarkan tubuh
dengan sempurna. Mekanisme utama terapi sinar adalah fotoisomer.
Dengan kata lain bilirubin 42,152 diubah menjadi bilirubin 42,15 E,
bilirubin isomer mudah larut dalam air.
Penggunaan terapi sinar untuk mengobati hiperbilirubinemiaharus
dilakukan dengan hati-hati, karena jenis pengobatan ini dapat
menimbulkan komplikasi, yaitu dapat menyebabkan kerusakan retina,
dapat meningkatkan kehilangan air tidak terasa (insenible water losses),
dan dapat mempengaruhi pertumbuhan serta perkembangan bayi
walaupun hal ini masih dapat dibalikkan, kalau digunakan terapi sinar,
sebaiknya dipilih sinar dengan spektrum antara 420 – 480 nano meter.
Sinar ultraviolet harus dicegah dengan plexiglass dan bayi harus
mendapat cairan yang cukup.
Alat-alat untuk terapi sinar :
1) 10 lampu neon biru masing-masing berkekuatan 20 watt.
2) Susunan lampu dimasukkan ke dalam bilik yang diberi ventilasi
disampingnya.
3) Di bawah susunan dipasang plexiglass setebal 1,5 cm untuk
mencegah sinar ultraviolet.
4) Alat terapi sinar diletakkan 45 cm di atas permukaan bayi.
5) Terapi sinar diberikan selama 72 jam atau sampai kadar bilirubin
mencapai 7,5 mg %.
6) Mata bayi dan alat kelamin ditutupi dengan bahan yang dapat
memantulkan sinar.
7) Gunakan kain pada boks bayi atau incubator, dan letakkan tirai putih
mengelilingi area sekeliling alat tersebut berada untuk memantulkan
kembali sinar sebanyak mungkin ke arah bayi. (Prawirohardjo,
2005).
Pelaksanaan pemberian terapi sinar dan yang perlu diperhatikan
(Ladewig, 2006) antara lain :
1) Letakkan bayi tanpa mengenakan pakaian di bawah sinar fototerapi,
kecuali untuk menutupi alat kelamin, untuk memaksimalkan pajanan
terhadap sinar.
2) Tutup mata bayi saat disinar
3) Pantau tanda-tanda vital setiap 4 jam.
4) Pantau asupan dan keluaran setiap 8 jam
5) Berikan asupan cairan 25% diatas kebutuhan cairan normal. Untuk
memenuhi peningkatan kehilangan cairan yang tidak tampak mata
serta pada feces.
6) Reposisi bayi sedikitnya setiap 2 jam.
7) Matikan sinar terapi saat orang tua berkunjung dan memberikan ASI.
8) Pantau panjang gelombang sinar fototerapi menggunakan bilimeter,
setiap penggantian sorotan cahaya ke area mata yang lain.
9) Pantau kadar bilirubin setiap 8 jam selama 1 hingga 2 hari pertama
atau setiap pemberian sesuai dengan protokol institusi setelah
penghentian fototerapi.
Kelainan yang mungkin timbul pada neonatus yang mendapat terapi
sinar (Asrining, dkk, 2003) antara lain :
1) Peningkatan kehilangan cairan yang tidak tertukar (insensible water
loss).
2) Frekuensi defekasi meningkat, pemberian susu dengan kadar laktosa
rendah akan mengurangi timbulnya diare.
3) Timbulnya kelainan kulit “flea bite rash” di daerah muka badan dan
ekstremitas, kelainan ini akan segera hilang setelah terapi dihentikan.
4) Beberapa neonatus yang mendapat terapi sinar menunjukkan
kenaikan suhu tubuh, disebabkan karena suhu lingkungan yang
meningkat atau gangguan pengaturan suhu tubuh bayi.
5) Kadang ditemukan kelainan seperti, gangguan minum, letargi, dan
iritabilitas. Keadaan ini bersifat sementara dan akan hilang dengan
sendirinya.
6) Gangguan pada mata dan pertumbuhan.
b. Transfusi Tukar
Penggantian darah sirkulasi neonatus dengan darah dan donor dengan
cara mengeluarkan darah neonatus dan memasukkan darah donor secara
berulang dan bergantian melalui suatu prosedur. Jumlah darah yang
diganti sama dengan yang dikeluarkan. Pergantian darah bisa mencapai
75 – 85 % dan jumlah darah neonatus (Surasmi, 2003).
Transfusi tukar akan dilakukan pada neonatus dengan kadar bilirubin
indirek sama dengan atau lebih tinggi dan 20 %, pada neonatus dengan
kadar bilirubin tali pusat kurang dari 14 mg% dan coombs test langsung
positif (Prawirohardjo, 2005). Tujuan transufi tukar :
1) Menurunkan kadar bilirubin indirek
2) Mengganti eritrosit yang dapat dihemolisis
3) Membuang antibodi yang menyebabkan hemolisis
Mengoreksi anemia Prosedur pelaksanaan pemberian transfusi tukar
antara lain :
1) Bayi ditidurkan rata diatas meja dengan fiksasi longgar
2) Pasang monitor jantung, alarm jantung diatur diluar batas 100 –180
kali / menit.
3) Masukkan kateter ke dalam vena umbilikalis
4) Melalui kateter, darah bayi dihisap sebanyak 20 cc dimasukkna ke
dalam tubuh bayi. Setelah menunggu 20 detik, lalu darah bayi
diambil lagi sebanyk 20 cc dan dikeluarkan. Kemudian dimasukkan
darah pengganti dengan jumlah yang sama, demikian siklus
pengganti tersebut diulang sampai selesai.
5) Kecepatan menghisap dan memasukkan darah ke dalam tubuh bayi
diperkirakan 1,8 kg/cc BB/menit. Jumlah darah yang ditransfusi
tukar berkisar 140 – 180 cc/ kg BB tergantung pada tinggi kadar
bilirubin sebelum transfusi tukar (Prawirohardjo, 2005).
2. Penanganan Sepsis Neonatorum
a. Penataksanaan Kebidanan
1) Resiko shock septik
a) Tempatkan bayi di tempat isolasi
b) Batasi penggunaan alat/prosedur invasive
c) Cuci tangan sebelum atau sesudah melakukan tindakan
d) Lakukan perawatan pada sumber infeksi
e) Observasi tanda vital tiap jam dan bila perlu
f) Bila bayi hipotermia tempatkan dalam incubator atau penyinaran
dengan lampu/selimut hangat
g) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemeriksaan laboratorium
dan antibiotika
2) Gangguan pernapasan/sesak
a) Pertahankan jalan napas, tempatkan posisi kepala lebih tinggi
b) Lakukan penghisapan lendir bila diperlukan
c) Monitor ke dalam pernapasan, bunyi napas, dan sianosis
d) Kolaborasi pemberian O2
3) Kekurangan cairan
a) Berikan cairan sesuai dengan kebutuhan per IV/oral/NGT
b) Observasi tanda-tanda kekurangan cairan Anjurkan ibu supaya
tetap memberikan ASI
c) Kolaborasi untuk pemeriksaan laboratorium (Sari kuliah Askeb
Neonatus, Ervi Yunita, 2008) H.
b. Penatalaksanaan Klinis
Penanganan pada sepsisneonatorum :
1) Pada pasien dengan sepsis diberikan kombinasi antibiotik golongan
Ampisilin dosis 200 mg/kg BB/24 jam i.v (dibagi 2 dosis untuk
neonatus umur < 7 hari, untuk neonatus umur > 7 hari dibagi 3 dosis),
dan Netylmycin (Amino glikosida) dosis 7 1/2 mg/kg BB/per hari
i.m/i.v dibagi 2 dosis (hati-hati penggunaan Netylmycin dan
Aminoglikosida yang lain bila diberikan i.v (harus diencerkan dan
waktu pemberian sampai 1 jam pelan-pelan).
2) Dilakukan septic work up sebelum antibiotika diberikan (darah lengkap,
urine, lengkap, feses lengkap, kultur darah, cairan serebrospinal, urine
dan feses (atas indikasi), pungsi lumbal dengan analisa cairan
serebrospinal (jumlah sel, kimia, pengecatan Gram), foto polos dada,
pemeriksaan CRP kuantitatif).
3) Pemeriksaan lain tergantung indikasi seperti pemeriksaan bilirubin,
gula darah, analisa gas darah, foto abdomen, USG kepala dan lain-lain.
4) Apabila gejala klinik dan pemeriksaan ulang tidak menunjukkan
infeksi, pemeriksaan darah dan CRP normal, dan kultur darah negatif
maka antibiotika diberhentikan pada hari ke-7.
5) Apabila gejala klinik memburuk dan atau hasil laboratorium
menyokong infeksi, CRP tetap abnormal, maka diberikan Cefepim 100
mg/kg/hari diberikan 2 dosis atau Meropenem dengan dosis 30-40
mg/kg BB/per hari i.v dan Amikasin dengan dosis 15 mg/kg BB/per
hari i.v i.m (atas indikasi khusus). Pemberian antibiotika diteruskan
sesuai dengan tes kepekaannya. Lama pemberian antibiotika 10-14 hari.
Pada kasus meningitis pemberian antibiotika minimal 21 hari.
6) Pengobatan suportif, diantaranya termoregulasi, terapi oksigen/ventilasi
mekanik,terapi syok, koreksi metabolik asidosis, terapi
hipoglikemi/hiperglikemi, transfusi darah, plasma, trombosit, terapi
kejang, transfusi tukar.
G. Pencegahan
1. Pencegahan Hiperbilirubin
a. Pencegahan Primer
1) Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya paling sedikit 8 – 12
kali/ hari untuk beberapa hari pertama.
2) Tidak memberikan cairan tambahan rutin seperti dekstrose atau
air pada bayi yang mendapat ASI dan tidak mengalami dehidrasi.
b. Pencegahan Sekunder
1) Semua wanita hamil harus diperiksa golongan darah ABO dan
rhesusu serta penyaringan serum untuk antibody isoimun yang
tidak biasa. b. Harus memastikan bahwa semua bayi secar rutin di
monitor terhadap timbulnya ikterus dan menetapkan protocol
terhadap penilaian ikterus yang harus dinilai saat memeriksa
tanda – tanda vital bayi, tetapi tidak kurang dari setiap 8 – 12
jam.
2. Pencegahan Sepsis Neonatorum
Bagi petugas kesehatan, langkah-langkah yang dapat dilakukan
untuk mencegah sepsis adalah dengan mencegah dan mengobati demam
pada ibu dengan kecurigaan infeksi berat atau infeksi intrauterin,
mencegah kejadian KPD pada ibu, melakukan perawatan antenatal atau
antenatal care (ANC) yang baik, mengingatkan ibu hamil untuk rutin
melakukan ANC, mencegah aborsi berulang dan cacat bawaan, mencegah
persalinan prematur, melakukan pertolongan persalinan yang bersih dan
aman, melakukan tindakan resusitasi dengan benar pada neonatus,
melakukan tindakan pencegahan infeksi seperti cuci tangan, dan
melakukan identifikasi awal terhadap faktor risiko sepsis (IDAI, 2009).
Langkah-langkah pencegahan yang dianjurkan oleh
Jaypee Brothers Medical Publishers (2014) dijabarkan lebih luas dan
terinci, mereka membagi upaya pencegahan mejadi dua yaitu sebelum
lahir (antepartum dan intrapartum), yaitu menjaga higenitas tubuh
terutama bagian genitoanal, melakukan ANC secara rutin untuk skrining
diabetes gestasional, anemia, atau penyakit lainnya yang menjadi faktor
predisposisi infeksi janin, dan menghindari pemakaian vaginal douche dan
KB melalui vagina selama kehamilan bagi ibu dan melakukan teknik
aseptik dalam melakukan prosedur invasif, kontrol kejadian PPRM,
memonitor serta menginvestigasi ibu dengan korioamnionitis dan berikan
antibiotik adekuat, hindari pemeriksaan per vaginum (PV) semaksimal
mungkin, memberikan steroid pada ibu dengan kemungkinan bayi lahir
prematur, cuci tangan dengan sabun paling tidak dua kali, memakai
masker, pakaian, dan sarung tangan steril, menggunakan barang sekali
pakai dalam melakukan persalinan bagi tenaga medis.
Kemudian, untuk pencegahan sesudah lahir atau antepartum, yaitu
wajib melakukan “C5” yaitu “Clean Surface”, “Clean Linen”, “Clean
Blade” and “Clean Cord Tie”, menggunakan kateter suction sekali pakai,
segala peralatan unit perawatan neonatus harus dibersihkan sesuai dengan
ketentuan protokol desinfeksi masing-masing alat, membentuk komite
yang bertugas memonitor ruang dan area operasi untuk persalinan,
membersihkan kasur, selimut, dan seprai dengan sabun dan air sebelum
digunakan oleh ibu dan bayi, memastikan ibu, bayi, dan keluarganya
memakai pakaian dengan bersih, menyegerakan inisiasi menyusu dini
(IMD) dan menasihati ibu untuk memberi ASI dengan jumlah yang cukup
secara ruti, dan menjelaskan kepada ibu untuk menghindari pemberian
minyak, antibiotik, atau sesuatu pada tali pusar, menggunakan sabun
dengan pH sesuai dan hindari pemakaian sabun antiseptik karena dapat
merusak epitel dan menjadi pencetus pioderma, dan membersihkan daerah
kemaluan dan anus bayi dengan air bersih, dianjurkan memakai air hangat
(Jaypee Brothers Medical Publishers, 2014).
BAB III
TINJAUAN KASUS

SOAP BBL DENGAN IKTERUS

Asuhan Kebidanan pada bayi Ny. L dengan diagnosa ikterus neonatorum

A. IDENTITAS
Nama bayi : Bayi Ny.L
Umur Bayi : 7 hari
Tgl/jam lahir : 19 MEI 2012 pkl 11.23 WIB
Jenis Kelamin : Laki-laki
No. Status reg : 225/12
Nama Ibu : Ny. L Nama Ayah : Tn. A
Umur : 27 tahun Umur : 26 tahun
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Pekerjaan : Buruh

B. SUBJEKTIVE
Ibu cemas karena bayinya rewel, menangis merintih, perut membuncit dan
kulitnya terlihat kuning
Riwayat penyakit saat ini
1. Riwayat penyakit kehamilan : Tidak ada
2. Kebiasaan saat hamil
Makan : 3x sehari, porsi biasa , menu : nasi beserta lauk pauknya
Minum : 6 – 8 gelas per hari
Merokok : Tidak pernah
Jamu : Tidak pernah
3. Kebiasaan saat nifas
Makan : 3x sehari, porsi biasa, menu : nasi beserta laukpauknya
Minum : 6 - 8 gelas per hari
Merokok : Tidak pernah
Jamu : Minum 1 gelas per hari sejak hari ketiga nifas (sari rapet
dan kunyit asam)
Menjemur bayi : 2x sejak nifas, frekuensi 15 menit, jam 07.30 WIB
4. Riwayat nifas :
a. Rawat di klinik Bidan 1 hari setelah melahirkan, pulang paksa dengan
alasan ingin pulang.
b. Bayi kuning sejak 2 hari lalu
5. Riwayat persalinan sekarang
P1 A0
a. Jenis persalian : Persalinan Pervaginam spontan
b. Ditolong oleh : Bidan
c. Tempat Persalinan : Klinik bidan Yulia
d. Umur kehamilan : 39 minggu
e. Ketuban : warna jernih, banyaknya 500 cc
f. Komplikasi persalinan
Ibu : Tidak ada
Bayi : Tidak ada
g. Keadaan bayi baru lahir : Bayi langsung menangis, tonus otot (+)
6. Riwayat menyusui : 5x dalam sehari tetapi tiadak adekuat, ASI eksklusif
(+)
7. Riwayat imunisasi :
a. Vit K sudah diberikan
b. Hep – Bo sudah diberikan

C. DATA OBJEKTIF
Keadaan umum : Lemah
Kesadaran : samnolen
Suhu : 37oC,
Pernafasan : 48x / menit ,
Nadi : 125 x / menit
Berat badan lahir : 3200 gram
Berat badan sekarang : 3400 gram
Pemeriksaan fisik secara klinis :
1. Kepala : UUK datar, tidak ada moulase
Muka : simetris, warna kuning
Mata : simetris, sklera kuning, konjungtiva pucat, tidak
juling, reflek cahaya (+)
Hidung : ada septum, tidak ada polip
Mulut : simetris, tidak ada celah antara bibir ataupun hidung,
tidak ada sianosis
Leher : tidak ada pembesaran kelenjar thyroid, warna kulit
leher kuning.
2. Dada : simetris, tidak ada pembesaran, puting menonjol, tidak
ada retraksi dada.
3. Abdomen : perut membuncit, pembesaran pada hati tali pusat
sudah puput.
4. Genital : testis sudah masuk kedalam skrotum, lubang penis
terletak di sentralis.
5. Anus : terdapat lubang anus, sudah BAB warna Dempul dan
BAK warna gelap
6. Ekstremitas :
bagian atas : simetris, jumlah jari tangan lengkap, pada tangan dan
jari tidak ada sianosis, gerakan aktif.
bagian bawah : simetris, jumlah jari kaki lengkap, pada kaki tidak ada
sianosis, gerakan aktif.
7. warna kulit : tidak ada bercak dan tanda lahir, warna kulit
keseluruhan kuning
Reflex:
Refleks moro (+), rooting refleks (+), refleks palmar (+), refleks tonickneck
(+), daya hisap lemah.
Eliminasi :
Miksi : Frekuensi : 4 x per hari, warna kuning
Mekonium/feses : Frekuensi : 1 x per hari, warna Dempul konsistensi
lunak
Data Penunjang : Saat ini tidak dilakukan
Gol Darah ibu : O (+) diketahui pada saat kehamilan

C. ASSASMENT
Diagnosa kebidanan: Bayi Ny. L umur 3 hari dengan ikterus

Masalah : Tidak ada masalah

Kebutuhan : KIE dan meletakkan bayi di fototerapi

D. PLANNING IN ACTION
1. Menyampaikan pada ibu dan suami tentang hasil pemeriksaan bahwa bayinya
kemungkinan mengalami ikterus patologis. Ibu dan suami mengerti dengan
penjelasan yang diberikan
2. Memberikan dukungan emosional kepada ibu dan suami agar tetap tenang.
Ibu bersedia agar selalu tenang agar kondisinya tidak menurun.
3. Mengobservasi TTV dan konsistensi warna kulit.
Hasil pemeriksaan :
Nadi : 130 x/menit
RR : 48 x/menit
Suhu : 36,8 C
warna kulit kuning.
4. Melakukan pencegahan kehilangan panas dengan cara tidak meletakan bayi di
atas benda yang suhunya lebih rendah dari suhu tubuhnya, menutup pintu dan
jendela rapat-rapat, mengganti pakaian bayi jika basah dan tidak meletakan
bayi di dekat benda yang suhunya lebih rendah dari suhu
tubuhnya.membedong bayi.
5. Melakukan perawatan tali pusat dengan cara membersihkan ujung tali pusat
meggunakan air yang sudah matang dan keringkan, lalu bungkus tali pusat
meggunakan kassa steril.
6. Kontak dini dengan ibu ( metode kanguru ).
7. Memberikan konseling pada ibu tentang :
a. Menjaga kehangatan bayi dengan cara ibu lebih sering mendekap bayi, tata
ruangan yang hangat untuk mencegah hipotermi
b. Cara memberikan ASI yang benar, yaitu dengan cara meletakan bayi di
tangan ibu posisi kepala di sikut ibu, posisi perut bayi menempel dengan
perut ibu dan sesering mungkin
c. Cara merawat tali pusat dengan cara membersihkannya menggunakan air
matang dan membungkusnya dengan kassa steril.
8. Mengawasi tanda-tanda bahaya pada bayi, seperti pernafasan lebih cepat,
suhu yang panas,tali pusat merah atau bernanah, mata bengkak, tidak ada
BAK atau BAB dalam 24 jam
9. Meletakkan bayi pada yang terang , untuk mempertahankan suhu badan
pada bayi.
10. Menganjurkan ibu untuk tetap menyusui bayinya, jika bayi tidak mau
menyusui anjurkan ibu untuk memerah asinya dan memberikannya
menggunakan sendok

E. EVALUASI SETELAH 24 JAM


20 MEI 2014
10.00 WIB

SUBJEKTIVE
Bayi Ny. L dengan umur 4 hari dengan keadaan lemah,Rewel, menangis
merintih dan kulit kekuningan

OBJEKTIVE
1. Keadaan umum: Samnolen
2. TTV
Nadi : 130 x/menit
RR : 48 x/menit
Suhu : 36,8 C
warna kulit kuning.
3. Wajah : pucat
4. Mata
Konjungtiva : anemis
Sklera mata : ikterik
5. Abdomen : perut membuncit,terlihat pembesaran hati dan kulit perut
kuning
6. Eliminasi :
7. BAK : 4x/hari warna gelap
BAB : 2x/hari warna dempul, konsistensi lunak

ASSATMENT
Bayi Ny. L umur 6 hari dengan ikterus patologis.

PLANING IN ACTION
1. Menyampaikan pada ibu dan suami tentang hasil pemeriksaan bahwa bayi
mangalami ikterus dan bayi harus di rujuk. Ibu dan suami mengerti dengan
penjelasan yang diberikan
2. Memberikan dukungan emosional kepada ibu dan suami agar tetap tenang. Ibu
bersedia agar selalu tenang agar kondisinya tidak menurun.
3. Mengobservasi TTV dan konsistensi warna kulitt
Hasil pemeriksaan :
Nadi : 130 x/menit
RR : 48 x/menit
Suhu : 36,8 C
warna kulit kuning.
4. Melakukan pencegahan kehilangan panas dengan cara tidak meletakan bayi di
atas benda yang suhunya lebih rendah dari suhu tubuhnya, menutup pintu dan
jendela rapat-rapat, mengganti pakaian bayi jika basah dan tidak meletakan
bayi di dekat benda yang suhunya lebih rendah dari suhu
tubuhnya.membedong bayi.
5. Melakukan perawatan tali pusat dengan cara membersihkan ujung tali pusat
meggunakan air yang sudah matang dan keringkan, lalu bungkus tali pusat
meggunakan kassa steril.
6. Kontak dini dengan ibu ( metode kanguru ).
7. Memberikan konseling pada ibu tentang :
a. Menjaga kehangatan bayi dengan cara ibu lebih sering mendekap bayi, tata
ruangan yang hangat untuk mencegah hipotermi
b. Cara memberikan ASI yang benar, yaitu dengan cara meletakan bayi di
tangan ibu posisi kepala di sikut ibu, posisi perut bayi menempel dengan
perut ibu dan sesering mungkin
c. Cara merawat tali pusat dengan cara membersihkannya menggunakan air
matang dan membungkusnya dengan kassa steril.
d. Meletakkan bayi pada yang terang , untuk mempertahankan suhu badan
pada bayi.
8. Menganjurkan ibu untuk tetap menyusui bayinya, jika bayi tidak mau
menyusui anjurkan ibu untuk memerah asinya dan memberikannya
menggunakan sendok
9. Dampingi ibu dan bayi ke tempat rujukan
10. Bawa alat-alat dan obat-obatan yang mungkin di butuhkan diperjalanan
menuju tempat rujukan
11. Anjurkan keluarga menyiapkan transportasi menyediakn uang untuk biaya
administrasi
12. Siapkan dan bawa surat rujukan ke tempat rujukan

EVALUASI SELAMA PERJALANAN KE TEMPAT RUJUKAN

SUBJEKTIVE
Bayi masih lemah,masih Rewel, menangis merintih dan kulit kekuningan

OBJEKTIVE
1. Keadaan umum : Samnolen
2. TTV
Nadi : 130 x/menit
RR : 48 x/menit
Suhu : 36,8 C
warna kulit kuning.
3. Wajah :pucat
4. Mata
5. Konjungtiva : anemis
6. Sklera mata : ikterik
7. Abdomen : perut membuncit,terlihat pembesaran hati dan kulit perut
kuning

ASSETMENT
Bayi Ny. L umur 6 hari dengan ikterus patologis.

PLANING IN ACTION
1. Pantau tanda-tanda vital
Hasil pemeriksaan :
Nadi : 130 x/menit
RR : 48 x/menit
Suhu : 36,8 C
2. Anjurkan ibu untuk tetap menyusui .
3. Memberi kehangatan , dengan metode kanguru
4. Mencegah hipotermi
Jam 11 tiba di Tempat Rujukan , lalu menyerahkan pasien pada petugas ruangan IGD
agar segera ditangani.
SOAP BBL SEPSIS NEONATORUM

Asuhan Kebidanan pada bayi Ny. R dengan diagnosa sepsis neonatorum

I. PENGKAJIAN

Hari/Tanggal : Rabu,26-04-2012 No Reg : ---


Jam : 02.00 WIB
A. Data Subyektif
Nama anak
Nama : By. Ny.”R”
Usia : 4 hari
Jenis kelamin : Perempuan
Anak ke : I
Orang Tua
Nama : Ny ”R” Nama Suami : Tn.”A”
Umur : 19 th Umur : 37 th
Agama : Islam Agama : Islam
Suku : Jawa Suku : Jawa
Pendidikan : SLTP Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Swasta
Penghasilan : - Penghasilan : Rp. 600.000/ bln
Alamat : Dsn -- Alamat : Dsn ---
1. Keluhan Utama
Tangan dan kaki bayi teraba dingin,bayi tidak mau menetek dan lemas.
2. Riwayat Kesehatan Sekarang
Bayi lahir normal di bidan cukup bulan,umur 10 jam bayi muntah 2x
berwarna coklat lalu dikirim ke rumah sakit A,di Rumah sakit A di rawat
selama 3 hari karena masih terjadi muntah-muntah,lalu di kirim ke Rumah
sakit B.
3. Riwayat Perinatal dan Neonatas
Ibu mengatakan memeriksakan kehamilannya di bidan saat hamil tua ibu
mengalami darah tinggi,Ibu mengatakan melahirkan di bidan bayi langsung
menangis berat 3100 gram lahir tanggal 22-04-2012 jenis kelamin perempuan
jam setengah dua belas siang.ibu mengatakan bayinya muntah 2x berwarna
coklat tetapi tidak batuk dan kejang.
4. Riwayat Imunisasi
Ibu mengatakan bayinya sudah di suntik hepatitis B oleh bu bidan.
5. Riwayat Psikososial Budaya
Psikologi : Ibu mengatakan ibu sedih melihat kondisi bayinya yang sedang
sakit.
Sosial : pengambilan keputusan dalam keluarga dilakukan secara
musyawarah.
Budaya : ibu masih menganut budaya selamatan.
6. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ibu mengatakan dalam keluarga baik dari pihak ibu maupun suami tidak
pernah menderita penyakit menular seperti TBC,tidak pernah menderita
penyakit menurun seperti asma, ibu pernah menderita tekanan darah tinggi
sewaktu hamil.
7. Pola Kebiasaan Sehari – hari
a. Pola nutrisi
Saat di kaji bayi sedang puasa nutrisi didapat dari infuse berupa D10% 1/5
Ns 8 tetes/menit
b. Pola aktifitas
Gerakan tangan dan kaki lemas.
c. Pola eliminasi
BAK : berwarna kuning jenih ± 10-11x/ hari
BAB : belum BAB.
d. Pola istirahat/ tidur
Bayi banyak tidur, terbangun bila BAK, dan bila bayi lapar atau haus.
B. Data Obyektif
1. Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : lemah
Kesadaran : Composmentis
TTV :
Nadi : 136 kali/menit,
Suhu : 36,1C
Pernafasan : 50 kali/menit
PB : 48 cm
BB : 2845 gram

2. pemeriksaan Fisik
Kepala : Simetris,benjolan tidak ada,caput tidak ada, chepalhematun
tidak ada, lingkar kepala : 30 cm.
Mata : Simetris, sklera tidak ikterik.
Hidung : Bersih, tidak ada pernafasan cuping hidung,terdapat selang
oksigen nasal.
Mulut : tidak ada labioskisis, tidak ada labiopalatoskisis, bibir
kemerahan.
Leher : tidak sda pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada benjolan
abnormal
Dada :Simetris,tidak ada wheezing,tidak ada ronchi,bunyi jantung
reguler,ukuran lingakr dada 28 cm,bentuk normal chest,puting menonjol.
Genetalia & Anus : Perempuan : Vagina berlubang, labia mayora
menutupi labia minora.
Anus : Berlubang
Abdomen : tidak ada hernia umbilikalis,tali pusat di balut kasa kering
sedikit kemerahan di sekitar tali pusat,tidak ada benjolan abnormal,bentuk
normal,terdapat distended abdomen,tidak ada penambahan lingkar
abdomen.
Ekstremitas : gerakannya aktif, kaki dan tangan simetris,tidak ada
polidaktil,tidak ada sindaktil,ukuran lingkar lengan 7 cm,di tangan kanan
terpasang selang infus.
Kulit : Warna kemerahan,tidak ada pembekakan atau bercak
hitam,turgor kulit baik.
Neurologi : tidak ada kaku kuduk,muntah 2x berwarna coklat,tidak
kejang,tidak demam.
Refleks bayi :
a) Rooting : +
b) Sucking : +
c) Moro :+
d) Babynski :+
e) Grapee : +
f) Swallowing : +
emeriksaan penunjang tanggal 24-04-2012
Faal Hati
a) Bilirubbin total : 32,16 mg/dl (<1,0 )
b) Bilirubbin direk : 28,60 mg/dl (<0,25)
c) Bilirubin indirek: 33,48 mg/dl (<0,75)
d) AST/SGOT : 53 mu/dl (10-27)
e) ALT/SGTP : 23 mu/dl (5-33)
f) Albumin :3,19 g/dl (3,5-5,5)
Faal Ginjal
a) Ureum : 59,70 mg/dl (20-40)
b) Kreatin : 0,25 mg/dl (<1,2)
Hematologi
a) Hemoglobin : 10,8 gr/dl (11,0-16,5)
b) Eritrosit : 4,80 106/mm3 (4,0-5,5)
c) Leukosit : 6000 ( 3500-10.000)
d) Hematokrit : 30,5% (35,0-50,0)
e) Trombosit :128.000 (150.000-390.000)
f) Glukosa : 75 mg/dl ( < 140 mg/dl )
g) CRP DOS :11 mg/dl nilai normal negatif
Fall Hemostatis
a) PPT
Pasien : 17,8 detik
Kontrol : 12,7 detik
INR : 1,55
b) APPT
Pasien : 40,8 detik
Kontrol : 25,0 detik
c) Kesimpulan : PPT memanjang.APPT memanjang
d) Hasil foto
Tampak grand glass memenuhi cairan abdomen dengan gambar
floating interst
Tidak tampak gambaran udara bebas
Kesimpulan acites,ec PD NEC gr III,hypoalbumin

II. Identifikasi Masalah Dan Diagnosa

DX : Bayi Ny ”R” usia 4 hari dengan sepsis neonatorum

DO : K/U : lemah

Suhu : 36,1C
RR : 50 kali/menit
HR : 136 kali/menit
Abdomen : tidak ada hernia umbilikalis,tali pusat di balut kasa kering sedikit
kemerahan di sekitar tali pusat,tidak ada benjolan abnormal,bentuk
normal,terdapat distended abdomen,tidak ada penambahan lingkar abdomen.
Neurologi : tidak ada kaku kuduk,muntah 2x berwarna coklat,tidak kejang,tidak
demam.
Pemeriksaan penunjang
a. CRP DOS :11 mg/dl nilai normal negatif
b. Hematologi
1. Hemoglobin : 10,8 gr/dl (11,0-16,5)
2. Eritrosit : 4,80 106/mm3 (4,0-5,5)
3. Leukosit : 6000 ( 3500-10.000)
4. Hematokrit : 30,5% (35,0-50,0)
5. Trombosit :128.000 (150.000-390.000)
III. Identifikasi Masalah Potensial

DO : K/U :lemah
Suhu : 36,1C
RR : 50 kali/menit
HR : 136 kali/menit
Abdomen : tidak ada hernia umbilikalis,tali pusat di balut kasa kering
sedikit kemerahan di sekitar tali pusat,tidak ada benjolan abnormal,bentuk
normal,terdapat distended abdomen,tidak ada penambahan lingkar abdomen.
Neurologi : tidak ada kaku kuduk,muntah 2x berwarna coklat,tidak
kejang,tidak demam.
Pemeriksaan penunjang
CRP DOS :11 mg/dl nilai normal negatif
Hematologi
Hemoglobin : 10,8 gr/dl (11,0-16,5)
 : 4,80 106/mm3 (4,0-5,5)
Leukosit : 6000 ( 3500-10.000)
Hematokrit : 30,5% (35,0-50,0)
Trombosit :128.000 (150.000-390.000)
Masalah potensial terjadi Hypotermi

IV. Identifikasi Kebutuhan Segera

Penempatan bayi pada inkubator

V. Intervensi

DX : By.Ny.”R” umur 4 hari dengan sepsis neonatorum.

Tujuan : Sepsis yang terjadi pada bayi teratasi dan tidak terjadi kompliksi lanjut.

K/U : Baik

RR : 50 kali / menit

Pernafasan : Reguler

Suhu : 36,1C
HR : 136 kali/menit

Intervensi :
1. Observasi K/U
Dapat mengetahui setiap perkembangan dan dapat menentukan dengan tepat
penanganan selanjutnya.
2. Observasi TTV
TTV merupakan parameter adanya kelainan.
Penuhi kebutuhan nutrisi sesuai dengan advice dokter. Nutrisi yang adekuat
dapat mencegah komplikasi masalah pada bayi.
3. Jaga bayi dan lingkungan tetap kering
Mencegah seminimal mungkin kehilangan panas melalui evaporasi
4. Bersihkan tubuh bayi setiap hari
menekan sekecil mungkin dengan mikriorganisme pathogen
5. Kaji perubahan warna kulit dan suhu
mengetahui status syok yang berlanjut
6. Kolaborasi dalam pemberian obat
mempercepat proses penyembuhan
7. Pertahankan jalan nafas dan posisi yang nyaman
meningkatkan ekspansi paru
Masalah : Hypotermi
Tujuan : Suhu tubuh bayi tetap stabil dalam batas normal
Intervensi:
a. Observasi Suhu ruangan inkubator
Thermoregulasi bayi belum sempurna
b. Ganti pakaian bayi yang basah dan kotor
Menjaga suhu tubuh tidak kehilangan panas secara evaporasi
c. Pantau suhu bayi
Merupakan parameter proses dalam tubuh sehinga bila ada kelainan
dapat diketahui secara dini
VI. Implementasi

Tanggal : 26 April 2012 jam 05.00 wib

a. Mengobservasi K/U dengan hasil keadaan umum cukup.


b. Mengobservasi TTV dengan hasil pernafasan 50 x/menit,suhu 36,1
celcius.nadi 136x/menit
c. Memenuhi kebutuhan nutrisi sesuai dengan advice dokter berupa pemasangan
cairan infuse D10% 1/5 Ns 8 tetes/menit
d. Menjaga bayi dan lingkungan tetap kering dengan melakukan penggantian
popok jika bayi BAK/BAB
e. Membersihkan tubuh bayi setiap hari dengan di seka air hangat.
f. Mengkaji perubahan warna kulit dan suhu dengan hasil warna kulit
kemerahan,suhu 36,1 celcius.
g. Melakukan kolaborasi dalam pemberian obat berupa ampisilin sulbacta 2 x 15
gr IV.Gentamisin 1 x 15 gr IV.
h. Mempertahankan jalan nafas dan posisi yang nyaman yaitu member bantalan
di daerah leher dan pemberian oksigen menggunakan nasal
Masalah: Hypotermi
1. Mengobservasi Suhu ruangan inkubator dengan hasil suhu 37,8 celcius
2. Mengganti pakaian bayi yang basah dan kotor
3. Memantau suhu bayi dengan hasil 36,1 celcius
BAB IV
PEMBAHASAN

By. Ny “R” usia 4 hari dengan jenis kelamin perempuan, dari hasil pemeriksaan
TTV PB : 48 cm, BB : 2845 gram, LK : 30 cm Nadi : 136x/menit, Suhu : 36,1 C,
Respirasi : 50x/menit. Keadaan umum lemah, pemeriksaan fisik didapatkan hasil
Kepala : normal, tidak ada penonjolan. Mata : simetris, sklera kuning, konjungtiva
pucat, tidak juling, reflek cahaya (+). Hidung : Bersih, tidak ada pernafasan
cuping hidung,terdapat selang oksigen nasal. Mulut : tidak ada labioskisis, tidak
ada labiopalatoskisis, bibir kemerahan. Leher : tidak sda pembesaran kelenjar
tiroid, tidak ada benjolan abnormal Dada : Simetris,tidak ada wheezing,tidak ada
ronchi,bunyi jantung reguler,ukuran lingakr dada 28 cm,bentuk normal
chest,puting menonjol. Genetalia & Anus : Perempuan : Vagina berlubang, labia
mayora menutupi labia minora.Anus : Berlubang, Abdomen : tidak ada hernia
umbilikalis, tali pusat di balut kasa kering sedikit kemerahan di sekitar tali
pusat,tidak ada benjolan abnormal,bentuk normal,terdapat distended
abdomen,tidak ada penambahan lingkar abdomen. Ekstremitas : gerakannya aktif,
kaki dan tangan simetris,tidak ada polidaktil,tidak ada sindaktil,ukuran lingkar
lengan 7 cm,di tangan kanan terpasang selang infus. Kulit : Warna
kemerahan,tidak ada pembekakan atau bercak hitam,turgor kulit baik. Neurologi:
tidak ada kaku kuduk,muntah 2x berwarna coklat,tidak kejang,tidak demam.
Sehingga dapat di simpulkan diagnosa sesuai dengan hasil pemeriksaan data
subyektif dan obyektif yaitu By.Ny.”R” umur 4 hari dengan sepsis neonatorum.
Dari hasil pemeriksaan laboratotium di dapatkan CRP DOS :11 mg/dl nilai
normal negatif. Hemoglobin : 10,8 gr/dl. Eritrosit : 4,80 106/mm3 Leukosit :
6000, Hematokrit :30,5%, Trombosit :128.000 dan dari hasil pemeriksaan di atas
sudah seusai dengan teori bahwa By Ny “R” usia 4 hari dengan sepsis
neonatorum.
Adapun penatalaksanaan yaitu memberitahukan hasil pemeriksaaan kepada orang
tua By Ny “R”.
1. Mengobservasi K/U dengan hasil keadaan umum cukup.
2. Mengobservasi TTV dengan hasil pernafasan 50 x/menit,suhu 36,1
celcius.nadi 136x/menit
3. Memenuhi kebutuhan nutrisi sesuai dengan advice dokter berupa
pemasangan cairan infuse D10% 1/5 Ns 8 tetes/menit
4. Menjaga bayi dan lingkungan tetap kering dengan melakukan penggantian
popok jika bayi BAK/BAB
5. Membersihkan tubuh bayi setiap hari dengan di seka air hangat.
6. Mengkaji perubahan warna kulit dan suhu dengan hasil warna kulit
kemerahan,suhu 36,1 celcius.
7. Melakukan kolaborasi dalam pemberian obat berupa ampisilin sulbacta 2 x
15 gr IV.Gentamisin 1 x 15 gr IV.
8. Mempertahankan jalan nafas dan posisi yang nyaman yaitu member
bantalan di daerah leher dan pemberian oksigen menggunakan nasal By.
Ny “R” usia 4 hari dengan jenis kelamin perempuan, dari hasil
pemeriksaan TTV PB : 48 cm, BB : 2845 gram, LK : 30 cm Nadi :
136x/menit, Suhu : 36,1C, Respirasi : 50x/menit. Keadaan umum lemah,
pemeriksaan fisik didapatkan hasil Kepala : normal, tidak ada penonjolan.
Mata : simetris, sklera kuning, konjungtiva pucat, tidak juling, reflek
cahaya (+). Hidung : Bersih, tidak ada pernafasan cuping hidung,terdapat
selang oksigen nasal. Mulut : tidak ada labioskisis, tidak ada
labiopalatoskisis, bibir kemerahan. Leher : tidak sda pembesaran
kelenjar tiroid, tidak ada benjolan abnormal Dada : Simetris,tidak ada
wheezing,tidak ada ronchi,bunyi jantung reguler,ukuran lingakr dada 28
cm,bentuk normal chest,puting menonjol. Genetalia & Anus : Perempuan :
Vagina berlubang, labia mayora menutupi labia minora.Anus : Berlubang,
Abdomen : tidak ada hernia umbilikalis, tali pusat di balut kasa kering
sedikit kemerahan di sekitar tali pusat,tidak ada benjolan abnormal,bentuk
normal,terdapat distended abdomen,tidak ada penambahan lingkar
abdomen. Ekstremitas : gerakannya aktif, kaki dan tangan simetris,tidak
ada polidaktil,tidak ada sindaktil,ukuran lingkar lengan 7 cm,di tangan
kanan terpasang selang infus. Kulit : Warna kemerahan,tidak ada
pembekakan atau bercak hitam,turgor kulit baik. Neurologi: tidak ada
kaku kuduk,muntah 2x berwarna coklat,tidak kejang,tidak demam.
Sehingga dapat di simpulkan diagnosa sesuai dengan hasil pemeriksaan
data subyektif dan obyektif yaitu By.Ny.”R” umur 4 hari dengan sepsis
neonatorum.
Dari hasil pemeriksaan laboratotium di dapatkan CRP DOS :11 mg/dl nilai
normal negatif. Hemoglobin : 10,8 gr/dl. Eritrosit : 4,80 106/mm3 Leukosit : 6000,
Hematokrit :30,5%, Trombosit :128.000 dan dari hasil pemeriksaan di atas sudah
seusai dengan teori bahwa By Ny “R” usia 4 hari dengan sepsis neonatorum.
Adapun penatalaksanaan yaitu memberitahukan hasil pemeriksaaan
kepada orang tua By Ny “R”.
1. Mengobservasi K/U dengan hasil keadaan umum cukup.
2. Mengobservasi TTV dengan hasil pernafasan 50 x/menit,suhu 36,1
celcius.nadi 136x/menit
3. Memenuhi kebutuhan nutrisi sesuai dengan advice dokter berupa pemasangan
cairan infuse D10% 1/5 Ns 8 tetes/menit
4. Menjaga bayi dan lingkungan tetap kering dengan melakukan penggantian
popok jika bayi BAK/BAB
5. Membersihkan tubuh bayi setiap hari dengan di seka air hangat.
6. Mengkaji perubahan warna kulit dan suhu dengan hasil warna kulit
kemerahan,suhu 36,1 celcius.
7. Melakukan kolaborasi dalam pemberian obat berupa ampisilin sulbacta 2 x 15
gr IV.Gentamisin 1 x 15 gr IV.
8. Mempertahankan jalan nafas dan posisi yang nyaman yaitu member bantalan
di daerah leher dan pemberian oksigen menggunakan nasal
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hiperbillirubin ialah suatu keadaan dimana kadar billirubinemia mencapai
suatu nilai yang mempunyai potensi menimbulkan kernikterus kalau tidak
ditanggulangi dengan baik (Prawirohardjo, 1997). Hiperbilirubinemia (ikterus
bayi baru lahir) adalah meningginya kadar bilirubin di dalam jaringan
ekstravaskuler, sehingga kulit, konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya
berwarna kuning (Ngastiyah, 2000). Hiperbillirubin terjadi disebabkan oleh
peningkatan billirubin, gangguan fungsi hati dan komplikasi pada asfiksia,
hipoglikemia, hipotermia. Gejala yang menonjol pada hiperbillirubin adalah
ikterik. Komplikasi yang terjadi pada hiperbillirubin adalah billirubin
ensepalopati dan kernikterus.
Sepsis neonatorum adalah infeksi bakteri pada aliran darah pada bayi
selama empat minggu pertama kehidupan. Sepsis neonatorum adalah semua
infeksi pada bayi pada 28 hari pertama sejak dilahirkan. Bayi baru lahir
mendapat infeksi melalui beberapa jalan, dapat terjadi infeksi transplasental
seperti pada infeksi konginetal virus rubella, protozoa Toxoplasma, atau
basilus Listeria monocytogenesis. Yang lebih umum, infeksi didapatkan
melalui jalur vertikel, dari ibu selama proses persalinan ( infeksi Streptokokus
group B atau infeksi kuman gram negatif ) atau secara horizontal dari
lingkungan atau perawatan setelah persalinan ( infeksi Stafilokokus koagulase
positif atau negatif).
B. Saran
1. Bagi Rumah Sakit

Diharapkan lebih meningkatkan profesionalisme dalam melaksanakan asuhan


pada bayi baru lahir agar dapat mempercepat proses penyembuhan khususnya
pada bayi baru lahir dengan hiperbilirubin dan sepsis neonatorum dan
mencegah terjadinya komplikasi.
2. Bagi pasien
Diharapkan Ibu lebih memperhatikan dalam merawat dan memantau bayinya
dirumah dengan baik dan memberikan ASI saja selama 6 bulan, apabila terjadi
kegawat daruratan segera di bawa ke tenaga kesehatan terdekat agar segera
mempe
3. Bagi Penulis yang lain
Penulis selanjutnya diharapkan lebih mengembangkan dalam melakukan
asuhan kebidanan pada bayi hiperbilirubin dan sepsis neonatorum, sehingga
akan didapatkan hasil dari asuhan kebidanan yang baikroleh penanganan.
4. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan dapat meningkatkan kualitas pelatihan dan pembimbingan agar
mahasiswa lebih trampil dan termotivasi dalam melakukan asuhan kebidanan
pada kasus hiperbililirubin dan sepsis neonotorum.
DAFTAR PUSTAKA

Suriadi, dan Rita Y. 2015.Asuhan Keperawatan Pada Anak. Edisi I. Fajar Inter
Pratama. Jakarta.
Ngastiah. 2014. Perawatan Anak Sakit. EGC. Jakarta.
Prawirohadjo, Sarwono. 2010.Ilmu Kebidanan. Edisi 3. Yayasan Bina Pustaka.
Jakarta.
Syaifuddin, Bari Abdul. 2016.Buku Ajar Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal
Dan Neonatal. JNPKKR/POGI & Yayasan Bina Pustaka. Jakarta.
Doengoes, E Marlynn & Moerhorse, Mary Fraces. 2017. Rencana Perawatan Maternal /
Bayi. EGC. Jakarta.
Doengoes, dkk. 2014 .Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. Jakarta :EGC
Vietha. 2014. Askep pada Sepsi Neonatorum. Akses internet
dihttp://viethanurse.wordpress.com/2008/12/01/askep-pada-sepsis-neonatorum/

Anda mungkin juga menyukai