Anda di halaman 1dari 12

Partikulat (TSP)

Karakteristik
Partikulat adalah bentuk dari padatan atau cairan dengan ukuran molekul tunggal yang lebih besar
dari 0.002 µm tetapi lebih kecil dari 500 µm yang tersuspensi di atmosfer dalam keadaan normal.
Partikulat dapat berupa asap, debu dan uap yang dapat tinggal di atmosfer dalam waktu yang
lama. Partikulat merupakan jenis pencemar yang bisa bersifat primer ataupun sekunder tergantung
dari aerosolnya. Partikulat terdiri dari beberapa jenis berdasarkan distribusi partikelnya, antara
lain:

1. PM2.5 (2.5 µm)


2. PM10 (10 µm)
3. PM100 / TSP (Total Suspended Particulate) (≤100 µm)

Sifat kimia masing-masing partikulat berbeda-beda, akan tetapi secara fisik ukuran partikulat
berkisar antara 0,0002 – 500 mikron. Pada kisaran tersebut partikulat mempunyai umum dalam
bentuk tersuspensi di udara antara beberapa detik sampai beberapa bulan. Umur partikulat tersebut
dipengaruhi oleh kecepatan pengendapan yang ditentukan dari ukuran dan densitas partikulat serta
aliran (turbulensi) udara. Secara umum kenaikan diamter akan meningkatkan kecepatan
pengendapan, dari hasil studi (Stoker dan Seager, 1972) menunjukkan bahwa kenaikan diameter
sebanyak 10.000 akan menyebabkan kecepatan pengendapan sebesar 6 juta kalinya.

Proses Photocatalysis (Sumber: BPLHD Jabar, 2009)


Partikulat yang berukuran 2 – 40 mikron (tergantung densitasnya) tidak bertahan terus di udara
dan akan segera mengendap. Partikulat yang tersuspensi secara permanen di udara juga
mempunyai kecepatan pengendapan, tetapi partikulat-partikulat tersebut tetap di udara karena
gerakan udara.
Sifat partikulat lainnnya yang penting adalah kemampuannya sebagai tempat absorbsi (sorbsi
secara fisik ) atau kimisorbsi (sorbsi disertai dengan interaksi kimia). Sifat ini merupakan fungsi
dari luas permukaan. Jika molekul terosorbsi tersebut larut di dalam partikulat, maka keadaannya
disebut absorbsi. Jenis sorbsi tersebut sangat menentukan tingkat bahaya dari partikulat.
Sifat partikulat lainnya adalah sifat optiknya. Partikulat yang mempunyai diameter kurang dari 0,1
mikron berukuran sedemikian kecilnya dibandingkan dengan panjang gelombang sinar sehingga
partikulat-partikulat tersebut mempengaruhi sinar seperti halnya molekul-molekul dan
menyebabkan refraksi. Partikulat yang berukuran lebih besar dari 1 mikron ukurannya jauh lebih
besar dari panjang gelombang sinar tampak dan merupakan objek makroskopik yang menyebarkan
sinar sesuai denganpenampang melintang partikulat tersebut. Sifat optik ini penting dalam
menentukan pengaruh partikulat atmosfer terhadap radiasi dan visibilitas solar energy. (BPLHD
Jabar, 2009)

Sumber
Secara alamiah, partikulat dapat dihasilkan dari debu tanah kering yang terbawa oleh angin, proses
vulkanis yang berasal dari letusan gunung berapi, uap air laut. Partikulat juga dihasilkan dari
pembakaran yang tidak sempurna dari bahan bakar yang mengandung senyawa karbon murni atau
bercampur dengan gas-gas organik, seperti halnya penggunaan mesin diesel yang tidak terpelihara
dengan baik dan pembakaran batu bara yang tidak sempurna sehingga terbentuk aerosol kompleks
dari butir-butiran tar. Jika dibandingkan dengan pembakaraan batu bara, pembakaran minyak dan
gas pada umunya menghasilkan partikulat dalam jumlah yang lebih sedikit. Emisi partikulat
tergantung pada aktivitas manusia, terutama dari pembakaran bahan bakar fosil, seperti
transportasi kendaraan bermotor, industri berupa proses (penggilingan dan penyemprotan) dan
bahan bakar industri, dan sumber-sumber non industri, misalnya pembakaran sampah baik
domestik ataupun komersial. (Yusra, 2010)

Gambar 2. Sumber-sumber partikulat: proses vulkanis gunung berapi, debu yang terbawa angin,
kebakaran, uap air laut, pembakaran di industri, pembakaran dari kendaraan bermotor. (Sumber: Alfiah,
2009)
Terdapat hubungan antara ukuran partikulat polutan dengan sumbernya. Partikulat yang
berdiameter lebih besar dari 10 mikron dihasilkan dari proses-proses mekanis seperti erosi angin,
penghancuran dan penyemprotan, dan pelindasan benda-benda oleh kendaraan atau pejalan kaki.
Partikulat yang berukuran diameter 1 – 10 mikron biasanya termasuk tanah, debu, dan produk-
produk pembakaran dari industri lokal dan pada tempat-tempat tertentu juga terdapat garam laut.
Partikulat yang berukuran antara 0,1 – 1 mikron terutama merupakan produk-produk pembakaran
dan aerosol fotokimia. Partikulat yang mempunyai diameter kurang dari 0,1 mikron belum
diidentifikasi secara kimia, tetapi diduga berasal dari sumber-sumber pembakaran, seperti
pembakaran bahan bakar fosil. (BPLHD Jabar, 2009)

Dampak
Dampak terhadap Kesehatan
Keberadaan partikulat di udara secara potensial menyebabkan kerugian, seperti pada kesehatan
paru-paru dan dapat mereduksi jarak penglihatan (visibilitas). Besarnya efek yang ditimbulkan
oleh partikulat bergantung pada besar kecilnya ukuran partikulat, konsentrasi, dan komposisi fisik-
kimia di udara. Partikulat dapat memberikan efek berbahaya terhadap kesehatan manusia melalui
mekanisme sebagai berikut.

 Partikulat mungkin bersifat toksik karena sifat fisik atau kimianya


 Partikulat mungkin bersifat inert (tidak bereaksi) tetapi jika tertinggal di dalam saluran
pernafasan dapat mengganggu pembersihan bahan-bahan lain yang berbahaya
 Partikulat mungkin membawa substansi toksik / gas-gas berbahaya melalui absorpsi,
sehingga molekul-molekul gas tersebut dapat mencapai dan tertinggal di bagian paru-paru
yang sensitif.

Polutan partikulat masuk ke dalam tubuh manusia terutama melalui sistem pernapasan, oleh karena
itu pengaruh yang merugikan langsung terutama terjadi pada sistem pernafasan. Faktor yang paling
berpengaruh terhadap sistem pernafasan terutama adalah ukuran partikulat, karena ukuran
partikulat yangmenentukan seberapa jauh penetrasi partikulat ke dalam sistem pernafasan.

Gambar 3. Proses masuknya partikulat ke dalam saluran pernafasan (Sumber: Alfiah, 2009)
Sistem pernafasan mempunyai beberapa sistem pertahanan yang mencegah masuknya partikulat-
partikulat, baik berbentuk padat maupun cair, ke dalam paru-paru. Bulu-bulu hidung akan
mencegah masuknya partikulat-partikulat berukuran besar, sedangkan partrikel-partikulat yang
lebih kecil akan dicegah masuk oleh membran mukosa yang terdapat di sepanjang sistem
pernafasan dan merupakan permukaan tempat partikulat menempel.
Pada beberapa bagian sistem pernafasan terdapat bulu-bulu halus (silia) yang bergerak ke depan
dan ke belakang bersama-sama mukosa sehingga membentuk aliran yang membawa partikulat
yang ditangkapnya keluar dari sistem pernafasan ke tenggorokan, dimana partikulat tersebut
tertelan. Partikulat yang mempunyai diameter lebih besar dari pada 5,0 mikron akan berhenti dan
terkumpul terutama di dalam hidung dan tenggorokan. Meskipun partikulat tersebut sebagian
dapat masuk ke dalam paru-paru tetapi tidak pernah lebih jauh dari kantung-kantung udara atau
bronchi, bahkan segera dapat dikeluarkan oleh gerakan silia.
Partikulat yang berukuran diameter 0,5 - 5,0 mikron dapar terkumpul di dalam paru-paru sampai
pada bronchioli, dan hanya sebagian kecil yang sampai pada alveoli. Sebagian besar partikulat
yang terkumpul di dalam bronchioli akan dikeluarkan oleh silia dalam 2 jam. Partikulat yang
berukuran diameter kurang dari 0,5 mikron dapat mencapai dan tinggal di dalam alveoli.
Pembersihan partikulat-partikulat yang sangat kecil tersebut dari alveoli sangat lambat dan tidak
sempurna dibandingkan dengan di dalam saluran yang lebih besar. Beberapa partikulat yang tetap
tertinggal di dalam alveoli dapat terabsorpsi ke dalam darah. (BPLHD Jabar, 2009)
Mekanisme pertahanan saluran terhadap partikulat secara garis besar adalah sebagai berikut.

1. 40% partikel dengan diameter 1-2 µm tertahan dalam bronkheoli dan alveoli
2. Partikel dengan diameter 0.25-1 µm retensi dalam saluran pernafasan turun karena dapat
dibuang atau dihembuskan saat bernafas
3. Diameter partikel ≤ 0.25 µm retensinya menurun karena adanya gerak brown

Gambar 4. Mekanisme pertahanan organ pernafasan berdasarkan distribusi ukuran partikulat. (Sumber:
Alfiah, 2009)

Tabel 1. Tabel Mekanisme pertahanan organ pernafasan terhadap partikulat.


Dampak terhadap Ekosistem dan Lingkungan
Keberadaan partikulat di udara dapat mereduksi radiasi matahari dan meningkatkan kemungkinan
presipitasi. Partikulat yang terdapat di atmosfer berpengaruh terhadap jumlah dan jenis radiasi
sinar matahari yang dapat mencapai permukaan bumi. Pengaruh ini disebabkan oleh penyebaran
dan absorbsi sinar oleh partikulat. Salah satu pengaruh utama adalah penurunan visibilitas. Sinar
yang melalui objek ke pengamat akan diabsorbsi dan disebarkan oleh partikulat sebelum mencapai
pengamat, sehingga intensitas yang diterima dari objek dan dari latar belakangnya akan berkurang.
Akibatnya perbedaan antara kedua intensitas intensitas sinar tersebut hilang sehingga keduanya
(objek dan latar belakang) menjadi kurang kontras atau kabur. Penurunan visibilitas ini dapat
membahayakan, misalnya pada waktu mengendarai kendaraan atau kapal terbang. Jumlah polutan
partikulat bervariasi dengan manusia atau iklim. Pada musim gugur dan salju, sistem pemanas
didalam rumah-rumah dan gedung meningkat sehingga dibutuhkan tenaga yang lebih tinggi yang
mengakibatkan terbentuknya lebih banyak partikulat.
Iklim dapat dipengaruhi oleh polusi partikulat dalam dua cara. Partikulat di dalam atmosfer dapat
mempengaruhi pembentukan awan, hujan dan salju dengan cara berfungsi sebagai inti dimana air
dapat mengalami kondensasi. Selain itu penurunan jumlah radiasi solar yang mencapai permukaan
bumi karena adanya partikulat dapat mengalami kondensasi. Selain itu penurunan jumlah radiasi
solar yang mencapai permukaan bumi karena adanya partikulat dapat mengganggu keseimbangan
panas pada atmosfer bumi. Suhu atmosfer bumi ternyata menurun sedikit sejak tahun 1940,
meskipun pada beberapa abad terakhir ini terjadi kenaikan kandungan CO2 di atmosfer yang
seharusnya mengakibatkan kenaikan suhu atmosfer. Peningkatan refleksi radiasi solar oleh
partikulat mungkin berperan dalam penurunan suhu atmosfer tersebut. (BPLHD Jabar, 2009)

Dampak terhadap Hewan


Partikulat yang mengandung fluorida dapat menyebabkan beberapa kerusakan tanaman. Selain itu
partikulat yang mengandung magnesium oksida dan jatuh pada tanah pertanian juga menghasilkan
pertumbuhan tanaman yang buruk. Kesehatan hewan mungkin menurun ketika hewan memakan
tanaman yang ditutupi oleh partikulat beracun tersebut. Senyawa beracun tersebut dapat diserap
ke dalam jaringan tanaman atau mungkin tetap sebagai kontaminan di permukaan tanaman.
Fluorosis pada hewan telah dikaitkan dengan mengonsumsi vegetasi yang ditutupi dengan
partikulat yang mengandung fluorida. Sapi dan domba juga mengalami keracunan, yaitu keracunan
arsen karena mengonsumsi vegetasi yang terkontaminasi partikulat yang mengandung arsen.
(Wark and Warner, 1981)
Penjelasan di atas juga didukung oleh BPLHD Jabar (2009) yang menyebutkan bahwa bahaya
yang ditimbulkan bagi hewan berasal dari pengumpulan partikulat pada tanaman yang
kemungkinan mengandung komponen kimia yang berbahaya, tepatnya hewan yang memakan
tanaman tersebut.

Dampak terhadap Tumbuhan


Pengaruh partikulat terhadap tanaman terutama adalah dalam bentuk debunya,dimana debu
tersebut jika bergabung dengan uap air atau air hujan gerimis akan membentuk kerak yang tebal
pada permukaan daun, dan tidak dapat tercuci dengan air hujan kecuali dengan menggosoknya.
Lapisan kerak tersebut akan mengganggu proses fotosintesis pada tanaman karena menghambat
masuknya sinar matahari dan mencegah pertukaran CO2 dengan atmosfer. Akibatnya petumbuhan
tanaman menjadi terganggu (BPLHD Jabar, 2009). Tanda-tanda kerusakan daun akibat partikulat,
yaitu:

1. Necrosis
Necrosis adalah hilangnya warna pada daun. Necrosis menandakan adanya jaringan yang mati
pada struktur daun.
2. Chlorosis
Chlorosis adalah hilangnya klorofil. Chlorosis merupakan gejala umum pada tumbuhan yang
umumnya disebabkan kekurangan beberapa nutrien. Chlorosis ini ditandai dengan adanya warna
hijau pucat atau kuning pada struktur daun.
3. Bercak pada permukaan atas daun
(Alfiah, 2009)

Dampak terhadap Material


Partikulat-partikulat yang terdapat di udara dapat mengakibatkan berbagai kerusakan
padaberbagai bahan. Jenis dan tingkat kerusakan yang dihasilkan oleh partikulat dipengaruhi oleh
komposisi kimia dansifat fisik partikulat tersebut. Kerusakan pasif terjadi jika partikulat menempel
atau mengendap pada bahan-bahan yang terbuat dari tanah sehingga harus sering dibersihkan.
Proses pembersihan sering mengakibatkan cacat pada permukaan benda-benda dari tanah tersebut.
Kerusakan kimia terjadi jika partikulat yang menempel bersifat korosif atau partikulat tersebut
membawa komponen lain yang bersifat korosif.
Logam biasanya tahan terhadap korosi di dalam udara kering atau di udara bersih yang hanya
mengandung sedikit air. Partikulat dapat merangsang korosi, terutama dengan adanya komponen
yang mengandung partikel hidroskopik atau sulfur. Fungsi partikulat dalam merangsang kecepatan
korosi adalah karena partikulat dapat berungsi sebagai inti dimana uap air dapat mengalami
kondensasi, sehingga gas yang diserap oleh partikulat akan terlarut di dalam droplet air yang
terbentuk. Polutan partikulat juga dapat merusak bahan bangunan yang terbuat dari tanah, cat, dan
tekstil. (Wark and Warner, 1981)
Partikulat (TSP)

Karakteristik

Partikulat adalah bentuk dari padatan atau cairan dengan ukuran molekul tunggal yang lebih besar dari
0.002 µm tetapi lebih kecil dari 500 µm yang tersuspensi di atmosfer dalam keadaan normal. Partikulat
dapat berupa asap, debu dan uap yang dapat tinggal di atmosfer dalam waktu yang lama. Partikulat
merupakan jenis pencemar yang bisa bersifat primer ataupun sekunder tergantung dari aerosolnya.
Partikulat terdiri dari beberapa jenis berdasarkan distribusi partikelnya, antara lain:

1. PM2.5 (2.5 µm)

2. PM10 (10 µm)

3. PM100 / TSP (Total Suspended Particulate) (≤100 µm)

Sifat kimia masing-masing partikulat berbeda-beda, akan tetapi secara fisik ukuran partikulat berkisar
antara 0,0002 – 500 mikron. Pada kisaran tersebut partikulat mempunyai umum dalam bentuk
tersuspensi di udara antara beberapa detik sampai beberapa bulan. Umur partikulat tersebut
dipengaruhi oleh kecepatan pengendapan yang ditentukan dari ukuran dan densitas partikulat serta
aliran (turbulensi) udara. Secara umum kenaikan diamter akan meningkatkan kecepatan pengendapan,
dari hasil studi (Stoker dan Seager, 1972) menunjukkan bahwa kenaikan diameter sebanyak 10.000 akan
menyebabkan kecepatan pengendapan sebesar 6 juta kalinya.
Proses Photocatalysis (Sumber: BPLHD Jabar, 2009)

Partikulat yang berukuran 2 – 40 mikron (tergantung densitasnya) tidak bertahan terus di udara dan
akan segera mengendap. Partikulat yang tersuspensi secara permanen di udara juga mempunyai
kecepatan pengendapan, tetapi partikulat-partikulat tersebut tetap di udara karena gerakan udara.
Sifat partikulat lainnnya yang penting adalah kemampuannya sebagai tempat absorbsi (sorbsi secara
fisik ) atau kimisorbsi (sorbsi disertai dengan interaksi kimia). Sifat ini merupakan fungsi dari luas
permukaan. Jika molekul terosorbsi tersebut larut di dalam partikulat, maka keadaannya disebut
absorbsi. Jenis sorbsi tersebut sangat menentukan tingkat bahaya dari partikulat.
Sifat partikulat lainnya adalah sifat optiknya. Partikulat yang mempunyai diameter kurang dari 0,1
mikron berukuran sedemikian kecilnya dibandingkan dengan panjang gelombang sinar sehingga
partikulat-partikulat tersebut mempengaruhi sinar seperti halnya molekul-molekul dan menyebabkan
refraksi. Partikulat yang berukuran lebih besar dari 1 mikron ukurannya jauh lebih besar dari panjang
gelombang sinar tampak dan merupakan objek makroskopik yang menyebarkan sinar sesuai
denganpenampang melintang partikulat tersebut. Sifat optik ini penting dalam menentukan pengaruh
partikulat atmosfer terhadap radiasi dan visibilitas solar energy. (BPLHD Jabar, 2009)

Sumber

Secara alamiah, partikulat dapat dihasilkan dari debu tanah kering yang terbawa oleh angin, proses
vulkanis yang berasal dari letusan gunung berapi, uap air laut. Partikulat juga dihasilkan dari
pembakaran yang tidak sempurna dari bahan bakar yang mengandung senyawa karbon murni atau
bercampur dengan gas-gas organik, seperti halnya penggunaan mesin diesel yang tidak terpelihara
dengan baik dan pembakaran batu bara yang tidak sempurna sehingga terbentuk aerosol kompleks dari
butir-butiran tar. Jika dibandingkan dengan pembakaraan batu bara, pembakaran minyak dan gas pada
umunya menghasilkan partikulat dalam jumlah yang lebih sedikit. Emisi partikulat tergantung pada
aktivitas manusia, terutama dari pembakaran bahan bakar fosil, seperti transportasi kendaraan
bermotor, industri berupa proses (penggilingan dan penyemprotan) dan bahan bakar industri, dan
sumber-sumber non industri, misalnya pembakaran sampah baik domestik ataupun komersial. (Yusra,
2010)
Gambar 2. Sumber-sumber partikulat: proses vulkanis gunung berapi, debu yang terbawa angin,
kebakaran, uap air laut, pembakaran di industri, pembakaran dari kendaraan bermotor. (Sumber: Alfiah,
2009)

Terdapat hubungan antara ukuran partikulat polutan dengan sumbernya. Partikulat yang berdiameter
lebih besar dari 10 mikron dihasilkan dari proses-proses mekanis seperti erosi angin, penghancuran dan
penyemprotan, dan pelindasan benda-benda oleh kendaraan atau pejalan kaki. Partikulat yang
berukuran diameter 1 – 10 mikron biasanya termasuk tanah, debu, dan produk-produk pembakaran dari
industri lokal dan pada tempat-tempat tertentu juga terdapat garam laut.
Partikulat yang berukuran antara 0,1 – 1 mikron terutama merupakan produk-produk pembakaran dan
aerosol fotokimia. Partikulat yang mempunyai diameter kurang dari 0,1 mikron belum diidentifikasi
secara kimia, tetapi diduga berasal dari sumber-sumber pembakaran, seperti pembakaran bahan bakar
fosil. (BPLHD Jabar, 2009)

Dampak

Dampak terhadap Kesehatan


Keberadaan partikulat di udara secara potensial menyebabkan kerugian, seperti pada kesehatan paru-
paru dan dapat mereduksi jarak penglihatan (visibilitas). Besarnya efek yang ditimbulkan oleh partikulat
bergantung pada besar kecilnya ukuran partikulat, konsentrasi, dan komposisi fisik-kimia di udara.
Partikulat dapat memberikan efek berbahaya terhadap kesehatan manusia melalui mekanisme sebagai
berikut.

 Partikulat mungkin bersifat toksik karena sifat fisik atau kimianya

 Partikulat mungkin bersifat inert (tidak bereaksi) tetapi jika tertinggal di dalam saluran
pernafasan dapat mengganggu pembersihan bahan-bahan lain yang berbahaya

 Partikulat mungkin membawa substansi toksik / gas-gas berbahaya melalui absorpsi, sehingga
molekul-molekul gas tersebut dapat mencapai dan tertinggal di bagian paru-paru yang sensitif.
Polutan partikulat masuk ke dalam tubuh manusia terutama melalui sistem pernapasan, oleh karena itu
pengaruh yang merugikan langsung terutama terjadi pada sistem pernafasan. Faktor yang paling
berpengaruh terhadap sistem pernafasan terutama adalah ukuran partikulat, karena ukuran partikulat
yangmenentukan seberapa jauh penetrasi partikulat ke dalam sistem pernafasan.

Gambar 3. Proses masuknya partikulat ke dalam saluran pernafasan (Sumber: Alfiah, 2009)

Sistem pernafasan mempunyai beberapa sistem pertahanan yang mencegah masuknya partikulat-
partikulat, baik berbentuk padat maupun cair, ke dalam paru-paru. Bulu-bulu hidung akan mencegah
masuknya partikulat-partikulat berukuran besar, sedangkan partrikel-partikulat yang lebih kecil akan
dicegah masuk oleh membran mukosa yang terdapat di sepanjang sistem pernafasan dan merupakan
permukaan tempat partikulat menempel.
Pada beberapa bagian sistem pernafasan terdapat bulu-bulu halus (silia) yang bergerak ke depan dan ke
belakang bersama-sama mukosa sehingga membentuk aliran yang membawa partikulat yang
ditangkapnya keluar dari sistem pernafasan ke tenggorokan, dimana partikulat tersebut tertelan.
Partikulat yang mempunyai diameter lebih besar dari pada 5,0 mikron akan berhenti dan terkumpul
terutama di dalam hidung dan tenggorokan. Meskipun partikulat tersebut sebagian dapat masuk ke
dalam paru-paru tetapi tidak pernah lebih jauh dari kantung-kantung udara atau bronchi, bahkan segera
dapat dikeluarkan oleh gerakan silia.
Partikulat yang berukuran diameter 0,5 - 5,0 mikron dapar terkumpul di dalam paru-paru sampai pada
bronchioli, dan hanya sebagian kecil yang sampai pada alveoli. Sebagian besar partikulat yang terkumpul
di dalam bronchioli akan dikeluarkan oleh silia dalam 2 jam. Partikulat yang berukuran diameter kurang
dari 0,5 mikron dapat mencapai dan tinggal di dalam alveoli. Pembersihan partikulat-partikulat yang
sangat kecil tersebut dari alveoli sangat lambat dan tidak sempurna dibandingkan dengan di dalam
saluran yang lebih besar. Beberapa partikulat yang tetap tertinggal di dalam alveoli dapat terabsorpsi ke
dalam darah. (BPLHD Jabar, 2009)
Mekanisme pertahanan saluran terhadap partikulat secara garis besar adalah sebagai berikut.

1. 40% partikel dengan diameter 1-2 µm tertahan dalam bronkheoli dan alveoli

2. Partikel dengan diameter 0.25-1 µm retensi dalam saluran pernafasan turun karena dapat
dibuang atau dihembuskan saat bernafas

3. Diameter partikel ≤ 0.25 µm retensinya menurun karena adanya gerak brown


Gambar 4. Mekanisme pertahanan organ pernafasan berdasarkan distribusi ukuran partikulat. (Sumber:
Alfiah, 2009)

Tabel 1. Tabel Mekanisme pertahanan organ pernafasan terhadap partikulat.

Dampak terhadap Ekosistem dan Lingkungan


Keberadaan partikulat di udara dapat mereduksi radiasi matahari dan meningkatkan kemungkinan
presipitasi. Partikulat yang terdapat di atmosfer berpengaruh terhadap jumlah dan jenis radiasi sinar
matahari yang dapat mencapai permukaan bumi. Pengaruh ini disebabkan oleh penyebaran dan
absorbsi sinar oleh partikulat. Salah satu pengaruh utama adalah penurunan visibilitas. Sinar yang
melalui objek ke pengamat akan diabsorbsi dan disebarkan oleh partikulat sebelum mencapai
pengamat, sehingga intensitas yang diterima dari objek dan dari latar belakangnya akan berkurang.
Akibatnya perbedaan antara kedua intensitas intensitas sinar tersebut hilang sehingga keduanya (objek
dan latar belakang) menjadi kurang kontras atau kabur. Penurunan visibilitas ini dapat membahayakan,
misalnya pada waktu mengendarai kendaraan atau kapal terbang. Jumlah polutan partikulat bervariasi
dengan manusia atau iklim. Pada musim gugur dan salju, sistem pemanas didalam rumah-rumah dan
gedung meningkat sehingga dibutuhkan tenaga yang lebih tinggi yang mengakibatkan terbentuknya
lebih banyak partikulat.
Iklim dapat dipengaruhi oleh polusi partikulat dalam dua cara. Partikulat di dalam atmosfer dapat
mempengaruhi pembentukan awan, hujan dan salju dengan cara berfungsi sebagai inti dimana air dapat
mengalami kondensasi. Selain itu penurunan jumlah radiasi solar yang mencapai permukaan bumi
karena adanya partikulat dapat mengalami kondensasi. Selain itu penurunan jumlah radiasi solar yang
mencapai permukaan bumi karena adanya partikulat dapat mengganggu keseimbangan panas pada
atmosfer bumi. Suhu atmosfer bumi ternyata menurun sedikit sejak tahun 1940, meskipun pada
beberapa abad terakhir ini terjadi kenaikan kandungan CO2 di atmosfer yang seharusnya
mengakibatkan kenaikan suhu atmosfer. Peningkatan refleksi radiasi solar oleh partikulat mungkin
berperan dalam penurunan suhu atmosfer tersebut. (BPLHD Jabar, 2009)

Dampak terhadap Hewan


Partikulat yang mengandung fluorida dapat menyebabkan beberapa kerusakan tanaman. Selain itu
partikulat yang mengandung magnesium oksida dan jatuh pada tanah pertanian juga menghasilkan
pertumbuhan tanaman yang buruk. Kesehatan hewan mungkin menurun ketika hewan memakan
tanaman yang ditutupi oleh partikulat beracun tersebut. Senyawa beracun tersebut dapat diserap ke
dalam jaringan tanaman atau mungkin tetap sebagai kontaminan di permukaan tanaman. Fluorosis pada
hewan telah dikaitkan dengan mengonsumsi vegetasi yang ditutupi dengan partikulat yang mengandung
fluorida. Sapi dan domba juga mengalami keracunan, yaitu keracunan arsen karena mengonsumsi
vegetasi yang terkontaminasi partikulat yang mengandung arsen. (Wark and Warner, 1981)
Penjelasan di atas juga didukung oleh BPLHD Jabar (2009) yang menyebutkan bahwa bahaya yang
ditimbulkan bagi hewan berasal dari pengumpulan partikulat pada tanaman yang kemungkinan
mengandung komponen kimia yang berbahaya, tepatnya hewan yang memakan tanaman tersebut.

Dampak terhadap Tumbuhan


Pengaruh partikulat terhadap tanaman terutama adalah dalam bentuk debunya,dimana debu tersebut
jika bergabung dengan uap air atau air hujan gerimis akan membentuk kerak yang tebal pada
permukaan daun, dan tidak dapat tercuci dengan air hujan kecuali dengan menggosoknya. Lapisan kerak
tersebut akan mengganggu proses fotosintesis pada tanaman karena menghambat masuknya sinar
matahari dan mencegah pertukaran CO2 dengan atmosfer. Akibatnya petumbuhan tanaman menjadi
terganggu (BPLHD Jabar, 2009). Tanda-tanda kerusakan daun akibat partikulat, yaitu:

1. Necrosis
Necrosis adalah hilangnya warna pada daun. Necrosis menandakan adanya jaringan yang mati pada
struktur daun.
2. Chlorosis
Chlorosis adalah hilangnya klorofil. Chlorosis merupakan gejala umum pada tumbuhan yang umumnya
disebabkan kekurangan beberapa nutrien. Chlorosis ini ditandai dengan adanya warna hijau pucat atau
kuning pada struktur daun.
3. Bercak pada permukaan atas daun
(Alfiah, 2009)

Dampak terhadap Material


Partikulat-partikulat yang terdapat di udara dapat mengakibatkan berbagai kerusakan padaberbagai
bahan. Jenis dan tingkat kerusakan yang dihasilkan oleh partikulat dipengaruhi oleh komposisi kimia
dansifat fisik partikulat tersebut. Kerusakan pasif terjadi jika partikulat menempel atau mengendap pada
bahan-bahan yang terbuat dari tanah sehingga harus sering dibersihkan. Proses pembersihan sering
mengakibatkan cacat pada permukaan benda-benda dari tanah tersebut. Kerusakan kimia terjadi jika
partikulat yang menempel bersifat korosif atau partikulat tersebut membawa komponen lain yang
bersifat korosif.
Logam biasanya tahan terhadap korosi di dalam udara kering atau di udara bersih yang hanya
mengandung sedikit air. Partikulat dapat merangsang korosi, terutama dengan adanya komponen yang
mengandung partikel hidroskopik atau sulfur. Fungsi partikulat dalam merangsang kecepatan korosi
adalah karena partikulat dapat berungsi sebagai inti dimana uap air dapat mengalami kondensasi,
sehingga gas yang diserap oleh partikulat akan terlarut di dalam droplet air yang terbentuk. Polutan
partikulat juga dapat merusak bahan bangunan yang terbuat dari tanah, cat, dan tekstil. (Wark and
Warner, 1981)

Anda mungkin juga menyukai