Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia.


Seseorang yang hidup dengan dukungan gizi yang cukup sesuai kebutuhan, akan
tumbuh dan berkembang secara optimal dan menghasilkan sumber daya manusia
yang berkualitas (fisik yang sehat, cerdas, kreatif, produktivitas tinggi).
Kecukupan gizi sangat diperlukan oleh setiap individu, mulai dari janin masih
dalam kandungan, bayi, balita, anak-anak, remaja, dewasa sampai usia lanjut.
Tetapi kenyataannya, permasalahan gizi masih banyak dialami oleh masyarakat
luas dan masih menjadi beban berat suatu bangsa, seperti Indonesia. Pada
hakekatnya, masalah gizi berawal dari tingkat pendapatan dan pengetahuan
masyarakat, yang berpengaruh pada perilaku serta ketidaktahuan atau kurangnya
informasi yang memadai tentang gizi.1.2

Masalah gizi dapat terjadi pada seluruh kelompok umur, terlebih lagi jika
kelompok umur tertentu mengalami masalah gizi akan mempengaruhi keadaan
gizi periode siklus kehidupan berikutnya (intergenerational impact). Salah satu
masalah gizi di Indonesia adalah kekurangan vitamin A (KVA). Kekurangan
vitamin A adalah suatu kondisi dimana rendahnya kadar vitamin A dalam jaringan
penyimpanan (hati) dan melemahnya kemampuan adaptasi terhadap gelap, serta
sangat rendahnya konsumsi/masukan karoten dari vitamin A. Kekurangan vitamin
A dapat menyebabkan kebutaan, mengurangi daya tahan tubuh sehingga mudah
terserang infeksi yang dapat menimbulkan kematian. KVA lebih banyak diderita
oleh kalangan anak-anak. KVA umumnya terjadi pada anak usia 6 bulan sampai 4
tahun yang mengalami kekurangan energi protein atau gizi buruk namun dapat
juga terjadi karena adanya gangguan penyerapan pada usus, KVA juga dapat
menjadi penyebab utama kebutaan. Hal ini disebabkan karena mereka memiliki
kebutuhan vitamin A yang tinggi akibat dari peningkatan pertumbuhan fisik dan
asupan makanan yang rendah. 1,3,4

1
Selama tiga dekade terakhir, telah tercatat bahwa KVA sebagai masalah
kesehatan masyarakat dan merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian
anak usia prasekolah di negara berkembang. WHO 2010 memperkirakan
sebanyak 163 juta anak menderita kekurangan vitamin A berdasarkan kriteria
serum retinol darah < 20 μg/dL atau < 0.7 μmol/L. Di Indonesia pada tahun 2006
rata-rata prevalensi KVA Sub Klinis (Serum Vitamin A < 20 ug/dl) dari 7
provinsi (Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Banten, Bali, NTB, Kalimantan
4
Selatan, dan Sulawesi Tenggara) sebesar 11.4%
Tingginya prevalensi kekurangan vitamin A sub-klinis pada balita
menyebabkan balita di Indonesia beresiko tinggi mengalami xeropthalmia dan
menurunnya sistem kekebalan tubuh, sehingga mudah terjangkit penyakit infeksi.
Keadaan tersebut mengharuskan pemerintah untuk tetap menjalankan program
suplementasi vitamin A yang sudah dimulai sejak tahun 1978, namun tidak
menutup kemungkinan untuk membuat program lain yang mengarah pada
terpenuhinya kebutuhan vitamin A pada balita. 3

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Defisiensi Vitamin A
Vitamin adalah senyawa organik yang diperlukan dalam jumlah kecil tetapi
harus ada untuk menjamin pertumbuhan organisme. Vitamin A adalah semua
senyawa yang memiliki aktivitas biologi all-trans retinol. Retinoid adalah bentuk
alamiah dan sintetik analog retinol, baik yang memiliki aktivitas biologi maupun
tidak.5,6
Defisiensi vitamin A terjadi saat kadar vitamin A dalam tubuh menurun,
sehingga dapat terjadi beberapa gangguan pada fungsi tubuh. Kekurangan vitamin
A adalah keadaan kekurangan vitamin A yang ditandai dengan berkurangnya
konsentrasi retinol dalam cadangan hepar (retinol serum <20 µg atau < 0,07
µmol/L). Penurunan kadar vitamin A terjadi ketika asupan vitamin A tidak dapat
mengganti cadangan vitamin A yang terdapat dalam hepar. Hal ini dikarenakan
vitamin A akan terus dipakai untuk regenerasi sel.5,7

2.2 Sumber-Sumber Vitamin A


Vitamin A dapat dilarutkan dalam lemak, agak stabil terhadap suhu tinggi
dan tidak dapat di ekstrasikan oleh air yang dipakai untuk merebus makanan, akan
tetapi dapat dihancurkan oleh pengaruh oksidasi. Telah lama dikenal beberapa
komponen yang mempunyai aktivitas vitamin A. Di negara industri, lebih dari dua
pertiga asupan vitamin A berasal dari sumber makanan hewani sebagai vitamin A
yang sudah terbentuk sebelumnya. Sementara itu masyarakat dalam negara
berkembang bergantung terutama pada senyawa karotenoid provitamin A yang
berasal dari sumber makanan nabati.8,9
Sumber vitamin A dapat dibedakan atas preformed vitamin A (vitamin A
bentuk jadi) dan provitamin A (bahan baku vitamin A). Vitamin A bentuk jadi
atau retinol bersumber dari pangan hewani, seperti daging, susu dan olahannya
(mentega dan keju), kuning telur, hati ternak dan ikan, minyak ikan (cod, halibut,
hiu). Provitamin A atau korotenoid umumnya bersumber pada sayuran berdaun
hijau gelap (bayam, singkong, sawi hijau), wortel, waluh (labu parang), ubi jalar

3
kuning atau merah, buah-buahan berwarna kuning (pepaya, mangga, apricot,
peach), serta minyak sawit merah. Sayangnya, pada proses pengolahan lebih
lanjut, banyak betakaroten yang hilang, sehingga kadarnya hanya tinggal sedikit
pada minyak goreng. Betakaroten merupakan provitamin A yang paling efektif
diubah oleh tubuh menjadi retinol (bentuk aktif vitamin A). Karotenoid lainnya,
seperti lycopene (tomat dan semangka), xanthopyl (kuning telur dan jagung),
zeaxanthin (jagung), serta lutein, walaupun memiliki aktivitas untuk peningkatan
kesehatan, bukan merupakan sumber vitamin A. 10

2.3 Proses Metabolisme Vitamin A


Saat dikonsumsi, provitamin A (beta karoten) akan dilepaskan dari protein
di lambung. Retinil ester akan dihidrolisis menjadi retinol di usus halus, karena
bentuk ini akan mudah diserap. Kira-kira 50-90 % retinol yang telah dicerna akan
diserap melalui usus halus dan diangkut, bersama dengan kilomikron, ke hati,
tempat retinol mulai disimpan sebagai retinil palmitat. Ketika diperlukan retinol
akan dilepaskan ke dalam darh sebagai retinol dalam gabungan dengan retinol
binding protein (RBP), suatu protein pengangkut spesifik yang diurai oleh hati.
Dalam serum, kompleks RBP-retinol bergabung dengan transiterin, suatu protein
besar yang juga disintesis di hati. Retinol kemudian dipindahkan dari serum dan
digunakan oleh sel sasaran, seperti fotoreseptor retina dan sel epitel (Annstas,
2012).
Di dalam jaringan, retinol diikat oleh protein-protein sel pengikat retinoid,
yaitu cellular retinoid-binding protein I (CRBPI) dan cellular retinoid-binding
protein II (CRBPII). Pada kompleks ini, retinol bisa saja diesterifikasi atau
dioksidasi lebih lanjut dengan retinol menjadi asam retinoik yang akhirnya terikat
pada satu set faktor transkripsi di dalam nukleus. Retinol intraseluler di jaringan
perifer juga bisa berkombinasi dengan protein plasma pengikat retinol di dalam
jaringan atau tergabung menjadi ester retinyl di lipoprotein. Siklus antara organ
penyimpanan utama seperti hepar dan jaringan epitel yang membutuhkan vitamin
A untuk diferensiasi seluler merupakan siklus yang luas dan efisien.11

4
Vitamin A yang tidak diabsorpsi di saluran cerna, diekskresikan di feses,
dan derivat metabolisme yang inaktif diekskresikan di urin. Ketika asupan vitamin
A rendah, efisiensi absorpsi tetap tinggi, pemecahan karotenoid dipertinggi,
plasma transport tetap ada di level normal, mekanisme penggunaan dan recycling
menjadi lebih efisien, dan ekskresi menurun dengan nyata. Ketika asupan
vitamin A tinggi, efisiensi absorpsi dikurangi, transportasi vitamin A dalam
plasma tetap sama, recycling menjadi kurang efisien, oksidasi vitamin A
meningkat, ekskresi bilier meningkat dengan jelas, ekskresi urin dan fekal
diaugmentasi. 11

Gambar 2.1 Skema metabolisme vitamin A (Sommer, 2007)

Seorang anak dengan gizi dan asupan vitamin A yang minimal mempunyai
simpanan vitamin A yang sangat terbatas. Penurunan yang tiba-tiba baik yang
disebabkan akibat perubahan pola makan atau gangguan absorbsi (seperti pada
gastroenteritis), atau peningkatan tiba-tiba dari kebutuhan metabolik (demam,

5
khususnya campak, atau lonjakan pertumbuhan) akan menyebabkan penurunan
yang cepat dari cadangan yang terbatas itu. Jika simpanan retinol hati sangat
tinggi, manusia dapat bertahan selama berbulan- bulan tanpa vitamin A dan tidak
menderita penyakit yang serius.12
Adanya vitamin A yang tersimpan tergantung juga pada status gizi anak
secara umum. Anak dengan defisiensi protein dan malnutrisi berat mengikat
protein pengikat retinol dengan kecepatan yang sangat rendah. Oleh karena itu
kadar retinol serum dapat subnormal, walaupun simpanan di hati tinggi. Selain itu,
bila hati dalam keadaan sakit, tidak dapat menyimpan retinol, atau membuat
protein pengikat retinol sebanyak hati normal.12

2.4 Manfaat Vitamin A


a. Penglihatan
Vitamin A berfungsi dalam penglihatan normal pada cahaya remang.
Bentuk vitamin a yang berperan dalam penglihatan adalah retinal yang berasal
dari retinol dan RE sebaliknya RA hampir dikatakan tidak berperan dalam
penglihatan.5 Retinal penting untuk penglihatan dalam gelap dan persepsi warna.
Lokasi kerjanya adalah di dalam fotoreseptor retina yang terdiri dari dua jenis
yaitu rhodopsin yang terdapat dalam sel batang(red) untuk penglihatan dalam
remang remang dan iodopsin yang terdapat dalam sel kerucut (cont) untuk
persepsi warna dan penglihatan di cahaya terang. Kedua fotoreseptor terdiri dari
molekul 11-cis-retinal yang diberikan secara kovalens dengan opsin. Bila terdapat
cahaya, 11 cis retinal berubah menjadi all-trans retinal yang menyebabkan
hidrolisis ikatan antara retinal dengan opsin, yang diikuti oleh aktivasi katalitik
apoprotein, sehingga terbentuk metarbodopsin II. Metarhodopsin II mengaktivasi
GTP- binding protein transducin yang kemudian mengaktivasi fosfodiestase
spesifik untuk cGMP sehingga terjadi hidrolisis menjadi 50 GMP yang
menyebabkan penutupan channel ion. Fenomena ini menghasilkan transmisi
impuls saraf. All – trans retinal direduksi menjadi all-trans-retinol yang kemudian
mengalami isomerisasi oleh retinol isomerase menjadi 11- cis – retinol. Proses
selanjutnya adalah oksidasi retinol dehidrogenasi oleh 11-cis-retinol menjadi

6
isomer retinal. Dalam gelap 11-cis-retinal berikatan dengan opsin dan kompleks
tersebut mengalami regenerasi. Selama siklus ini terjadi kehilangan beberapa
molekul vitamin A sehingga diperlukan suplai all-trans-retinol secara terus –
menerus melalui darah untuk pembentukan pigmen dalam jumlah cukup. Rabun
senja adalah bentuk awal hipovitaminosis A.5,6
Bila kita dari cahaya terang diluar kemudian memasuki ruangan yang
remang-remang cahayanya, maka kecepatan mata beradaptasi setelah terkena
cahaya terang berhubungan langsung dengan vitamin A yang tersedia didalam
darah. Suplementasi vitamin A dapat memperbaiki penglihatan yang kurang bila
itu disebabkan karena kekurangan vitamin A.5,6

b. Pertumbuhan dan Perkembangan


Retinoid penting dalam pertumbuhan dan diferensiasi fetus. Dalam
perkembangan embrio, bentuk vitamin A yang paling berperan adalah all-trans-
RA. Organ yang paling membutuhkan vitamin A pada saat diferensiasi dalam
kandungan adalah paru, jantung, tulang, pembuluh darah dan sistem saraf. RBP di
dalam sitoplasma maupun di nukleus diduga merupakan pengatur konsentrasi RA
dan transkripsi gen yang responsif terhadap retinoid. Pengaturan ini dilakukan
melalui perbedaan ekspresi reseptor retinoid dan perubahan metabolisme vitamin
A akibat adanya ikatan dengan CRBP dan CRABP.5
RA tampaknya juga berperan sebagai faktor pembentuk struktur tubuh
janin, seperti ekstremitas dan aksis anteroreseptor tubuh melalui ekspresi enzim
untuk sintesis atau degradasi RA. Selama perkembangan aksis anteroreseptor
embrio, bagian posterior janin mengandung RA dalam konsentrasi tinggi dan
mengekspresikan retinal dehidrogenase yag mengkatalisis oksidasi irreversibel
retinal menjadi RA. Sebaliknya bagian anterior mengandung sedikit RA dan
mengekspresikan enzim CYP yang mendegradasi RA menjadi metabolit yang
teroksidasi.5
Vitamin A juga dibutuhkan untuk perkembangan tulang dan sel epitel yang
membentuk email dalam pertumbuhan gigi. Pada kekurangan vitamin A,
pertumbuhan tulang terhambat dan bentuk tulang tidak normal. Pada anak – anak

7
yang kekurangan vitamin A, terjadi kegagalan dalam pertumbuhannya. Dimana
vitamin A dalam hal ini berperan sebagai asam retinoat.5,6

c. Reproduksi
Defisiensi vitamin A dapat menimbulkan infertilitas atau gangguan
reproduksi. Efek sering ditimbulkan bervariasi mulai dari gangguan siklus
estrogen, kreatinisasi permanen mukosa vagina hingga resoprsi fetus, kelahiran
mati dan malformasi kongenital. Pada wanita vitamin A berperan penting dalam
implamantasi embrio hingga kelahiran neonatus yang viable, juga dalam produksi
progesteron. Dalam hal ini yang berperan terutama adalah RA dan retiol. Pada
pria, retinol dan RA terlibat dalam regulasi fungsi testis. Defisiensi akan
menyebabkan terhentinya spermatogenesis terutama melalui ikatannya dengan
RAR.5
d. Fungsi Kekebalan
Vitamin A berpengaruh terhadap fungsi kekebalan tubuh pada manusia.
Dimana kekurangan vitamin A dapat menyebabkan depresi imunitas humoral dan
selular, sehingga individu tersebut lebih rentan terhadap infeksi. Fungsi ini
terutama dijalankan oleh all-trans dan 9-cis-RA yang berperan dalam
perkembangan, diferensiasi dan apoptosis sel imun. Dikulit, kedua bentuk ini
berfungsi mempertahankan integritas keratinosis, juga menentukan jumah sel
langerhans serta memodulasi ekspresi laktoferin. Peran lainnya adalah regenerasi
mukosa yang dirusak oleh infeksi. Proliferasi sel imun yang diatur oleh RA adalah
limfosit, natural killer cell, dan neutrofil. Produksi antibodi juga sangat
dipengaruhi oleh vitamin A. Semuanya akan menyebabkan meningkatkan risiko
infeksi, sakit yang lebih lama, serta mortalitas yang lebih tinggi.5,6

e. Sel Epitel
Vitamin A berperan dalam diferensiasi sel, sehingga penting untuk
integritas epitel genita, gastrointestinal, dan saluran napas, serta untuk regulasi
keratinosit mata. Secara umum, defisiensi vitamin A akan menyebabkan
gangguan integritas epitel mata, saluran napas, dan saluran cerna dan saluran

8
reproduksi. Vitamin A juga berperan pada hilangnya silia sel dan berhentinya
mukus. Lapisan kolumnar epitel di trake akan mengalami pseudostratifikasi, di
vagina akan mengalami stratifikasi, dan di epidermis akan mengalami stratifikasi
dan keratinisasi. Infeksi paru akan lebih sering terjadi akibat keratinisasi sel
mukosa. 5,6

2. 5 Kebutuhan Vitamin A
Pemenuhan kebutuhan vitamin A sangat penting untuk pemeliharaan
kelangsungan hidup secara normal. Kebutuhan tubuh akan vitamin A untuk orang
Indonesia telah dibahas dan ditetapkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2013 dengan mempertimbangkan faktor-
faktor khas dari kesehatan tubuh orang Indonesia. 8,13

Kelompok Umur Kebutuhan Vitamin


(Bayi- Anak) A (mcg)
0-6 Bulan 375
7-11 Bulan 400
1-3 Tahun 400
4-6 Tahun 450
7-9 Tahun 500
10-12 Tahun 600
13- 15 Tahun 600
Tabel 1. Kebutuhan Vitamin A
Pada anak-anak, kekurangan vitamin A berakibat lebih parah
dibandingkan dewasa. Konsumsi vitamin A dan provitamin A yang rendah (di
bawah kecukupan konsumsi vitamin A yang dianjurkan), berlangsung dalam
waktu lama, akan mengakibatkan suatu keadaan yang dikenal dengan defisiensi
vitamin A.14
2.5 Epidemiologi
WHO menyatakan bahwa terdapat lebih dari 250 juta anak di dunia
mengalami defisiensi vitamin A. Proporsi angka kejadian defisiensi vitamin A

9
pada anak di bawah usia sekolah berdasarkan benua antara lain adalah Asia
Selatan/Asia Tenggara (33%), Afrka (32,1%), Eropa timur (29,6%), Mediterania
Timur (21,2%), Amerika (17,3%) dan Pasifik Barat (14%) (West, 2003). Saat ini
prevalensi defisiensi vitamin A lebih banyak terjadi pada anak yang belum
sekolah, ibu hamil, dan menyusui. Angka kejadian defisiensi vitamin A di
Indonesia saat ini sudah lebih baik. Pada survey yang dilakukan pada tahun 2006,
ditemukan bahwa balita yang meunjukan kadar serum retinol kurang dari 20 μg/dl
sebesar 14.6%, jika dibandingkan pada tahun 1992 yang mencapai 50%. 15
Kekurangan vitamin A dalam makanan sehari-hari menyebabkan setiap
tahunnya sekitar 1 juta anak balita di seluruh dunia menderita penyakit mata
tingkat berat (xeropthalmia) ¼ diantaranya menjadi buta dan 60 % dari yang buta
ini akan meninggal dalam beberapa bulan. Kekurangan vitamin A menyebabkan
anak berada dalam resiko besar mengalami kesakitan, tumbuh kembang yang
buruk dan kematian dini. Terdapat perbedaan angka kematian sebesar 30 % antara
anak-anak yang mengalami kekurangan vitamin A dengan rekan-rekannya yang
tidak kekurangan vitamin A.15
Kekurangan vitamin A kerap berlangsung di daerah yang serba
kekurangan (daerah kantong), baik yang bersifat sosial, ekonomi, maupun
ekologis. Kasus defisiensi ini cenderung terjadi secara berkelompok, bersifat
musiman, mencapai puncaknya pada masa kesulitan pangan, sesudah epidemik
penyakit campak dan diare dan setelah terjadi penyakit infeksi. Penelitian
epidemiologis memperlihatkan faktor-faktor KVA yang meliputi campak, infeksi
daluran nafas (meningkatkan risiko sebanyak 2,5 kali) dan/atau diare (risiko naik
2,5 kali). Diare, infestasi cacing, dan gangguan lain pada saluran pencernaan
mengganggu penyerapan vitamin A, sementara campak, infeksi saluran nafas dan
demam meningkatkan metabolisme tubuh serta tidak jarang pula merusak nafsu
makan.5

2. 7 Etiologi
Kurang Vitamin A bisa disebabkan oleh dua faktor yaitu penyebab
langsung dan penyebab tidak langsung. Penyebab langsung dari terjadinya

10
kekurangan Vitamin A adalah Konsumsi vitamin A dalam makanan sehari hari
yang tidak mencukupi kebutuhan dalam jangka waktu lama. Kurangnya konsumsi
vitamin A dalam makanan yang diperlukan tubuh untuk mempertahankan keadaan
gizi normal. Kekurangan vitamin A ini biasanya terjadi pada balita karena
kurangnya sumber dari vitamin A. Kondisi ini sering kali lebih buruk bila disertsi
pleh kekurangan zat gizi lain dalam makanan. Misalnya tidak cukup konsumsi
lemak, dimana keak berperan penting dalam inefisensi penyerapan zat gizi mikro
termasuk Vitamin A.6,8
Penyebab tidak langsung dari kekurangan vitamin A bisa terjadi karena
penyakit infeksi sehingga menyebabkan nafsu makan menurun dan perccepatan
penggunaan Vtamin A dalam tubuh dan konsekuensi persediaan zat gizi tidak
mencukupinya. Kondisi lain dihubungkan dengan kemiskinan, kondisi sosial
ekonomi yang belum berkembang, sanitasi serta pemeliharaan higiene perorang
yang diabsorpsikan dengan malnutrisi vitamin A. Penyebab lainnya yaitu proses
ppenyerapan makanan dalam tubuh terganggu karena infeksi cacing atau diare.
Serta terdapatnya penyakit ISPA,campak dan diare berpengaruh Terhadap
berkurangnya Vitamin A. 6
Deplesi vitamin A dalam tubuh meerupakan proses yang berlangsung lama
dimulai dengan habisnya persediaan Vitamin A dalam tubuh. Gejala kekurangan
vitamin A akan timbul apabila
- Diet untuk Jangka waktu lama tidak mengandung cukup vitamin A
atau Provitamin A
- Terdapat gangguan resorpsi vitamin A atau Provitamin A, seperti pada
penyakit KEP, diare kronik dll.
- Terdapat gangguan pada proses konversi. Provitamin A menjadi
Vitamin A seperti gangguan fungsi kelenjar tiroid.
- Kerusakan organ hati, seperti pada kwashiokor, ataupun hepatitis.
- Kurang terbentuknya RBP (Retinol Binding protein) dan prealbumin
pada kwashiokor, penyakit organ hati dan lain. 8,9

11
2.8 Faktor Resiko
Semua orang yang memiliki akses terbatas terhadap makanan kaya
vitamin A, berisiko untuk menderita defisiensi vitamin A. Beberapa kelompok
lebih rentan untuk menderita defisiensi vitamin A dibanding yang lainnya.
Kelompok ini terdiri dari:16
1. Faktor sosial budaya lingkungan dan pelayanan kesehatan (Depkes RI,

2003):

a. Ketersediaan pangan sumber vitamin A

b. Pola makan dan cara makan

c. Masa paceklik atau rawan pangan

d. Adanya pandangan tabu terhadap makanan sumber vitamin A

e. Sarana pelayanan kesehatan sulit dijangkau

f. Keadaan darurat (bencana alam, perang, dll.)

2. Faktor keluarga (Depkes RI, 2003):

a. Pendidikan orang tua rendah

b. Tingkat sosioekonomi rendah

c. Jumlah anak terlalu banyak

d. Pola asuh kurang perhatian

3. Faktor individu (Depkes RI, 2003):

a. Jenis kelamin laki-laki

b. Usia prasekolah (<5 tahun)

c. Berat badan lahir rendah (BBL <2,5 Kg) dan bayi premature yang

memiliki cadangan vitamin A yang masih kurang

d. Tidak mendapat ASI eksklusif

e. Tidak mendapat MP-ASI cukup dalam segi kualitas dan kuantitas

12
anak kurang gizi

f. Pola makan kurang mendandung serat dan vitamin A, baik karotin

preformed atau provitamin A

2.9. Patofisiologi
Defisiensi vitamin A adalah suatu penyakit sistemik yang mempengaruhi
sel dan organ seluruh tubuh, hasil perubahan arsitektur epitel tersebut disebut
dengan metaplasia keratinisasi. Metaplasia keranisasi pada saluran napas dan
saluran kemih serta perubahan epitel intestinal yang saling terkait mungkin timbul
pada awal penyakit, bahkan sebelum timbulnya perubahan mata yang dapat
dideteksi secara klinis. Walaupun demikian, karena perubahan nonokular ini
sebagian besar tidak terlihat, maka perubahan ini tidak memberikan suatu dasar
yang kuat untuk diagnosis klinik spesifik. Oleh karena itu, diantara populasi
dengan dengan defisiensi vitamin A, maka anak-anak dengan campak, penyakit
saluran napas, diare, atau malnutrisi energi protein yang nyata harus dicurigai
memiliki defisiensi vitamin A dan diberi pengobatan yang sesuai.11
Defisiensi vitamin A menekan imunitas humoral dan imunitas cell-
mediated. Efek utama dari inadekuatnya vitamin A pada fungsi imun bisa jadi
karena konsekuensi dari terganggunya pertumbuhan dan diferensiasi jaringan
myeloid. Vitamin A secara khusus sangat penting untuk menjaga integritas epitel
dan pemeliharaan sekresi di mukosa, yang mana, jika terganggu, bisa
meningkatkan paparan terhadap mikroorganisme dan risiko infeksi. Jaringan
epitel di mata, paru-paru, dan usus menjadi rusak pada keadaan defisiensi vitamin
A. Pada jaringan-jaringan tersebut, turnover atau pergantian sel epitel tinggi.
Pada manusia, berbagai penelitian menunjukkan bahwa level vitamin A yang
rendah di sirkulasi berhubungan dengan meningkatnya risiko kerusakan epitel di
mata, Rusaknya integritas epitel dan barier mukosa akan memfasilitasi
translokasi mikrooeganisme dan berkontribusi terhadap meningkatnya derajat
infeksi.11
Vitamin A memiliki dua peran di metabolisme okuler. Pertama di retina,
vitamin A tersedia sebagai prekursor terhadap pigmen visual fotesensitif yang

13
berpartisipasi dalam inisiasi impuls saraf dari fotoreseptor. Kedua, vitamin A
dibutuhkan untuk sintesis RNA dan glikoprotein sel epitel konjungtiva, yang
membantu memelihara stroma kornea, dan mukosa konjungtiva. Pada retina
terdapat 2 sistem fotoreseptor yang berbeda, sel kerucut dan sel batang. Sel batang
bertanggung jawab terhadap penglihatan dalam situasi cahaya yang redup atau
rendah, sedangkan sel kerucut bertanggung jawab penglihatan berwarna dan
situasi cahaya yang terang. Vitamin A merupakan kekuatan utama dari pigmen
visual kedua macam sel ini. Perbedaannya terletak pada jenis protein yang terikat
pada retinol. Pada sel batang, bentuk aldehid dari vitamin A (retinol) dan protein
opson bergabung membentuk rhodopsin yang merupakan pigmen fotosensitif. 11
Vitamin A adalah nutrisi yang penting dalam proses imun, proses
penglihatan dan proses diferensiasi sel. Pada xeroftalmia, derfisiensi vitamin A
pertama kali menimbulkan gangguan pada fotoreseptor, terutama sel batang yang
berfungsi untuk mempersepsikan gelap terang. Saat sel batang terganggu, proses
metabolisme dalam sel batang terganggu sehingga timbul gejala nyctalopia
(stadium XN).17
Pada tahap selanjutnya, terjadilah gangguan pada proses epitelialisasi
conjunctiva. Mata akan terlihat kering, kusam, tidak bercahaya dan tidak nyaman
sehingga timbul xerosis konjunctiva. Selanjutnya, epitel dan keratin yang mati di
daerah conjunctiva bulbi akan menumpuk dan timbul bercak bitot. Lalu,
kekeringan meluas sampai ke daerah kornea, sehingga timbul xerosis kornea.
Pada jangka waktu lama, kornea yang kering akan melunak dan berwarna putih,
sehingga timbul keratomalacia. Pada tahap selanjutnya, retina dan koroid pun
terkena dampak defisiensi vitamin A karena matinya sel batang yang dapat dilihat
dengan funduskopi sehingga teerjadilah Xerophtalmia fundus.11

2.9. Manifestasi Klinis


Defisiensi vitamin A subklinis biasanya tidak memiliki gejala, namun
resiko terjadinya infeksi saluran pernapasan, diare, dan pertumbuhan terhambat.
Vitamin A berperan dalam menjaga fungsi epitel. Pada saluran cerna dalam
keadaan normal sel epitel mensekresi mukus yang berguna sebagai barrier

14
terhadap patogen yang dapat menyebabkan diare. Pada saluran pernafasan epitel
mensekresi mukus berguna untuk membuang zat-zat asing dan toksik yang masuk
kedalam saluran pernafasan. Perubahan epitel pada saluran pernafasan dapat
menyebabkan obstruksi bronkial. Pada keadaan defisiensi vitamin A perubahan-
perubahan pada epitel meliputi proliferasi sel basal, hiperkeratosis dan stratifikasi
dari epitel squamous. Metaplasia sel squamous di renal, ureter, epitel vaginal,
pankreas dan saluran saliva dapat meningkatkan resiko infeksi di lokasi tersebut.
Pada kandung kemih gangguan epitel dapat menyebabkan terjadinya pyuria dan
hematuria. Perubahan epitel pada kulit akibat defisiensi vitamin A menyebabkan
kulit menjadi kering, bersisik, terbentuknya hiperkeratosis yang biasanya
ditemukan di lengan, tungkai, bahu dan bokong.11
Secara umum, defisiensi vitamin A dalam tubuh dapat menyebabkan kelainan
sistemik yang memengaruhi epitel pada organ-organ tubuh, akan tetapi
manifestasi klinis yang pertama kali terjadi pada orang yang mengalami defisiensi
vitamin A akan muncul pada mata.16 Perubahan yang terjadi pada organ selain
mata terjadi akibat adanya metaplasia keratinisasi yang terdapat pada saluran
napas, saluran kemih, dan saluran gastrointestinal. Selain itu, metaplasia
keratinisasi dapat terjadi pada kulit yang dapat membuat kulit pada tungkai bawah
bagian depan dan lengan atas bagian belakang tampak kering dan
bersisikTahapan terjadinya manifestasi klinis oleh karena defisiensi vitamin A
tercantum dalam grafik berikut ini. 12

Gambar 2.2 Manifestasi Klinis Defisiensi Vitamin A (Sommer, 2007)

15
Xeroftalmia masih menjadi manifestasi klinis paling spesifik dan dapat
dikenali, dan dapat digunakan untuk memberikan kriteria definitive untuk menilai
derajat defisiensi vitamin A. Akan tetapi, tetap saja pening untuk melakukan
pencegahan melalui pemberian vitamin A secara massal.12
Pada mata, manifestasi klinis dapat dilihat berdasarkan klasifikasi WHO, yang
terlihat dalam tabel berikut ini. 18
Tabel 2.2 Klasifikasi Xeroftalmia
Stadium Deskripsi Singkat
XN Nigth Blindness / Nyctalopia
X1A Xerosis konjunctiva
X1B Bitot spot
X2 Xerosis kornea
X3A Ulserasi kornea/keratomalasia
<1/3 permukaan kornea
X3B Ulserasi kornea/keratomalasia
≥ 1/3 permukaan kornea
XS Skar kornea
XF Xerophtalmic Fundus

1. Xerosis nyctalopia (XN)


a. Ketidaksanggupan melihat cahaya remang-remang (buta senja) akibat
gangguan pada sel batang retina
b. Bila anak sudah dapat berjalan, anak tersebut akan membentur/
menabrak benda didepannya, karena tidak dapat melihat.
c. Bila anak belum dapat berjalan, sulit untuk mengatakan anak tersebut
buta senja. Dalam keadaan ini biasanya anak diam memojok bila di
dudukkan ditempat kurang cahaya karena tidak dapat melihat benda
atau makanan didepannya.

Gambar 2.3 Nyctalopia (Oetama, 2008).

16
2. Xerosis konjunctiva (X1A) (Budiono, 2013).
a. Tidak bisa melihat di sore hari (nocturnal amblyopia)
b. Mata tidak nyaman, panas
c. Mata terlihat xerotic, konjunctiva bulbi tampak kurang mengkilat atau
sedikit kering, berkeriput, berpigmentasi dengan permukaan kasar dan
suram kecoklatan.

Gambar 2.4 Xerosis konjunctiva (Budiono, 2013).

3. Bercak bitot (bitot spot) (X1B)


a. Terdapat bercak putih kekuningan seperti busa atau sabun
b. Bercak ini merupakan penumpukan keratin dan sel epitel yang
merupakan tanda khas pada penderita xeroftalmia, sehingga dipakai
sebagai kriteria penentuan prevalensi kurang vitamin A dalam
masyarakat.

Gambar 2.6 Bitot spot (Budiono, 2013).


4. Xerosis kornea (X2)
a. Pandangan mata kabur
b. Penglihatan menurun pada ruangan terang
c. Pasien melihat halo di sekitar objek
d. Kornea suram, kering, permukaan kasar
e. Keadaan umum biasanya buruk Gambar 2.7 Xerosis Kornea.
(gizi buruk, menderita penyakit infeksi Kornea tampak kering,
kusam, tidak bersinar
(Budiono, 2013).
17
atau penyakit sistemik lain)
5. Ulserasi kornea / keratomalasia (X3A)
a. Penurunan visus ireversibel
b. Kornea melunak seperti bubur dan dapat terjadi ulkus
c. Tampak ulserasi kornea mengenai kurang dari 1/3 permukaan kornea
d. Bisa terjadi perforasi kornea

Gambar 2.8 Keratomalacia X3A (Budiono, 2013).

6. Ulserasi kornea / keratomalasia (X3B)


a. Kebutaan total
b. Kornea melunak seperti bubur dan
dapat terjadi ulkus
c. Tampak ulserasi kornea mengenai
lebih dari 1/3 permukaan kornea Gambar 2.9 Keratomalacia X3B
d. Bisa terjadi perforasi kornea (Budiono, 2013).

7. Xeroftalmia skar (XS)


1) Kornea putih
2) Bola mata tampak mengecil
3) Penderita buta (visus 0) walaupun dengan cangkok kornea
4) Bila luka kornea sembuh, akan terbentuk sikatrik (Budiono, 2013)

Gambar 2.10 Xeroftalmia Skar. Tampak bola mata


mengecil/mengempis (Budiono, 2013).
8. Xeroftalmia fundus (XF)

18
Xeroftalmia jenis ini dapat dikenali dari gambaran funduskopi.

Gambar 2.11 Xeroftalmia fundus (Budiono, 2013)

Kelainan pada kulit dapat ditemukan adanya kulit kering bersisik yang
dikenal “kulit katak” atau phrynoderma dan meningkatnya resiko terjadinya
infeksi. Hiperkeratosis follikularis pada defisienssi vitamin A disebut sebagai
Phrynoderma merupakan suatu bentuk manifestasi pada kulit berupa "kulit katak",
ditandai dengan adanya plak keratotik pada folikel rambut yang biasanya terdapat
pada ekstremitas bagian dorsal dan ventral, dapat berwarna sama dengan kulit
atau sedikit hiperpigmentasi disekitarnya (Thappa, 2009).

Gambar 2.12 Phrynoderma (Ostler, 2004)

2.11 Diagnosis
1. Anamnesis
Keluhan utama yang biasanya dikeluhkan oleh orang yang menderita
kekurangan vitamin A pada mata adalah tidak dapat melihat pada sore hari atau
terdapat kelainan bentuk pada matanya. Keluhin lain antara lain kulit menjadi
kering, bersisik, terbentuknya hiperkeratosis yang biasanya ditemukan di lengan,
tungkai, bahu dan bokong. Selain itu, bisa juga ditemukan adanya diare, infeksi
saluran kemih dan infeksi saluran pernafasan, atau gejala-gejala campak.

19
2. Pemeriksaan Fisik (Kurana, 2007)
a. Antropometri dan penilaian status gizi
b. Konjunctiva bulbi
1) Xerosis konjunctiva (konjunctiva kering) (X1A)
2) Bitot spot (X1B)
3) Pigmentasi (X1A)
c. Kornea
1) Kekeruhan kornea (X2)
2) Ulserasi kornea (X3B)
3) Edem kornea (X3B)
4) Sikatrik (XS)
5) Kornea putih (XS)
d. Bola mata
1) Mengecil (XS)
e. Funduskopi (Fundus Xeroftalmia, XF)
Tampak bercak-bercak kuning keputihan yang
tersebar dalam retina, umunya terdapat di tepi sampai
arcade vaskular temporal
f. Pemeriksaan kulit untuk melihat apakah ada lesi
phrynoderma, kering, berisik, atau tanda-tanda penyakit
campak.
g. Pemeriksaan thorax untuk melihat apakah ada tanda-tanda
infeksi saluran pernafasan
h. Pemeriksaan abdomen untuk melihat apakah ada tanda
i. tanda infeksi saluran pernapasan, dan infeksi saluran
kemih.
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan darah lengkap
b. Pemeriksaan serum retinol,menurun jika < 20 ug/dl.
c. Pemeriksaan serum karotennoid, menurun jika hasilnya <

20
500 ug/L
d. Pemeriksaan albumin, biasanya < 2.5 ug/dl pada penderita xeroftalmia
e. Tes adaptasi gelap .
Secara sederhana,tes ini dilakukan dengan melihat apa pasien menabrak
sesuatu ketika tiba-tiba cahaya di dalam ruangan diremang-remangkan. 20

2. 12. Diagnosis Banding


1. Retinitis pigmentosa
Retinitis pigmentosa merupakan kelainan autosomal resesif, autosomal
dominan, X-linked resesif atau simpleks. Retinitis pigmentosa ditandai dengan
tanda karakteristik degenerasi sel epitel retina terutama sel batang dan atrofi saraf
optic, menyebar tanpa gejala dan peradangan. Penyakit ini merupakan kelainan
yang berjalan progresif yang bermula sejak masa kanak-kanak. Kebanyakan
pasien tanpa riwayat penyakit pada keluarga sebelumnya. Umumnya proses
mengenai seluruh lapisan retina berupa terbentuknya jaringan ikat secara progresif
lambat disertai proliferasi sel pigmen pada seluruh lapisannya. Terjadi
pembentukan masa padat putih kebiru-biruan yang masuk ke dalam badan kaca.
Gejalanya sukar melihat di malam hari selain lapang pandang menjadi sempit
dibanding normal, penglihatan sentral dinyatakan dengan adanya buta warna. 20
2. Kelainan refraksi mata
Kelainan refraksi adalah penurunan ketajaman penglihatan yang dapat
dikoreksi dengan kaca mata.Ketajaman penglihatan dikatakan normal apabila
mata tanpa akomodasi dapat dengan jelas melihat gambar/ tulisan pada jarak 6
meter dengan sudut pandang 5º (sudut visualis). Terdapat berbagai macam
kelainan refraksi, diantaranya adalah myopia (rabun jauh), hipermetropia, dan
astigmatisme (Ilyas, 2005).
3. Pinguecula
Pinguekula merupakan benjolan pada konjuntiva bulbi yang ditemukan
pada orang tua, terutama yang matanya sering mendapat rangsangan sinar
matahari, debu, dan angina panas.Letak bercak ini pada celah kelopak mata
terutama bagian nasal. Pinguekula merupakan degenerasi hialin jaringan

21
submukosa konjungtiva. Pembuluh darah tidak masuk ke dalam pinguekula akan
tetapi bila meradang atau terjadi iritasi, maka sekitar bercak degenerasi ini akan
terlihat pembuluh darah yang melebar. Pinguekula tidak memerlukan pengobatan,
akan tetapi bila terlihat tanda peradangan, dapat diberikan obat-obat
antiperadangan.20

2.13 Tata Laksana


Penatalaksanaan defisiensi vitamin A pada mata dapat dibagi menjadi
beberapa bagian, yaitu (Ilyas, 2005; Depkes RI, 2003):
1. Pemberian kapsul vitamin A
Pemberian kapsul vitamin A dapat diberikan dengan dosis berikut
Tabel 2.3 Dosis Pemberian Vitamin A Berdasarkan Usia:

2. Pemantauan dan Respon pengobatan dengan kapsul vitamin A

Pemantauan respon terhadap kapsul vitamin A dilihat sesuai dengan

tanda klinis yang ditemukan sebelumnya.

Tabel 2.4 Perbaikan Gejala Berdasarkan Stadium Xeroftalmia


Tanda Gejala Perbaikan
XN 1 – 2 hari setelah pemberian
2 – 3 hari setelah pemberian dan menghilang
X1A & X1B
dalam waktu 2 minggu
2 – 5 hari setelah pemberian dan menghilang
XB
dalam waktu 2 – 3 minggu

22
3. Pemberian obat mata
Pemberian obat tetes mata diberikan jika terdapat infeksi yang
menyertai gejala xeroftalmia. Obat tetes mata yang diberikan adalah
antibiotik tanpa kortikosteroid seperti kloramfenikol 0.25 – 1%, tetrasiklin
1 %, atau gentamisin 0.3% dengan dosis 4x1 tetes perhari pada penderita
X2, X3A, dan X3B. Pemberian obat diberikan minimal 7 hari hingga
gejala-gejala infeksi menghilang.
4. Terapi gizi medis
Terapi gizi medis dilakukan dengan tujuan untuk memperbaiki kadar
vitamin A dalam tubuh dan memperbaiki kadar zat yang dapat membantu
penyerapan dan penyimpanan vitamin A dalam tubuh (Sediaoetama, 2006).
a. Energi
Energi diberikan cukup untuk mencegah pemecahan protein
menjadi sumber energi dan untuk penyembuhan. Pada kasus gizi buruk,
diberikan bertahap mengikuti fase stabilisasi, transisi dan rehabilitasi,
yaitu 80-100 kalori/kgBB, 150 kalori/kgBB dan 200 kalori/kgBB.21
b. Protein
Protein diberikan tinggi, mengingat peranannya dalam
pembentukan Retinol Binding Protein dan Rodopsin. Pada gizi buruk
diberikan bertahap yaitu: 1D 1,5 gram/kgBB/hari; 2D 3
gram/kgBB/hari dan 3D 4 gram/kgBB/hari.21
c. Lemak
Lemak diberikan cukup agar penyerapan vitamin A optimal.
Pemberian minyak kelapa yang kaya akan asam lemak rantai sedang
(MCT=Medium Chain Tryglycerides). Penggunaan minyak kelapa
sawit yang berwarna merah dianjurkan, tetapi rasanya kurang enak .21
d. Vitamin A
Diberikan tinggi untuk mengoreksi defisiensi. Sumber vitamin A
yaitu ikan, hati, susu, telur terutama kuning telur, sayuran hijau (bayam,
daun singkong, daun katuk, kangkung), buah berwarna merah, kuning,

23
jingga (pepaya, mangga dan pisang raja), waluh kuning, ubi jalar
kuning, Jagung kuning. 21
e. Bentuk makanan
Mengingat kemungkinan kondisi sel epitel saluran cerna juga
mengalami gangguan, maka bentuk makanan diupayakan mudah
cerna.21
5. Pengobatan penyakit infeksi atau sistemik
Biasanya pada pasien yang megnalami xeroftalmia akan terdapat
penyakit penyerta seperti infeksi saluran pernafasan, pneumonia, campak,
cacingan, tuberkulosis, diare, dan dehidrasi.
2.14 Pencegahan
Prinsip dasar pencegahan terjadinya defisiensi vitamin A pada mata adalah
dengan melakukan beberapa hal berikut:
a. Pemantauan faktor risiko di masyarakat
b. Pengenalan tanda dan gejala defisiensi vitamin A secara sistemik
c. Suplementasi vitamin A pada bayi dan anak secara periodik satu
tahun sekali. Menurut program nasional suplementasi vitamin A
diberikan pada bulan Februari dan Agustus yang diberikan dengan
dosis 100.000 IU. Sedangkan pada anak dibawah lima tahun diberikan
dua kali dalam setahun dengan dosis 200.000 IU pada bulan Februari
dan Agustus.
d. Edukasi pemberian ASI Eksklusif
e. Pengobatan gizi buruk dan peningkatan status gizi
masyarakatSuplementasi vitamin A pada ibu nifas sebanyak 200.000
IU
f. Edukasi pada masyarakat untuk meningkatkan konsumsi vitamin A
dan provitamin A
2.15. Prognosis
Prognosis pasien yang mengalami defisiensi vitamin A tergantung pada
gejala yang telah dialami pasien. Pada Xeroftalmia di mata, gejala XN hingga X2
dapat sembuh secara sempurna dengan pemberian vitamin A dengan dosis yang

24
sesuai. Sedangkan, pada gejala lanjutar X3 hingga XF memiliki prognosis
penglihatan yang buruk, ditambah lagi jika pasien memiliki penyakit penyerta
seperi kekurangan energi protein. Pada sistem lain, prognosis tergantung
kecepatan, ketepatan tindakan serta tingkat keparahan penyakit.16

2.16 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien yang mengalami defisiensi
vitamin A antara lain12
1. Kebutaan
Komplikasi ini sangat mungkin terjadi jika gejala xeroftalmia pada
mata sudah mencapai stadium akhir dan tanpa pengobatan segera.
Xeroftalmia akan menyebabkan gangguan kornea sehingga terjadi
gangguan refraksi mata. Selain itu, gangguan pada retina pun
menyebabkan anak memiliki risiko tinggi untuk mengalami kebutaan.
2. Penyakit infeksi akut
Beberapa penyakit infeksi akut sangat berisiko terjadi pada anak
dengan defisiensi vitamin A, diantaranya adalah measles, chicken pox,
malaria, laringotrakeobronkitis, pneumonia, diare, dan seterusnya. Hal
tersebut terjadi karena kurangnya vitamin A yang berperan penting dalam
imunitas, epitelialisasi dan metabolism tubuh.
3. Malnutrisi
Malnutrisi terjadi karena adanya penyakit infeksi (diare, penyakit
infeksi saluran nafas, otitis akut, dll) yang membuat kebutuhan nutrisi
anak meningkat, dan ditambah lagi dengan anak yang biasanya tidak mau
makan jika dalam kondisi sakit. Hal ini harus segera diterapi dengan
pemberian vitamin A dengan dosis sesuai usia.
4. Kematian
Anak dengan defisiensi dan telah mengalami komplikasi measles memiliki
case fatality rate lebih dari 1%. Pasien ini harus diterapi segera dengan
vitamin A dosis tinggi sesuai usia selama 2 hari. Anak-anak dengan
penyakit measles berat, mengancam nyawa dan semua anak usia di bawah

25
2 tahun yang menderita measles harus mendapat terapi vitamin A
walaupun tidak berasal dari populasi risiko tinggi.

26
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Akibat kekurangan vitamin bisa menjadi problem yang besar, apalagi
karena vitamin merupakan salah satu zat yang paling dibutuhkan oleh tubuh
manusia. Berbagai vitamin memang tidak dapat diproduksi sendiri oleh tubuh
manusia, karena itu perlu asupan dari makanan dan buah-buahan untuk
mendapatkan vitamin tersebut. Vitamin A dapat diperoleh pada minyak hati
ikan, kuning telur, mentega, krim dan margarin yang telah diperkaya dengan
vitamin A. Sedangkan provitamin A dapat diperoleh dari sayur-sayuran
berdaun hijau gelap dan buah-buahan berwarna kuning atau merah serta
minyak kelapa.
Manifestasi klinis dari defisiensi vitamin A berkaitan dengan pemeliharaan
fungsi jaringan epitel tubuh, terutama di mata, kulit, saluran cerna, saluran
napas dan epitel di bagian tubuh lainnya. Kombinasi antara defek barier
terhadap infeksi, respon imun yang rendah,dan respon terhadap stress
inflamasi yang rendah yang disebabkan defisiensi vitamin A, bisa
menyebabkan jeleknya pertumbuhan anak dan masalah kesehatan yang serius
pada anak.. Tes adaptasi gelap bisa digunakan untuk menilai stadium dini dari
defisiensi vitamin A. Rentang normal level vitamin A adalah 20-60 g/dL, dan
pada defisiensi, serum < 20 g/L

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Kementerian Kesehatan RI. Status Gizi Pengaruhi Kualitas Bangsa. 2015.


Diambil dari http://www.depkes.go.id/article/print/15021300004/status-gizi-
pengaruhi-kualitas-bangsa.html..
2. Berg A dan Muscat RJ. 1987. Faktor Gizi. Jakarta: Bhratara Karya Aksara.
3. Asmarani, Dira. Program Penanggulangan Kekurangan Vitamin A pada Balita.
Departemen Gizi Masyarakat Institut Pertanian Bogor. 2017
4. World Health Organization. 2006. Guidelines On Food Fortification With
Micronutrients.
5. Soetjiningsih,IG.N Gde Ranuh. Tumbuh Kembang Anak Edisi Ke 2. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.2013
6. Adriani,M. Pengantar Gizi Masyarakat. Kencana Prenada Media Group.
Cetakan ke 2. 2013.
7. World Health Organization: Department of Nutrion for Health and
Development.. Xerophthalmia and night blindness for the assessment of clinical
vitamin A deficiency in individuals and populations. Vitamins and Mineral
Nutrition Information System. 2014
8.Michael,J D. Gizi Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran :
EGC.2009
9. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak. Buku Kuliah 1 Ilmu Kesehatan Anak.
Jakarta: Bagian Penerbit IKA Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007
10. Barasi, M.E. 2009. Ilmu Gizi: At a Glance. Jakarta: Erlangga.
11. Ansstas, G. Vitamin A Deficiency. Medscape. 2012.
Available at: http://emedicine.medscape.com/article/126004-overview
(diakses pada tanggal 05 Juli 2018).
12. Sommer, A. Vitamin A deficiency and Its Consequences A Field Guide To
Detection and Control. Geneva: WHO : 2007.
13. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2013
14. Joaquin, M.S. 2009. Malaria and vitamin A deficiency in African children: a
vicious circle?.Malaria Journal.
15. Depkes RI. Panduan Manajemen Suplementasi Vitamin A. Jakarta:
Departemen Kesehatan. 2009.

28
16. Depkes RI. Deteksi dan Tatalaksana Kasus Xeroftalmia. Jakarta: Depkes RI. .
2003.
17. McCullough, F.SThe effect of vitamin A on epithelial integrity.. Proc Nutr
Soc. 58(2):289-93. 2009.
18. Budiono. Ilmu Kesehatan Mata. Yogyakarta: Bagian Ilmu Penyakit Mata
FKUGM. 2013
19. Oetama, S. Vitamin dalam Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi Jilid I.
Jakarta. Dian Rakyat. 2008. Hal. 111-112
20. Ilyas, S.H. 2005.Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
21. Sediaoetama, A.D. 2006. Ilmu Gizi. Jakarta: Dian Rakyat.

29

Anda mungkin juga menyukai