Anda di halaman 1dari 55

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat rahmat dan karuniaNya, Pedoman Pelayanan Kefarmasian Apotek yang
merupakan unit dari Klinik Rawat Jalan Pratama Mitra 12 Jombang telah dapat
diselesaikan. Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan
praktik kefarmasian oleh Apoteker. Apoteker bertanggung jawab dalam
berjalannya pelayanan kefarmasian di Apotek
Pelayanan kefarmasian di Apotek merupakan bagian dari sistem
pelayanan kesehatan yang memiliki paradigma patient oriented yaitu pelayanan
berorientasi pada kepuasan pasien dalam menyediakan perbekalan sediaan
kefarmasian yang bermutu, aman dan terjangkau bagi masyarakat. Standar
Pelayanan Kefarmasian adalah tolak ukur yang dipergunakan sebagai pedoman
bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan kefarmasian.
Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung
jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud
mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Oleh
karena itu, untuk meningkatkan pelayanan kefarmasian yang berorientasi pada
keselamatan pasien diperlukan suatu pedoman sebagai acuan dalam pelayanan
kefarmasian.
Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya bagi semua pihak
yang terlibat dalam penyusunan pedoman ini.
PEDOMAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK
KLINIK RAWAT JALAN PRATAMA MITRA 12 JOMBANG

Dasar Hukum
1. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 2016
Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika
3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
5. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia 889/Menkes/Per/V/2011
Tentang Registrasi, Ijin Praktik, Dan Ijin Kerja.
7. Struktur Organisasi Klinik Rawat Jalan Pratama Mitra 12 Jombang
8. Struktur Organisasi Apotek

A. LATAR BELAKANG

PROFIL KLINIK
Pelayanan kefarmasian apotek merupakan bagian integral dari pelayanan
kesehatan dan merupakan wujud pelaksanaan Pekerjaan Kefarmasian berdasarkan
Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. Saat ini paradigma
pelayanan kefarmasian telah bergeser dari pelayanan yang berorientasi pada obat
(drug oriented) menjadi pelayanan yang berorientasi pada pasien (patient
oriented) yang mengacu pada azas Pharmaceutical Care. Kegiatan pelayanan
yang semula hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi bertambah
menjadi pelayanan yang komprehensif berbasis dengan tujuan meningkatkan
kualitas hidup pasien. Pengaturan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
bertujuan untuk meningkatkan mutu Pelayanan Kefarmasian, menjamin kepastian
hukum bagi tenaga kefarmasian, dan melindungi pasien dan masyarakat dari
penggunaan Obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient
safety).
Perubahan paradigma tersebut menuntut apoteker untuk meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan agar mampu berinteraksi dengan pasien dengan
baik sesuai ilmu kefarmasian dan juga berkomunikasi dengan tenaga kesehatan
lain secara aktif.

B. Tinjauan Pustaka

1. Apoteker
Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker
dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker. Dalam melakukan
pekerjaanya, seorang apoteker dibantu oleh Tenaga Teknis
Kefarmasian. Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang
membantu apoteker dalam menjalani Pekerjaan Kefarmasian, yang
terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, dan Analis Farmasi.
Menurut PP 51 Tahun 2009, pelayanan kefarmasian dari
pengelolaan obat sebagai komoditi kepada pelayanan yang
komprehensif dalam pengertian tidak hanya sebagai pengelola obat
namun mencakup pelaksanaan pemberian informasi untuk
keberhasilan pemakaian obat yang rasional, kepatuhan (compliance)
pasien ,kegiatan monitoring dan evaluasi pengobatan sehingga tercapai
tujuan terapi dengan meminimalkan kemungkinan terjadinya
kesalahan pengobatan (medication error).
Kepatuhan pasien telah ditentukan oleh beberapa hal antara lain
persepsi tentang kesehatan, pengalaman dalam swamedikasi, terapi
sebelumnya, faktor lingkungan, riwayat efek samping obat, faktor
ekonomi, interaksi dengan tenaga kesehatan dan informasi obat dari
apoteker. (Depkes RI, 2006)
C. RENCANA STRATEGIS
1. Filosofi
Pelayanan kefarmasian di Apotek merupakan tempat pengabdian di
bidang kefarmasian oleh tenaga profesi dengan berdasarkan pada
peraturan yang berlaku, dijalankan dengan profesional dan berpegang
teguh pada kode etik profesi. Hal ini untuk meningkatkan kualitas
mutu pelayanan kepada pasien.
2. Visi
Terwujudnya pelayanan farmasi yang berkualitas, aman, cepat,
nyaman dan bermutu dengan tenaga profesional
3. Misi
a. Mewujudkan pelayanan farmasi yang berkualitas melalui
penerapan asuhan kefarmasian
b. Meningkatkan mutu tenaga kefarmasian melalui
penyelenggaraan pelatihan dan seminar kefarmasian
4. Tujuan
a. Meningkatkan pelayanan kefarmasian secara optimal
b. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan kefarmasian berdasarkan
perundang-undangan, kode etik profesi, dan sumpah jabatan.
c. Menyediakan perbekalan farmasi yang bermutu, aman, terjangkau.
5. Strategi
Melakukan pelayanan kefarmasian yang bermutu disasarkan pada
Standar Pelayanan Farmasi Apotek.
a. Segi keuangan
b. Segi pelanggan
c. Segi proses bisnis internal
d. Segi pembelajaran dan pertumbuhan
i. Meningkatkan kompetensi Sumber Daya Manusia melalui
pendidikan dan pelatihan yang berkesinambungan
ii. Pemanfaatan teknologi untuk mendukung proses
pelayananan
iii. Melakukan monitoring dan evaluasi seluruh kegiatan pada
ketentuan yang sudah ditetapkan

B. KEBIJAKAN UMUM

1. Pelayanan Farmasi
Pelayanan Farmasi Apotek Ismu Farma memiliki dua peran :
a. Peran Manajerial, meliputi pemilihan, perencanaan, pengadaan,
penerimaan, penyimpanan, dan pendistribusian perbekalan farmasi dan
bertanggungjawab memberikan informasi semua kegiatan pekerjaan
kefarmasian di apotek.
b. Peran Fungsional, meliputi melakukan pengkajian dan pelayanan resep,
dispensing, pelayanan informasi obat, konseling, pemantauan terapi obat,
monitoring efek samping obat, evaluasi penggunaan obat, dan pelayanan
kefarmasian di rumah.
2. Organisasi
a. Tugas dan tanggung jawab
Tugas dan tanggungjawab apoteker di unit apotek ditetapkan oleh
direktur CV. Mitra Husada melalui proses evaluasi, analisa dan telaah
dengan mempertimbangkan mutu pelayanan. Apoteker dibantu oleh
tenaga teknis kefarmasian.
b. Administrasi dan pelaporan
Administrasi meliputi kegiatan pelayanan, administrasi perbekalan
kefarmasian, administrasi keuangan. Laporan rutin yang harus dibuat
adalah
i. Laporan jumlah resep harian dan bulanan
ii. laporan keuangan berdasar pemakaian obat harian dan bulanan
3. Sumber Daya Manusia
A. Kualifikasi dan Standar Kompetensi
SDM yang ada di Instalasi Farmasi meliputi :
a. Pekerjaan Kefarmasian meliputi Apoteker dan Tenaga Teknis
Kefarmasian
b. Pekerjaan Administrasi merupakan tenaga administrasi umum
merangkap TTK
c. Pekerjaan teknis pengelolaan perbekalan farmasi
Kompetensi yang dipersyaratkan :
i. Apoteker
- Profesional dan memegang kode etik
- Mampu menjadi problem solving (pemecah masalah)
- Berkontribusi dalam upaya preventif dan promotif
kesehatan
- Cakap dalam berorganisasi dan berkomunikasi serta
interaksi dengan tenaga kesehatan yang lain
- Mampu memperbarui terus menerus keilmuan
kefarmasian
ii. Tenaga Teknis Kefarmasian
- Mampu melakukan kegiatan dispensing sediaan obat
dengan profesional
- Mampu melakukan adminitrasi dengan teliti
- Mampu memberikan informasi obat dengan baik
-
B. Perencanaan dan Analisa SDM
Analisa SDM memperhatikan :
a. Permenkes No. 35 tahun 2014 tentang Pelayanan Kefarmasian di
Apotek
b. Jumlah resep
c. Volume perbekalan farmasi
d. Jumlah dan biaya pemakaian obat
e. Pendapatan
C. Pengadaan SDM
Pengadaan SDM dilakukan oleh bagian SDM CV. Mitra Husada
melalui proses evaluasi, analisa yang melibatkan Apoteker Pengelola
Apotek dan mengacu pada standar pelayanan kefarmasian yang
berlaku.
D. Orientasi dan Penempatan
Program orientasi karyawan baru dilakukan selama 3 bulan, setelah
menjalani masa orientasi, karyawan baru ditempatkan sesuai
kebutuhan.
E. Pengukuran kinerja
F. Pendidikan dan Pelatihan
Setiap karyawan dapat mengikuti pendidikan dan pelatihan
berkelanjutan baik yang diselenggarakan internal maupun eksternal
sesuai dengan kompetensi yang diharapkan. Bersama dengan bagian
SDM CV. MITRA HUSADA dan Apoteker Pengelola Apotek
merencanakan pengembangan SDM.
G. Evaluasi
Evaluasi terhadap manajemen SDM dilakukan setiap tahun sekali
untuk menilai efektivitas kebijakan.

4. FASILITAS DAN PERALATAN


A. BANGUNAN
Apotek harus memiliki luas bangunan yang cukup dan memenuhi
persyaratan teknis. Sehingga menjamin kelancaran pelaksanaan tugas
dan fungsi apotek dalam melayani pasien. Bangunan apotek sekurang-
kurangnya terdiri dari :
- Ruang tunggu yang nyaman
- Tempat informasi pasien (brosur, leaflet, dll)
- Tempat konseling bagi pasien
- lemari catatan medis
- ruang racik
- tempat sampah
- banguna apotek disertai sumber air yang memenuhi
syarat kesehatan, penerangan yang memadai, pemadam
lakebakaran (APAR), ventilasi dan sanitasi yang baik
serta papan praktik apoteker.
B. PERALATAN
Fasilitas peralatan memenuhi persyaratan yang ditetapkan terutama
untuk perlengkapan dispensing, pengukuran harus sensitif dengan
dilakukan kalibrasi untuk alat-alat tertentu setiap tahun. Peralatan
minimal yang harus tersedia :
a. Papan nama “apotek”
b. Ruang tunggu yang nyaman bagi pasien
c. Peralatan penunjang pelayanan kefarmasian, antara lain timbangan
gram dan miligram, mortir-stamper, gelas ukur, corong, rak alat-
alat, dan lain-lain
d. Tersedia tempat dan alat untuk mendisplai informasi obat bebas
dalam upaya penyuluhan pasien, misalnya untuk memasang poster,
tempat brosur, leaflet, booklet dan majalah kesehatan.
e. Tersedia sumber informasi dan literatur obat yang memadai untuk
pelayanan informasi obat. Antara lain Farmakope Indonesia edisi
terakhir, Informasi Spesialite Obat Indonesia (ISO)
f. Tersedia tempat dan alat untuk melakukan peracikan obat yang
memadai
g. Tempat penyimpanan obat khusus seperti lemari es untuk
supositoria, dan lemari terkunci untuk penyimpanan narkotika
sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
h. Tersedia kartu stok untuk masing-masing jenis obat
i. Tempat penyerahan obat yang memadai, yang memungkinkan
untuk melakukan pelayanan informasi obat.

5. Keuangan
A. Penyusunan anggaran
B. Pemanfaatan dan Pengendalian Anggaran
Pemanfaatan anggaran diupayakan seoptimal mungkin, evaluasi
anggaran dilakukan setiap 1 tahun sekali untuk melihat tingkat
realisassi pencapaian rencana kegiatan anggaran apotek.
Laporan keuangan yang dibuat oleh bagian keuangan meliputi :
- Laporan pendapatan dan pengeluaran apotek
6. Sistem Dokumentasi dan Informasi Manajemen
Penyimpanan dokumen (resep, faktur, surat pesanan, laporan, surat-surat)
a. Resep dan faktur disimpan 3 tahun dan kemudian dimusnahkan
b. Surat – surat, laporan – laporan, evaluasi kinerja dan administrasi
lainnya harus dikelola dengan baik, disimpan minimal 3 tahun atau
selama masih berlaku.
7. Manajemen Pengelolaan Perbekalan Farmasi
A. Seleksi (pemilihan obat) yang digunakan Apotek
a. Daftar Obat Standar
b. Formularium Obat
1. Pengertian
Merupakan proses kegiatan sejak dari meninjau masalah kesehatan
yang terjadi di Apotek, identifikasi pemilihan terapi, bentuk sediaan dan
dosis, menentukan pemilihan dengan memprioritaskan daftar obat standar
Apotek, obat esensial.
2. Tujuan
Proses seleksi bertujuan menjamin penggunaan obat yang rasional,
pengelolaan perbekalan farmasi yang efektif dan kualitas
perbekalan farmasi yang digunakan di unit pelayanan kesehatan.
3. Mekanisme seleksi
Seleksi dilakukan dengan memperhatikan pertimbangan berikut :
a. Relevan dengan pola penyakit
b. Aman dan efektif
c. Sesuai dengan formularium nasional BPJS
d.
4. Sistem Formularium
Formularium Apotek adalah daftar obat yang disetujui oleh Panitia
Farmasi dan Terapi untuk digunakan di Apotek dan dapat dievaluasi
dan disuplementasi pada setiap batas waktu yang ditentukan.
5. Monitoring dan evaluasi kepatuhan formularium
Monitoring terhadap pelaksanaan formularium dilakukan oleh
Apoteker Pengelola Apotek secara berkala meliputi kesesuaian
penulisan resep dengan formularium dan penulisan obat di luar
formularium.
6. Evaluasi terhadap proses seleksi dilakukan setiap tahun sekali
meliputi:
a. Persentase kepatuhan terhadap formularium
b. Persentase kepatuhan terhadap SOP form pengusulan obat baru
B. Procurement (Perencanaan, Pengadaan)
1. Perbekalan farmasi yang diadakan di Apotek adalah sesuai dengan
daftar formularium dan perbekalan lain diluar formularium
2. Perencanaan perbekalan farmasi dilakukan oleh Apoteker
Pengelola Apotek dibantu oleh asisten apoteker menggunakan
metode konsumsi dengan penyesuaian.
3. Perhitungan perencanaan bulanan dilakukan setiap akhir bulan
menggunakan data konsumsi, dengan mempertimbangkan :
a. Sisa stok
b. Kejadian stock out
c. Wabah penyakit
Pengadaan dilakukan oleh Apoteker Pengelola Apotek dan apabila
berhalangan dapat didelegasikan kepada Tenaga Teknis
Kefarmasian dengan tanggung jawab sepenuhnya berada di tangan
Apoteker.
4. Sistem pembelian perbekalan farmasi di Apotek dilakukan dengan
sistem pembelian langsung (direct procurement), dilakukan setiap
hari kerja. Pembelian menggunakan surat pesanan yang
ditandatangani Apoteker dan berstempel apotek.
5. Distributor obat yang dipilih adalah pemasok yang harus
memenuhi standar mutu dengan memenuhi persyaratan sebagai
berikut :
a. Memiliki ijin sebagai PBF (Pedagang Besar Farmasi) dari
BPOM
b. Memiliki NPWP
c. Memiliki Apoteker PenanggungJawab
d. Memiliki surat tanda daftar perusahaan
e. Memberikan jaminan pelayanan :
- Jaminan ketersediaan obat
- Informasi yang jelas mengenai nama produk, harga,
kadaluarsa, penarikan obat dll
- Memiliki kebijakan yang jelas mengenai retur obat
- Pengiriman tepat waktu,
- Memberikan pembayaran yang jatuh tempo dengan
fleksibel
f. Apotek akan melakukan pemesanan kepada apotek lain jika
terjadi hal-hal di bawah ini :
- Keterlambatan pengiriman obat dari PBF resmi
- Obat diluar formularium
g. Monitoring dan evaluasi proses pengadaan dilakukan setiap
bulan meliputi :
- Kesesuaian SOP pengadaan dengan kenyataan
- Kesesuaian lead time yang ditargetkan
- Persentase obat yang tidak dapat dilayani sesuai surat
pesanan
C. Penyimpanan
Untuk penyimpanan perbekalan farmasi di Apotek Ismu Farma
dibedakan menurut sediaannya, alfabetis dan suhu yang menjamin
mutu obat. Obat narkotik dan psikotropik harus disimpan dalam lemari
tersendiri dan selalu terkunci, dan hanya petugas yang berwenang yang
berhak mengambil dan melakukan adminitrasi obat-obatan narkotik
dan psikotropik. Bahan yang mudah terbakar, korosif, eksplosif dan
iritatif disimpan di tempat tersendiri terpisah dari obat lain.
Perbekalan farmasi dikeluarkan berdasarkan sistem FIFO (Fisrt in Fisrt
out) dimana obat yang datang dahulu harus dikeluarkan lebih dahulu,
dan FEFO (First Expired First Out) dimana obat yang kadaluarsa lebih
dekat lebih dulu dikeluarkan.
Monitoring terhadap penyimpanan, suhu dan kelembapan dilakukan
setiap hari.
D. Distribusi
Distribusi dilakukan secara dispensing peresepan perseorangan dimana
sebelum obat di racik dan diserahkan kepada pasien harus divalidasi
dengan cara dilakukan pangkajian resep terlebih dahulu. Penyerahan
obat harus dilengkapin dengan pemberian informasi aturan pakai obat
dan lama terapi, penyimpanan.
Jika terjadi medication error, atau dispensing error maka perlu
dilakukan pelaporan kepada tim keselamatan pasien dan dilakukan
tindak lanjut.
Monitoring dan evaluasi proses dispensing dilakukan setiap bulan,
meliputi :
1. Average consultation time : rata –rata waktu yang digunakan dalam
konsultasi/pemberian informasi obat.
2. Average dispensing time : rata – rata waktu yang digunakan untuk
memberikan pelayanan sejak resep diterima sampai obat yang
diberikan kepada pasien disertai informasi obat
3. Kepuasan pelanggan (internal : tenaga kesehatan, eksternal :pasien)
4. Kejadian salah menyerahkan obat
5. Kejadian salah peresepan
6. Laporan penggunaan narkotika dan psikotropika
E. Keselamatan pasien dalam proses penyerahan dan penggunaan obat
harus diperhatikan dan upaya – upaya pencegahan kejadian nyaris
cedera (KNC) dan kejadian tidak dikehendaki (KTD). Apabila terjadi
kesalahan dalam penyerahan obat atau penggunaan obat, Apotek harus
mengambil langkah – langkah guna meminimalisir cedera dan
melaporkan kejadian tersebut kepada tim keselamatan pasien.
F. Program pendidikan, pelatihan dan penelitian
Pendidikan dan pelatihan di Apotek Ismu Farma merupakan kegiatan
pengembangan SDM untuk meningkatkan kompetensi profesi tenaga
kefarmasian. Hal ini digunakan untuk meningkatkan pelayanan
kefarmasian di Apotek.
G. Pengendalian Mutu (Quality Assurance)
Merupakan kegiatan pengawasan, pemeliharaan dan audit terhadap
pengelolaan perbekalan farmasi untuk menjamin mutu, mencegah
kehilangan, kadaluarsa, dan rusak.
KAT
A
SAM
BUT
AN
DIREKTUR JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN
ALAT KESEHATAN

Pelayanan kefarmasian merupakan bagian integral dari sistem


pelayanan kesehatan termasuk didalamnya pelayanan kefarmasian di Puskesmas
yang merupakan unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota. Dengan
makin kompleksnya upaya pelayanan kesehatan khususnya masalah terapi
obat, telah menuntut kita untuk memberikan perhatian dan orientasi pelayanan
farmasi kepada pasien. Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan
mutu pelayanan kefarmasian, namun kenyataannya dari monitoring yang pernah
dilakukan menunjukkan bahwa pelayanan kefarmasian di Puskesmas belum
diterapkan secara optimal. Beberapa faktor yang menjadi penyebabnya antara
lain karena belum adanya standar, kemampuan tenaga farmasi serta pihak-pihak
yang terkait tentang pelayanan kefarmasian maupun kebijakan manajemen dari
Puskesmas itu sendiri serta pelaksana pelayanan kefarmasian di Puskesmas
belum semuanya apoteker atau asisten apoteker sehingga memberikan dampak
terhadap mutu pelayanan kesehatan. Oleh sebab itu tenaga farmasi dituntut
untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku agar dapat
langsung berinteraksi dengan pasien. Buku ini sangat penting dalam rangka
penerapan paradigma pelayanan kefarmasian, yaitu konsep Pharmaceutical
Care yang sesuai dengan tuntutan masyarakat yang mengharuskan adanya
perubahan pelayanan dari drug oriented ke patient orinted, namun dalam
pelaksanaan pedoman ini juga sangat perlu didukung oleh komitmen dan
kemauan tenaga farmasi dalam menjalankannya. Dengan tersusunnya buku
Pedoman Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas ini
diharapkan dapat membantu meningkatkan pengetahuan dan wawasan tenaga farmasi di
Puskesmas dalam melaksanakan pelayanan obat yang baik dan benar. Akhir kata kepada
semua pihak yang telah memberikan bantuan dalam penyusunan Pedoman Pelayanan
Kefarmasian di Puskesmas diucapkan
terima kasih yang sebesar-
besarnya
Jakarta, November 2006
Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

Drs. Richard Panjaitan, Apt,


SKM NIP. 470034655

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN


ALAT KESEHATAN NOMOR:HK.00.DJ.II.924
TENTANG PEMBENTUKAN TIM PENYUSUN PEDOMAN
PELAYANAN
KEFARMASIAN DI
PUSKESMAS

Menimbang : a. bahwa pembangunan di bidang Pelayanan Kefarmasian bertujuan


untuk meningkatkan mutu dan efisiensi pelayanan kesehatan ;
b. bahwa untuk meningkatkan mutu dan efisiensi Pelayanan
Kefarmasian di
Puskesmas perlu disusun Pedoman Pelayanan Kefarmasian di
Puskesmas ;
c. bahwa dalam penyusunan pedoman tersebut perlu dibentuk Tim
Penyusun
Pedoman Pelayanan Kefarmasian di
Puskesmas;
Mengingat : 1. Undang – Undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran
Negara
Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3495);
2. Undang – Undang Nomor 5 tahun 1997 tentang
Psikotropika;
3. Undang- Undang No.22 tahun 1997 tentang
Narkotika;
4. Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan
Farmasi dan Alat Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 138,
Tambahan Lembaran
Negara Nomor
3871);
5. Peraturan Pemerinath Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan
Pemerintah dan
Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonomi (Lembaran Negara
Tahun 2000
Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3952);
6. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1747/Menkes/SK/XII/2000
tentang Pedoman Penetapan Standar Pelayanan Bidang Kesehatan di
Kabupaten/Kota; 7. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
1575/Menkes/Per/XI/2005 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan
MEMUTUSKAN

Menetapkan
: KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN
ALAT KESEHATAN TENTANG TIM PENYUSUN PEDOMAN
PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS
Pertama : Membentuk nama-nama anggota Tim Penyusunan Pedoman Pelayanan
Kefarmasian
di Puskesmas dengan susunan sebagai berikut :
Penanggung jawab : Drs. Abdul Muchid, Apt
Ketua : Sri Bintang Lestari, S,Si,
Apt Sekretaris : Dwi Retnohidayani
Anggota : 1.Dra. Fatimah Umar, Apt, MM
2. Dra. Rida Wurjati, Apt, MKM
3.Dra. Siti Nurul Istiqomah, Apt
4.Dra. Nur Ratih Purnama, Apt, M.
5.DR. Sudibyo Supardi, Apt, M.Kes
6.Drs. Masrul,
Apt
7.Dra. Rostilawati Rahim, Apt
8. Dra. Kusumawati, Apt, M.Kes
9. Ully Adhie Mulyani, S.Si, Apt
10.Monita, S.Farm,
Apt
11. Dra. Hardiah Djuliani, Apt, M.Kes
12. Dra. Wirna Rabungan, Apt
13.Dra. Tisna Misnawati, Apt
14.Drs. Gunawan Kartasasmita, Apt
15. Drs. Arel St. Iskandar, Apt, MM
16.Dra. Kapureni,
Apt
17.Drs. Edward Tudor Dwinov, Apt
18.Drs. Zulkifli, Apt, M.Kes
19.Andi Leny S, S.Si,
Apt
20.Fachriah Syamsuddin, S.Si,
Apt
21.Fitra Budi Astuti, S.Si, Apt
22.Yuyun Yuniar, S.Si, Apt
Sekretariat : Chaeruddin Yully E. Sitepu, B.Sc Siti Martati
Kedua : Tugas – tugas Tim :
a. Mengadakan rapat-rapat persiapan dan koordinasi pihak
terkait b. Menyusun draft Pedoman Pelayanan Kefarmasian di
Puskesmas
c. Menyelenggarakan pertemuan penyempurnaan
draft
Ketiga : Dalam menjalankan tugas-tugasnya Tim dapat mengundang
pihak-pihak lain yang terkait untuk mendapat masukan dalam
penyempurnaan guna
mendapat hasil yang optimal.
Keempat : Biaya Penyelenggaraan kegiatan dibebankan pada DIPA
Peningkatan
Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tahun Anggaran
2006.
Kelima : Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan dan apabila di kemudian hari
ternyata
terdapat kekeliruan dalam keputusan ini akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di JAKARTA
Pada tanggal : November 2006
DIREKTUR JENDERAL
BINA KEFARMASIAN DANALAT
KESEHATAN

DRS. RICHARD PANJAITAN,


APT,SKM NIP. 470 034 655
DAFTAR
ISI

Halaman
DAFTAR ISI…………………………………………………………………….. i
KATA PENGANTAR.......... ………………………………………………….…ii
SAMBUTAN DIRJEN BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN....iii
SK TIM PENYUSUNAN PEDOMAN PELAYANAN
KEFARMASIAN DI
PUSKESMAS……………………………….............…………………..............vi

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ....…...………………………………………...
1.2. Tujuan …………………………………………………............
1.3.Landasan Hukum ...........
.…………………………...……........ BAB II
PENGELOLAAN SUMBER DAYA
2.1. Sumber Daya Manusia………….………………….………......
2.2. Prasarana dan Sarana …….………………….………...............
2.3. Sediaan Farmasi dan Perbekalan Kesehatan ..............................
2.4. Administrasi
............................................................................... BAB III
PELAYANAN FARMASI KLINIK
3.1. Pelayanan Resep……………………………….………..........
3.2. Pelayanan Informasi Obat ……….………...............................
.BAB IV MONITORING DAN EVALUASI
……………………………….... BAB V
PENUTUP………………………………….………..........................
BAB V
KOSA KATA
DAFTAR KEPUSTAKAAN 19 21
Halaman DAFTAR
LAMPIRAN
Lampiran 1 Prosedur Tetap Pelayanan
Kefarmasian ƒ
Prosedur Tetap Penerimaan Resep
.................................................... ƒ
Prosedur Tetap Peracikan
Obat.......................................................... ƒ Prosedur Tetap
Penyerahan Obat....................................................... ƒ Prosedur
Tetap Pelayanan Informasi Obat......................................... ƒ
Prosedur Tetap Penanganan Obat Rusak atau
Kadaluarsa................. ƒ Prosedur Tetap Pencatatan dan
Penyimpanan Resep......................... ƒ Prosedur Tetap
Pemusnahan Resep...................................................
Lampiran 2 Contoh Resep Yang
Lengkap............................................................... Lampiran 3 Contoh
Etiket........................................................................................ Lampiran 4
Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO/LB2)......
Lampiran 5 Berita Acara Pemusnahan Resep
........................................................ Lampiran 6 Daftar Tilik Pelayanan
Kefarmasian di Puskesmas ............................

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar
belakang

Puskesmas adalah Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang


bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja.
Secara nasional standar
wilayah kerja Puskesmas adalah satu kecamatan. Apabila di satu kecamatan terdapat lebih
dari satu Puskesmas, maka tanggung jawab wilayah kerja dibagi antar Puskesmas
dengan memperhatikan keutuhan konsep wilayah yaitu desa/ kelurahan atau dusun/rukun
warga (RW). Visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh Puskesmas adalah
tercapainya kecamatan sehat. Kecamatan sehat mencakup 4 indikator utama, yaitu
lingkungan sehat, perilaku sehat, cakupan pelayanan kesehatan yang bermutu dan derajat
kesehatan penduduk. Misi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan Puskesmas adalah
mendukung tercapainya misi pembangunan kesehatan nasional dalam rangka mewujudkan
masyarakat mandiri dalam hidup sehat. Untuk mencapai visi tersebut, Puskesmas
menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat. Dalam
menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat, Puskesmas
perlu ditunjang dengan pelayanan kefarmasian yang bermutu. Pelayanan kefarmasian pada
saat ini telah berubah paradigmanya dari orientasi obat kepada pasien yang mengacu pada
asuhan kefarmasian (Pharmaceutical Care). Sebagai konsekuensi perubahan orientasi tersebut,
apoteker/asisten apoteker sebagai tenaga farmasi dituntut untuk meningkatkan pengetahuan,
keterampilan dan perilaku agar dapat berinteraksi langsung dengan pasien. Pelayanan
kefarmasian meliputi pengelolaan sumber daya (SDM, sarana prasarana, sediaan farmasi dan
perbekalan kesehatan serta administrasi) dan pelayanan farmasi klinik (penerimaan resep,
peracikan obat, penyerahan obat, informasi obat dan pencatatan/penyimpanan resep) dengan
memanfaatkan tenaga, dana, prasarana, sarana dan metode tatalaksana yang sesuai dalam
upaya mencapai tujuan yang ditetapkan.

1.2.
Tujuan
Tujuan Umum : Terlaksananya pelayanan kefarmasian yang bermutu di Puskesmas
Tujuan Khusus : - Sebagai acuan bagi apoteker dan asisten apoteker untuk
melaksanakan
pelayanan kefarmasian di Puskesmas - Sebagai pedoman bagi Dinas Kesehatan dalam
pembinaan pelayanan kefarmasian di Puskesmas
1.3. Landasan Hukum
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan
- Bab I pasal 1
Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian
mutu
sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan
distribusi obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter,
pelayanan informasi obat
serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.
- Bab V pasal 42

Pekerjaan kefarmasian harus dilakukan dalam rangka menjaga mutu


sediaan farmasi yang beredar.
- Bab VI pasal 63
Pekerjaan kefarmasian dalam pengadaan, produksi, distribusi dan
pelayanan
sediaan farmasi harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu.
- Bab X pasal 82
Barangsiapa yang tanpa keahlian dan kewenangan dengan sengaja
melakukan pekerjaan kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam pasal 63
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau
pidana denda paling banyak Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah).

2. Undang-Undang Nomor 5 tahun 1997 tentang Psikotropika


3. Undang-Undang Nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika
4. Ordonansi Obat Berkhasiat Keras (Sterekwerkende geenesmiddelen ordonantie Stb.1949
/no.419)
5. Kepmenkes No. 125/Kab/B VII/th 1971 tentang Wajib Daftar Obat
6. Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN)

BAB II PENGELOLAAN SUMBER


DAYA
2.1. Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia untuk melakukan pekerjaan kefarmasian di Puskesmas adalah
apoteker (Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan). Kompetensi
apoteker di Puskesmas sebagai berikut:

- Mampu menyediakan dan memberikan pelayanan kefarmasian yang bermutu


Mampu mengambil keputusan secara professional
- Mampu berkomunikasi yang baik dengan pasien maupun profesi kesehatan
lainnya
dengan menggunakan bahasa verbal, nonverbal maupun bahasa local
- Selalu belajar sepanjang karier baik pada jalur formal maupun informal,
sehingga
ilmu dan keterampilan yang dimiliki selalu baru (up to date). Sedangkan
asisten apoteker hendaknya dapat membantu pekerjaan apoteker dalam
melaksanakan pelayanan kefarmasian tersebut.

2.2. Prasarana dan Saran


Prasarana adalah tempat, fasilitas dan peralatan yang secara tidak langsung
mendukung pelayanan kefarmasian, sedangkan sarana adalah suatu tempat, fasilitas dan
peralatan yang secara
langsung terkait dengan pelayanan kefarmasian. Dalam upaya mendukung pelayanan
kefarmasian di Puskesmas diperlukan prasarana dan sarana yang memadai disesuaikan
dengan kebutuhan masing- masing Puskesmas dengan memperhatikan luas cakupan,
ketersediaan ruang rawat inap, jumlah karyawan, angka kunjungan dan kepuasan pasien.
Prasarana dan sarana yang harus dimiliki Puskesmas untuk meningkatkan kualitas
pelayanan kefarmasian adalah sebagai berikut :

- Papan nama “apotek” atau “kamar obat” yang dapat terlihat jelas oleh pasien
- Ruang tunggu yang nyaman bagi pasien
- Peralatan penunjang pelayanan kefarmasian, antara lain timbangan gram dan
miligram, mortir-stamper, gelas ukur, corong, rak alat-alat, dan lain-lain
- Tersedia tempat dan alat untuk mendisplai informasi obat bebas dalam upaya
penyuluhan pasien, misalnya untuk memasang poster, tempat brosur, leaflet,
booklet dan majalah kesehatan.
- Tersedia sumber informasi dan literatur obat yang memadai untuk pelayanan
informasi obat. Antara lain Farmakope Indonesia edisi terakhir, Informasi
Spesialite Obat
Indonesia (ISO) dan Informasi Obat Nasional Indonesia (IONI).
- Tersedia tempat dan alat untuk melakukan peracikan obat yang memadai
- Tempat penyimpanan obat khusus seperti lemari es untuk supositoria,
serum dan vaksin, dan lemari terkunci untuk penyimpanan narkotika sesuai
dengan peraturan
perundangan yang berlaku.
- Tersedia kartu stok untuk masing-masing jenis obat atau komputer agar
pemasukan
dan pengeluaran obat, termasuk tanggal kadaluarsa obat, dapat dipantau dengan
baik.
- Tempat penyerahan obat yang memadai, yang memungkinkan untuk
melakukan
pelayanan informasi obat.

2.3. Sediaan Farmasi dan Perbekalan Kesehatan


Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetik.
Perbekalan kesehatan adalah semua bahan selain obat dan peralatan yang diperlukan
untuk menyelenggarakan kesehatan. Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan
kesehatan (Lihat pada Buku Pedoman Obat Publik dan Perbekalan Obat di Puskesmas,
Ditjen Yanfar dan Alkes,
2004).
2.4. Administrasi
Administrasi adalah rangkaian aktivitas pencatatan, pelaporan, pengarsipan
dalam rangka penatalaksanaan pelayanan kefarmasian yang tertib baik untuk sediaan
farmasi dan perbekalan kesehatan maupun pengelolaan resep supaya lebih mudah
dimonitor dan dievaluasi. Administrasi untuk sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan
meliputi semua tahap pengelolaan dan pelayanan kefarmasian, yaitu : - Perencanaan -
Permintaan obat ke instalasi farmasi kabupaten/ kota - Penerimaan - Penyimpanan
mengunakan kartu stok atau komputer - Pendistribusian dan pelaporan menggunakan
form LP-LPO. Administrasi untuk resep meliputi pencatatan jumlah resep berdasarkan
pasien (umum, miskin, asuransi), penyimpanan bendel
resep harian secara teratur selama 3 tahun dan pemusnahan resep yang dilengkapi
dengan berita
acara. Pengadministrasian termasuk juga untuk:
- Kesalahan pengobatan (medication error)
- Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
- Medication Record

BAB III PELAYANAN FARMASI KLINIK


3.1. Pelayanan
Resep
Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter hewan
kepada apoteker untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai
peraturan perundangan yang berlaku.Pelayanan resep adalah proses kegiatan yang
meliputi aspek teknis dan non teknis yang harus dikerjakan mulai dari penerimaan
resep, peracikan obat sampai dengan penyerahan
obat kepada pasien. Pelayanan resep dilakukan sebagai berikut :
3.1.1. Penerimaan
Resep
Setelah menerima resep dari pasien, dilakukan hal-hal sebagai berikut :
a. Pemeriksaan kelengkapan administratif resep, yaitu : nama dokter, nomor
surat izin praktek (SIP), alamat praktek dokter, paraf dokter, tanggal, penulisan
resep, nama obat, jumlah obat, cara penggunaan, nama pasien, umur pasien,
dan jenis kelamin
pasien
b. Pemeriksaan kesesuaian farmasetik, yaitu bentuk sediaan, dosis, potensi,
stabilitas,
cara dan lama penggunaan obat.
c. Pertimbangkan klinik, seperti alergi, efek samping, interaksi dan
kesesuaian dosis. d. Konsultasikan dengan dokter apabila ditemukan keraguan
pada resep atau obatnya
tidak tersedia
3.1.2. Peracikan Obat
Setelah memeriksa resep, dilakukan hal-hal sebagai berikut :
a. Pengambilan obat yang dibutuhkan pada rak penyimpanan menggunakan
alat,
dengan memperhatikan nama obat, tanggal kadaluwarsa dan keadaan
fisik obat b. Peracikan obat
c. Pemberian etiket warna putih untuk obat dalam/oral dan etiket warna biru
untuk
obat luar, serta menempelkan label “kocok dahulu” pada sediaan obat dalam
bentuk larutan
d. Memasukkan obat ke dalam wadah yang sesuai dan terpisah untuk obat
yang
berbeda untuk menjaga mutu obat dan penggunaan yang salah
3.1.3. Penyerahan Obat
Setelah peracikan obat, dilakukan hal-hal sebagai berikut :
a. Sebelum obat diserahkan kepada pasien harus dilakukan pemeriksaan kembali
mengenai
penulisan nama pasien pada etiket, cara penggunaan serta jenis dan jumlah obat.
b. Penyerahan obat kepada pasien hendaklah dilakukan dengan cara yang baik dan
sopan,
mengingat pasien dalam kondisi tidak sehat mungkin emosinya kurang
stabil. c. Memastikan bahwa yang menerima obat adalah pasien atau
keluarganya
d. Memberikan informasi cara penggunaan obat dan hal-hal lain yang terkait dengan obat
tersebut, antara lain manfaat obat, makanan dan minuman yang harus dihindari,
kemungkinan efek samping, cara penyimpanan obat, dll.
3.2. Pelayanan Informasi Obat
Pelayanan Informasi obat harus benar, jelas, mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis,
bijaksana dan terkini sangat diperlukan dalam upaya penggunaan obat yang rasional
oleh pasien. Sumber informasi obat adalah Buku Farmakope Indonesia, Informasi
Spesialite Obat Indonesia (ISO), Informasi Obat Nasional Indonesia (IONI),
Farmakologi dan Terapi, serta buku-buku lainnya. Informasi obat juga dapat
diperoleh dari setiap kemasan atau brosur obat yang berisi :

- Nama dagang obat jadi


- Komposisi
- Bobot, isi atau jumlah tiap wadah
- Dosis pemakaian
- Cara pemakaian
- Khasiat atau kegunaan
- Kontra indikasi (bila ada)
- Tanggal kadaluarsa
- Nomor ijin edar/nomor registrasi
- Nomor kode produksi
- Nama dan alamat industri

Informasi obat yang diperlukan pasien adalah :


a. Waktu penggunaan obat, misalnya berapa kali obat digunakan dalam sehari,
apakah di waktu pagi, siang, sore, atau malam. Dalam hal ini termasuk apakah
obat diminum
sebelum atau sesudah makan.
b. Lama penggunaan obat, apakah selama keluhan masih ada atau harus
dihabiskan
meskipun sudah terasa sembuh. Obat antibiotika harus dihabiskan untuk
mencegah timbulnya resistensi.
c. Cara penggunaan obat yang benar akan menentukan keberhasilan
pengobatan. Oleh karena itu pasien harus mendapat penjelasan mengenai cara
penggunaan obat yang benar terutama untuk sediaan farmasi tertentu seperti
obat oral obat tetes mata, salep mata, obat tetes hidung, obat semprot hidung,
tetes telinga, suppositoria dan krim/salep rektal dan tablet vagina. Berikut ini
petunjuk mengenai cara penggunaan obat :

Petunjuk Pemakaian Obat Oral (pemberian obat melalui mulut) ƒ


Adalah cara yang paling lazim, karena sangat praktis, mudah dan aman. Yang
terbaik
adalah minum obat dengan segelas air ƒ
Ikuti petunjuk dari profesi pelayan kesehatan

- (saat makan atau saat perut kosong)


- Minum obat saat makan
- Minum obat sebelum makan
- Minum obat setelah makan ƒ
Obat untuk kerja diperlama (long acting) harus ditelan seluruhnya. Tidak
boleh
dipecah atau dikunyah ƒ Sediaan cair, gunakan sendok obat atau alat
lain yang telah diberi ukuran untuk ketepatan dosis. J
angan gunakan sendok rumah tangga. ƒ
Jika penderita sulit menelan sediaan obat yang dianjurkan oleh dokter
minta
pilihan bentuk sediaan lain. Petunjuk Pemakaian obat oral untuk
bayi/anak balita : ƒ Sediaan cair untuk bayi dan balita harus jelas
dosisnya, gunakan sendok takar dalam kemasan obatnya. ƒ Segera
berikan minuman yang
disukai anak setelah pemberian obat yang terasa tidak enak/pahit,
Petunjuk Pemakaian Obat Tetes Mata ƒ
o Ujung alat penetes jangan tersentuh oleh benda apapun (termasuk
mata)
dan selalu ditutup rapat setelah digunakan.
o Untuk glaukoma atau inflamasi, petunjuk penggunaan yang tertera
pada
kemasan harus diikuti dengan benar.
o Cara penggunaan adalah
Cuci tangan ,kepala ditengadahkan, dengan jari telunjuk kelopak
mata bagian bawah ditarik ke bawah untuk membuka kantung
konjungtiva, obat diteteskan pada kantung konjungtiva dan mata
ditutup selama 1-2 menit, jangan mengedip. ƒ Ujung mata dekat
hidung ditekan selama 1-2 menit.Tangan dicuci untuk
menghilangkan obat yang mungkin terpapar pada tangan.

Petunjuk Pemakaian Obat Salep Mata ƒ

Ujung tube salep jangan tersentuh oleh benda apapun (termasuk mata). ƒ Cara
penggunaan adalah cuci tangan, kepala ditengadahkan, dengan jari telunjuk
kelopak mata bagian bawah ditarik ke bawah untuk membuka kantung
konjungtiva, tube salep mata ditekan hingga salep masuk dalam kantung
konjungtiva dan mata ditutup selama
1-2 menit. Mata digerakkan ke kiri-kanan, atas-bawah. ƒ Setelah digunakan,
ujung kemasan salep diusap dengan tissue bersih (jangan dicuci dengan air
hangat) dan wadah salep ditutup rapat ƒ Tangan dicuci untuk menghilangkan
obat yang mungkin terpapar pada tangan

Petunjuk Pemakaian Obat Tetes Hidung ƒ


Hidung dibersihkan dan kepala ditengadahkan bila penggunaan obat dilakukan
sambil berdiri dan duduk atau penderita cukup berbaring saja. ƒ Kemudian
teteskan obat
pada lubang hidung dan biarkan selama beberapa menit agar obat dapat tersebar
dalam hidung ƒ Untuk posisi duduk, kepala ditarik dan ditempatkan diantara
dua paha ƒ Setelah digunakan, alat penetes dibersihkan dengan air panas dan
keringkan dengan tissue bersih.

Petunjuk Pemakaian Obat Semprot Hidung ƒ

Hidung dibersihkan dan kepala tetap tegak. Kemudian obat disemprotkan ke


dalam lubang hidung sambil menarik napas dengan cepat. ƒ Untuk posisi
duduk, kepala ditarik dan ditempatkan diantara dua paha ƒ Setelah
digunakan, botol alat semprot dicuci dengan air hangat tetapi jangan sampai
air masuk ke dalam botol kemudian dikeringkan dengan tissue bersih.

Pemakaian Obat Tetes Telinga ƒ

Ujung alat penetes jangan menyentuh benda apapun termasuk telinga ƒ Cuci
tangan sebelum menggunakan obat tetes telinga ƒ Bersihkan bagian luar
telinga dengan cotton bud/kapas bertangkai pembersih telinga. ƒ Jika sediaan
berupa suspensi, sediaan harus dikocok terlebih dahulu ƒ Cara penggunaan
adalah penderita berbaring miring dengan telinga yang akan ditetesi obat
menghadap ke atas. Untuk membuat lubang telinga lurus sehingga mudah
ditetesi maka bagi penderita dewasa daun
telinga ditarik ke atas dan ke belakang, sedangkan bagi anak-anak daun telinga
ditarik ke bawah dan ke belakang. Kemudian obat diteteskan dan biarkan
selama 5 menit ƒ Bersihkan ujung penetes dengan tissue bersih.

Petunjuk Pemakaian Obat Supositoria ƒ

Cuci tangan, suppositoria dikeluarkan dari kemasan, suppositoria dibasahi


dengan air. ƒ Penderita berbaring dengan posisi miring, dan suppositoria
dimasukkan ke dalam rektum. ƒ Masukan supositoria dengan cara bagian
ujung supositoria didorong dengan ujung jari sampai melewati otot sfingter
rektal; kira-kira ½ - 1 inchi pada bayi dan 1 inchi pada dewasa. ƒ Jika
suppositoria terlalu lembek untuk dapat dimasukkan, maka sebelum digunakan
sediaan ditempatkan dalam lemari pendingin selama 30 menit kemudian
tempatkan pada air mengalir sebelum kemasan dibuka ƒ Setelah penggunaan
suppositoria, tangan penderita dicuci bersih.
Petunjuk Pemakaian Obat Krim/Salep rektal ƒ
Bersihkan dan keringkan daerah rektal, kemudian masukkan salep atau krim
secara perlahan ke dalam rektal. ƒ Cara lain adalah dengan menggunakan
aplikator. Caranya adalah aplikator dihubungkan dengan wadah salep/krim
yang sudah dibuka,
kemudian dimasukkan ke dalam rektum dan sediaan ditekan sehingga
salep/krim keluar. Buka aplikator dan cuci bersih dengan air hangat dan
sabun. Tidak Untuk Ditelan ƒ Setelah penggunaan, tangan penderita
dicuci bersih

Petunjuk Pemakaian Obat Vagina ƒ

Cuci tangan sebelum menggunakan obat dan gunakan aplikator sesuai


dengan petunjuk penggunaan yang tertera pada kemasan harus diikuti dengan
benar. ƒ Jika penderita hamil, maka sebelum menggunakan obat sebaiknya
berkonsultasi terlebih dahulu dengan profesional perawatan kesehatan. ƒ
Penderita berbaring dengan kedua kaki direnggangkan dan dengan
menggunakan aplikator obat dimasukkan ke dalam vagina sejauh mungkin
tanpa dipaksakan dan biarkan selama beberapa waktu. ƒ Setelah penggunaan,
aplikator dan tangan penderita dicuci bersih dengan sabun dan air hangat.

d. Efek yang akan timbul dari penggunaan obat yang akan dirasakan,
misalnya berkeringat, mengantuk, kurang waspada, tinja berubah warna, air
kencing berubah warna dan sebagainya

e. Hal-hal lain yang mungkin timbul, misalnya

- efek samping obat, interaksi obat dengan obat lain atau makanan
tertentu, dan kontraindikasi obat tertentu dengan diet rendah kalori,
kehamilan, dan menyusui.

- Efek samping obat adalah setiap respons obat yang merugikan dan tidak
diharapkan serta terjadi karena penggunaan obat dengan dosis atau takaran
normal.

- Salah guna obat adalah penggunaan bermacam-macam obat tetapi


efeknya tidak sesuai, tidak rasional, tidak tepat dan tidak efektif.
- Bahaya salah guna obat antara lain menimbulkan efek samping yang
tidak diinginkan, pengeluaran untuk obat menjadi lebih banyak atau
pemborosan, tidak bermanfaat atau menimbulkan ketagihan.

f. Cara penyimpanan obat

Penyimpanan Obat secara Umum adalah :


a. Ikuti petunjuk penyimpanan pada label/ kemasan

b. Simpan obat dalam kemasan asli dan dalam wadah tertutup

rapat. c. Simpan obat pada suhu kamar dan hindari sinar

matahari langsung. d. Jangan menyimpan obat di tempat panas

atau lembab.

e. Jangan menyimpan obat bentuk cair dalam lemari pendingin agar


tidak beku, kecuali jika tertulis pada etiket obat.

f. Jangan menyimpan obat yang telah kadaluarsa atau rusak.

g. Jangan meninggalkan obat di dalam mobil untuk jangka waktu

lama. h. Jauhkan obat dari jangkauan anak-anak.

Beberapa sistem yang umum dalam pengaturan obat :

a. Alfabetis berdasarkan nama generik Obat disimpan berdasarkan urutan


alfabet nama generiknya. Saat menggunakan sistem ini, pelabelan harus
diubah ketika daftar obat esensial direvisi atau diperbaharui.

b. Kategori terapetik atau farmakologi Obat disimpan berdasarkan indikasi


terapetik dan kelas farmakologinya.

c. Bentuk sediaan Obat mempunyai bentuk sediaan yang berbeda-beda,


seperti sirup, tablet, injeksi, salep atau krim. Dalam sistem ini, obat disimpan
berdasarkan bentuk sediaannya. Selanjutnya metode-metode pengelompokan
lain dapat digunakan untuk mengatur obat secara rinci.

d. Frekuensi penggunaan Untuk obat yang sering digunakan (fast moving)


seharusnya disimpan pada ruangan yang dekat dengan tempat penyiapan obat.

Kondisi Penyimpanan Khusus

Beberapa obat perlu disimpan pada tempat khusus untuk memudahkan


pengawasan, yaitu.
o Obat golongan narkotika dan psikotropika masing-masing
disimpan dalam lemari khusus dan terkunci.
o Obat-obat seperti vaksin dan supositoria harus disimpan dalam
lemari
pendingin untuk menjamin stabilitas
sediaan.
o Beberapa cairan mudah terbakar seperti aseton, eter dan alkohol
disimpan dalam lemari yang berventilasi baik, jauh dari bahan
yang mudah terbakar dan peralatan elektronik. Cairan ini
disimpan terpisah
dari obat-obatan.
o Berikut beberapa contoh peringatan :
I R I TAS I
R AD I O AK T I F
O K S I DATO R

BAB IV

MONITORING DAN EVALUASI

Sebagai tindak lanjut terhadap pelayanan kefarmasian di Puskesmas perlu dilakukan


monitoring dan evaluasi kegiatan secara berkala. Monitoring merupakan kegiatan pemantauan
terhadap pelayanan kefarmasian dan evaluasi merupakan proses penilaian kinerja pelayanan
kefarmasian itu sendiri. Monitoring dan evaluasi dilaksanakan dengan memantau seluruh
kegiatan pelayanan kefarmasian mulai dari pelayanan resep sampai kepada pelayanan
informasi obat kepada pasien sehingga diperoleh gambaran mutu pelayanan kefarmasian
sebagai dasar perbaikan pelayanan kefarmasian di Puskesmas selanjutnya.

Hal-hal yang perlu dimonitor dan dievaluasi dalam pelayanan kefarmasian di


Puskesmas, antara lain
- Sumber daya manusia (SDM)
- Pengelolaan sediaan farmasi (perencanaan, dasar perencanaan,
pengadaan,
penerimaan dan distribusi)
- Pelayanan farmasi klinik (pemeriksaan kelengkapan resep, skrining resep,
penyiapan sediaan, pengecekan hasil peracikan dan penyerahan obat yang
disertai informasinya serta pemantauan pemakaian obat bagi penderita
penyakit tertentu seperti TB,
Malaria dan Diare)
- Mutu pelayanan (tingkat kepuasan konsumen)

Untuk mengukur kinerja pelayanan kefarmasian tersebut harus ada indikator yang
digunakan. Indikator yang dapat digunakan dalam mengukur tingkat keberhasilan
pelayanan kefarmasian di Puskesmas antara lain :

1. Tingkat kepuasan konsumen : dilakukan dengan survei berupa angket melalui


kotak saran atau wawancara langsung
2. Dimensi waktu : lama pelayanan diukur dengan waktu (yang telah ditetapkan)
3. 3. Prosedur tetap (Protap) Pelayanan Kefarmasian : untuk menjamin mutu pelayanan
sesuai
standar yang telah ditetapkan
4. Daftar tilik pelayanan kefarmasian di Puskesmas (terlampir)

BAB V

PENUTU

Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan


kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat.
Konsep kesatuan upaya kesehatan (promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif) menjadi
pedoman dan pegangan bagi semua fasilitas kesehatan termasuk Puskesmas yang merupakan
unit pelaksana kesehatan tingkat pertama (primary health care). Pelayanan kesehatan tingkat
pertama adalah pelayanan yang bersifat pokok (basic health services) yang sangat
dibutuhkan oleh sebagian besar masyarakat termasuk didalamnya pelayanan kefarmasian di
Puskesmas. Dengan bergesernya paradigma kefarmasian yang semula hanya berfokus pada
pengelolaan obat menjadi pelayanan yang komprehensif, maka diharapkan dengan
tersusunnya buku Pedoman Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas ini akan terjadi
peningkatan mutu pelayanan kefarmasian di Puskesmas kepada masyarakat. Disamping itu
pula diharapkan pedoman ini bermanfaat bagi apoteker dan asisten apoteker yang bertugas
di Puskesmas dalam memberikan pelayanan kefarmasian yang bermutu agar tercapai
penggunaan obat yang rasional.
KOSA
KATA

Apoteker : : adalah sarjana farmasi yang telah lulus pendidikan profesi


dan telah mengucapkan sumpah berdasarkan peraturan perundangan
yang berlaku dan berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di
Indonesia sebagai apoteker

Asisten apoteker : : adalah orang yang berdasarkan pendidikan dan peraturan


perundangan yang berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian
sebagai asisten apoteker.

Alergi : : adalah reaksi yang timbul karena terbentuknya kompleks antigen-


antibodi dalam tubuh

Brosur Obat : : adalah informasi mengenai obat yang berasal dari produsen
meliputi kandungan zat aktif, indikasi, kontraindikasi, aturan
pakai, efek samping, perhatian, nomor batch, tanggal produksi,
tanggal kadaluarsa

Dosis : : takaran obat atau zat lain


Efek Samping : :setiap respon obat yang merugikan dan tidak diharapkan serta
terjadi karena penggunaan obat dengan dosis atau takaran normal
Etiket : informasi yang menyertai obat yang dibuat oleh petugas kamar
obat Puskesmas, berupa kertas berwarna putih untuk pemakaian
dalam dan berwarna biru untuk pemakaian luar, berisi informasi
mengenai nama pasien dan aturan pakai.

Indikasi : : petunjuk, tanda gejala yang dapat menjadi alasan


dilakukannya suatu tindakan larutan

Inhalasi : larutan obat yang disemprotkan ke dalam mulut dengan alat aerosol

Interaksi obat : segala sesuatu yang mempengaruhi kerja obat, misalnya obat lain

Kemasan : bahan yang digunakan untuk mewadahi dan atau membungkus,


baik yang bersentuhan langsung ataupun tidak

Kontra indikasi : semua kondisi dan situasi yang melarang penggunaan obat
dengan alasan apapun untuk mencegah makin parahnya penyakit
atau terjadinya penyakit baru

Narkotika : zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik
sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan
ataupun perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan
fisik dan psikis

Per Oral : pemberian obat melalui mulut zat atau obat baik alamiah maupun
sintesis
Psikotropika :

Resep : permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter hewan kepada
apoteker pengelola apotek untuk menyediakan dan menyerahkan obat
bagi penderita sesuai peraturan perundangan yang berlaku

Salah guna obat : penggunaan bermacam-macam obat tetapi efeknya tidak


sesuai, tidak rasional, tidak tepat dan tidak efektif

Sediaan Farmasi : Wadah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetik.
Tanggal kadaluarsa : batas tanggal setelah tanggal tersebut mutu suatu sediaan farmasi
tidak dijamin lagi oleh produsennya kemasan yang berhubungan
langsung dengan obat
DAFTAR
KEPUSTAKAAN

1. Departemen Kesehatan RI, 2003. Kebijakan dasar Puskesmas (Menuju


Indonesia Sehat
2010). Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, Jakarta.
2. Departemen kesehatan RI, 2002. Daftar Tilik Jaminan Mutu (Quality Assurance)
Pelayanan
Kefarmasian di Pelayanan Kesehatan Dasar. Direktorat Jenderal Pelayanan
Kefarmasian dan
Alat Kesehatan, Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. Jakarta
3. Departemen Kesehatan RI, 1994. Pedoman Pengelolaan Obat di Puskesmas.
Direktorat
Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat, Jakarta
4. Departemen Kesehatan RI, 1983. Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia
Nomor 2380/A/SK/VI/83 tentang Tanda Khusus Obat Bebas dan Obat Bebas
Terbatas. Pasal
1 ayat 2 dan 5, Pasal 3.
5. Departemen Kesehatan RI, 1993. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 919/Menkes/
Per/X/
1993 tentang Kriteria Obat yang Dapat Diserahkan Tanpa Resep, Pasal 1, 2 dan 3
6. Departemen Kesehatan RI, 1978. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
28/Menkes/Per/I/
1978 tentang Penyimpanan Narkotika. Pasal 7
7. Departemen Kesehatan RI, 2004. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor
1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
8. Fakultas Kedokteran UI. 1997. Kamus Kedokteran Edisi II, Jakarta.
9. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. Bab I
Pasal 1
Lampiran 1.
PROSEDUR TETAP PELAYANAN
KEFARMASIAN Prosedur Tetap Penerimaan
Resep

1. Menerima resep pasien


2. Memeriksa kelengkapan resep, yaitu: nama, nomor surat ijin praktek, alamat
dan tanda tangan/ paraf dokter penulis resep, tanggal resep, nama obat, dosis, jumlah
yang diminta, cara
pemakaian, nama pasien, umur pasien dan jenis kelamin.
3. Memeriksa kesesuaian farmasetik, yaitu: bentuk sediaan, dosis, potensi,
stabilitas,
inkompatibilitas, cara dan lama pemberian.
4. Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter
penulis resep
dengan memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya bila perlu meminta
persetujuan setelah pemberitahuan.

Prosedur Tetap Peracikan Obat

1. Membersihkan tempat dan peralatan kerja


2. Mengambil wadah obat dari rak sesuai dengan nama dan jumlah obat yang
diminta dan
memeriksa mutu dan tanggal kadaluarsa obat yang akan diserahkan pada pasien
3. Mengambil obat/ bahan obat dari wadahnya dengan menggunakan alat yang sesuai
misalnya
sendok/ spatula
4. Memberikan sediaan sirup kering harus dalam keadaan sudah dicampur air matang
sesuai
dengan takarannya pada saat akan diserahkan kepada pasien
5. Untuk sediaan obat racikan, langkah – langkah sebagai berikut : ƒ
Menghitung kesesuaian dosis ƒ
Menyiapkan pembungkus dan wadah obat racikan sesuai dengan
kebutuhan
Menggerus obat yang jumlahnya sedikit terlebih dahulu, lalu digabungkan
dengan
obat yang jumlahnya lebih besar, digerus sampai
homogeny
Membagi dan membungkus obat dengan merata. ƒ
Tidak mencampur antibiotika di dalam sediaan puyer ƒ
Sebaiknya puyer tidak disediakan dalam jumlah besar sekaligus.
6. Menuliskan nama pasien dan cara penggunaan obat pada etiket yang sesuai
dengan
permintaan dalam resep dengan jelas dan dapat dibaca.
7. Memeriksa kembali jenis dan jumlah obat sesuai permintaan pada resep, lalu
memasukkan obat ke dalam wadah yang sesuai agar terjaga mutunya

Prosedur Tetap Penyerahan Obat

1. Memeriksa kembali kesesuaian antara jenis, jumlah dan cara penggunaan obat
dengan permintaan pada resep
2. Memanggil dan memastikan nomor urut/ nama pasien
3. Menyerahkan obat disertai pemberian informasi obat
4. Memastikan bahwa pasien telah memahami cara penggunaan obat
5. Meminta pasien untuk menyimpan obat di tempat yang aman dan jauh dari
jangkauan anak-
anak

Prosedur Tetap Pelayanan Informasi Obat

1. Menyediakan dan memasang spanduk, poster, booklet, leaflet yang berisi informasi
obat pada tempat yang mudah dilihat oleh pasien
2. Menjawab pertanyaan baik lisan maupun tertulis, langsung atau tidak langsung.
dengan jelas dan mudah dimengerti, tidak bias, etis dan bijaksana melalui
penelusuran literatur secara
sistematis untuk memberikan informasi yang dibutuhkan.
3. Mendokumentasikan setiap kegiatan pelayanan informasi obat secara sistematis

Prosedur Tetap Penanganan Obat Rusak atau Kadaluarsa

1. Identifikasi obat yang sudah rusak atau kadaluarsa


2. Memisahkan obat rusak atau kadaluarsa dari penyimpanan obat lainnya
3. . Membuat catatan jenis dan jumlah obat yang rusak atau kadaluwarsa untuk
dikirim
kembali ke instalasi farmasi
kabupaten/kota.

Prosedur Tetap Pencatatan dan Penyimpanan Resep

1. Pencatatan jumlah resep harian berdasarkan jenis pelayanan (umum, gakin/gratis,


Asuransi
2. Membendel resep yang mempunyai tanggal yang sama berdasarkan urutan nomor
resep dan
kelompok pembiayaan pasien
3. Membendel secara terpisah resep yang ada narkotiknya
4. Menyimpan bendel resep pada tempat yang ditentukan secara berurutan berdasarkan
tanggal
agar memudahkan dalam penelusuran resep.
5. Memusnahkan resep yang telah tersimpan selama 3 (tiga) tahun dengan cara dibakar
6. Membuat berita acara pemusnahan resep dan dikirimkan ke Dinas
Kesehatan
Kabupaten/Kota

Prosedur Tetap Pemusnahan Resep

1. Memusnahkan resep yang telah disimpan tiga tahun atau lebih.


2. Tata cara pemusnahan:
• Resep narkotika dihitung lembarannya
• Resep lain ditimbang
• Resep dihancurkan, lalu dikubur atau dibakar
3. Membuat berita acara pemusnahan sesuai dengan format terlampir.
Lampiran 5

BERITA ACARA PEMUSNAHAN


RESEP

Pada hari ini ........................ tanggal................ bulan..................... tahun .....................


mengacu pada berita acara pemusnahan resep di Apotek (Surat Keputusan Menteri
Kesehatan Republik nomor : Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1332/Menkes/SK/X/2002 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek), kami
yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama Apoteker : ................................................................


No.S.I.K : ...............................................................

Nama Puskesmas :

................................................................ Alamat

Puskesmas : ................................................................ D

Dengan disaksikan oleh :

1. Nama : ................................................................

Jabatan :

................................................................ NIP

: ...............................................................

2. Nama : ...............................................................
3. . Jabatan : ................................................................
4. NIP : ................................................................
5. Telah melakukan pemusnahan resep pada Puskesmas kami, yang telah melewati
batas waktu penyimpanan selama 3 (tiga) tahun, yaitu : Resep dari tanggal
.......................................... sampai dengan tanggal .............................. Seberat
.............................. kg. Resep Narkotik.................. lembar Tempat dilakukan
pemusnahan : .....................................................................................
Demikianlah berita acara ini kami buat sesungguhnya dengan penuh tanggung jawab.
Berita
acara ini dibuat rangkap 4 (empat) dan dikirim kepada :
1. Kepala Dinas Kesehatan Propinsi
2. Kepala Balai Pemeriksaan Obat dan Makanan
3. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota
4. Satu sebagai arsip di Puskesmas ....................................................
.20........

Saksi – saksi : yang membuat berita acara,


1. (...............................................)
(..........................................................)
NIP........................................ No. S.I.K :
......................................
2.
(.............................................
..)
NIP........................................
.

Anda mungkin juga menyukai