Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Istilah “etika” berasal dari bahasa Yunani Kuno. Kata Yunani etos dalam
bentuk tunggal mempunyai arti kebiasaan-kebiasaan tingkah laku manusia,
adat, akhlak, perasaan, sikap dan cara berfikir. Dalam bentuk jamak ta etha
mempunyai arti adat kebiasaan. Menurut filsuf Yunani Aristotles, istilah etika
sudah di pakai untuk menunjukkan filsafat moral. Sehingga etika berarti ilmu
tentang apa yang biasa di lakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan.
Dalam sejarah perekambangan ilmu, filsafat etika merupakan aliran
pertama dalam filsafat, dengan Socrates sang mahaguru para filsuf sebagai
pelapornya. Etika merupakan cabang Aksiologi yang pada pokoknya
membicarakan masalah predikat-predikat nilai betul dan salah dalam arti
susila serta tidak susila. Filsafat etika merupakan cabang ilmu filsafat yang
mempelajari tingkah laku manusia yang baik dan buruk.
Dalam Kebidanan etika merupakan suatu pertimbangan yang sistematis
tentang perilaku benar atau salah, kebajikan atau kejahatan yang berhubungan
dengan perilaku. Etika berfokus pada prinsip dan konsep yang membimbing
manusia berfikir dan bertindak dalam kehidupannya di landasi nilai-nilai yang
melekat pada dirinya sendiri. Seorang bidan di katakan profesional bila ia
mempunyai kekhususan, sesuai dengan peran dan fungsinya seorang bidan
bertanggung jawab menolong persalinan. Dalam hal ini, bidan mempunyai
hak untuk mengambil keputusan sendiri yang harus mempunyai pengetahuan
yang memadai dan harus selalu memperbaharui ilmunya dan mengerti tentang
etika yang berhubungan dengan ibu dan bayi.
Derasnya arus globalisasi yang semakin mempengaruhi kehidupan sosial
masyarakat dunia, juga mempengarui munculnya masalah/penyimpangan etik
sebagai akibat kemajuan teknologi/ilmu pengetahuan yang menimbulkan
konflik terhadap nilai. Arus kesejahteraan ini tidak dapat dibendung, pasti

1
akan mempengaruhi pelayanan kebidanan. Dengan demikian penyimpangan
etik mungkin saja terjadi dalam praktek kebidanan misalnya dalam praktek
mandiri, tidak seperti bidan yang bekerja di RS atau institusi kesehatan lain
yang mempertanggung jawabkan sendiri apa yang di lakukan. Dalam hal ini
bidan yang praktek mandiri menjadi pekerja yang bebas, mengontrol dirinya
sendiri dan situasi ini akan besar sekali pengaruhnya terhadap kemungkinan
terjadinya penyimpangan etik.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, dapat di rumuskan permasalahan
sebagai berikut :
1. Apa yang di maksud dengan etika dan peranannya?
2. Apa saja macam-macam etika dalam ilmu filsafat?
3. Bagaimana penyerapan dan pembentukan nilai etika kebidanan pada bidan
terhadap masyarakat?

1.3 Tujuan Penulisan


Berdasarkan rumusan masalah di atas, dapat di uraikan tujuan penulisan
makalah sebagai berikut:
1. Untuk memahami arti etika dalam ilmu filsafat dan peranannya dalam
kehidupan manusia.
2. Untuk memberikan informasi kepada pembaca mengenai macam-macam
etika yang ada.
3. Untuk mendapatkan bagaimana penyerapan dan pembentukan nilai etika
kebidanan dan dapat mengaplikasikan dalam kehidupan masyarakat.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Etika


Etika berasal dari bahasa Yunani ethos, yang berarti tempat tinggal
yang biasa, padang, rumput, kandang, kebiasaa, adat, watak, perasaan, sikap,
cara berfikir. Etika ( Yunani Kuno : “ethikos” berarti timbul dari kebiasaan)
adalah sebuah sesuatu dimana dan bagaimana cabang utama filsafat yang
mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan
penilaian moral. Etika mecakup analisis dan penerapan konsep seperti benar,
salah, baik, buruk, dan tanggung jawab. Dalam bentuk jamak ta etha artinya
adat kebiasaan. Secara istilah etika mempunyai tiga arti : pertama yaitu nilai-
nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau
suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Arti ini bisa disebut
sistem nilai, mislanya etika Protestan, etika Islam, etika suku Indoan. Kedua
yaitu etika berarti kumpulan asas atau nilai moral (kode etik). Misalnya kode
etik kedokteran, kode etik peneliti, dll. Ketiga yaitu etika berarti ilmu
tentang yang baik atau buruk. Etika menjadi ilmu bila kemungkinan-
kemungkinan etis menjadi bahan refleksi bagi suatu penelitian sistematis dan
metodis. Disini sama artinya dengan filsafat moral. Etika berbeda dengan
etiket. Yang terakhir ini berasal dari kata Inggris etiquette, yang berarti
sopan santun. Perbedaan keduanya cukup tajam, antara lain : etika
menyangkut cara suatu perbuatan harus di lakukan, etika menunjukkan
norma tentang perbuatan itu. Etiket hanya berlaku dalam pergaulan, etika
berlaku baik saat sendiri maupun dalam kaitannya dengan lingkup sosial.
Etiket bersifat relatif, tergantung pada kebudayaan, etika lebih absolut.
Etiket hanya berkaitan dengan segi lahiriyah, etika menyangkut segi
batiniah.

3
St. John of Damascus ( abad ke-7 Masehi) menempatkan etika di
dalam kajian filsafat praktis (practical philosophy). Etika dimulai bila
manusia merefleksikan unsur-unsur etis dalam pendapat-pendapat spontan
kita. Kebutuhan akan refleksi itu akan kita rasakan, antara lain karena
pendapat etis kita tidak jarang berbeda dengan pendapat orang lain. Untuk
itulah diperlukan etika, yaitu untuk mencari tahu apa yang seharusnya
dilakukan oleh manusia. Secara metodologis, tidak setiap hal menilai
perbuatan dapat dikatakan sebagai etika. Etika memerlukan sikap kritis,
metodis, dan sistematis dalamm melakukan refleksi. Karena itulah, etika
merupakan suatu ilmu. Sebagai suatu ilmu, objek dari etika adalah tingkah
laku manusia. Akan tetapi, berbeda dengan ilmu-ilmu lain yang meneliti
juga tingkah laku manusia. Etika memiliki sudut pandang normatif
maksudnya etika melihat dari sudut baik dan buruk terhadap perbuatan
manusia.

2.2 Macam-macam Etika Dalam Ilmu Filsafat

A. Etika Deskriptif

Hanya melukiskan tingkah laku moral dalam arti luas, misalnya


adar kebiasaan suatu kelompok, tanpa memberikan penilaian. Etika
deskriptif mempelajari moralitas yang terdapat pada kebudayaan
tertentu, dalam periode tertentu. Etika ini di jalankan oleh ilmu-ilmu
sosial : antripologi, sosiologi, psikologi, dll termasuk ilmu empiris,
bukan filsafat.

B. Etika Normatif

Etika yang tidak hanya melukiskan, melainkan melakukan


penilaian ( preskriptif : memerintahkan). Untuk itu ia mengadakan
argumentasi, alasan-alasan mengapa sesuatu dianggap baik atau buruk.
Etika normatif dibagi menjadi dua, etika umum yang
mempermasalahkan tema-tema umum, dan etika khusus misalnya

4
masalah kedokteran, penelitian. Etika khusus di sebut juga etika
terapan.

C. Metaetika

Meta berarti melampaui atau melebihi. Yang di bahas bukanlah


moralitas secara langsung, melainkan ucapan-ucapan kita di bidang
moralitas. Metaetika bergerak di bidang tataran bahasa, atau
mempelajari logika khusus dari ucapan-ucapan etis. Metaetika dapat di
tempatkan dalam wilayah filsafat analitis, dengan pelopornya antara
lain filsuf Inggris George Moore ( 1873-1958). Filsafat analitis
mengangggap analisa bahasa sebagai bagian terpenting, bahkan satu
satunya tugas filsafat. Salah satu masalah yang ramai di bicarakan
dalam metaetika adalah the is/ought question, yaitu apakah ucapan
normatif dapat di turunkan dari ucapan faktual. Jika sesuatu
merupakan kenyataan (is) apakah dari situ dapat disimpulkan bahwa
sesuatu harus atau boleh di lakukan (ought) .

Dalam dunia modern terdapat terutama tiga situasi etis yang


menonjol. Pertama, prulalisme moral, yang timbul berkat globalisasi
dan teknologi komunikasi. Bagaimana seseorang dari suatu
kebudayaan harus berperilaku dalam kebudayaan lain. Ini menyangkut
lingkup pribadi. Kedua, masalah etis baru yang dulu tidak terduga,
terutama yang di bangkitkan oleh adanya temuan-temuan dalam
teknologi, misalnya dalam biomedis. Ketiga, adanya kepedulian etis
yang universal misalnya dengan dideklarasikannnya HAM oleh PBB
pada 10 Desember 1948.

D. Moral dan Hukum

Hukum dijiwai oleh moralitas. Dalam kekaisaran Roma terdapat


pepatah quid leges sine moribus (apa arti undang-undang tanpa
moralitas). Moral juga membutuhkan hukum agar tidak mengawang-
awang saja dan agar berakar kuat dalam kehidupan masyarakat.

5
Sedikitnya, ada empat perbedaan antara moral dan hukum. Pertama,
hukum ebih dikodifikasi daripada moralitas, artinya di tuliskan dan
secara sistematis disusun dalam undang-undang. Karena itu hukum
mempunyai kepastian lebih besar dan lebih objektif. Sebaliknya, moral
lebih subjektif dan perlu banyak diskusi untuk menentukan etis
tidaknya suatu perbuatan. Kedua, hukum membatasi diri pada tingkah
laku lahiriah, sedangkan moral menyangkut juga aspek batiniah.
Ketiga, sanksi dalam hukum dapat dipaksakan, misalnya orang yang
mencuri dipenjara. Sedangkan moral sanksinya lebih bersifat ke dalam,
misalnya hati nurani yang tidak tenang. Biarpun perbuatan itu tidak
diketahui oleh orang lain, kalau perbuatan tidak baik itu diketahui
umum. Sanksinya akan lebih berat, misalnya rasa malu. Keempat,
hukum dapat di putuskan atas kehendak masyarakat dan akhirnya atas
kehendak negara. Tetapi moralitas tidak dapat diputuskan baik
buruknya oleh masyarakat. Moral menilai hukum dan bukan
sebaliknya.

E. Etika Filosofis

Etika filosofis secara harfiah (fay overlay) dapat dikatakan


sebagai etika yang berasal dari kegiatan berfilsafat atau berfikir, yang
di lakukan oleh manusia. Karena itu, etika sebenarnya adalah bagian
dari filsafat : etika lahir dari filsafat, karena itu bila ingin mengetahui
unsur-unsur etika maka kita harus bertanya juga mengenai unsur-unsur
filsafat. Berikut akan dijelaskan dua sifat etika.

1. Non empiris. Filsafat digolongkan sebagai ilmu non-empiris. Ilmu


empiris adalah ilmu yang di dasarkan pada fakta atau kongkret. Namun
filsafat tidaklah demikian, filsafat berusaha melampaui yang kongkret
dengan seolah-olah menanyakan apa di balik gejala-gejala kongkret.
Demikian pula dengan etika. Etika tidak hanya berhenti pada apa yang
kongkret yang secara faktual dilakukan, tetapi bertanya tentang apa
yang seharusnya di lakukan atau tidak boleh dilakukan.

6
2. Praktis. Cabang-cabang filsafat berbicara mengenai sesuatu “yang
ada”. Misalnya

filsafat hukum mempelajari apa itu hukum. Akan tetapi etika


tidak terbatas pada waktu itu, melainkan bertanya tentang “apa yang
harus dilakukan”. Dengan demikian etika sebagai cabang filsafat
bersifat praktis karena langsung berhubungan dengan apa yang boleh
dan tidak boleh di lakukan manusia. Tetapi ingat bahwa etika bukan
praktis dalam arti menyajikan resep-resep siap pakai. Etika tidak
bersifat teknis melainkan reflektif. Maksudnya etika hanya
menganalisis tema-tema pokok seperti hati nurani, kebebasan, hak dan
kewajiban dll. Sambil melihat teori-teori etika masa lalu untuk
menyelidiki kekuatan dan kelemahannya di harapkan kita mampu
menyusun sendiri argumentasi yang tahan uji.

F. Etika Teologis

Ada dua hal yang perlu di ingat berkaitan dengan etika teologis.
Pertama, etika teologis bukan hanya milik agama tertentu, melainkan
setiap agama dapat memiliki etika teologisnya masing-masing. Kedua,
etika teologis merupakan bagian dari etika secara umum, karena itu
banyak unsur-unsur di dalamnya yang terdapat dalam etika secara
umum, dan dapat di mengerti setelah memahami setika secara umum.
Etika teologis dapat di definisikan sebagai etika yang bertitik tolak dari
presuposisi. Definisi tersebut menjadi kriteria pembeda antara etika
filosofis dan etika teologis. Di dalam etika kristen misalnya etika
teologis adalah etika yang bertitik tolak dari presuposisi-presuposisi
tentang Allah atau Yang Illahi, serta memandang kesusilaan bersumber
dari dalam kepercayaan terhadap Allah. Karena itu, etika teologis
disebut oleh Jongeneel sebagai etika transenden dan etika teosentris.
Etika teologis kristen memiliki objek yang sama dengan etika secara
umum, yaitu tingkah laku manusia. Akan tetapi, tujuan yang hendak
dicapai sedikit berbeda, yaitu mencari apa yang seharusnya di lakukan

7
manusia. Dalam hal baik atau buruk, sesuai dengan kehendak Allah.
Setiap agama dapat memiliki etika teologisnya yang unik berdasarkan
apa yang diyakini dan menjadi sistem nilai-nilai yang dianutnya.
Dalam hal ini, antara agama yang satu dengan yang lain dapat
memiliki perbedaan di dalam merumuskan etika teologisnya.

G. Relasi Etika dan Etika Teologis

Terdapat perdebatan mengenai posisi etika filosofis dan etika


teologis di dalam ranah etika. Sepanjang sejarah pertemuan antara
kedua etika ini, ada tiga jawaban menonjol yang di kemukakan
mengenai pertanyaan di atas, yaitu dikemukakan mengenai pertanyaan
di atas, yaitu :

1) Revisioniesme
Tanggapan ini berasal dari Augustinus (354-430) yang
menyatakan bahwa etika teologis bertugas untuk merevisi, yaitu
mengoreksi dan memperbaiki etika filosofis.
2) Sintesis
Jawaban ini di kemukakan oleh Thomas Aquinas (1225-
1274) yang menyintesiskan etika filosofis dan etika teologis
sedemikian rupa, hingga kedua jenis etika ini, dengan
mempertahankan identitas masing-masing menjadi suatu entitas
baru. Hasilnya adalah etika filosofis menjadi lapisan bawah yang
bersifat umum, sedangkan etika teologis menjadi lapisan atas yang
bersifat khusus.
3) Diaparelelisme

Jawaban ini diberikan oleh F.E.D. schleiermacher (1768-


1834) yang menganggap etika teologis dan etika filosofis sebagai
gejala-gejala yang sejajar. Hal tersebut dapat di umpamakan
seperti sepasang rel kereta api yang sejajar. Mengenai pandangan-

8
pandangan di atas, ada beberapa keberatan. Mengenai pandangan
Augustinus dapat dilihat dengan jelas bahwa etika filosofis tidak
dihormati setingkat dengan etika teologis. Terhadap pandangan
Thomas kritik yang dilancarkan juga sama yaitu belum
dihormatinya etika filosofis yang setara dengan etika teologis,
walaupun kedudukan etika filosofis telah diperkuat.

2.3 Etika Moral dan Nilai Dalam Praktik Kebidanan


Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam segala
bidang berpengaruh terhadap meningkatnya kritis masyarakat
terhadap mutu pelayanan kesehatan terutama pelayanan kebidanan.
Menjadi tantangan bagi profesi bidan untuk mengembangkan
kompetensi dan profesionalisme dalam menjalankan praktik
kebidanan serta dalam memberikan pelayanan berkualitas.
Sikap etis profesional bidan mewarnai dalam setiap
langkahnya, termasuk dalam mengambil keputusan dalam
merespon situasi yang muncul dalam usaha. Pemahaman tentang
etika dan moral menjadi bagian yang fundamental dan sangat
penting dalam memberikan asuhan kebidanan. Dengan senantiasa
menghormati nilai-nilai pasien. Etika merupkan suatu
pertimbangan yang sistematis tentang perilaku benar atau salah,
kebajikan atau kejahatan yang berhubungan dengan perilaku. Etika
berfokus pada prinsip dan konsep yang membimbang manusia
berfikir dan bertindak dalam kehidupannya dilandasi nilai-nilai
yang di anutnya. Berikut adalah ciri-ciri bidan yang profesional :
1) Menurut T. Raka Joni, 1990
 Menguasai visi yang mendasari ketrampilan
 Mempunyai wawasan filosofi
 Mempunyai pertimbangan rasional
 Memiliki sifat yang positif serta mengembangkan mutu
kerja

9
2) Menurut CV. Good
 Memerlukan persiapan dan pendidikan khusus bagi
pelaku
 Memiliki kecakapan profesional sesuai persyaratan
yang telah di bakukan (organisme profesii, pemerintah)
 Mendapat pengakuan dari masyarakat dan pemerintah
3) Menurut Scein EH
 Terikat dengan pekerjaan seumur hidup
 Mempunyai motivasi yang kuat atau panggilan sebagai
landasan pemilihan kariernya dan mempunyai
komitmen seumur hidup
 Memiliki kelompok ilmu pengetahuan dan keterampilan
khusus melalui pendidikan dan pelatihan
 Mengambil keputusan demi kliennya, berdasarkan
aplikasi prinsip-prinsip dan teori
 Berorientasi pada pelayanan menggunakan keahlian
demi kebutuhan klien
 Pelayanan yang diberikan kepada klien berdasarkan
kebutuhan objektif klien
 Lebih mengetahui apa yang baik untuk klien
mempunyai otonomi dalam mempertahankan
tindakannya
 Membentuk perkumpulan profesi peraturan untuk
profesi
 Mempunyai kekuatan status dalam bidang keahliannya,
pengetahuan mereka dianggap khusus
 Tidak diperbolehkan mengadakan advertensi klien
Dalam perilaku etis profeisonal bidan, bidan harus memiliki
komitmen yang tinggi untuk memberikan asuhan kebidanan yang
berkualitas berdasarkan standar perilaku yang etis dalam praktek

10
asuhan kebidanan. Pengetahuan tentang perilaku etis dimulai dari
pendidikan bidan dan berlanjut pada forum atau kegiatan ilmiah
baik formal maupun nonformal dengan teman, sejawat, profesi lain
maupun masyarakat. Salah satu perilaku etis adalah bila bidan
menampilkan perilaku pengambilan keputusan yang etis dalam
membantu memecahkan masalah klien. Dalam membantu
memecahkan masalah ini bidan menggunakan dua pendekatan
dalam asuhan kebidanan, yaitu dengan pendekatan berdasarkan
prinsip dan pendekatan berdasarkan asuhan atau pelayanan.
2.4 Hak dan Kewajiban Pasien
Hak pasien adalah hak-hak pribadi yang dimiliki manusia sebagai
pasien :
 Pasien berhak memperoleh informasi mengenai tata tertib
dan peraturan yang berlaku di Rumah sakit atau institusi
pelayanan kesehatan
 Pasien berhak atas pelayanan yang manusiawi adil dan
makmur
 Pasien berhak memperoleh pelayanan kebidanan sesuai
dengan profesi bidan tanpa diskriminasi
 Pasien berhak memilih bidan untuk menolongnya sesuai
keinginannya
 Pasien berhak mendapat infromasi yang meliputi
kehamilan,persalinan,nifas dan bayinya baru lahir
 Pasien berhak mendapat pendamping suami selama proses
persalinan berlangsung
 Pasien berhak memilih dokter dan kelas perawatan sesuai
keinginannya dan sesuai dengan peraturan yang berlaku di
rumah sakit,dll

11
Kewajiban pasien :

 Pasien dan keluarganya berkewajiban untuk menaati


segala peraturan dan tata tertib rumah sakit atau institusi
pelayanan kesehatan
 Pasien berkewajiban untuk mematuhi segala imstruksi
dokter, bidan, perawat yang merawatnya
 Pasien dan atau penanggungnya berkewajiban untuk
melunasi semua imbalan atas jasa pelayanan rumah
sakit atau institusi pelayanan kesehatan, dokter, bidan
dan perawat
 Pasien atau penanggungnya berkewajiban memenuhi
hal-hal yang selalu disepakati/perjanjian yang telah
dibuatnya.
2.5 Hak dan Kewajiban Bidan

Hak bidan :

 Bidan berhak mendapat perlindungan hukum dalam


melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya
 Bidan berhak untuk bekerja sesuai dengan profesi pada
setiap tingkat/jenjang pelayanan kesehatan
 Bidan berhak menolak keinginan pasien/klien dan
keluarga yang bertentangan dengan peraturan
perundangan, dan kode etik profesi
 Bidan berhak atas privasi/kedirian dan menuntut apabila
nama baiknya dicemarkan baik oleh pasien, keluarga
maupun profesi lain
 Bidan berhak atas kesempatan untuk meningkatkan diri
baik melalui pendidikan maupun pelatihan
 Bidan berhak mendapat kompensasi dan kesejahteraan
yang sesuai kewajiban bidan

12
Kewajiban bidan :

 Bidan wajib mematuhi aturan rumah sakit sesuai


dengan hubungan hukum antara bidan tersebut dengan
rumah bersalin dan sarana pelayanan dimana ia bekerja
 Bidan wajib memberikan pelayanan asuhan kebidanan
sesuai dengan standar profesi dengan menghormati hak-
hak pasien
 Bidan wajib merujuk pasien dengan penyulit kepada
dokter yang mempunyai kemampuan dan keahlian
sesuai dengan kebutuhan pasien
 Bidan wajib memberi kesempatan kepada pasien untuk
di dampingi oleh suami atau keluarga
 Bidan wajib memberikan kesempatan kepada pasien
untuk menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinan
 Bidan wajib merahasiakan segala sesuatu yang
diketahui tentang seorang pasien
 Bidan wajib memberi informasi yang akurat tentang
tindakan yang akan di lakukan serta resiko yang
mungkin dapat timbul
 Bidan wajib meminta persetujuan tertulis atau tindakan
yang akan di lakukan
 Bidan wajib mendokumentasikan asuhan kebidanan
yang diberikan
 Bidan wajib mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta menambah ilmu
pengetahuannya melalui pendidikan formal atau non
formal
 Bidan wajib bekerja sama dengan profesi lain dan pihak
yang terkait secara timbal balik dalam memberikan
asuhan kebidanan

13
2.6 Etika Pelayanan Kebidanan
Pelayanan kebidanan merupakan bagian yang tidak
terpisahkan oleh layanan kesehatan. Pelayanan kebidanan
tergantung bagaimana struktur sosial budaya masyarakat dan
termasuk kondisi sosial ekonomi, sosial demografi. Parameter
sosial demografi dalam pelayanan kebidanan, antara lain : perbaikn
status gizi bayi, caakupan pertolongan persalinan, menurut angka
kematian ibu, menurunnya angka kelahiran bayi, cakupan
penanganan kasus beresiko, meningkatkan cakupan pemeriksaan
antenatal.
Bidan sebagai tenaga pemberi jasa pelayanan harus
menyiapkan diri untuk mengantisipasi perubahan kebutuhan
masyarakat atau pelayanan kebidanan. Keadilan dalam sumber
daya pelayanan dimulai dari : pemenuhan kebutuhan klien sesuai
sumber daya pelayanan dalam kebidanan untuk meningkatkan
pelayanan kebidanan, dan keterjangkauan tempat pelayanan.
Tingkat ketersediaan ini merupakan syarat utama untuk
terlaksananya pelayanan kebidanan. Sikap bidan harus tanggap
terhadap klien, sesuai kebutuhan klien, tidak membedakan
pelayanan siapapun.
2.7 Pelaksanaan Etika dalam Pelayanan Kebidanan
Pelayanan kebidanan di suatu institusi memiliki norma dan
budaya unik. Setiap institusi pelayanan memiliki norma sendiri
dalam memberikan pelayanan yang terdiri dari beberapa praktisi
atau profesi kesehatan. Walaupun demikian subjek pelayanan
hanya satu, yaitu manusia atau individu. Sehingga setiap individu
harus jelas batas wewenangnya. Area kewenangan bidan tertuang
dalam Kepmenkes 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang registrasi dan
praktik bidan. Mengenai kejelas peran bidan diatur dalam standar
praktik kebidanan dan standar pelayanan kebidanan.

14
- Etika dalam pelayanan kontrasepsi

Dalam merencanakan jumlah anak, seorang ibu telah


merundingkan dengan suami dan telah menetapkan metode
kontrasepsi yang akan di gunakan. Sehingga keputusan untuk
memilih kontrasepsi, merupakan hak klien dan berada diluar
kompetensi bidan. Jika klien belum mempunyai keputusan karena
disebabkan ketidaktahuan klien tentang kontrasepsi, maka menjadi
kewajiban bidan untuk memberikan informasi tentang kontrasepsi.
Yang dapat dipergunakan klien, dengan memberikan informasi
yang lengkap mengenai alat kontrasepsi dan beberapa alternatif
sehingga klien dapat memilih sesuai dengan pengetahuan dan
keyakinannya.

- Etika dalam penelitian kebidanan


Menurut kode etik bidan internasional adalah bahwa bidan
seharusnya meningkatkan pengetahuannya melalui berbagai proses
seperti dari pengalaman pelayanan kebidanan dan dari riset
kebidanan. Tuntutan masyarakat terhadap mutu pelayanan
kebidanan makin tinggi. Karena, semakin majunya jaman dan kita
memasuki era globaliasi, dimana akses infromasi bagi masyarakat
juga semakin meningkat.

2.8 Peraturan Perundang – Undangan Yang Melandasi Pelayanan


Kesehatan

 No. 23 tahun 1992 Tentang Tugas Dan Tanggung Jawab Tenaga


Kesehatan
 KepmenKes RI No. 900/ Menkes/SK/VII/2002 Tentang Registrasi Dan
Praktik Bidan
 Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 369/Menkes/SK/III/2007 Tentang Standar Profesi Bidan

15
 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
Hk.02.02/Menkes/149/2010 Tentang Izin Dan Penyelenggaraan Praktik
Bidan
 Permenkes RI No. 1464/Menkes/Sk/X/2010 Tentang Ijin Dan
Penyelenggaraan Praktek Bidan

2.9 Kode Etik Bidan Indonesia


Sesuai Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
369/ Mengkes/SK/III/2007 Tentang Standar Profesi Bidan, didalamnya
terdapat Kode Etik Bidan Indonesia. Deskripsi Kode Etik Bidan Indonesia
adalah merupakan suatu ciri profesi yang bersumber dari nilai-nilai
internal dan eksternal suatu disiplin ilmu dan merupakan pernyataan
komprehensif suatu profesi yang memberikan tuntunan bagi anggota
dalam melaksanakan pengabdian profesi. Berikut ini merupakan kode etik
Bidan Indonesia.

16
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan di atas, dapat di simpulkan bahwa etika


adalah salah satu unsur penting dalam kehidupan manusia. Etika adalah acuan
manusia dalam berperilaku, yang seolah menjadi batas pembeda manusia
dengan makhluk lainnya dalam berperilaku. Dalam profesi bidan “etika”lebih
di mengerti sebagai filsafat moral. Dengan kita mengetahui nilai etika
kebidanan maka dalam penyerapan dan pembentukan nilai oleh tenaga bidan
dapat dilakukan dengan tepat dan tidak melenceng dari nilai serta kode etik
kebidanan.

3.2 Saran
Sebaiknya etika digunakan sebagai landasan dalam berbagai aspek
kehidupan. Dan di harapkan tenaga bidan memahami tentang apa itu etika
kebidanan sehingga dengan mudah menyerap dan membentuk nilai etika
kebidanan. Sehingga pelayanan yang diberikan kepada masyarakat tidak
mengecewakan dan tidak ada pihak yang dirugikan.

17
3.3 Studi Kasus Filsafat Etika Dan Etika Kebidanan

BANGKAPOS.COM, BANGKA -- Praktik aborsi di Sungailiat, Sabtu


(14/1/2017) petang, dibongkar polisi. Seorang oknum Bidan PNS berinisial, SM
alias NG (48), ditangkap, atas tuduhan sebagai pemilik lokasi praktik terlarang
atau pelaku aborsinya.

Informasi yang berhasil dihimpun bangkapos.com, Sabtu (14/1/2017) malam


menyebutkan, ungkap kasus ini terjadi menyusul adanya laporan dari sejumlah
warga pada polisi. Informasi ini ditindaklanjuti, melalui penyelidikan lebih dalam.

Hasilnya, dketahui, seorang oknum Bidan PNS berinisial SM alias NG (48),


bertugas di Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Bangka, diduga berkali-kali
membuka praktik terlarang di rumahnya di Lingkungan Sripemandang Sungailiat.
Namun, desas-desus dari warga, butuh pembuktian, sehingga polisi menyusun
rencana.

Kapolres Bangka AKBP Sekar Maulana diwakili Kapolsek Sungailiat, AKP


Syamsul Bagja, Sabtu (14/1/2017 malam mengakui, oknum bidan yang dimaksud,
Tersangka SM alias NG, sudah), telah ditangkap.

"'Kini, oknum bidan ini, kita amankan di Mapolsek Sungailiat," tegas Kapolsek.

18
DAFTAR PUSTAKA

- http://www.scribd.com/doc/20520862/Issue-Etik-pelayanan-Kebidanan
- http://www.artikelkebidanan.com/konsep-dasar-etika-205.html
- http://www.artikelkebidanan.com/pengenalan-etika-umum-208.html
- http://www.artikelkebidanan.com/kode-etik-bidan-indonesia-214.html
- http://www.artikelkebidanan.com/etika-moral-dan-nilai-dalam-praktik-
kebidanan-216.html
- http://www.artikelkebidanan.com/perilaku-etis-profesional-228.html
- http://www.artikelkebidanan.com/hak-dan-kewajiban-pasien-231.html
- http://www.artikelkebidanan.com/hak-dan-kewajiban-bidan-233.html
- http://www.artikelkebidanan.com/etika-pelayanan-kebidanan-235.html
- http://www.artikelkebidanan.com/pelaksanaan-etika-dalam-pelayanan-
kebidanan-238.html

19

Anda mungkin juga menyukai