PENDAHULUAN
1
akan mempengaruhi pelayanan kebidanan. Dengan demikian penyimpangan
etik mungkin saja terjadi dalam praktek kebidanan misalnya dalam praktek
mandiri, tidak seperti bidan yang bekerja di RS atau institusi kesehatan lain
yang mempertanggung jawabkan sendiri apa yang di lakukan. Dalam hal ini
bidan yang praktek mandiri menjadi pekerja yang bebas, mengontrol dirinya
sendiri dan situasi ini akan besar sekali pengaruhnya terhadap kemungkinan
terjadinya penyimpangan etik.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
St. John of Damascus ( abad ke-7 Masehi) menempatkan etika di
dalam kajian filsafat praktis (practical philosophy). Etika dimulai bila
manusia merefleksikan unsur-unsur etis dalam pendapat-pendapat spontan
kita. Kebutuhan akan refleksi itu akan kita rasakan, antara lain karena
pendapat etis kita tidak jarang berbeda dengan pendapat orang lain. Untuk
itulah diperlukan etika, yaitu untuk mencari tahu apa yang seharusnya
dilakukan oleh manusia. Secara metodologis, tidak setiap hal menilai
perbuatan dapat dikatakan sebagai etika. Etika memerlukan sikap kritis,
metodis, dan sistematis dalamm melakukan refleksi. Karena itulah, etika
merupakan suatu ilmu. Sebagai suatu ilmu, objek dari etika adalah tingkah
laku manusia. Akan tetapi, berbeda dengan ilmu-ilmu lain yang meneliti
juga tingkah laku manusia. Etika memiliki sudut pandang normatif
maksudnya etika melihat dari sudut baik dan buruk terhadap perbuatan
manusia.
A. Etika Deskriptif
B. Etika Normatif
4
masalah kedokteran, penelitian. Etika khusus di sebut juga etika
terapan.
C. Metaetika
5
Sedikitnya, ada empat perbedaan antara moral dan hukum. Pertama,
hukum ebih dikodifikasi daripada moralitas, artinya di tuliskan dan
secara sistematis disusun dalam undang-undang. Karena itu hukum
mempunyai kepastian lebih besar dan lebih objektif. Sebaliknya, moral
lebih subjektif dan perlu banyak diskusi untuk menentukan etis
tidaknya suatu perbuatan. Kedua, hukum membatasi diri pada tingkah
laku lahiriah, sedangkan moral menyangkut juga aspek batiniah.
Ketiga, sanksi dalam hukum dapat dipaksakan, misalnya orang yang
mencuri dipenjara. Sedangkan moral sanksinya lebih bersifat ke dalam,
misalnya hati nurani yang tidak tenang. Biarpun perbuatan itu tidak
diketahui oleh orang lain, kalau perbuatan tidak baik itu diketahui
umum. Sanksinya akan lebih berat, misalnya rasa malu. Keempat,
hukum dapat di putuskan atas kehendak masyarakat dan akhirnya atas
kehendak negara. Tetapi moralitas tidak dapat diputuskan baik
buruknya oleh masyarakat. Moral menilai hukum dan bukan
sebaliknya.
E. Etika Filosofis
6
2. Praktis. Cabang-cabang filsafat berbicara mengenai sesuatu “yang
ada”. Misalnya
F. Etika Teologis
Ada dua hal yang perlu di ingat berkaitan dengan etika teologis.
Pertama, etika teologis bukan hanya milik agama tertentu, melainkan
setiap agama dapat memiliki etika teologisnya masing-masing. Kedua,
etika teologis merupakan bagian dari etika secara umum, karena itu
banyak unsur-unsur di dalamnya yang terdapat dalam etika secara
umum, dan dapat di mengerti setelah memahami setika secara umum.
Etika teologis dapat di definisikan sebagai etika yang bertitik tolak dari
presuposisi. Definisi tersebut menjadi kriteria pembeda antara etika
filosofis dan etika teologis. Di dalam etika kristen misalnya etika
teologis adalah etika yang bertitik tolak dari presuposisi-presuposisi
tentang Allah atau Yang Illahi, serta memandang kesusilaan bersumber
dari dalam kepercayaan terhadap Allah. Karena itu, etika teologis
disebut oleh Jongeneel sebagai etika transenden dan etika teosentris.
Etika teologis kristen memiliki objek yang sama dengan etika secara
umum, yaitu tingkah laku manusia. Akan tetapi, tujuan yang hendak
dicapai sedikit berbeda, yaitu mencari apa yang seharusnya di lakukan
7
manusia. Dalam hal baik atau buruk, sesuai dengan kehendak Allah.
Setiap agama dapat memiliki etika teologisnya yang unik berdasarkan
apa yang diyakini dan menjadi sistem nilai-nilai yang dianutnya.
Dalam hal ini, antara agama yang satu dengan yang lain dapat
memiliki perbedaan di dalam merumuskan etika teologisnya.
1) Revisioniesme
Tanggapan ini berasal dari Augustinus (354-430) yang
menyatakan bahwa etika teologis bertugas untuk merevisi, yaitu
mengoreksi dan memperbaiki etika filosofis.
2) Sintesis
Jawaban ini di kemukakan oleh Thomas Aquinas (1225-
1274) yang menyintesiskan etika filosofis dan etika teologis
sedemikian rupa, hingga kedua jenis etika ini, dengan
mempertahankan identitas masing-masing menjadi suatu entitas
baru. Hasilnya adalah etika filosofis menjadi lapisan bawah yang
bersifat umum, sedangkan etika teologis menjadi lapisan atas yang
bersifat khusus.
3) Diaparelelisme
8
pandangan di atas, ada beberapa keberatan. Mengenai pandangan
Augustinus dapat dilihat dengan jelas bahwa etika filosofis tidak
dihormati setingkat dengan etika teologis. Terhadap pandangan
Thomas kritik yang dilancarkan juga sama yaitu belum
dihormatinya etika filosofis yang setara dengan etika teologis,
walaupun kedudukan etika filosofis telah diperkuat.
9
2) Menurut CV. Good
Memerlukan persiapan dan pendidikan khusus bagi
pelaku
Memiliki kecakapan profesional sesuai persyaratan
yang telah di bakukan (organisme profesii, pemerintah)
Mendapat pengakuan dari masyarakat dan pemerintah
3) Menurut Scein EH
Terikat dengan pekerjaan seumur hidup
Mempunyai motivasi yang kuat atau panggilan sebagai
landasan pemilihan kariernya dan mempunyai
komitmen seumur hidup
Memiliki kelompok ilmu pengetahuan dan keterampilan
khusus melalui pendidikan dan pelatihan
Mengambil keputusan demi kliennya, berdasarkan
aplikasi prinsip-prinsip dan teori
Berorientasi pada pelayanan menggunakan keahlian
demi kebutuhan klien
Pelayanan yang diberikan kepada klien berdasarkan
kebutuhan objektif klien
Lebih mengetahui apa yang baik untuk klien
mempunyai otonomi dalam mempertahankan
tindakannya
Membentuk perkumpulan profesi peraturan untuk
profesi
Mempunyai kekuatan status dalam bidang keahliannya,
pengetahuan mereka dianggap khusus
Tidak diperbolehkan mengadakan advertensi klien
Dalam perilaku etis profeisonal bidan, bidan harus memiliki
komitmen yang tinggi untuk memberikan asuhan kebidanan yang
berkualitas berdasarkan standar perilaku yang etis dalam praktek
10
asuhan kebidanan. Pengetahuan tentang perilaku etis dimulai dari
pendidikan bidan dan berlanjut pada forum atau kegiatan ilmiah
baik formal maupun nonformal dengan teman, sejawat, profesi lain
maupun masyarakat. Salah satu perilaku etis adalah bila bidan
menampilkan perilaku pengambilan keputusan yang etis dalam
membantu memecahkan masalah klien. Dalam membantu
memecahkan masalah ini bidan menggunakan dua pendekatan
dalam asuhan kebidanan, yaitu dengan pendekatan berdasarkan
prinsip dan pendekatan berdasarkan asuhan atau pelayanan.
2.4 Hak dan Kewajiban Pasien
Hak pasien adalah hak-hak pribadi yang dimiliki manusia sebagai
pasien :
Pasien berhak memperoleh informasi mengenai tata tertib
dan peraturan yang berlaku di Rumah sakit atau institusi
pelayanan kesehatan
Pasien berhak atas pelayanan yang manusiawi adil dan
makmur
Pasien berhak memperoleh pelayanan kebidanan sesuai
dengan profesi bidan tanpa diskriminasi
Pasien berhak memilih bidan untuk menolongnya sesuai
keinginannya
Pasien berhak mendapat infromasi yang meliputi
kehamilan,persalinan,nifas dan bayinya baru lahir
Pasien berhak mendapat pendamping suami selama proses
persalinan berlangsung
Pasien berhak memilih dokter dan kelas perawatan sesuai
keinginannya dan sesuai dengan peraturan yang berlaku di
rumah sakit,dll
11
Kewajiban pasien :
Hak bidan :
12
Kewajiban bidan :
13
2.6 Etika Pelayanan Kebidanan
Pelayanan kebidanan merupakan bagian yang tidak
terpisahkan oleh layanan kesehatan. Pelayanan kebidanan
tergantung bagaimana struktur sosial budaya masyarakat dan
termasuk kondisi sosial ekonomi, sosial demografi. Parameter
sosial demografi dalam pelayanan kebidanan, antara lain : perbaikn
status gizi bayi, caakupan pertolongan persalinan, menurut angka
kematian ibu, menurunnya angka kelahiran bayi, cakupan
penanganan kasus beresiko, meningkatkan cakupan pemeriksaan
antenatal.
Bidan sebagai tenaga pemberi jasa pelayanan harus
menyiapkan diri untuk mengantisipasi perubahan kebutuhan
masyarakat atau pelayanan kebidanan. Keadilan dalam sumber
daya pelayanan dimulai dari : pemenuhan kebutuhan klien sesuai
sumber daya pelayanan dalam kebidanan untuk meningkatkan
pelayanan kebidanan, dan keterjangkauan tempat pelayanan.
Tingkat ketersediaan ini merupakan syarat utama untuk
terlaksananya pelayanan kebidanan. Sikap bidan harus tanggap
terhadap klien, sesuai kebutuhan klien, tidak membedakan
pelayanan siapapun.
2.7 Pelaksanaan Etika dalam Pelayanan Kebidanan
Pelayanan kebidanan di suatu institusi memiliki norma dan
budaya unik. Setiap institusi pelayanan memiliki norma sendiri
dalam memberikan pelayanan yang terdiri dari beberapa praktisi
atau profesi kesehatan. Walaupun demikian subjek pelayanan
hanya satu, yaitu manusia atau individu. Sehingga setiap individu
harus jelas batas wewenangnya. Area kewenangan bidan tertuang
dalam Kepmenkes 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang registrasi dan
praktik bidan. Mengenai kejelas peran bidan diatur dalam standar
praktik kebidanan dan standar pelayanan kebidanan.
14
- Etika dalam pelayanan kontrasepsi
15
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
Hk.02.02/Menkes/149/2010 Tentang Izin Dan Penyelenggaraan Praktik
Bidan
Permenkes RI No. 1464/Menkes/Sk/X/2010 Tentang Ijin Dan
Penyelenggaraan Praktek Bidan
16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Sebaiknya etika digunakan sebagai landasan dalam berbagai aspek
kehidupan. Dan di harapkan tenaga bidan memahami tentang apa itu etika
kebidanan sehingga dengan mudah menyerap dan membentuk nilai etika
kebidanan. Sehingga pelayanan yang diberikan kepada masyarakat tidak
mengecewakan dan tidak ada pihak yang dirugikan.
17
3.3 Studi Kasus Filsafat Etika Dan Etika Kebidanan
"'Kini, oknum bidan ini, kita amankan di Mapolsek Sungailiat," tegas Kapolsek.
18
DAFTAR PUSTAKA
- http://www.scribd.com/doc/20520862/Issue-Etik-pelayanan-Kebidanan
- http://www.artikelkebidanan.com/konsep-dasar-etika-205.html
- http://www.artikelkebidanan.com/pengenalan-etika-umum-208.html
- http://www.artikelkebidanan.com/kode-etik-bidan-indonesia-214.html
- http://www.artikelkebidanan.com/etika-moral-dan-nilai-dalam-praktik-
kebidanan-216.html
- http://www.artikelkebidanan.com/perilaku-etis-profesional-228.html
- http://www.artikelkebidanan.com/hak-dan-kewajiban-pasien-231.html
- http://www.artikelkebidanan.com/hak-dan-kewajiban-bidan-233.html
- http://www.artikelkebidanan.com/etika-pelayanan-kebidanan-235.html
- http://www.artikelkebidanan.com/pelaksanaan-etika-dalam-pelayanan-
kebidanan-238.html
19