3 : 143-150
ISSN-p : 2088-8139
ISSN-e : 2443-2946
DOI : 10.22146/jmpf.37624
ABSTRAK
Pneumonia merupakan salah satu penyebab terbesar mortalitas karena infeksi terbesar pada
pasien yang dirawat di rumah sakit dan sering dijumpai pada pasien dengan gagal ginjal. Luaran klinis
pasien infeksi dengan gagal ginjal lebih buruk dibanding pasien tanpa gagal ginjal. Adanya gangguan ginjal
berpengaruh terhadap farmakokinetika obat. Seftazidim merupakan salah satu antibiotik yang sering
digunakan pada pasien pneumonia. Sekitar 80-90% fraksi obat utuh seftazidim dieliminasi oleh ginjal
sehingga adanya gangguan pada ginjal akan berpengaruh terhadap kadar seftazidim dalam darah.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui estimasi kadar seftazidim dalam darah dan luaran klinis pasien
pneumonia dengan gangguan ginjal. Penelitian ini adalah penelitian retrospektif dengan desain
observasional deskriptif. Data diperoleh dari rekam medik pasien di salah satu rumah sakit di Yogyakarta
pada periode antara Januari 2013-Juni 2017 yang memenuhi kriteria inklusi yaitu pasien berusia ≥18 tahun
dengan data rekam medik lengkap, dirawat di bangsal penyakit dalam dengan diagnosis pneumonia
(HAP/HCAP) yang mengalami gangguan fungsi ginjal kronik, dan mendapat terapi seftazidim minimal 72
jam atau 3 hari. Jumlah sampel penelitian yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 40 pasien. Hasil
peneltian menunjukkan bahwa terdapat 31 pasien (77,5%) yang mencapai estimasi kadar seftazidim
dalam darah di atas nilai minimum inhibitory concentration yaitu 8 µg/mL. Setelah terapi seftazidim, 19
pasien (47,5%) memiliki luaran klinis membaik dan 21 pasien (52,5%) belum membaik.
Kata kunci: pneumonia; gangguan ginjal; seftazidim; estimasi kadar
ABSTRACT
Pneumonia is one of the major causes of mortality due to infection in hospitalized patients. It was
frequently found in patients with renal failure. Clinical outcomes of infected patients with renal failure
are worse compared to patients without renal failure. The presence of renal impairment affects the
pharmacokinetics of the drug. Ceftazidime is one of the most commonly used antibiotics in patients with
pneumonia. Approximately, 80-90% of ceftazidime’s total drug fraction is eliminated by kidneys so that
the presence of kidney disorders will affect the concentration of ceftazidime in the blood. This study
aimed to determine the estimated concentration of ceftazidime in the blood and clinical outcome of
pneumonia patients with renal impairment. This study was a retrospective study with descriptive
observational design. Data were obtained from patient’s medical record in a hospital in Yogyakarta
between January 2013-June 2017 which fulfilled the inclusion criteria, i.e., ≥18 years old patients with
complete medical record data, treated in internal medicine ward with diagnosis of pneumonia
(HAP/HCAP) who had chronic renal failure, and received ceftazidime for minimum 72 hours or 3 days. The
number of research samples were 40 patients. This study showed that 31 patients (77.5%) had achieved
estimated ceftazidime concentration in the blood above the minimum inhibitory concentration of 8 μg/
mL. After ceftazidime therapy, 19 patients (47.5%) had improved clinical outcome and 21 patients (52.5%)
had not improved clinical outcome.
Keywords: pneumonia; renal impairment; ceftazidime; estimated concentration
Jumlah (%)
Karakteristik Variasi Kelompok
N = 40
18 - <60 24 (60)
Usia (tahun)
≥ 60 16 (40)
Laki-laki 24 (60)
Jenis Kelamin
Perempuan 16 (40)
Immunocompromised 12 (30)
Keadaan
Non-Immunocompromised 28 (70)
detak jantung, jumlah leukosit, laju Jenis kelamin yang mendominasi yaitu
pernafasan, dan batuk. Pasien dikatakan laki-laki sebanyak 24 pasien (60%). Hasil ini
membaik jika kondisi klinik pasien mengalami sesuai dengan penelitian yang menyatakan
perbaikan atau terdapat pernyataan membaik bahwa penderita pneumonia didominasi oleh
dari dokter. Selain itu, dilihat juga hubungan laki-laki sebanyak 65,14%. Penelitian lain juga
antara estimasi kadar seftazidim dalam darah memberikan hasil yang serupa yaitu penderita
dengan luaran klinis menggunakan uji chi HCAP didominasi oleh pria sebanyak 63,9%
square. dan 65,5% untuk HCAP/HAP13,14,15. Faktor
yang diduga berpengaruh terhadap tingginya
HASIL DAN PEMBAHASAN kejadian pneumonia pada laki-laki adalah
Gambaran Karakteristik Demografi dan faktor gaya hidup seperti merokok yang lebih
Terapi Antibiotik Pasien
umum dilakukan oleh pria, meskipun
Jumlah pasien pneumonia (HAP dan
prevalensi pada wanita juga semakin
HCAP) dengan gangguan ginjal pada
meningkat. Merokok merupakan faktor risiko
penelitian ini sebanyak 40 pasien (Tabel I),
terjadi infeksi pada saluran pernafasan karena
dengan 36 pasien (90%) menderita HCAP dan
merokok dapat merusak epitel saluran
4 pasien (10%) menderita HAP. Sebagian besar
pernafasan. Epitel ini berfungsi untuk
pasien berusia 18 - <60 tahun yaitu sebanyak
menghilangkan patogen yang dapat
24 pasien (60%). Hasil ini berbeda dengan
menyebabkan infeksi. Selain itu, faktor
penelitian lain yang menyatakan bahwa
hormon juga mempengaruhi kejadian
pneumonia baik HAP/HCAP lebih banyak
pneumonia dimana hormon testosteron pada
diderita oleh pasien berusia lanjut karena
laki-laki dapat memicu terjadinya
faktor usia berpengaruh terhadap kerentanan
immunosuppression yang mengurangi
seorang mengalami infeksi akibat perubahan
proliferasi sel T dan B serta produksi
fisiologi tubuh. Peningkatan usia terkait
immunoglobulin dan sitokin setelah pubertas.
dengan penurunan sistem imun (seperti
Hormon estrogen pada wanita dapat
perubahan fungsi sel B dan sel T, respon imun
meningkatkan sistem imun karena
bawaan, serta efektor), perubahan fungsi
kemampuannya untuk meregulasi CD4+ sel
perlindungan kulit dan mukosa, serta
T17.
berkurangnya kapasitas pernafasan12. Rata-
Keadaan immunocompromised diderita
rata usia pasien pada penelitian ini yaitu
oleh 12 pasien (30%). Keadaan
55±15,9 tahun. Penurunan fungsi timus yang
immunocompromised pasien yaitu kanker
berperan dalam pematangan sel T limfosit
sebanyak 11 pasien dan penderita HIV
mencapai puncaknya pada usia 40-50 tahun13.
(Human immunodeficiency virus) sebanyak 1
Hal ini menjadi salah satu alasan lebih
pasien. Pasien dengan keadaan
besarnya jumlah pasien dengan usia 18- <60
immunocompromised tidak memiliki
tahun pada penelitian ini, selain karena
kemampuan normal untuk berespon terhadap
jumlah sampel yang sedikit.
Tabel II. Terapi Kombinasi Antibiotik pada Pasien Pneumonia dengan Gangguan Ginjal
Keterangan: *: antibiotik yang tidak tercantum dalam guideline ATS (2005) untuk terapi
HAP/HCAP
infeksi karena melemahnya sistem imun. Hal ini diduga menyebabkan pasien kanker
Pneumonia merupakan infeksi yang sering lebih mudah terpapar bakteri penyebab
dialami oleh pasien dengan pneumonia18.
immunocompromised karena paru-paru Antibiotik utama yang digunakan pada
merupakan jalan masuk bagi patogen dari penelitian ini adalah seftazidim dari golongan
udara. Keganasan merupakan faktor risiko sefalosporin generasi ketiga. Seftazidim
berkembangnya pneumonia dan adanya merupakan golongan antibiotik sefalosporin
kanker meningkatkan keparahan penyakit. generasi ketiga yang memiliki spektrum yang
Pasien kanker sering berkunjung ke rumah luas melawan bakteri Gram positif dan
sakit untuk perawatan antikanker seperti negatif, termasuk P. aeruginosa. Sayangnya
terapi pembedahan, kemoterapi, dan radiasi. seiring berjalannya waktu, kemampuan
sefalosforin untuk melawan infeksi yang Seluruh pasien menggunakan
terkait bakteri Gram negatif menjadi seftazidim dengan dikombinasi oleh antibiotik
berkurang karena meningkatnya bakteri dari golongan lain. Peningkatan resistensi
extended-spectrum β-lactamases (ESBLs), K. antibiotik terhadap penggunaan betalaktam
pneumonia, atau bakteri MDR lainnya19. tunggal, termasuk sefalosforin, mendorong
Pemberian antibiotik pada pasien dengan timbulnya penggunaan antibiotik secara
HCAP/HAP harus diberikan secepat kombinasi. Kombinasi antibiotik yang paling
mungkin, karena terlambatnya pemberian banyak digunakan oleh pasien pada penelitian
antibiotik terkait dengan peningkatan ini adalah kombinasi seftazidim dengan
morbiditas dan mortalitas1. Bakteri-bakteri antibiotik golongan fluorokuinolon seperti
yang biasanya menginfeksi pasien HAP siprofloksasin atau levofloksasin (Tabel II).
adalah Enterobacteriaceae (misal Klebsiella spp., Hal ini sesuai dengan penelitian yang
Enterobacter spp., dan Serratia spp.), S. aureus menyatakan bahwa kombinasi yang paling
(termasuk MRSA), P. aeruginosa, atau A. sering (48,6%) digunakan adalah beta laktam
baumannii. HCAP biasanya melibatkan bakteri antipseudomonal dan fluorokuinolon20.
seperti S. pneumonia, K. pneumonia, dan S. Kombinasi lainnya adalah dengan makrolida
aureus1. Sedangkan menurut ATS6, HAP dan yaitu azitromisin dan aminoglikosida
HCAP biasanya disebabkan oleh infeksi yaitu gentamisin. Penggunaan kombinasi
bakteri Gram negatif seperti P. aeruginosa, K. sefalosforin antipseudomonal (seftazidim)
pneumoniae, dan Acinetobacter spp., atau oleh dan fluorokuinolon antipseudomonal
bakteri Gram positif seperti S. aureus atau (siprofloksasin atau levofloksasin)
MRSA. atau aminoglikosida (gentamisin)
Tabel III. Estimasi Kadar Seftazidim dalam Darah (Cssmaks dan Cssmin) Pasien Pneumonia
dengan Gangguan Ginjal
Keterangan: Do RS : Dosis seftazidim yang diberikan pada pasien (mg) di rumah sakit; Css maks :
Nilai perkiran kadar maksimal seftazidim dalam darah (µg/mL); Cssmin : Nilai perkiraan kadar
minimal seftazidim dalam darah (µg/mL); MIC: minimum inhibitory concentration (µg/mL); *:
Satu pasien mendapat dua dosis yang diberikan bergantian yaitu 500 mg/24 jam dan 1000 mg/24
jam; †: Nilai Cssmaks dan Cssmin kedua pasien sama.
Tabel IV. Analisis Hubungan Estimasi Kadar Seftazidim dengan Luaran Klinis
menggunakan Uji Chi Square (n=40)
Luaran Klinis
Estimasi kadar seftazidim Membaik Belum membaik Total N (%) P
N (%) N (%)
Di atas MIC 15 (37,5) 16 (40) 31 (77,5)
0,835
Di bawah MIC 4 (10) 5 (12,5) 9 (22,5)
hubungan antara estimasi kadar seftazidim terlibat meliputi tumor necrosis factor (TNF),
dalam darah dengan luaran klinis pasien. interleukin-1 (IL-1), interleukin-6 (IL-6), dan
Berdasarkan hasil analisis, diperoleh nilai chemokin. Ekspresi sitokin proinflamasi
P>0,05 sehingga tidak ada hubungan yang diregulasi melalui suatu mekanisme
signifikan antara estimasi kadar seftazidim kompensasi oleh mediator antiinflamasi yaitu
dalam darah dengan luaran klinis pasien interleukin-10 (IL-10). Respon antiinflamasi ini
(Tabel IV). Meskipun penelitian lain penting untuk memperbaiki homeostatis
menyatakan bahwa nilai MIC berpengaruh imun setelah terjadinya stimulasi inflamasi
terhadap hasil terapi pasien, tetapi nilai MIC pada infeksi. Tetapi, adanya reaksi
bukan satu-satunya yang dapat antiinflamasi ini dapat menyebabkan terjadi
mempengaruhi efek terapi obat pasien. imunosupresi yang mendeaktivasi leukosit
Faktor-faktor klinis lain yang dimiliki oleh sehingga meningkatkan kerentanan
pasien juga perlu dipertimbangkan22. mengalami infeksi dan memicu kematian
Berbagai faktor yang dapat akibat ketidakmampuan tubuh untuk
berpengaruh terhadap hasil analisis pada melawan infeksi25,26.
penelitian ini, yaitu pasien-pasien pada Adanya sepsis juga berpengaruh
penelitian tidak hanya diterapi oleh antibiotik terhadap farmakokinetika antibiotik terutama
seftazidim tetapi dikombinasi dengan yang bersifat hidrofilik seperti golongan
antibiotik lain yang mana penggunaan betalaktam. Hal utama yang menyebabkan
antibiotik lain ini diduga juga berpengaruh terjadinya perubahan farmakokinetik
terhadap luaran klinis pasien. Perlu antibiotik pada pasien dengan sepsis adalah
diperhatikan juga bahwa untuk mencapai peningkatan volume distribusi, perubahan
respon terapi yang adekuat maka antibiotik ikatan protein, kenaikan klirens ginjal,
harus mencapai daerah tempat terjadinya gangguan pada klirens ginjal, dan disfungsi
infeksi, yaitu di paru-paru untuk infeksi hepar27. Selain faktor sepsis, gangguan ginjal
pneumonia. Penetrasi antibiotik sefalosporin juga berpengaruh terhadap farmakokinetika
ke paru-paru bervariasi dari 30-100%. Rasio antibiotik. Adanya gangguan ginjal dapat
kadar seftazidim di dalam darah dan ephitelial memperlama antibiotik mencapai kadar tunak
lining fluid (ELF) paru-paru sebesar 0.21 yang diharapkan, akibat meningkatnya
dengan probabilitas mencapai ELF rendah22,23. volume distribusi dan meningkatnya waktu
Selain itu, adanya penyakit penyerta infeksi paruh eliminasi. Jika ingin mencapai kadar
lain yaitu sepsis dan syok sepsis diduga juga yang diharapkan dengan cepat, maka
mempengaruhi luaran klinis pasien. Sepsis disarankan dengan pemberian loading dose
dan syok sepsis diderita oleh 17 pasien pada pasien28. Estimasi kadar antibiotik dalam
(42,5%). Adanya sepsis diketahui dapat keadaan tunak diharapkan dapat memberikan
memperburuk luaran klinis pasien24. gambaran Cssmin atau Cssmaks yang dapat
Respon imun sepsis dikarakteristikkan dicapai berdasarkan dosis yang diberikan oleh
bermula dari fase hiperinflamasi yang klinisi. Tetapi, sebanyak 26 pasien pada
berubah menjadi fase imunosupresi dalam penelitian ini melakukan hemodialisis ketika
hitungan hari. Mediator proinflamasi yang mendapat terapi seftazidim. Hemodialisis ini
14. Caceres F, Welch VL, Kett DH, et al. Yogyakarta: Bursa Ilmu; 2012.
Absence of Gender-Based Differences in 22. Sharma R, Sapkota S, Khanal D.
Outcome of Patients with Hospital- Correlation of Minimum Inhibitory
Acquired Pneumonia. J Women’s Heal. Concentration of Ciprofloxacin to the
2013;22(12):1069-1075. Therapeutic Response of Patient With
15. Seong GM, Kim M, Ph D, et al. Urinary Tract Infection Caused by
Healthcare-Associated Pneumonia Escherichia Coli. IJPSR. 2014;5(3):970-
among Hospitalized Patients : Is It 976.
Different from Community Acquired 23. Jamal J, Hons B, Hons B, Lipman J,
Pneumonia ? Tuberc Respir Dis (Seoul). Roberts JA, Hons B. Defining Antibiotic
2014;76(2):66-74. Dosing in Lung Infections. Clin Pul Med.
16. Tadros M, Williams V, Coleman BL, et 2013;20(3):121-128.
al. Epidemiology and Outcome of 24. Mayr FB, Yende S, Angus DC.
Pneumonia Caused by Methicillin- Epidemiology of severe sepsis.
Resistant Staphylococcus aureus ( Virulence. 2014;5(1):4-11.
MRSA ) in Canadian Hospitals. PLoS 25. Sundar KM, Sires M. Sepsis induced
One. 2013;8(9):4-11. immunosuppression : Implications for
17. Silveyra P, Fuentes N, Rivera L. secondary infections and complications.
Understanding The Intersection of Indian J Crit Care Med. 2013;17(3):162-
Environmental Pollution, Pneumonia, 169.
and Inflammation : Does Gender Play A 26. Hotchkiss RS. Sepsis-induced
Role? In: Contemporary Topics of immunosuppression: from cellular
Pneumonia. London: Intech; 2017. dysfunctions to immunotherapy. Nat
18. Rabello LSCF, Silva JRL, Azevedo LCP, Rev Immunol. 2014;13(12):862-874.
Souza I, Viviane B. Clinical Outcomes 27. Blot SI, Pea F, Lipman J. The effect of
and Microbiological Characteristics of pathophysiology on pharmacokinetics
Severe Pneumonia in Cancer Patients : in the critically ill patient — Concepts
A Prospective Cohort Study. PLoS One. appraised by the example of
2015;10(3):1-13. antimicrobial agents. Adv Drug Deliv
19. Lagacé-wiens P, Walkty A, Karlowsky Rev. 2014;77:3-11.
JA. Ceftazidime – avibactam : an 28. Verbeeck RK, Musuamba FT.
evidence-based review of its Pharmacokinetics and dosage
pharmacology and potential use in the adjustment in patients with renal
treatment of Gram-negative bacterial dysfunction. Eur J Clin Pharmacol.
infections. Core Evid. 2014;9:13-25. 2009;65(8):757-773.
20. Seong GM, Kim M, Lee J, et al. 29. Loo AS, Neely M, Anderson EJ,
Healthcare-Associated Pneumonia Ghossein C, McLaughlin MM, Scheetz
among Hospitalized Patients: Is It MH. Pharmacodynamic Target
Different from Community Acquired Attainment for Various Ceftazidime
Pneumonia? Tuberc Respir Dis (Seoul). Dosing Schemes in High-Flux
2014;76(2):66-74. Hemodialysis. Antimicrob Agents
21. Hakim L. Farmakokinetika Klinik. Chemother. 2013;57(12):5854-5859.