Anda di halaman 1dari 17

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masa nifas (purperium) dimulai sejak 1 jam setelah lahirnya plasenta


sampai dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu. Pelayanan pasca persalinan
harus terselenggara pada masa itu untuk memenuhi kebutuhan ibu dan bayi,
yang meliputi upaya pencegahan, deteksi dini dan pengobatan komplikasi dan
penyakit yang mungkin terjadi, serta penyediaan pelayanan pemberian ASI,
cara menjarangkan kehamilan, imunisasi, dan nutrisi bagi ibu.
Secara psikologi, pascapersalinan ibu akan merasakan gejala-gejala
psikiatrik. Meskipun demikian, adapula ibu yang tidak mengalami hal ini.
Agar perubahan psikologi yag dialami tidak berlebihan, ibu perlu mengetahui
tentang hal tentang hal yang lebih lanjut. Wanita banyak mengalami
perubahan emosi selama masa nifas sementara ia menyesuaikan diri menjadi
seorang ibu.
Penting sekali sebagian bidan untuk mengetahui tentang penyesuaian
psikologis yang normal sehingga ia dapat menilai apakah seorang ibu
memerlukan asuhan khusus dalam masa nifas ini, untuk suatu variasi atau
penyimpangan dari penyesuaian yang normal yang umum terjadi.
Dalam beberapa literatur menjelaskan bahwa dalam minggu pertama
setelah melahirkan, banyak wanita yang menunjukan gejala-gejala psikiatrik,
terutama gejala depresi diri ringan sampai berat serta gejala-gejala neonatus
traumatic, antara lain rasa takut yang berlebihan dalam masa hamil struktur
perorangan yang tidak normal sebelumnya, riwayat psikiatrik abnormal,
riwayat perkawinan abnormal, riwayat obstetrik (kandungan) abnormal,
riwayat kelahiran mati atau kelahiran cacat, dan riwayat penyakit lainya.
Biasanya penderita akan sembuh kembali tanpa ada atau dengan
pengobatan. Meskipun demikian, kadang diperlukan terapi oleh ahli penyakit
jiwa.Sering pula kelainan-kelainan psikiatrik ini berulang setelah persalinan
berikutnya. Hal yang perlu diperhatikan yaitu adaptasi psikososial pada masa
2

pasca persalinan. Bagi keluarga muda, pasca persalinan adalah “awal keluarga
baru” sehingga keluarga perlu beradaptasi dengan peran barunya.
Tanggung jawab keluarga bertambah dengan hadirnya bayi yang baru
lahir. Dorongan serta perhatian anggota keluarga lainya merupakan dukungan
positif bagi ibu.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana adaptasi psikologi ibu pada masa nifas?
2. Apa saja fase adaptasi psikologi ibu pada masa nifas?
3. Bagaimana cara mengatasi Postpartum Blues, Depresi Postpartum, dan
Postpartum Psikosa?
4. Bagaimana cara mengatasi kesedihan dan duka cita?

C. Tujuan
1. Mengetahui dan memahami adaptasi psikologi ibu pada masa nifas.
2. Mengetahui dan memahami fase adaptasi psikologi ibu pada masa nifas.
3. Memahami postpartum blues, depresi postpartum, dan postpartum psikosa
dan cara mengatasinya.
4. Memahami kesedihan dan duka cita serta cara mengatasinya.
3

BAB II
PEMBAHASAN

A. Adaptasi Psikologis Masa Nifas

Setelah melahirkan, ibu mengalami perubahan fisik dan fisiologis yang juga
mengakibatkan adanya perubahan dari psikisnya. Ia mengalami stimulasi
kegembiraan yang luar biasa, menjalani proses eksplorasi dan asimilasi
terhadap bayinya, berada di bawah tekanan untuk dapat menyerap
pembelajaran yang diperlukan tentang apa yang harus diketahuinya dan
perawatan untuk bayinya, dan merasa tanggung jawab luar biasa sekarang
untuk menjadi seorang “ibu”.
Proses adaptasi psikologi sudah terjadi selama kehamilan, menjelang proses
kelahiran maupun setelah persalinan. Pada periode tersebut, kecemasan
seorang wanita dapat bertambah. Pengalaman yang unik dialami oleh ibu
setelah persalinan. Masa nifas merupakan masa yang rentan dan terbuka
untuk bimbingan dan pembelajaran. Perubahan peran seorang ibu
memerlukan adaptasi. Tanggung jawab ibu mulai bertambah.

Hal-hal yang dapat membantu ibu dalam beradaptasi pada masa nifas adalah
sebagai berikut :

1. Fungsi menjadi orang tua


2. Respon dan dukungan dari keluarga
3. Riwayat dan pengalaman kehamilan serta persalinan
4. Harapan, keinginan dan aspirasi saat hamil dan melahirkan

B. Fase Adaptasi Psikologis Masa Nifas


Fase-fase yang akan dialami oleh ibu pada masa nifas menurut Reva Rubin
antara lain:
1. Fase taking in
Fase ini merupakan periode ketergantungan, yang berlangsung dari hari
pertama sampai hari ke dua setelah melahirkan.Ibu terfokus pada dirinya
4

sendiri dan bayinya. Pada fase ini suatu waktu yang penuh kegembiraan
dan kebanyakan orang tua sangat suka mengomunikasikannya. Ibu merasa
perlu menyampaikan pengalamannya tentang kehamilan dan kelahiran
dengan kata-kata. Ketidaknyamanan yang biasa dialami pada fase ini
antara lain rasa mules, nyeri pada luka jahitan, kurang tidur, kelelahan. Hal
yang perlu diperhatikan pada fase ini adalah istirahat cukup, komunikasi
yang baik dan asupan nutrisi.
Gangguan psikologis yang dapat dialami oleh ibu pada fase ini adalah :
1. Kekecewaan pada bayinya
2. Ketidaknyamanan sebagai akibat perubahan fisik yang dialami
3. Rasa bersalah karena belum bisa menyusui bayinya
4. Kritikan suami atau keluarga tentang perawatan bayinya
2. Fase taking hold
Fase ini berlangsung antara 3-10 hari setelah melahirkan. Dalam fase ini,
ibu penuh semangat untuk memperoleh kesempatan belajar dan berlatih
tentang cara perawatan bayi secara langsung. Namun, ada beberapa ibu
merasa khawatir akan ketidakmampuan dan rasa tanggung jawab dalam
perawatan bayinya. Perasaan ibu lebih sensitif sehingga mudah
tersinggung. Hal yang perlu diperhatikan adalah komunikasi yang baik,
dukungan dan pemberian penyuluhan/pendidikan kesehatan tentang
perawatan diri dan bayinya. Tugas bidan antara lain: mengajarkan cara
perawatan bayi, cara menyusui yang benar, cara perawatan luka jahitan,
senam nifas, pendidikan kesehatan gizi, istirahat, kebersihan diri dan lain-
lain.
3. Fase letting go
Fase ini merupakan fase menerima tanggungjawab akan peran barunya
yang berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu sudah mulai dapat
menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya. Terjadi peningkatan
akan perawatan diri dan bayinya. Ibu merasa percaya diri akan peran
barunya, lebih mandiri dalam memenuhi kebutuhan dirinya dan bayinya.
5

Dukungan suami dan keluarga dapat membantu merawat bayi. Kebutuhan


akan istirahat masih diperlukan ibu untuk menjaga kondisi fisiknya.

Hal-hal yang harus dipenuhi selama nifas adalah sebagai berikut :


1. Fisik : Istirahat, asupan gizi, lingkungan bersih
2. Psikologi : Dukungan dari keluarga sangat diperlukan
3. Sosial : Perhatian, rasa kasih sayang, menghibur ibu saat sedih dan
menemani saat ibu merasa kesepian
4. Psikososial.

C. Postpartum Blues, Depresi Postpartum, dan Postpartum Psikosa


Melahirkan adalah sebuah karunia terbesar bagi wanita dan momen yang
Sangat membahagiakan, tapi kadang harus menemui kenyataan banyak tak
semua menganggap seperti itu karena ada juga wanita yang mengalami
depresi setelah melahirkan. Banyak orang menganggap bahwa kehamilan
adalah kodrat yang harus dilalui dan peristiwa alamiah yang wajar bagi
wanita, yang dapat menjadi episode dramatis dan traumatis sehingga sangat
menentukan kehidupannya dimasa datang. Hal tersebut menyebabkan ibu
mengalami stres diiringi perasaan sedih dan takut sehingga mempengaruhi
emosional dan sensitivitas ibu pasca melahirkan.
Postpartum Blues
Post Partum Blues (PBB) sering juga disebut sebagai maternity blues atau
baby blues yaitu suatu sindroma gangguan efek ringan yang sering tampak
dalam minggu pertama setelah persalinan. Post partum blues dapat ditandai
dengan gejala-gejala sebagai berikut:
1. Sedih
2. Sering menangis
3. Mudah tersinggung (iritabilitas )
4. Cemas
5. Labilitas perasaan
6. Cenderung menyalahkan diri sendiri
6

7. Gangguan tidur dan gangguan nafsu makan


8. Kelelahan
9. Mudah sedih
10. Cepat marah
11. Mood mudah berubah, cepat menjadi sedih dan cepat pula gembira
12. Perasaan terjebak, marah kepada pasangan dan bayinya
13. Perasaan bersalah
14. Sangat pelupa

Post partum blues tidak berhubungan langsung dengan kesehatan ibu atau
bayinya maupun komplikasi obstetrik, tetapi bagaimanapun faktor-faktor
tersebut dapat mempengaruhi perubahan mood ibu. Gejala-gejala tersebut
timbul setelah persalinan dan pada umumnya akan menghilang dalam waktu
beberapa jam sampai beberapa hari setelah persalinan. Namun pada beberapa
kasus gejala-gejala tersebut terus bertahan dan baru menghilang setelah
beberapa hari, minggu atau bulan, bahkan dapat berkembang menjadi keadaan
yang lebih berat.
Post partum blues dikategorikan sebagai sindrom gangguan mental yang
ringan. Oleh sebab itu sering tidak dipedulikan dan diabaikan sehingga tidak
terdiagnosa dan tidak dilakukan asuhan sebagai mana mestinya. Hal tersebut
dapat menimbulkan masalah yang menyulitkan dan dapat membuat perasaan
tidak nyaman bagi ibu yang mengalaminya. Banyak ibu yang berjuang sendiri
dalam beberapa saat setelah melahirkan. Mereka merasakan ada suatu hal yang
salah namun mereka sendiri tidak benar-benar mengetahui apa yang sedang
terjadi.
Apabila mereka pergi mengunjungi dokter atau tenaga kesehatan untuk
minta pertolongan sering kali hanya mendapatkan saran untuk beristirahat atau
lebih banyak tidur, tidak gelisah, minum obat atau berhenti mengasihi diri
sendiri dan mulai merasa gembira menyambut kedatangan bayi yang mereka
cintai.
7

Faktor-faktor penyebab timbulnya post partum blues:


1. Faktor hormonal berupa perubahan hormon estrogen, progesteron,
prolaktin dan estriol yang terlalu rendah. Kadar estrogen turun secara
bermakna setelah melahirkan ternyata estrogen memiliki efek supresi
aktivitas enzim nonadrenalin maupun serotin, yang berperan dalam suasana
hati dan kejadian depresi
2. Ketidaknyamanan fisik yang dialami wanita menimbulkan gangguan
emosional pada seperti payudara bengkak, nyeri jahitan, rasa mules.
3. Ketidakmampuan beradaptasi terhadap perubahan fisik dan emosional yang
kompleks
4. Faktor umur dan paritas (jumlah anak)
5. Pengalaman dalam proses kehamilan dan persalinan
6. Latar belakang psikososial wanita yang bersangkutan seperti tingkat
pendidikan, status perkawinan, kehamilan yang tidak diinginkan, riwayat
gangguan kejiwaan sebelumnya, sosial ekonomi.
7. Kecukupan dukungan dari lingkungannya (suami, keluarga, dan teman).
Apakah suami mendukung kehamilan ini, apakah suami mengerti perasaan
istri, apakah suami/keluarga/teman memberi dukungan fisik dan moril
misalnya dengan membantu pekerjaan rumah tangga, membantu mengurus
bayi, mendengarkan keluh kesah ibu
8. Stres dalam keluarga misalnya faktor ekonomi memburuk, persoalan
dengan suami, problem dengan mertua atau orang tua.
9. Stres yang dialami wanita itu sendiri misalnya ASI tidak keluar, frustasi
karena bayi tidak mau tidur, nangis dan gumoh, stress melihat bayi sakit,
rasa bosan dengan hidup yang dijalani.
10. Kelelahan pasca melahirkan
11. Perubahan peran yang dialami ibu. Sebelumnya ibu adalah seorang istri
tetapi sekarang sekaligus berperan sebagai ibu dengan bayi yang sangat
bergantung padanya.
12. Rasa memiliki bayi yang terlalu dalam sehingga timbul rasa takut yang
berlebihan akan kehilangan bayinya.
8

13. Problem anak, setelah kelahiran bayi, kemungkinan timbul rasa cemburu
dari anak sebelumnya sehingga hal tersebut cukup mengganggu emosional
ibu.

Cara mengatasi post partum blues:


1. Komunikasikan segala permasalahan atau hal lain yang ingin diungkapkan
2. Bicarakan rasa cemas yang dialami
3. Bersikap tulus ikhlas dalam menerima aktivitas dan peran baru setelah
melhirkan
4. Bersikap fleksibel dan tidak perfeksionis dalam mengurus bayi atau rumah
tangga
5. Belajar tenang dengan menarik nafas panjang dan meditasi
6. Kebutuhan istirahat harus cukup, tidurlah ketika bayi tidur
7. Berolah raga ringan
8. Bergabung dengan kelompok ibu-ibu baru
9. Dukungan tenaga kesehatan
10. Dukungan suami, keluarga, teman, teman sesama ibu
11. Konsultasi kepada dokter atau orang yang sudah profesional agar dapat
meminimalisasikan faktor resiko lainnya dan membantu melakukan
pengawasan

Depresi Postpartum
Depresi postpartum yaitu gangguan emosional pasca persalinan yang
bervariasi, terjadi pada 10 hari pertama masa setelah melahirkan dan
berlangsung terus-menerus sampai 6 bulan atau bahkan sampai satu tahun.
Penyebab depresi postpartum ini juga merupakan perluasan dari penyebab
postpartum blues yang tidak ditangani dengan baik, diantaranya :
1. Memiliki depresi atau postpartum depression sebelumnya
2. Tidak mendapat dukungan dari pasangan, teman, atau keluarga.
3. Mendapati bayi sakit atau kolik
4. Menderita stres di kehidupan perkawinan atau hubungan
5. Memiliki Severe Premenstrual Syndrom (PMS)
9

Sedangkan faktor yang mempengaruhi depresi postpartum yaitu :


1. Faktor konstitusional
Gangguan post partum berkaitan dengan status paritas adalah riwayat
obstetri pasien yang meliputi riwayat hamil sampai bersalin serta apakah
ada komplikasi dari kehamilan dan persalinan sebelumnya dan terjadi
lebih banyak pada wanita primipara. Wanita primipara lebih umum
menderita blues karena setelah melahirkan wanita primipara berada dalam
proses adaptasi.
2. Faktor fisik
Perubahan fisik setelah proses kelahiran dan memuncaknya gangguan
mental selama 2 minggu pertama menunjukkan bahwa faktor fisik
dihubungkan dengan kelahiran pertama merupakan faktor penting.
Perubahan hormon secara drastis setelah melahirkan dan periode laten
selama dua hari diantara kelahiran dan munculnya gejala. Perubahan ini
sangat berpengaruh pada keseimbangan.
3. Faktor psikologi
Peralihan yang cepat dari keadaan “dua dalam satu” pada akhir kehamilan
menjadi dua individu yaitu ibu dan anak bergantung pada penyesuaian
psikologis individu
4. Faktor sosial dan karateristik ibu
Paykel (Regina dkk, 2001) mengemukakan bahwa pemukiman yang tidak
memadai lebih sering menimbulkan depresi pada ibu – ibu, selain
kurangnya dukungan dalam perkawinan. Serta Umur, pengaalaman,
pendidikan, faktor selama proses persalinan dan faktor dukungan sosial.

Gejalanya merupakan perluasan dari gejala post partum blues. Gejala


postpartum yang umum terjadi adalah trias depresi, yaitu
1. Berkurangnya energi
2. Penurunan efek
3. Hilang minat (anhedonia)
10

Ling dan Duff (2001) mengatakan bahwa gejala depresi post partum yang
dialami 60% wanita mempunyai karateristik dan spesifik antara lain
1. Trauma terhadap intervensi medis yang terjadi
2. Kelelahan dan perubahan mood
3. Gangguan nafsu makan dan gangguan tidur
4. Tidak mau berhubungan dengan orang lain
5. Tidak mencintai bayinya dan ingin menyakiti bayinya atau dirinya sendiri.

Kiat mengurangi resiko terjadinya depresi post partum:


1. Persiapan diri yang baik
Persiapan yang baik pada saat kehamilan sangat diperlukan sehingga
saat kelahiran memiliki kepercayaan diri yang baik dan mengurangi resiko
terjadinya depresi post partum. Kegiatan yang dapat ibu lakukan adalah
banyak membaca artikel atau buku yang ada kaitannya dengan kelahiran,
mengikuti kelas prenatal, bergabung dengan kelompok senam hamil. Ibu
dapat memperoleh banyak informasi yang diperlukan sehingga pada saat
kelahiran ibu sudah siap dan hal traumatis yang mungkin mengejutkan
dapat dihindari.
2. Olah raga dan nutrisi yang cukup
Olah raga dapat menjaga kondisi dan stamina sehingga dapat
membuat keadaan emosi juga baik. Nutrisi yang cukup baik asupan
makanan maupun minuman sangat penting pada periode post partum.
Usahakan mendapatkan keseimbangan dari kedua hal ini.
3. Support mental dari lingkungan sekitar
Support mental sangat diperlukan pada periode post partum.
Dukungan ini tidak hanya dari suami tapi keluarga, teman dan lingkungan
sekitar. Jika ingin bercerita, ungkapkan perasaan, emosi dan perubahan
hidup yang dialami kepada orang yang dipercaya dapat menjadi pendengar
yang baik. Ibu post partum harus punya keyakinan bahwa lingkungan akan
mendukung dan selalu siap membantu jika mengalami kesulitan. Hal
11

tersebut akan membuat ibu merasa lebih baik dan mengurangi resiko
terjadinya depresi post partum.
4. Ungkapkan apa yang dirasakan
Ibu post partum jarang memendam perasaan sendiri. Jika mempunyai
masalah harus segera dibicarakan baik dengan suami maupun orang
terdekat. Petugas kesehatan dapat membantu ibu untuk mengungkapkan
perasaan dan emosi ibu agar ibu dapat lebih nyaman.
5. Mencari informasi tentang depresi post partum
Informasi tentang depresi post partum yang diberikan tenaga
kesehatan akan sangat bermanfaat sehingga ibu mengetahui faktor-faktor
pemicu sehingga dapat mengantisipasi atau mencari bantuan jika
mendapati kondisi tersebut.Ibu juga harus mempelajari keadaan dirinya,
sehingga ketika sadar terhadap kondisi ini ibu akan segera mendapatkan
bantuan secepatnya. Bergabung dengan orang yang pernah mengalami
depresi post partum dapat membantu ibu memperoleh informasi terhadap
gejala dan hal nyata yang dialami.
6. Menghindari perubahan hidup yang drastis
Perubahan hidup yang drastis sesudah kelahiran akan berpengaruh
terhadap emosional ibu sehingga sebisa mungkin sebaiknya dihindari
misalnya pindah kerja, pindah kerumah yang baru, hiduplah dengan wajar
seperti sebelum melahirkan
7. Melakukan pekerjaan rumah tangga
Memasak, membersihkan rumah, merawat tanaman, dan pekerjaan
rumah tangga lain dapat membantu melupakan gejolak emosi yang timbul
pada periode postpartum. Saat kondisi ibu masih labil bisa dilampiaskan
dengan melakukan pekerjaan rumah tangga. Ibu dapat meminta dukungan
dari keluarga dan lingkungan, meski mempunyai pembantu rumah tangga
ibu dapat melakukan aktivitas tersebut.
12

Postpartum Psikosa
Postpartum psikosa adalah depresi yang terjadi pada minggu pertama
dalam 6 minggu setelah melahirkan. Penyebab post partum psikosa
disebabkan karena wanita menderita bipolar disorder atau masalah psikiatrik
lainnya yang disebut schizoaffektif disorder. Wanita tersebut mempunyai
resiko tinggi untuk terkena post partum psikosa. Gejala yang sering terjadi
adalah: delusi, halusinasi, gangguan saat tidur, dan obsesi mengenai bayinya.
Pada wanita yang menderita penyakit ini dapat terkena perubahan mood
secara drastis, dari depresi ke kegusaran dan berganti menjadi euforia dalam
waktu singkat. Penderita kehilangan semangat dan kenyamanan dalam
beraktifitas,sering menjauhkan diri dari teman atau keluarga, sering mengeluh
sakit kepala dan nyeri dada, jantung berdebar-berdebar serta nafas terasa
cepat.
Untuk mengurangi jumlah penderita ini sebagai anggota keluarga
hendaknya harus lebih memperhatikan kondisi dan keadaan ibu serta
memberikan dukungan psikis agar tidak merasa kehilangan perhatian. Saran
kepada penderita untuk : beristirahat cukup, mengkonsumsi makanan dengan
gizi yang seimbang, bergabung dengan orang-orang yang baru, bersikap
fleksible, dan berbagi cerita dengan orang terdekat.

D. Kesedihan dan Duka Cita


Berduka adalah akhir dari yang lain dari kontinium kemungkinan emosi
yang berat pada masa menyusui anak. Berduka yang paling besar adalah
disebabkan karena kematian bayi meskipun kematian terjadi saat kehamilan.
Bidan harus memahami psikologis ibu dan ayah untuk membantu mereka
melalui pasca berduka dengan cara yang sehat.
Berduka adalah respon psikologis terhadap kehilangan. Proses berduka
terdiri dari tahap atau fase identifikasi respon tersebut. Tugas berduka, istilah
ini diciptakan oleh Lidermann, menunjukkan tugas bergerak melalui tahap
proses berduka dalam menentukan hubungan baru yang signifikan. Berduka
adalah proses normal, dan tugas berduka penting agar berduka tetap normal.
13

Kegagalan untuk melakukan tugas berduka, biasanya disebabkan keinginan


untuk menghindari nyeri yang sangat berat dan stress serta ekspresi yang
penuh emosi.Seringkali menyebabkan reaksi berduka abnormal atau
patologis.
Proses berduka sangat bervariasi, bergantung pada apa yang hilang,
persepsi dan keterlibatan individual apapun yang hilang tersebut. Kehilangan
dapat memiliki rentang dari pembatalan kegiatan yang direncanakan
(contohnya piknik, perjalanan atau pesta) hingga kematian orang yang
dicintai.Seberapa berat kehilangan bergantung pada persepsi individu yang
menderita kehilangan.Contohnya kematian dapat menimbulkan respon
berduka yang ringan atau berat bergantung pada hubungan dan keterlibatan
individu dengan orang yang meninggal.
Kehilangan matematis termasuk hal yang dialami oleh wanita yang
mengalami infertilitas yang meliputi kehilangan bayi (aborsi, keguguran, lahir
mati, memberikan bayi untuk diadopsi), yang mendapatkan bayi yang dapat
terus menerus hidup tapi kehilangan harapan (karena prematuritas,
abnornalitas kongenital), dan kehilangan yang dibahas sebagai faktor kausatif
post partum blues (kehilangan keintiman internal dengan bayinya, hilangnya
perhatian).

Tahap-tahap berduka :
1. Syok
Merupakan respon awal individu terhadap kehilangan. Manifestasi
perilaku dan perasaan meliputi: penyangkalan, ketidakpercayaan, putus
asa, ketakutan, ansietas, rasa bersalah, kekosongan, kesendirian, kesepian,
isolasi, mati rasa, intoversi (memikirkan dirinya sendiri) tidak rasional,
bermusuhan, kebencian, kegetiran, kewaspadaan akut, kurang inisiatif,
tindakan mekanis, mengasingkan diri, berkhianat, frustasi, memberontak
dan kurang konsentrasi.

Manifestasi klinis :
14

a. Gel distress somatik yang berlangsung selama 20 – 60 menit


b. Menghela nafas panjang
c. Penurunan berat badan
d. Anoreksia, tidur tidak tenang, keletihan, dan gelisah
e. Penampilan kurus dan tampak lesu
f. Rasa penuh ditenggorokan, tersedak, nafas pendek, nyeri dada,
gemetaran internal
g. Kelemahan umum dan kelemahan tertentu apda tungkai
2. Berduka
Ada penderitaan, fase realitas. Penerimaan terhadap fakta
kehilangan dan upaya terhadap realitas yang harus ia lakukan terjadi
selama periode ini. Contohnya orang yang berduka menyesuaikan diri
dengan lingkungan tanpa ada orang yang disayangi atau menerima fakta
adanya pembuatan penyesuaian yang diperlukan dalam kehidupan dan
membuat perencanaan karena adanya deformitas.
Nyeri karena kehilangan dirasakan secara menyeluruh dalam
realitas yang memanjang dan dalam ingatan setiap hari, setiap saat dan
peristiwa yang mengingatkan.Ekspresi emosi yang penuh penting untuk
resolusi yang sehat.Menangis adalah salah satu bentuk pelepasan yang
umum.
Selain masa ini, kehidupan orang yang berduka terus berlanjut.Saat
inidividu terus, melanjutkan tugas berduka. Dominasi kehilangan secara
bertahap menjadi ansietas terhadap masa depan.
3. Resolusi
Fase menentukan hubungan baru yang bermakna. Selama periode
ini seseorang yang berduka menerima kehilangan, penyesuaian telah
komplet dan individu kembali pada fungsinya secara penuh. Kemajuan
ini berasal dari penanaman kembali emosi seseorang pada hubungan lain
yang bermakna.
Manifestasi perilaku reaksi berduka abnormal atau patologis meliputi :
a. Menghindari dan distorsi pernyataan emosi berduka normal
15

b. Depresi agitasi, kondisi psikosomatik, mengalami gejala penyakit


menular atau terakhir yang diderita orang yang meninggal
c. Aktivitas yang merusak keberadaan sosial ekonomi individu
d. Mengalami kehilangan pola interaksi sosial

Tanggung jawab utama bidan dalam peristiwa kehilangan adalah


membagi informasi tersebut dengan orang tua.Bidan juga harus
mendorong dan menciptakan lingkungan yang aman untuk
pengungkapan emosi berduka. Jika kehilangan terjadi pada awal
kehamilan, bidan dapat dipanggil untuk berpartisipasi dalam perawatan.
16

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Masa nifas adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan
selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti sebelum hamil.Fase-
fase adaptasi ibu nifas yaitu taking in, taking hold, dan letting go
merupakan perubahan perasaan sebagai respon alami terhadap rasa lelah
yang dirasakan ibu dan akan kembali secara perlahan setelah ibu dapat
menyesuaikan diri dengan peran barunya dan tumbuh kembali pada
keadaan normal. Dalam melalui fase-fase tersebut, ibu nifas memerlukan
asuhan dari seorang bidan agar masa nifas berjalan dengan lancer.Peran
bisan sangat mempengaruhi masa nifas ibu dalam mencegah maupun
mengatasi gangguan psikologi terutama pada ibu yang baru pertama kali
melahirkan.

B. Saran
Tenaga kesehatan terutama bidan diharapkan dapat mengetahui
dan mengerti tentang psikologi yang dialami ibu nifas sehingga dapat
memberikan pelayanan kebidanan pada masa nifas seoptimal mungkin
agar keadaan ibu dan bayi tetap baik.
17

DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati, 2008.Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta: Mitra Cendikia.


H: 65-71.
Bobak,dkk. 2004. Keperawatan maternitas. Jakarta : EGC.
Ling, F.W., dan Duff. 2001. Obstetrics and Gynecology. New York : Mc Graw-
Hill Companies.
Regina, Pudjibudojo, J. K dan Malinton, P. K. 2001. Hubungan Antara Depresi
Postpartum Dengan Kepuasan Seksual Pada Ibu Primipara. Anima
Indonesian Psychological Journal. Vol. 16. No. 3. 300 – 314.
Saleha, Siti. 2009. AsuhanKebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika.
H: 45-48.
Suherni, 2007. Perawatan Masa Nifas. Yogyakarta: Fitramaya. H: 66-67
Wiryanetty, Sari. 2009. Rooming-in. diakses dari
http://klinis.wordpress.com/2007/12/29/depresi-post partum/

http://rinie.info/2008/05/05/post-psrtum-blues-aka-baby-blues

http://sariwiryanetty.blogspot.com/2009/10/rooming-in.html

Anda mungkin juga menyukai