Anda di halaman 1dari 4

A

PENDAHULUAN

Pembuatan produk-produk yang terbuat dari logam, misalnya pembuatan medali, biasanya
pembuatannya dimulai dari tahap perancangan, pembentukan dan tahap penyelesaian. Agar
diperoleh umur serta penampilan menarik biasanya tahap penyelesaiannya dilakukan dengan melapisi
benda kerja dengan logam lain, diantaranya dengan electroplating, dapat juga dicat atau dipernis.
Benda kerja seperti medali yang tidak dilapisi oleh lapisan pelindung lebih cepat terserang korosi.
Korosi adalah peristiwa kerusakan permukaan pada benda kerja akibat pengaruh lingkungan.
Peristiwa ini tidak dikehendaki karena dapat merusak baik fungsi maupun tampak rupa dari benda
kerja yang mengalami peristiwa tersebut. Meskipun proses korosi adalah proses alamiah yang
berlangsung dengan sendirinya dan tidak dapat dicegah secara mutlak, akan tetapi pencegahan dan
penanggulangan tetap diperlukan. Tahap penyelesaian dengan pelapisan logam selain mencegah
korosi juga berfungsi dekoratif dengan membuat benda tersebut tetap mengkilap atau mempunyai
warna cemerlang selama masa pakainya [1]. Dari sekian banyak jenis pelapisan logam, salah satunya
adalah pelapisan Nikel, yang bertujuan untuk memperbaiki sifat permukaan logam agar tahan korosi.
Proses pelapisan logam ini dilakukan dengan sistim lapis listrik dimana logam pelapis dalam hal ini
nikel bertindak sebagai anoda, sedangkan benda kerja yang dilapisi sebagai katoda, kedua elektroda
tersebut dicelupkan dalam suatu elektrolit yang mengandung nikel sulfat [2]. Dalam operasi pelapisan,
kondisi operasi perlu diperhatikan karena akan menentukan berhasil tidaknya proses pelapisan serta
mutu yang diinginkan, dalam kaitannya dengan tebal lapisan yang terbentuk pada logam dasar dalam
hal ini medali ada beberapa kondisi operasi yang mempengaruhi, diantaranya rapat arus, konsentrasi
larutan, temperature dan waktu pelapisan. Pengaruh waktu pelapisan dan rapat arus telah diteliti
sebelumnya. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa tebal lapisan tertinggi dicapai pada waktu
pelapisan 15 menit dan dengan arus 0,42 amper [3]. Pelapisan kali ini dimaksudkan untuk mengetahui
sejauhmana pengaruh rapat arus, temperatur dan waktu pelapisan dalam proses pelapisan nikel pada
tembaga. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah agar dapat digunakan sebagai data dasar untuk
penelitian selanjutnya di bidang pelapisan Nikel pada produk medali. Dalam penelitian ini, waktu
pelapisan bervariasi 5, 10, 15 menit, rapat arus bervariasi 0.28, 0.35, 0.42 amper, sedang temperatur
bervariasi 40oC, 50oC, 60oC. Semua proses pelapisan dilakukan dengan konsentrasi larutan tetap.
B
PENDAHULUAN

Selama proses permesinan berlangsung terjadi interaksi antara pahat dengan benda kerja dimana
benda kerja terpotong sedangkan pahat mengalami gesekan. Gesekan yang dialami pahat oleh
permukaan geram yang mengalir dan permukaan benda kerja yang telah terpotong. Akibat gesekan
ini pahat mengalami keausan. Keausan pahat ini akan makin membesar sampai batas tertentu
sehingga pahat tidak dapat dipergunakan lagi atau pahat telah mengalami kerusakan. Lamanya waktu
untuk mencapai batas keausan ini yang didefinisikan sebagai umur pahat (Tool Life). Data mengenai
umur pahat ini sangat diperlukan dalam perencanaan proses permesinan suatu komponen/produk.
Contoh pada produksi komponen keberapa pahat harus diganti, ini dapat diketahui dengan
menghitung waktu total yang diperlukan untuk memotong satu produk kemudian dibandingkan
dengan umur pahat yang dipakai. Contoh lain sampai batas keausan yang bagaimana dari pahat
sehingga tidak mengganggu ketelitian produk yang dihasilkan, karena diketahui bahwa pahat yang
mengalami keausan akan mempengaruhi ketelitian produk yang dihasilkan. Umur pahat dapat
diketahui dari brosur atau katalog yang dikeluarkan oleh produsen/penjual pahat, tetapi katalog ini
tidak menginformasikan dengan jelas dan lengkap tentang pemakaian untuk pemotongan bendakerja
apa. Umur pahat dapat juga diketahui dari Buku Pegangan Data Permesinan. Umur Pahat secara pasti
diketahui dari hasil pengujian permesinan (secara empiris) untuk pasangan material bendakerja dan
pahat tertentu. Jenis material benda kerja yang berbeda akan memberikan umur pahat yang berbeda
juga. Dalam aplikasinya pahat digunakan untuk memotong berbagai macam benda kerja. Jadi untuk
setiap pahat dan setiap material benda kerja harus mempunyai data umur dan kondisi pemotongan
tertentu dalam setiap perencanaan proses permesinan. Berdasarkan latar belakang ini orang
melakukan penelitian untuk setiap pahat dan material benda kerja yang digunakan untuk
mendapatkan data umur dan kondisi permesinan. Salah satu dari penelitian mengenai umur pahat
adalah yang dilakukan oleh Amber Pawlik at. al., (2002)[1] dimana umur pahat dianalisa dengan
menggunakan Persamaan Rumus Pahat Taylor. Dalam penelitian ini variabel proses permesinan yakni
putaran spindel divariasikan menjadi 3 tingkatan dengan gerak potong dan kedalaman potong
konstan. Dari penelitiannya diperoleh persamaan rumus Taylor adalah V.T0.2574 = 521.4. Proses bubut
merupakan salah satu proses permesinan untuk menghasilkan produk berbentuk silindrik. Gerak
potong pada proses bubut dilakukan oleh bendakerja dan gerak makan dilakukan oleh pahat. Umur
pahat ini sangat dipengaruhi oleh berbagai macam variabel proses, yakni jenis proses permesinan,
material benda kerja dan pahat, geometri pahat, kondisi permesinan/pemotongan dan cairan
pendingin (coolant) yang dipergunakan [2].
C
Pendahuluan

Kebutuhan energi masyarakat semakin meningkat seiring dengan meningkatnya perekonomian


masyarakat. Kondisi ini telah dialami oleh masyarakat Indonesia. Dhany [1], menyatakan pemerintah
Jokowi dan Jusuf Kalla menginginkan pembangunan pembangkit listrik 35.000 Megawatt, hal ini
menunjukkan fakta bahwa kebutuhan energi di Indonesia sangatlah besar. Sebagian besar dari
Pembangkit listrik tersebut menggunakan Bahan Bakar Minyak (BBM). Padahal Suroso menyatakan
cadangan BBM (Bahan Bakar Minyak) di Indonesia, diprediksi akan habis sekitar 23 tahun. Oleh karena
itu dibutuhkan energi alternatif yang dapat menggantikan bahan bakar fosil [2].

Kota-kota Indonesia selalu berada di daerah hujan tropis, sehingga selalu diperlukan jalur hijau
sepanjang jalan kota. Fungsi jalur hijau tersebut digunakan untuk memperindah kota dan mereduksi
emisi gas buang kendaraan. Selain itu dampak negatif seperti keruntuhan daun dan batang, sering
dianggap sebagai pengotor kota. limbah pasar yang tidak diolah menyebabkan pencemaran
lingkungan, sehingga hasil pengolah limbah tersebut diaplikasi menjadi pupuk cair. Oleh karena itu
Disnas Pertamanan Kota membentuk tim pembersih kota, untuk mengumpulkan dan membuang
tumpukan daun dan batang pada suatu tempat. Tumbukan daun dan batang tersebut dapat digunakan
sebagai pupuk, apabila tidak termanfaatkan dapat menyebabkan penumpukan sampah [3].

Pemerintah mencanangkan pembangunan Pembangkit Tenaga Sampah (PLTSa) di Gedebage kota


Bandung Jawa Barat pada tahun 2011 sampai dengan 2032. Sistem pembangkitan ini menggunakan
gasifikasi sampah menjadi bahan bakar [4]. Selain itu Fachry, Dipura & Najamudin [5] melakukan
penelitian tentang teknik pembuatan briket dari campuran enceng gondok dan batubara. Fakta ini
menjelaskan bahwa inova tentang energi terbarukan sangat diperlukan oleh masyarakat.

Salah satu alternatif energi terbarukan adalah Biogas. Dimana merupakan gas yang dihasilkan oleh
bakteri anaerob dari reaksi fermentasi limbah kotoran maupun sampah. Biogas adalah bahan bakar
yang sebagian besar terdiri dari senyawa Hidrokarbon (CH4) dan senyawa lainnya seperti: CO2 dan N2.
Hidrokarbon merupakan senyawa yang terdiri dari unsur karbon (C) dan hidrogen (H). Hidrogen
merupakan gas di-atomik yang sangat mudah terbakar. Biogas merupakan bahan bakar gas yang
mempunyai komposisi terbesar adalah Methane (66.4%), Carbon Dioxide (30.6%) dan Nitrogen (3%)
Anggono [6,7]. Perbandingan prosentase antara gas metana (Methane) sebagai gas yang bersifat
flammable serta Impurities (Carbon Dioxide (karbon dioksida) dan Nitrogen (Nitrogen)) yang bersifat
inhibitor berpengaruh terhadap karakteristik pembakaran yang terjadi Anggono [6,7].

Selain itu faktor visibilitas bahan bakar dinyatakan dalam nilai kalor. Nilai kalor tersebut dinyatakan
sebagai Low Heating Value (LHV) dan High Heating Value (HHV). HHV adalah jumlah panas yang
dikeluarkan oleh 1kg bahan bakar ketika terbakar, dimana H2O dalam bentuk cairan. Sedangkan LHV
adalah jumlah panas yang dikeluarkan oleh 1kg bahan bakar ketika terbakar, dimana H2O dalam
bentuk gas. Perbedaan LHV merupakan nilai dari HHV dikurangi dengan panas yang digunakan untuk
menguapkan H2O menjadi gas, sehingga nilai lebih kecil.

Penelitian tentang aplikasi biomass telah dilakukan oleh Raju [8], tentang studi pengembangan bahan
bakar briket untuk rumah tangga dan industri. Bahan baku yang digunakan daun almon, abu kayu dan
serabut kelapa. Briket dibuat dengan ukuran 6x3x3 inch, kemudian material tersebut direkatkan
menggunakan material perekat seperti tepung beras, tepung maizena, tepung tapioka dll. Hasil
pengujian proximate analysis ditunjukkan bahwa briket dengan bahan daun almond kadar karbon 18,7
%. Nilai tersebut lebih tinggi dari serabut kelapa dan lebih kecil dari bubuk kayu. Sedangkan ultimate
analysis memiliki unsur 42.5% C, 3.8% H, 1.1% N2, 0.35% S, 31.4% O dan porositas 25.23%. Raju [8]
juga memaparkan nilai kalori briket dari bubuk kayu, daun almon dan serabut kelapa yaitu 4654 kcal,
4237 kcal dan 4146 kcal. Selain itu keuntungan briket tersebut memiliki panas yang cukup untuk
kebutuhan rumah tangga, mudah untuk dinyalakan, tidak berbahaya, membangkitkan sedikit abu-
abu, dan disarankan untuk proses masak [8].

Selain itu penelitian briket yang terbuat dari daun dan pelepah pisang. Kadar karbon yang terkandung
dalam daun dan pelepah pisah sebesar 43.28% dan 38.92%, sedangkan HHV yang didapatkan pada
daun dan pelepah pisang sebesar 17.1 MJ/kg dan 13.7MJ/kg. Di dalam proses pembakaran,
temperatur briket tersebut yang dicapai sebesar 580°C dan 300°C, proses tekanan yang dibutuhkan
15MPa dan 5.3MPa [9].

Jalur hijau diperkotaan merupakan faktor yang sangat penting sebagai paru-paru Kota sehingga pada
kepimpinan Walikota Surabaya Ibu Tri Rismaharini pembangunan jalur hijau sangat pesat. Hal ini
berdampak semakin besar potensi sampah akibat guguran jalur penghijauan, jenis pohon penghijauan
yang sesuai dengan kondisi Surabaya. Berdasarkan Peraturan menteri kehutanan No: P.03/MENHUT-
V/2004 jenis penyerap CO2 dan penghasil O2 antara lain: Agasthis Alba (damar), Bauhinea Purpurea
(kupu-kupu), Leucena Purpurea (lamtoro gung), Acacia Auriculiformis (akasia) dan Ficus Benyamina
(beringin). Oleh karena itu pontensi sampah jalur hijau memiliki kapasitas yang besar seiring dengan
berkembang paru-paru kota.

Penjual kendaraan bermotor di daerah perkotaan semakin pesat sehingga pemerintah kota
memperluas pembangunan jalur hijau, hal ini menunjukkan bahwa potensi sampah penghijau semakin
besar. Berdasarkan penelitian sebelumnya menyatakan bahwa sesuatu yang memiliki unsur karbon
berpotensi untuk dijadikan bahan bakar pengganti bahan bakar fosil.

Tugas 1 Metodologi Penelitian

Pilih artikel A, B, atau C yang sesuai dengan bidang konsentrasi anda, A


untuk bidang Material, B untuk bidang Manufaktur, dan C untuk Konversi
Energi. Jelaskan gagasan dan permasalahan yang diangkat oleh peneliti?
Perkirakan jenis sumber penggalian masalah yang muncul? dan apa
keunikan dari masalah penelitian tersebut.

Jawaban ditulis di kertas A4, dengan Font Times New Roman 12 atau Arial
11, jumlah halaman bebas dengan maksimal < 2 Mb, dan disimpan dalam
bentuk format pdf dengan nama:

Nama Mhs_NIM_T1_MP.pdf

Tengat waktu maksimal: Senin, 25 September 2017 pukul 23:00

Anda mungkin juga menyukai