Anda di halaman 1dari 7

PEMBUATAN BIOBRIKET DARI CAMPURAN TEMPURUNG DAN

CANGKANG BIJI KARET DENGAN BATUBARA PERINGKAT


RENDAH

Diyoeshy Rizqi Patria, Redho Pratama Putra, Elda Melwita*


*
Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya
Jl. Raya Palembang-Prabumulih Km. 32-Indralaya Ogan Ilir, Sumatera Selatan 30662
Emaile_melwita@yahoo.com

Abstrak
Limbah pertanian di Indonesia sangat melimpah tetapi tidak dimanfaatkan secara optimal, seperti
tempurung dan cangkang biji karet (para). Dengan menggunakan teknologi alternatif maka limbah dapat
dimanfaatkan dan bernilai ekonomis sebagai sumber energi alternatif penganti BBM. Proses pembuatan
biobriket pada penelitian ini dengan variabel bebas yaitu suhu karbonisasi 350 oC, 400oC, 450oC, dan
500oC dan komposisi 50% : 50%, 25% : 25% : 50%, 35% : 35% : 30% (campuran arang cangkang, biji
karet, dan batubara). Variabel tetap yang digunakan pada penelitian ini adalah suhu pengeringan 80 oC dan
perekat 15% dari tiap campuran biobriket. Tujuan penelitian ini adalah meningkatkan nilai kalor biobriket
dengan cara karbonisasi dengan menambahkan batubara. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa nialai
kalor yang paling tinggi diperoleh pada variabel suhu karbonisasi 500 oC, komposisi campuran arang
tempurung, cangkang biji karet dan batubara 25% : 25% : 50% memiliki nilai kalor sebesar 6611 kal/gr.
Serta untuk uji bakar terbaik adalah campuran arang tempurung, cangkang dan biji karet pada suhu
karbonisasi 500oC dengan klasifikasi mudah menyala, api merah kebiruan dan asap berwarna abu-abu
tidak terlalu banyak.

Kata Kunci : Biobriket, Limbah Biji Karet, Nilai Kalor

Abstract
Agricultural waste in Indonesia is very abundant but not used optimally, such as shells and shell rubber
seed (the). By using alternative technology, the waste can be utilized and economic value as a source of
alternative energy fuel substitute. Bio-briquttes making process in this study by the independent variables
are temperature carbonization 350oC, 400oC, 450oC, and 500oC and composition of 50%: 50%, 25%:
25%: 50%, 35%: 35%: 30% (a mixture of shell charcoal, rubber seed, and coal). Fixed variables used in
this study is the drying temperature 80 ° C and 15% of each adhesive mixture Bio-briquttes. The purpose
of this research is to increase the calorific value biobriket manner by adding coal carbonization. The
results showed that the highest calorific values to be obtained at variable temperature carbonization
500oC, the composition of the mixture of charcoal, rubber seed shell and coal 25%: 25%: 50% have a
calorific value of 6611 cal/g. As well as to test the best fuel is a mixture of charcoal, shell and rubber seed
carbonization temperature 500oC with flammable classification, bluish red flames and smoke gray is not
too much.

Keywords: Bio-briquttes, Calorific Value, Waste Rubber Seeds

Junral Teknik Kimia No.1, Vol. 21, Januari 2015 Page 1


1. PENDAHULUAN alternatif pengganti bahan bakar minyak
(BBM).
Semakin meningkatnya kebutuhan
Dari uraian diatas, maka peneliti
energi di masyarakat Indonesia
tertarik untuk memanfaatkan tempurung dan
menyebabkan eksploitasi besar-besaran pada
cangkang biji karet sebagai biobriket.
sumber energi fosil yang sampai saat ini
Peneliti juga mencampurkan tempurung dan
masih menjadi sumber energi utama. Untuk
cangkang biji karet dengan batu bara agar
mengantisipasi hal itu diupayakan
kualitas biobriket meningkat dan memiliki
pemanfaatan energi dari sumber baru nilai kalor yang tinggi. Dalam hal ini juga
terbarukan sebagai bahan bakar alternatif diharapkan agar tempurung dan cangkang
pengganti bahan bakar minyak (BBM). biji karet ini dapat dimanfaatkan dengan
Bahan baku untuk sumber energi alternatif cara diolah menjadi biobriket dengan
akan lebih baik apabila berasal dari limbah, memvariasikan komposisi tempurung dan
sehingga dapat menurunkan biaya produksi cangkang biji karet dengan batubara yang
dan mengurangi efek negatif penumpukkan nantinya akan dapat digunakan sebagai
limbah terhadap lingkungan. Salah satu bahan bakar alternatif.
energi baru terbarukan yang jumlahnya
melimpah dan belum dimanfaatkan secara 2. METODOLOGI PELAKSANAAN
optimal adalah biomassa dari kulit biji karet,
Bahan dan Alat yang Digunakan
contohnya dengan dijadikan briket.
Bahan yang digunakan dalam penelitian
Briket adalah bahan bakar alternatif
adalah
yang menyerupai arang tetapi
1) Arang limbah tempurung, cangkang biji
terbuat/tersusun dari bahan non kayu.
karet dan batubara
Banyak bahan-bahan yang dapat digunakan
Arang karbonisasi diperoleh dari limbah
sebagai bahan baku pembuatan briket,
tempurung dan cangkang biji karet yang
contohnya sekam padi, jerami, tempurung
diperoleh dari Perkebunan Karet di
kelapa, serbuk gergaji, dan lain-lain. (Yusuf,
Prabumulih, Sumatera Selatan. Bahan baku
2013)
tambahan yang digunakan adalah Batubara
Tanaman karet mempunyai nama latin
Peringkat Rendah yang berasal dari PT.
Hevea Brasiliensis yang merupakan
Bukit Asam, Tanjung Enim, Sumatera
tanaman asli Brazil. Tanaman karet
Selatan. Bahan baku yang diperoleh di
merupakan tanaman tahunan yang dapat
potong kecil-kecil kemudian di karbonisasi
hidup sampai sekitar 30 tahun. Di Indonesia
dan diayak menggunakan alat pengayak.
khususnya Sumatera Selatan banyak sekali
2) Lem Tepung Kanji
perkebunan-perkebunan karet yang
Tepung tapioka yang diperoleh dari
dijadikan sebagai bahan utama penghasil
pasar tradisional di Palembang. Lem dibuat
lateks. Luas areal perkebunan karet di
dengan komposisi perbandingan antara
Sumatera Selatan hampir 1 juta hektar.
tepung dan air 2:5. Campuran tepung dan
Sekitar 900.000 Ha adalah perkebunan
aquadest diaduk hingga rata kemudian
rakyat, dan selebihnya dikelola oleh
ditambahkan NaOH 0,1 M kemudian diaduk
perkebunan swasta. Jumlah biji karet yang
lagi hingga rata sampai mengental dan lem
dihasilkan dari satu hektar tanaman sangat
siap digunakan.
bervariasi, yaitu sekitar 3.000 – 450.000
3) Aquadest
butir/ha/tahun.
Aquades berupa cairan bening, tidak
Salah satu limbah pertanian dari
berbau, tidak bewarna dan memiliki densitas
perkebunan karet yaitu biji karet. Biji karet
98 gr/ml. Didapat dari Laboratorium Dinas
terdiri dari kulit/cangkang, tempurung, serta
Pertambangan dan Energi Provinsi Sumatera
daging buah. Daging buah biji karet memiliki
Selatan. Alat yang digunakan adalah alat
kandungan minyak 40 – 50 % berat yang
pencetak briket, bomb calorimeter, oven,
berpotensi sebagai bahan baku dalam
dan furnace.
pembuatan biodiesel. Daging buah biji karet
juga dapat diolah menjadi biokerosin sebagai Prosedur Percobaan
pengganti minyak tanah. Tempurung dan Arang yang telah terbentuk dari proses
cangkang biji karet juga berpotensi untuk karbonisasi diambil dengan berat komposisi
diolah menjadi bahan bakar terntetu antara arang dan perekat. Setelah
dicetak, briket bioarang di oven sampai berat
Junral Teknik Kimia No.1, Vol. 21, Januari 2015 Page 2
briket bioarang konstan. Selanjutnya briket Tabel 2. Hasil Analisa Biobriket (Campuran
bioarang dilakukan analisa proksimat Tempurung, Cangkang Biji Karet dan Batu bara
meliputi kadar air, kadar volatile matter, dengan Komposisi 25 : 25 : 50)
kadar abu, kadarfixed carbon, dan nilai
kalor.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Bahan baku utama yang digunakan
dalam penelitian ini tempurung dan
cangkang biji karet. Biji Karet diperoleh dari
limbah pertanian, dari perkebunan karet
didaerah Prabumulih, Sumatera Selatan.
Sedangkan bahan baku tambahan yang
digunakan adalah batu bara jenis lignit yang
berasal dari PT. Bukit Asam, Tanjung Enim,
Sumatera Selatan. Sebelum diolah menjadi
biobriket, tempurung dan cangkang biji
karet terlebih dahulu mengalami proses Tabel di atas menunjukkan pengaruh
karbonisasi. suhu terhadap kualitas biobriket pada
Penelitian Pengaruh Komposisi Biobriket komposisi Campuran Tempurung, Cangkang
Terhadap Karakteristik Biobriket Biji Karet dan Batu bara (25 : 25 : 50).
Biobriket dengan kondisi optimum terdapat
Tabel di bawah ini merupakan hasil pada suhu karbonisasi 500 oC. Semakin
analisa dari 3 komposisi campuran arang tinggi suhu karbonisasi, maka nilai kalor
biobriket tempurung, cangkang biji karet biobriket yang dihasilkan semakin besar. Hal
dengan batu bara pada suhu karbonisasi 500 ini dikarenakan semakin tinggi suhu
o
C. karbonisasi, maka pembentukan arang
Tabel 1. Hasil Analisa Biobriket pada dalam proses pirolisis dapat berlangsung
Suhu 500 oC lebih sempurna, sehingga proses penguraian
biomassa menjadi arang lebih sempurna.
Berdasarkan analisa biobriket dari
tempurung, cangkang biji karet dan batu
bara dengan nilai kalor tertinggi yang
didapatkan sudah sesuai dengan standar SNI
01-6235-2000.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari data hasil analisa di atas, terlihat
Analisa proksimat yang didapat adalah
nilai kalor (calorific value), kadar air
lembab (inherent moisture), kadar abu (ash),
kadar zat terbang (volatile matter), kadar
karbon padat (fixed carbon).
Bahwa dari 3 komposisi arang pada a. Hubungan Antara Suhu Karbonisasi
suhu 500 oC menunjukkan bahwa biobriket terhadap Nilai Kalor (CV)
terbaik terdapat pada komposisi bahan Pada Gambar 1, dapat dilihat nilai kalor
Campuran Tempurung, Cangkang Biji Karet yang tertinggi yaitu pada suhu karbonisasi 500
dan Batu bara (25 : 25 : 50) dengan nilai o
kalor 6611 cal/gr. Seiring meningkatnya C dengan campuran arang tempurung,
proporsi Batubara, maka semakin tinggi cangkang biji karet dan batu bara (25 : 25 : 50)
sebesar 6611 cal/gr, sedangkan nilai kalor
nilai kalor yang dihasilkan.
terendah yaitu pada suhu karbonisasi 350 oC
sebesar 6441 cal/gr.

Junral Teknik Kimia No.1, Vol. 21, Januari 2015 Page 3


Gambar 1. Hubungan Antara Suh
Gambar 2. Hubungan Antara Suhu
Karbonisasi terhadap Nilai Kalor
Karbonisasi terhadap Nilai Kalor
Gambar 1 terlihat hubungan antara suhu
Gambar 2 terlihat bahwa kadar air
karbonisasi 350 – 500 oC terhadap nilai kalor, cenderung mengalami penurunan untuk
dimana terjadi peningkatan pada suhu 500 oC. setiap kenaikan suhu karbonisasi. Hal ini
Hal ini dapat terjadi karena pada suhu 350 oC terjadi karena pada saat bahan baku utama
arang tempurung dan cangkang biji karet dikarbonisasi kadar air yang terdapat di
belum terkarbonisasi dengan sempurna dan dalam bahan akan keluar. Dimana semakin
memiliki kadar zat terbang yang tinggi, yang tinggi suhu karbonisasi maka kadar air yang
dapat mempengaruhi nilai kalor menjadi menguap dari bahan akan semakin banyak.
rendah. Nilai kalor juga dipengaruhi oleh Dengan kata lain, semakin tinggi suhu
tinggi dan rendahnya fixed carbon, jika fixed karbonisasi menyebabkan kadar air pada
carbon tinggi maka nilai kalor juga akan bahan baku utama maupun bahan baku
tinggi. Selain itu kualitas biobriket juga tambahan memiliki kecenderungan semakin
dipengaruhi oleh kadar air dan kadar abu di menurun.
dalam biobriket, semakin rendah kadar air dan
kadar abu di dalam biobriket maka nilai kalor c. Hubungan Antara Suhu Karbonisasi
semakin tinggi. terhadap Kadar Abu (Ash)
Berdasarkan analisa biobriket dari Pada Gambar 3, berkisar antara 3 –
tempurung, cangkang biji karet dan batu 4%. Terlihat bahwa kadar abu tertinggi
bara dengan nilai kalor tertinggi yang biobriket dari tempurung, cangkang biji
didapatkan sudah sesuai dengan standar SNI
karet dan batu bara dengan komposisi T + C
01-6235-2000. + BB (25 : 25 : 50) yaitu sebesar 4,14%
b. Hubungan Antara Suhu Karbonisasi pada suhu 500 oC, sedangkan kadar abu
terhadap Kadar Air (IM) terendah pada biobriket pada suhu 350 oC
yaitu sebesar 3,54%.
Pada Gambar 2, dapat dilihat bahwa
nilai kadar air biobriket dari tempurung,
cangkang biji karet dan batubara
menggunakan perekat tepung tapioka
semakin berkurang seiring dengan
bertambahnya suhu karbonisasi, yaitu
berkisar antara 5 – 6 %. Dimana nilai kadar
air tertinggi terdapat pada biobriket dengan
suhu karbonisasi 350 oC dan nilai kadar air
terendah terdapat pada biobriket dengan
suhu karbonisasi 500 oC.
Gambar 3. Hubungan Antara Suhu
Karbonisasi terhadap Kadar Abu
Dari gambar 3 terlihat bahwa seiring dengan
semakin tingginya suhu karbonisasi maka

Junral Teknik Kimia No.1, Vol. 21, Januari 2015 Page 4


kecenderungan kadar abu akan semakin dan nilai kalor dari biobriket yang dibuat.
meningkat. Hal ini terjadi karena semakin Apabila kadar karbon padat dalam arang
tinggi suhu karbonisasi akan mengakibatkan semakin besar, maka waktu pembakaran
banyaknya bahan yang terbakar menjadi abu biobriket akan semakin lama dan nilai kalor
sehingga hubungan antara kenaikan suhu yang dihasilkan akan semakin besar.
karbonisasi terhadap kadar abu akan
sebanding. Hasil analisa kadar abu
menunjukkan biobriket dari tempurung,
cangkang biji karet dan batu bara memenuhi
standar SNI 01-6235-2000.
d. Hubungan Antara Suhu Korbonisasi
terhadap Kadar Zat Terbang (VM)
Dari gambar 4, dapat dilihat bahwa
kadar zat terbang paling tinggi terdapat pada
suhu karbonisasi 350 oC yaitu sebesar
28,32% dan terus menurun hingga mencapai
angka 20,88% pada suhu karbonisasi 500 Gambar 5. Hubungan Antara Suhu
o Karbonisasi terhadap Kadar Abu
C.
Dari gambar 5, terlihat bahwa semakin
tinggi suhu karbonisasi maka kadar fixed
carbon akan semakin besar. Hal ini dapat
disebabkan karena ketika bahan baku
dikarbonisasi maka volatile matter dan
kadar air akan berkurang, sehingga dengan
semakin tingginya suhu karbonisasi maka
kandungan volatile matter dan kadar air
dalam arang juga akan semakin banyak
berkurang, dan menyebabkan kadar karbon
Gambar 4. Hubungan Antara Suhu padat yang terdapat di dalam arang akan
Karbonisasi terhadap Kadar Abu semakin banyak.
Dari gambar 5, dapat dilihat bahwa
Dari gambar 4, terlihat bahwa seiring kandungan fixed carbon tertinggi diperoleh
dengan semakin tingginya suhu karbonisasi, pada perbandingan komposisi campuran
maka kecenderungan kadar zat terbang tempurung, cangkang biji karet dan batu
semakin menurun. Hal ini terjadi karena bara (25 : 25 : 50) dengan suhu karbonisasi
pada saat bahan baku dikarbonisasi, zat
500oC yaitu sebesar 69,55%. Sehingga
terbang yang terdapat di dalamnya akan
biobriket yang dihasilkan sesuai standar SNI
menguap keluar dari bahan tersebut. Dalam
01-6235-2000 yaitu memiliki nilai karbon
hal ini semakin tinggi suhu karbonisasi terikat (fixed carbon) maksimal 77%.
maka jumlah zat terbang yang menguap dari
bahan baku akan semakin banyak. Oleh f. Uji Pembakaran
karena itu, semakin tinggi suhu karbonisasi
Uji pembakaran merupakan pengujian
menyebabkan kadar zat terbang (volatile
atau analisa briket yang dilakukan dengan
matter) memiliki kecenderungan semakin
membakar briket untuk mengetahui lamanya
menurun.
waktu penyalaan, lamanya waktu pembakaran
e. Hubungan Antara Suhu Korbonisasi briket, warna api, dan warna asap itu sendiri.
terhadap Kadar Karbon Padat (FC) Analisa ini yang hanya dilakukan pada briket
bioarang yang memiliki kualifikasi nilai kalor
Karbon padat (fixed carbon) dalam paling tinggi.
arang adalah unsur (karbon) yang Langkah awal pengujian atau analisa
merupakan bahan yang dapat dibakar atau yang dilakukan dengan membakar briket
dioksidasi oleh oksigen dari udara. Kadar dengan nyala lilin. Satu buah briket
karbon padat dalam arang akan sangat langsung di bakar di atas lilin dan satu buah
berpengaruh terhadap waktu pembakaran briket lagi direndam dengan minyak tanah
Junral Teknik Kimia No.1, Vol. 21, Januari 2015 Page 5
selama 10 menit untuk mempermudah dengan warna api merah kebiruan serta
proses menghidupkan briket. Kemudian emisi gas buangnya tidak terlalu banyak.
briket diletakkan pada porselen yang terbuat Sedangkan Pada tabel 4. dapat dilihat
dari kramik. Selain data uji bakar, dilakukan bahwa biobriket pada suhu karbonisasi 500
o
juga uji pemanfaatan briket dengan cara C lebih cepat memanaskan air. Hal ini
memanaskan air. Media yang digunakan disebabkan nilai kalornya lebih tinggi
adalah air sebanyak 50 ml yang di masukkan dibandingkan dengan biobriket lainnya.
kedalam beker gelas dan diletakkan diatas
porselen. Data yang di dapatkan dari uji 4. KESIMPULAN
pembakaran dan uji pemanfaatan briket a. Komposisi terbaik adalah biobriket
adalah sebagai berikut : campuran Tempurung, Cangkang Biji
Karet dan Batu bara perbandingan 25 :
Tabel 3. Hasil Analisa Uji Pembakaran
25 : 50 pada suhu karbonisasi 500 oC
dengan nilai kalor sebesar 6611 kal/gr.
b. Semakin tinggi suhu karbonisasi, maka
nilai kalor yang dihasilkan semakin
tinggi. Hal ini dikarenakan semakin
tinggi suhu karbonisasi, maka
pembentukan arang dalam proses
pirolisis dapat berlangsung lebih
sempurna.
c. Suhu optimal proses karbonisasi untuk
pembuatan biobriket dari Tempurung
dan Cangkang Biji Karet adalah 500 oC
karena pada suhu ini bahan tersebut
mempunyai nilai kalor yang lebih
tinggi dari pada suhu karbonisasi
lainnya.
d. Penambahanbatubaraakan
meningkatkan kualitas biobriket,
dimana biobriket yang dihasilkan
Tabel 4. Hasil Analisa Uji Pemanfaatan secara keseluruhan menghasilkan
Biobriket kenaikan kalor sekitar 300 – 400 cal/gr
atu 5 – 6% dari biobriket campuran
Tempurung dan Cangkang Biji Karet.
Saran
Setelah melakukan penelitian ini, untuk
perbaikan dimasa mendatang perlu
dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai :
1. Suhu karbonisasi yang lebih tinggi ( ˃
500 0C ) untuk mendapatkan hasil yang
lebih optimal pada penelitian
berikutnya.
2. Penggunaan perekat (Strach) lebih
bervariasi untuk mendapatkan hasil
yang lebih optimal dan spesifik pada
penelitian berikutnya.
3. Penambahan analisa untuk
Dari tabel 3. dapat dilihat bahwa mendapatkan kualitas yang lebih
biobriket yang memiliki kualifikasi terbaik optimal dan spesifik pada penelitian
untuk uji pembakaran adalah biobriket pada berikutnya.
suhu karbonisasi 500 oC dikarenakan pada 4. Menguji daya tekan biobriket untuk
suhu tersebut biobriket lebih mudah menyala mengetahui kekerasan dari biobriket

Junral Teknik Kimia No.1, Vol. 21, Januari 2015 Page 6


agar didapat biobriket yang tidak Kayu Afrika (Maesopsis eminii Engl.)
mudah pecah. dan Sengon (Paraserianthes falcataria
L. Nielsen) dengan Penambahan
DAFTAR PUSTAKA
Tempurung Kelapa (Cocos nurcifera
Afriyanto dan Moh. Rizal. 2011. Pengaruh L.). Institut Pertanian Bogor. Bogor
Jenis dan Kadar Bahan Perekat pada
Trisasiwi, Wiludjeng dan Ropiudin. 2013.
Pembuatan Briket Blotong sebagai
Peningkatan Pengetahuan dan
Bahan Bakar Alternatif. Institut
Keterampilan Masyarakat Dalam
Pertanian Bogor. Bogor
Pemanfaatan Limbah Biodiesel Jarak
Badan Standarisasi Nasional. 2000. Standar Pagar dan Nyamplung untuk
mutu briket di pasaran (SNI 1-6235- Pembuatan Briket Arang. Universitas
200). Jakarta Jenderal Soedirman. Purwokerto
Hartanto, Feri Puji dan Fathul Alim. 2010. Vinsiah, Rananda., Andi Suharman dan
Optimasi Kondisi Operasi Pirolisis Desi. 2014. Pembuatan Karbon Aktif
Sekam Padi untuk Menghasilkan dari Cangkang Kulit Buah Karet
Bahan Bakar Briket Bioarang Sebagai (Hevea Brasilliensis). Universitas
Bahan Bakar Alternatif. Universitas Sriwijaya. Indralaya
Dipenegoro. Semarang
Wibowo, Ari Setio. 2009. Kajian Pengaruh
Hartoyo, J dan H. Roliandi. 1978. Komposisi dan Perekat Pada
Percobaan Pembuatan Briket Pembuatan Briket Sekam Padi
Bioarang dari Lima Jenis Kayu. Terhadap Kalor yang Dihasilkan.
Laporan Penelitian Lembaga Hasil Universitas Dipenegoro. Semarang
Hutan. Bogor
Wilasita, Dylla Chandra dan Ragil
Inalawati dan Riztamala Diana. 2013. Purwaningsih. 2012. Pemanfaatan
Pembuatan Briket Arang dari Buah Limbah Tongkol Jagung dan
Nyamplung. Universitas Sriwijaya. Tempurung Kelapa Menjadi Briket
Palembang Sebagai Sumber Energi Alternatif
dengan Proses Karbonisasi dan Non-
Khaidirsyah dan M. Delftian K. 2007. Karbonisasi. Institut Teknologi
Pembuatan Biobriket Campuran Sepuluh November. Surabaya
Bioarang Limbah Tongkol Jagung.
Universitas Sriwijaya. Palembang Yuliani, Fitri., Mira Primasari., Orchidea
Rachmaniah dan M. Rachimoellah.
Maisari, Dwi Ayu dan Meylissa Pri A. 2007. 2006. Pengaruh Katalis Asam (H2SO4)
Pembuatan Briket dari Campuran dan Suhu Reaksi pada Reaksi
Bioarang Tempurung Kelapa dengan Esterifikasi Minyak Biji Karet (Hevea
Batubara Peringkat Rendah. Brasiliensis) Menjadi Biodiesel.
Universitas Sriwijaya. Palembang Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Michael dan Bazlina Dawami Afrah. 2011. Surabaya
Briket Bioarang Campuran Tandan Yusuf, Andi Ardan. 2010. Kegunaan Briket
Kosong dan Cangkang Kelapa Sawit Batubara. Universitas Muslim
dengan Batubara Jenis Lignit Indonesia.
Alternatif Pengganti BBM. Universitas
Sriwijaya. Indralaya Yusuf, Sofyan. 2013. Briket, Energi
Terbarukan Pengganti Batu Bara.
Roziqin, Achmad Zainur., Rose Mutiara (http://muslimengineer1453.blogspot.c
Aktaviani dan Siti Aisah. 2014. om/2013/03/briket-energi-terbarukan -
Pengaruh Jenis Bahan Perekat Pada pengganti-batu_16.htm?m=1) Diakses
Pembuatan Briket Bioarang dan Briket pada tanggal 25 September 2
Non Bioarang Limbah Ampas Tebu
sebagai Bahan Bakar Alternatif.
Universitas Jember. Jember
Triono, A. 2006. Karakteristik Briket Arang
dari Campuran Serbuk Gergajian
Junral Teknik Kimia No.1, Vol. 21, Januari 2015 Page 7

Anda mungkin juga menyukai