Anda di halaman 1dari 8

Ketersediaan air bersih merupakan kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia.

Air gambut
dikenal sebagai air asam (pH rendah), kandungan Fe2+ dan Mn2+ yang tinggi serta
berwarna sehingga sulit dihilangkan dengan metode filtrasi konvensional. Perlakuan secara
batch dan kontinyu dengan menggunakan Kalsium Oksida (CaO) dan aluminium sulfat Al2
(SO4)3⋅18H2O menghasilkan reduksi besi dan mangan yang signifikan. Metode batch
khususnya, mampu mereduksi besi dari 3,5 ppm menjadi 0,1 ppm (97%), mangan dari 0,59
ppm menjadi nol (100%) dan warna dari 130 TCU menjadi 1,7 TCU. Kekeruhan juga
berkurang dari 33,8 NTU menjadi 1,9 NTU sedangkan pH meningkat dari 3,19 menjadi 6,8.
Metode kontinyu dalam keadaan yang berbeda menunjukkan penghilangan besi dari 3,35
ppm menjadi 0,05 ppm (98,6%), mangan dari 0,5 ppm menjadi nol (100%) sedangkan pH
meningkat dari 3,19 menjadi 7,16 dan penurunan kekeruhan dari 31,8 NTU menjadi 1,14
NTU. Kedua hasil tersebut memenuhi baku mutu air yang dipersyaratkan oleh Permenkes
No. 416/Menkes/1990.

PENDAHULUAN
Indonesia memiliki lahan gambut yang tersebar di tiga pulau terbesar yaitu
Sumatera, Kalimantan dan Papua. Lahan gambut di Sumatera menempati areal terluas
sekitar 6.436.649 hektar sedangkan Kalimantan dan Papua masing-masing seluas
4.778.004 dan 3.690.921 hektar. Daerah-daerah tersebut menyediakan air gambut yang
dapat diolah dan dijadikan sebagai air bersih untuk memenuhi kebutuhan di mana fasilitas
umum tidak tersedia [1].
Air dari lahan gambut biasanya berwarna kuning kecoklatan, kandungan besi dan
mangan yang tinggi, serta bahan organik dan keasaman. Kualitas air gambut yang tidak
higienis ini dapat menyebabkan penyakit seperti muntah-muntah, penyakit kulit dan
gangguan kesehatan lainnya. Meski memiliki potensi yang sangat besar, air gambut memiliki
masalah serius dalam proses pengolahan airnya. Penambahan koagulan dapat menjadi
tidak efektif karena pH air gambut yang rendah (3-5) yang disebabkan oleh kandungan
asam humat dan fulvat yang tinggi sehingga diperlukan pengolahan air yang lebih baik [2].
Warna air gambut tergantung pada proporsi asam humat dan asam fulvat di dalam lahan
gambut. Air gambut dapat dinetralkan dengan menambahkan basa, yang membuat pH-nya
meningkat. Senyawa alkali yang digunakan dalam penelitian ini adalah kalsium oksida
sedangkan aluminium sulfat digunakan sebagai koagulan.
Proporsi kalsium oksida dan aluminium sulfat pada pengolahan air gambut sangat
mempengaruhi penghilangan besi dan mangan serta warna air. Faktor ini tidak hanya
berlaku pada metode batch tetapi juga pada metode kontinyu. Beberapa metode telah
dilakukan dalam proses pengolahan air gambut, beberapa teknik konvensional terbukti
cukup efektif hasilnya seperti koagulasi, flokulasi dan filtrasi [3]. Zat kimia digunakan dalam
proses koagulasi dan flokulasi. Dosis koagulan dan kondisi operasional sangat penting
untuk mendapatkan hasil yang baik dan mencegah produk samping dari campuran zat
koagulan [4].
Jumlah kalsium oksida yang digunakan dalam pengolahan air gambut menentukan
penghilangan besi serta warna. Mangan juga dapat dihilangkan dengan penambahan
kalsium oksida. Warna dapat dikurangi hingga 96% seperti yang dilaporkan oleh beberapa
penulis tetapi memiliki efek samping yaitu total padatan terlarut yang tinggi dalam air yang
diolah [5,6]. Oleh karena itu diperlukan proses lebih lanjut untuk mendapatkan air olahan
yang sesuai untuk keperluan sehari-hari [7]. Perlakuan dengan menggunakan aluminium
sulfat dapat berguna untuk mengikat muatan partikel dan mengurangi ketebalan lapisan
difusi di sekitar partikel. Proses tersebut akan menyebabkan penurunan total padatan
terlarut dalam air gambut. Menurut Kemmer [8], Jar test merupakan metode standar untuk
pengujian proses koagulasi. Proses pengolahan air dianggap berhasil jika dapat mengurangi
kekeruhan dan kontaminan lain yang terkandung di dalam air.
Dalam proses sedimentasi, partikel tumbuh dan mengikat satu sama lain untuk
membentuk partikel yang lebih besar dan kemudian diendapkan secara fisik. Filtrasi penting
untuk memisahkan partikel koloid yang tertinggal dari proses sebelumnya. Pemisahan ini
biasanya menggunakan pasir kuarsa. Padatan tersuspensi dihilangkan ketika air yang diolah
melewati saringan pasir kuarsa. Pengolahan air gambut telah dilaporkan dengan fokus pada
upaya pemecahan zat kontaminan yang terkandung dalam sampel. Teknologi pengolahan
dengan menggunakan metode sederhana dan bahan kimia serta teknik ultra-filtrasi
menggunakan membran telah banyak digunakan [9].
Netralisasi dan koagulasi mampu menguraikan warna air, kecepatan yang digunakan
dalam Jar-test adalah 100 rpm selama 1-2 menit untuk mencapai campuran yang homogen
dilanjutkan dengan pengadukan lambat selama 10 menit [8]. Komponen utama dalam air
gambut adalah asam fulvat dan humat serta zat pembentuk warna yaitu humin. Untuk
mengevaluasi struktur dan kondisi tanah harus dilakukan pengujian melalui geomorfologi
dan stratigrafi. Geomorfologi meliputi dataran rendah dan perbukitan bergelombang rendah
sedangkan stratigrafi terdiri dari berbagai susunan jenis batuan [10].

BAHAN DAN METODE


Metode
Dalam percobaan ini dilakukan baik metode batch maupun kontinyu pada 0.8 L/sec,
yang bertempat di Desa Talang Keramat, Banyuasin, Sumatera Selatan. Metode kontinyu
membutuhkan beberapa peralatan tambahan seperti sistem pemompaan dan perpipaan.
Barel kecil hingga besar juga dibutuhkan sebagai bejana reaktor. Diagram skema proses
ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Diagram skema proses Batch


Sebelum memasuki labu untuk proses batch, air gambut diperiksa dan dianalisis. Jar
test dilakukan selama netralisasi dan koagulasi dengan kecepatan pengadukan 100 rpm
selama 1 menit dilanjutkan dengan pengadukan rendah (30 rpm) selama 4 menit. Proses
flokulasi dilakukan dengan kecepatan pengadukan yang lebih lambat untuk merangsang
pembentukan flok. Tahap sedimentasi dilakukan kemudian selama 8 menit untuk
mengendapkan partikel koloid dilanjutkan dengan tahap filtrasi.
Pada proses kontinyu, sistem dilengkapi dengan sistem pemompaan dan perpipaan
serta barel untuk mengumpulkan hasil. Netralisasi air gambut awalnya dilakukan dengan
menambahkan kalsium oksida 10%. Proses ini bertujuan untuk meningkatkan pH air
gambut. Proses selanjutnya adalah koagulasi menggunakan aluminium sulfat 1%.
Konsentrasi koagulan diatur menjadi 25 ppm. Suspensi yang dihasilkan dialirkan ke tahap
flokulasi dan sedimentasi, yang kemudian berakhir pada tahap filtrasi. Pasir kuarsa
digunakan dalam proses akhir ini. Sifat fisik dan kimia dievaluasi pada hasil pengolahan air.
Pada Gambar 2, sistem pengolahan air gambut yang berkelanjutan digambarkan.
Gambar 2. Diagram skema proses kontinyu
Air dari metode batch dianalisis di laboratorium sedangkan sistem kontinyu
dievaluasi pada kapasitas 2880 liter/jam. Instalasi continuous system berlokasi di Talang
Keramat RT 16 RW 03 Kecamatan Talang Kelapa Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera
Selatan memiliki koordinat 2o53'35”S 104o45'16”E seperti terlihat pada Gambar 3.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Proses Batch
Uji Awal pada sifat fisik air gambut ditampilkan pada Tabel 1. Air menunjukkan pH rendah
dan kekeruhan tinggi. Jar-test selanjutnya dilakukan dengan menggunakan aluminium sulfat.

Pada proses batch, kalsium oksida dan aluminium sulfat ditambahkan satu kali sedangkan
pada proses kontinyu, penambahan dilakukan secara kontinyu dalam dosis terkontrol.
Mengontrol kalsium oksida dan aluminium sulfat dalam proses berkelanjutan adalah penting
karena diberikan secara gravitasi menggunakan katup penghenti.
Tabel 1. Hasil Analisis Awal Air Gambut

Tabel 2 menunjukkan hasil Jar-test dengan dosis aluminium sulfat berkisar antara 22 ppm
sampai 28 ppm. Jar-test dengan menggunakan aluminium sulfat 1% diperoleh aluminium
sulfat optimum pada 25 ppm. Infektivitas aluminium sulfat disebabkan oleh rendahnya pH air
gambut. Penambahan alkali diperlukan untuk meningkatkan pH pada proses awal.

Tabel 2. Hasil analisis Jar-test dengan menggunakan aluminium sulfat

Tabel 3 menunjukkan dosis kalsium oksida yang dilakukan dalam Jar-test dengan
menggunakan konsentrasi bervariasi dari 60 sampai 120 ppm.

Tabel 3. Hasil Jar-test dengan menggunakan kalsium oksida

Dosis optimum kalsium oksida yang diperoleh dari Jar-test adalah 100 ppm. Dalam
konsentrasi ini, besi, mangan dan warna menurun serta kekeruhan. Pada dosis di atas 100
ppm, peningkatan kekeruhan terdeteksi. PH air gambut yang dianalisis pada dosis di bawah
100 ppm tidak memenuhi persyaratan regulasi tetapi di atas 80 ppm pH air gambut
memenuhi standar regulasi. Masalah muncul ketika pengolahan air gambut dengan
menggunakan kalsium oksida dilakukan mengakibatkan peningkatan konduktivitas dan total
padatan terlarut. Jar-test menyimpulkan efektivitas pengobatan kalsium oksida karena
alasan di atas.

Eksperimen lebih lanjut dilakukan dengan menggunakan kombinasi perlakuan kalsium


oksida dan aluminium sulfat. Kalsium oksida divariasikan sedangkan aluminium sulfat
digunakan pada dosis 25 ppm. Aluminium sulfat dinilai mampu menstabilkan dan
menurunkan konduktivitas serta total padatan terlarut dalam air gambut.
Tabel 4 menunjukkan hasil analisis pengolahan air gambut menggunakan kalsium oksida
dan aluminium sulfat.
Tabel 4. Jar-test menggunakan kalsium oksida dan aluminium sulfat 25 ppm

Analisis Jar-test untuk pemberian kombinasi kalsium oksida dan aluminium sulfat
menunjukkan penurunan besi, mangan, warna, kekeruhan, konduktivitas dan TDS. PH air
gambut memenuhi standar regulasi setelah diolah dengan kalsium oksida 100 ppm dan
aluminium sulfat 25 ppm. Proses batch pada tahap ini membutuhkan dosis optimum tawas
pada 25 ppm sedangkan kalsium oksida pada 100 ppm. Proses batch merupakan dasar
untuk proses berkelanjutan yang dilakukan lebih lanjut. Proses kontinyu dirancang untuk
memiliki kapasitas 2880 liter/jam. Penurunan besi, mangan dan warna pada proses batch
digambarkan pada Gambar 4 dan 5 dimana dapat dilihat titik optimum sistem dosis.

Gambar 4. Diagram penurunan besi dan mangan secara batch

Seperti terlihat pada Gambar 4, rasio Kalsium Oksida/Tawa 80/25 menghasilkan kualitas air
gambut yang paling baik. Ketika kita meningkatkan konsentrasi rasio, kekeruhan juga
meningkat. Hal ini dapat dipengaruhi dari kalsium oksida, yang tidak dalam reaksi lengkap
dengan padatan tersuspensi. Sisa kalsium oksida menjadi sedimen di air gambut.

Gambar 5. Diagram Penurunan Warna Pada Proses Batch

ProsesGambar 5 menunjukkan penghilangan warna seiring dengan meningkatnya


konsentrasi Kalsium oksida/Alum. Hal ini menunjukkan bahwa kalsium oksida/tawas
bereaksi sempurna dengan padatan tersuspensi. Selain itu, penghilangan warna
membuktikan bahwa warna yang terkandung dalam air gambut adalah warna organik yang
tidak memerlukan bahan kimia tambahan untuk menghilangkannya.

Proses Kontinu
Pada langkah awal proses berkesinambungan, air gambut dinetralkan dengan
menambahkan kalsium oksida. Langkah ini bertujuan untuk meningkatkan pH air gambut
yang dilanjutkan dengan proses koagulasi untuk menstabilkan partikel koloid di dalam air.
Tabel 5 menunjukkan sedikit perubahan sifat fisik dan kimia air gambut.

Tabel 5. Hasil pemeriksaan air gambut pada proses kontinyu

Proses kontinyu ditetapkan pada kapasitas 2880 liter/jam. Kalsium oksida dan aluminium
sulfat harus ditambahkan terus menerus dalam laju yang konstan. Dalam metode perawatan
ini, langkah netralisasi dan koagulasi harus dilakukan dengan hati-hati. Proses flokulasi harus
didorong jika tidak, proses pengobatan gagal.
Partikel padat yang terbentuk dari besi, mangan dan kontaminan lainnya
diperkirakan akan mengendap selama tahap sedimentasi. Kekeruhan keluaran diasumsikan
akan diturunkan menjadi 5 NTU. Jumlah ini diperlukan untuk memudahkan pengoperasian
media filter.
Langkah sedimentasi bukan satu-satunya faktor dalam mengurangi kekeruhan.
Langkah sebelumnya harus berkontribusi dalam menghilangkan partikel penyebab air keruh.
Hasil penelitian menunjukkan, terjadi penurunan zat besi, mangan dan warna yang
signifikan. Hasil akhir dapat dilihat dari produk filtrasi yang dipengaruhi oleh setiap proses
yang telah dilakukan sebelumnya. Selain zat besi, mangan dan warna, pH juga harus
diperhatikan pada hasil perawatan. Peraturan Menteri Kesehatan tahun 1990 mensyaratkan
nilai standar untuk variabel-variabel tersebut. Hasil selengkapnya tercantum pada Tabel 6.

Tabel 6. Hasil analisis pengolahan air gambut proses kontinyu pada tahap filtrasi akhir

Berdasarkan hasil analisis diperoleh dosis kalsium oksida optimum yaitu 100 ppm.
Pada kondisi optimum tersebut, pH air gambut telah memenuhi syarat baku serta
penghilangan besi, mangan, warna dan kekeruhan. Penyisihan besi dan mangan
digambarkan pada Gambar 6. Hasilnya menunjukkan bahwa besi dan mangan telah
berkurang seperti yang diharapkan sebesar 98,6% untuk besi dan 100% untuk mangan
sedangkan warna menurun 99,6%. Gambar 7 memberikan penurunan drastis warna hampir.
Selain itu, tahapan dan temuan secara keseluruhan dijelaskan pada Tabel 7.
Perlakuan sampel air gambut yang diambil dari daerah Talang Keramat yang
memiliki kekeruhan 31-35 NTU masih belum memenuhi nilai baku mutu. Masalahnya
terletak pada tingginya kandungan partikel tersuspensi dan koloid. Kekeruhan air gambut
menurun dengan meningkatnya pH.
Gambar 6. Penurunan zat besi dan mangan pada proses kontinyu

Gambar 7. Penurunan warna pada proses kontinyu

FAt pH 6,5, penurunan kekeruhan turun ke angka yang dipersyaratkan oleh nilai
standar yang diatur. Total padatan terlarut (TDS) sebanding dengan konduktivitas air
gambut. TDS dan konduktivitas sesuai dengan penambahan senyawa anorganik yaitu
kalsium oksida. Senyawa anorganik ini dapat disuspensikan dengan menambahkan
aluminium sulfat alias tawas. Tawas diketahui dapat mengikat dan mendestabilisasi partikel
koloid. Beberapa penulis melaporkan bahwa peningkatan pH dalam pengobatan
pendahuluan adalah prosedur yang umum (Budijono, 2016).
Penambahan kalsium oksida meningkatkan pH air gambut seiring dengan penurunan
kekeruhan. Kenaikan pH merupakan bagian dari proses penetralan yang diperlukan untuk
tindak lanjut yaitu penghilangan warna dan senyawa organik dengan cara koagulasi dan
flokulasi. Kedua proses lanjutan ini perlu diawali dengan penambahan kalsium oksida untuk
meningkatkan pH sampel air gambut. Kalsium oksida bereaksi membentuk senyawa
hidroksida, yang menyebabkan pH naik. Senyawa organik dalam air gambut berasal dari
kandungan asam humat dan fulvat yang tinggi (Suherman, 2013).

Tabel 7. Hasil pengolahan dengan proses kontinyu dan batch

Warna dalam air gambut dari skala Talang Keramat pada 130 TCU dan dapat
dihilangkan dengan dosis kalsium oksida, yang juga meningkatkan pH-nya. Hubungan
antara penghilangan warna dan pH menunjukkan bahwa peningkatan pH air gambut
ternyata menurunkan warna air. Temuan ini telah dilaporkan oleh penulis lain yang
menemukan bahwa warna dapat menurun hingga 99% dengan meningkatnya pH air gambut
sebesar 125%.
Warna air dapat menjadi indikasi adanya senyawa organik terlarut. Uji pendahuluan
juga menunjukkan bahwa besi dan mangan memiliki korelasi yang kuat dengan warna.
Penghilangan besi dan mangan diikuti dengan penghilangan warna dengan menambah air
gambut dengan menambahkan kalsium oksida. Metode ini secara ekonomis lebih
menguntungkan dibandingkan dengan metode lainnya (Malakootian, 2010). Cara
konvensional dapat dilakukan dengan pemberian koagulan. Besi dan mangan juga dapat
diadsorpsi dan diendapkan oleh kalsium oksida bersama dengan menstabilkan partikel
koloid.

KESIMPULAN
Upaya pengolahan air gambut di Talang Keramat dengan metode batch dan kontinyu
berhasil menurunkan besi dan mangan. Air gambut Talang Keramat memiliki kandungan
besi dan mangan sebesar 3,5-3,9 ppm dan 0,5-0,59 ppm, berwarna 130-190 TCU, pH 3,2
dan kekeruhan pada 30-35 NTU yang lebih tinggi dari kebutuhan baku air bersih menurut
Kementerian Kesehatan peraturan No. 416/IX/1990. Perlakuan secara batch dan kontinyu
dengan dosis kalsium oksida 100 ppm dan aluminium sulfat 25 ppm mampu mereduksi besi
sebesar 97% dengan metode batch dan 98,6% dengan metode kontinyu sedangkan
mangan tereduksi 100% dengan kedua metode. Aluminium sulfat tanpa perlakuan lain tidak
dapat mengurangi kekeruhan sehingga perlu dikombinasi dengan penambahan kalsium
oksida. Dengan metode ini, kekeruhan berkurang dari 31-33 NTU menjadi 1,9 NTU dalam
metode batch sedangkan proses kontinyu mampu turun hingga 1,14 NTU.

Anda mungkin juga menyukai