NPM : 2015041026
Mata Kuliah : Perancangan Sistem Utilitas
Pengolahan Air Sungai hingga Keluar Clasifier pada Unit Pengolahan Air
Utilitas merupakan sarana penunjang proses yang diperlukan pabrik agar dapat
berjalan baik. Utilitas dalam pabrik umumnya meliputi air bersih, air pendingin
(cooling water), steam, air proses, bahan bakar, listrik, udara tekan, pneumatic, dan
alat kontrol, sistem refrigerasi, sistem pelumasan, pengolahan limbah, dan lain
sebagainya.
Prinsip kerja clasifier adalah dengan menggunakan gaya gravitasi untuk membantu
pengendapan. Larutan yang mengandung padatan (liquid-solid) akan tersuspensi
menjadi lebih berat dan kemudian mengendap. Endapan tersebut akan terkumpul
dalam bak lumpur yang harus dibersihkan atau dibuang secara rutin. Dan air akan
keluar dari bagian pinggir clarifier secara overflow. Proses yang terjadi dalam
clarifier yaitu sedimentasi, koagulasi, dan flokulasi.
Teknik pemisahan yang terjadi pada clasifier bergantung pada beberapa faktor
sebagai berikut:
- Konsentrasi solid
- Ukuran partikel solid
- Bentuk partikel solid
- Laju alir umpan masuk
a. Sedimentasi
Air masuk ke bak sedimentasi untuk dilakukan pemisahan dan pengendapan lumpur
yang mungkin terbawa, yang menyebabkan fouling di dalam proses penyediaan air
bebas mineral. Tidak semua partikel besar dapat hilang melalui proses penyaringan,
seperti koloid. Partikel koloid dapat dipisahkan melalui proses koagulasi
(penggumpalan) dan clarification (penjernihan), serta sebelum dikeluarkan
dilakukan injeksi menggunakan bahan-bahan kimia seperti soda kaustik, larutan
alum, dan klorin.
Berikut ini merupakan kontaminan atau pengotor yang terdapat pada air sungai:
1) Padatan terlarut
Zat-zat padat yang terlarut terdiri dari mineral-mineral seperti kalium karbonat,
magnesium karbonat, kalsium sulfat, magnesium sulfat, silika, sodium klorida,
sodium sulfat, dan sejumlah kecil besi, mangan, florida, alumunium, etc.
2) Gas terlarut
Gas-gas yang terlarut biasanya adalah komponen dari udara (jarang), seperti
hidrogen sulfida, oksigen, metana, dan karbon dioksida.
3) Zat tersuspensi
Adanya zat tersuspensi dalam larutan membuat warnanya menjadi keruh
(turbidity). Pada air sungai, biasanya turbidity berasal dari bahan organik,
endapan lumpur dan tanah liat, serta mikroorganisme.
b. Koagulasi
Penjernihan air dilakukan dengan menginjeksikan bahan-bahan berikut ini:
1) Alumunium Sulfat
Alumunium sulfat atau biasa dikenal dengan larutan alum merupakan tepung
berwarna putih, larut dalam air, stabil dalam udara, tidak mudah terbakar, tidak
larut dalam alkohol, dan mudah membentuk gumpalan. Alum digunakan
sebagai flokulan atau bahan penggumpal pada saat penjernihan air. Zat
pengotor merupakan senyawa suspensi koloid yang tersusun dari ion
bermuatan negatif yang saling tolak-menolak.
Alum dalam air akan larut membentuk ion Al3+ dan OH- serta senyawa sulfat.
Apabila pada pH tertentu ion positif dalam koagulan (Al3+, alum) bertemu
dengan ion negatif akan membentuk floc (butiran gelatin). pH tersebut berkisar
antara 6,5-7,5. Floc tersebut akan terus bertambah sehingga akan membesar
dan mengendap ke bawah. Kadar alum yang digunakan yaitu 0,06% dari air
umpan dengan konsentrasi 26% volume.
2) Soda Kaustik
Air sungai bersifat asam, sehingga soda kaustik digunakan untuk membuat pH
menjadi pH basa (6,5-7,5) yang membantu alum untuk membentuk floc, dan
mengurangi hardness air.
- Saat pembentukan floc, pH cenderung turun (semakin asam) karena
terbentuknya H2SO4, sehingga soda kaustik diinjeksikan untuk membantu
mengontrol pH tersebut.
- Adanya CO2 menyebabkan kalsium dan magnesium karbonat dalam air
menjadi bikarbonat (carbonate hardness) yang larut dalam air. Soda
kaustik digunakan untuk membuat bikarbonat menjadi karbonat yang
mengendap (dikembalikan).
Kadar soda kaustik yang digunakan yaitu 0,05% dari air umpan dengan
konsentrasi 39% volume.
3) Kaporit
Kaporit digunakan sebagai disinfektan. Kadar kaporit yang digunakan yaitu
1,2% dari air umpan dengan konsentrasi 90% volume. Kadar bahan injeksi di
atas proporsinya telah diatur otomatis berdasarkan laju alir masuk. Biasanya,
karena perubahan iklim, sebelum pemberian dosis bahan injeksi, dilakukan
pengambilan sampel air untuk diuji (jar test) dilakukan terlebih dahulu.
Analisis pH cairan juga rutin dilakukan sehingga proses koagulasi dapat
berjalan efektif dengan hasil dan kualitas yang diinginkan.
c. Flokulasi
Proses selanjutnya yaitu menjaga pembentukan floc (flokulasi) dan
mengendapkannya sambil memperhatikan pembentukan lapisan lumpur (sludge
blanket). Floc berukuran kecil akan membentuk gumpalan besar sehingga
pengendapan (settling) berlangsung cepat. Alasan mengapa lapisan lumpur harus
diperhatikan adalah karena untuk menahan floc yang terbentuk. Agar lapisan
lumpur merata dan tidak terlalu padat dilakukan:
- Pengadukan lambat, kecepatan 2 – 3 rpm.
- Laju alir masuk dijaga konstan.
- Pembuangan lumpur (blowdown) secara otomatis disesuaikan dengan air yang
masuk dan tinggi permukaan lumpur.
Air umpan masuk clasifier berwarna keruh adalah karena bahan organik, endapan
lumpur dan tanah liat, serta mikroorganisme. Air tersebut juga mengandung kalium
karbonat, magnesium karbonat, kalsium sulfat, magnesium sulfat, silika, sodium
klorida, sodium sulfat, dan sejumlah kecil besi, mangan, florida, alumunium,
hidrogen sulfida, oksigen, metana, dan karbon dioksida, dan sebagainya. pH dari
air sungai sebelum masuk ke clasifier juga masih asam.
Setelah diproses di clasifier air berwarna keruh (turbidity tinggi: 40 – 60) akan
menjadi jernih (putih bening, turbidity rendah: 2,2 – 5,0), tidak berasa, dan tidak
berbau. Selain itu, juga tidak mengandung zat organik dan anorganik dalam air, dan
logam berbahaya serta terbebas dari bakteri, virus, jamur, ataupun kuman. Air yang
telah jernih ini dapat digunakan langsung untuk air hidran, sanitasi dan umum.