PENDAHULUAN
1|P a g e
1.3 Tujuan dan Manfaat
Adapun tujuan sebagai berikut:
Untuk mengetahui unit sedimentasi pada proses pengolahan air minum.
Untuk mengetahui tujuan dan fungsi unit sedimentasi.
Untuk mengetahui macam-macam bentuk dan bagian bak sedimentasi.
Untuk mengetahui macam-macam tipe sedimentasi, parameter yang digunakan, dan proses
unit sedimentasi.
Adapun manfaat sebagai berikut:
Mahasiswa dapat mengetahui unit sedimentasi dan dapat mengaplikasikan.
Mahasiswa dapat membuat unit sedimentasi.
2|P a g e
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3|P a g e
diinjeksikan klorin yang berfungsi sebagai oksidator dan desinfektan. Sebagai oksidator,
klorin digunakan untuk menghilangkan bau dan rasa pada air.
c. Klarifier
Klarifier berfungsi sebagai tempat pembentukan flok dengan penambahan larutan
(Al2(SO4)3 sebagai bahan. Pada klarifier terdapat mesin agitator yang berfungsi sebagai alat
untuk mempercepat pembentukan flok. Pada klarifier terjadi pemisahan antara air bersih dan
air kotor. Air bersih ini kemudian disalurkan dengan menggunakan pipa yang besar untuk
kemudian dipompakan ke filter. Klarifier terbuat dari beton yang berbentuk bulat yang
dilengkapi dengan penyaring dan sekat.
Dari inlet pipa klarifier, air masuk ke dalam primary reaction zone. Di dalam
primary reaction zone dan secondary reaction zone, air dan bahan kimia (koagulan yaitu
tawas) diaduk dengan alat agitator blade agar tercampur homogen. Maka koloid akan
membentuk butiran-butiran flokulasi.
Air yang telah bercampur dengan koagulan membentuk ikatan flokulasi, masuk
melalui return flock zone dialirkan ke clarification zone. Sedimen yang mengendap dalam
concentrator dibuang. Hal ini berlangsung secara otomatis yang akan terbuka setiap satu
jam sekali dalam waktu 1 menit. Air yang masuk ke dalam clarification zone sudah tidak
dipengaruhi oleh gaya putaran oleh agitator, sehingga lumpurnya mengendap. Air yang
berada dalam clarification zone adalah air yang sudah jernih.
d. Sand Filter
Penyaring yang biasanya digunakan adalah rapid sand fliter (filter saringan cepat). Sand
filter jenis ini berupa bak yang berisi pasir kwarsa yang berfungsi untuk menyaring flok
halus dan kotoran lain yang lolos dari klarifier (clearator). Air yang masuk ke filter ini telah
dicampur terlebih dahulu dengan klorin dan tawas.
Media penyaring biasanya lebih dari satu lapisan, yaitu pasir kwarsa dan batu tertentu. Air
mengalir ke bawah melalui media tersebut. Zat-zat padat yang tidak larut akan melekat pada
media, sedangkan air yang jernih akan terkumpul di bagian dasar dan mengalir keluar
melalui suatu pipa menuju reservoir.
e. Reservoir
Reservoir berfungsi sebagai tempat penampungan air bersih yang telah disaring melalui
filter. Air ini sudah menjadi air yang bersih yang siap digunakan dan harus dimasak terlebih
dahulu untuk kemudian dapat dijadikan air minum (Hanum, 2002).
4|P a g e
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Prasedimentasi
Unit prasedimentasi merupakan unit dimana terjadi proses pengendapan partikel
diskret. Partikel diskret adalah partikel yang tidak mengalami perubahan bentuk, ukuran,
maupun berat pada saat mengendap. Pengendapan dapat berlangsung dengan efisien apabila
syarat-syaratnya terpenuhi. Efisiensi pengendapan tergantung pada karakteristik aliran,
sehingga perlu diketahui karakteristik aliran pada unit tersebut. Karakteristik aliran dapat
diperkirakan dengan bilangan Reynolds dan bilangan Froude.
Bentuk bak prasedimentasi dapat mempengaruhi karakteristik aliran, sehingga bentuk
merupakan hal yang harus diperhatikan pada saat merancang unit prasedimentasi. Selain
bentuk, rasio lebar dan kedalaman merupakan hal yang juga menentukan karakteristik aliran.
Hal ini dikarenakan formula perhitungan bilangan Reynolds dan Froude mengandung jari-jari
hidrolis R sebagai salah satu fungsinya. Jari-jari hidrolis terkait dengan luas permukaan basah
A dan keliling basah P yang merupakan fungsi dari lebar dan kedalaman, sehingga rasio antara
lebar dan kedalaman juga akan mempengaruhi karakteristik aliran.
Adanya ketidakseimbangan pada zona inlet dapat menyebabkan adanya aliran pendek,
turbulensi, dan ketidakstabilan pada zona pengendapan. Begitu juga halnya terhadap zona
lumpur. Zona lumpur merupakan zona dimana terkumpulnya partikel diskret yang telah
terendapkan. Apabila terjadi aliran turbulen, partikel diskret yang telah terendapkan dapat
mengalami penggerusan, sehingga partikel yang telah terendapkan dapat kembali naik. Zona
outlet juga mempengaruhi karakteristik aliran, sehingga zona outlet harus didesain untuk
meminimalisasi terjadinya aliran pendek.
Aplikasi teori sedimentasi pada pengolahan air minum adalah pada perancangan
bangunan prasedimentasi. Bak prasedimentasi merupakan bagian dari bangunan pengolahan air
minum yang berfungsi untuk mengendapkan partikel diskret yang relatif mudah mengendap
(diperkirakan dalam waktu 1 hingga 3 jam). Teori sedimentasi yang dipergunakan dalam
aplikasi pada bak prasedimentasi adalah teori sedimentasi tipe I karena teori ini mengemukakan
bahwa pengendapan partikel berlangsung secara individu (masing-masing partikel, diskret) dan
tidak terjadi interaksi antar partikel.
Aplikasi teori sedimentasi pada pengolahan air limbah. Bak prasedimentasi merupakan
bagian dari bangunan pengolahan air limbah yang berfungsi untuk mengendapkan lumpur
5|P a g e
sebelum air limbah diolah secara biologis. Meskipun belum terjadi proses kimia (misal
koaguasi flokulasi atau presipitasi), namun pengendapan di bak ini mengikuti pengendapan tipe
III dan IV karena lumpur yang terdapat dalam air limbah tidak lagi bersifat diskret (mengingat
kandungan komponen lain dalam air limbah, sehingga telah terjadi proses presipitasi).
6|P a g e
menghasilkan air yang lebih jernih dan konsentrasi lumpur yang lebih kental melalui
pengendapan secara gravitasi.
3.2.1 Tujuan dan Fungsi Unit Sedimentasi pada Proses Pengolahan Air Minum
Pada pengolahan air minum, terapan sedimentasi ditujukan untuk:
Pengendapan air permukaan untuk penyisihan partikel diskret khususnya pada pengolahan
dengan filter pasir cepat.
Pengendapan flok hasil koagulasi-flokulasi, khususnya sebelum disaring dengan filter pasir
cepat.
Pengendapan lumpur hasil pembubuhan soda-kapur pada proses penurunan kesadahan.
Pengendapan lumpur pada penyisihan besi dan mangan dengan oksidasi (Anonim, 2007).
7|P a g e
maka ambang peluapan harus diperpanjang, misalnya dengan menambahkan kisi-kisi saluran
peluapan di depan outlet (Kamulyan, 1997).
2. Lingkaran (circular)
Bentuk bak ini umumnya digunakan pada instalasi pengolahan air dengan kapasitas
yang lebih kecil. Bak berbentuk lingkaran umumnya berdiameter 10,7 hingga 45,7 meter dan
kedalaman 3 hingga 4,3 meter (Anonim, 2007). Aliran air dapat secara horizontal ke arah radial
dan umumnya menuju ke tepi lingkaran atau dengan aliran arah vertikal.
Pada kapasitas yang sama, pada kolam pengendapan berbentuk lingkaran ini
kemungkinan terjadinya aliran pendek (short-circuiting) lebih besar daripada kolam
pengendapan berbentuk segi empat, terutama apabila ambang peluapan tidak level sehingga
aliran air menuju ke satu sisi tertentu saja. Bentuk ini secara hidrolika kurang baik karena
tampang alirannya tidak seragam, sehingga kecepatan alirannya tidak konstan. Karena itu
timbul kesulitan dalam pengontrolan kecepatan aliran dan semakin besar dimensi bangunan
pengontrolan kecepatan menjadi lebih sulit lagi.
Pada kolam pengendapan berbentuk lingkaran kelemahan kurangnya panjang
peluapan hampir tidak pernah dijumpai karena ambang peluapan dibangun sepanjang keliling
lingkaran. Namun demikian sering dijumpai panjang peluapan agak berlebihan, sehingga aliran
melewati ambang peluapan berupa aliran yang sangat tipis. Untuk mengatasi hal tersebut maka
ambang peluapan harus diperpendek dengan cara memasang ambang peluapan yang berbentuk
seperti huruf V (V-notch) atau seperti huruf U (U-notch). Keuntungan lain dari kolam
pengendapan berbentuk lingkaran adalah mekanisme pengumpulan lumpur lebih sederhana
8|P a g e
dengan memasang scrapper yang bergerak memutar dan pemeliharaan lebih mudah (Kamulyan,
1997).
9|P a g e
3.2.3 Tipe-tipe Sedimentasi
Berdasarkan pada jenis partikel dan kemampuan partikel untuk berinteraksi,
sedimentasi dapat diklasifikasikan ke dalam empat tipe, yaitu:
1. Sedimentasi Tipe I
Sedimentasi tipe I merupakan pengendapan partikel diskret, yaitu partikel yang dapat
mengendap bebas secara individual tanpa membutuhkan adanya interaksi antar partikel.
Sebagai contoh sedimentasi tipe I antara lain pengendapan lumpur kasar pada bak
prasedimentasi untuk pengolahan air permukaan dan pengendapan pasir pada grit chamber.
Sesuai dengan definisi di atas, maka pengendapan terjadi karena adanya interaksi
gaya-gaya di sekitar partikel, yaitu gaya drag dan gaya impelling. Massa partikel
menyebabkan adanya gaya drag dan diimbangi oleh gaya impelling, sehingga kecepatan
pengendapan partikel konstan.
Gaya impelling diyatakan dalam persamaan:
F1 = (ρS - ρ) g V.............................(3.1)
dimana:
F1 = gaya impelling
ρs = densitas massa partikel
ρ = densitas massa liquid
V = volume partikel
g = percepatan gravitasi
Gaya drag diyatakan dalam persamaan:
FD = CD Ac ρ (Vs2/2)..............................(3.2)
di mana:
FD = gaya drag
CD= koefisien drag
Ac = luas potongan melintang partikel
Vs = kecepatan pengendapan
Dalam kondisi yang seimbang ini, maka FD = FI, maka diperoleh persamaan:
(ρS - ρ) g V = CD Ac ρ (Vs2/2)...........................(3.3)
atau
.................................(3.4)
atau
10 | P a g e
...................................(3.5)
Bila V/Ac = (2/3)d , maka diperoleh :
.................................(3.6)
dimana Sg adalah specific gravity. Besarnya nilai CD tergantung pada bilangan Reynold.
bila NRe < 1 (laminer), CD = 24 / NRe
bila NRe = 1 - 104 (transisi), CD = 24 / NRe+3 / NRe 0,5 + 0,34
bila NRe > 104 (turbulen), CD = 0,4.
NRe = ρdVs/μ........................(3.7)
11 | P a g e
Gambar 2.3 Grafik Pengendapatn Tipe I pada temperatur 10 0C
(Reynold dan Richards, 1996)
Pada kenyataannya, ukuran partikel yang tersuspensi dalam air itu banyak sekali jumlahnya.
Karena itu, diperlukan satu ukuran partikel sebagai acuan, sebut saja do, yang mempunyai
kecepatan pengandapan sebesar Vo (lihat Gambar 2.4). Vo disebut juga overflowrate.
Dengan acuan tersebut, maka dapat dibuat pernyataan sebagai berikut:
a. Partikel yang mempunyai kecepatan pengendapan lebih besar dari Vo, maka 100% akan
mengendap dalam waktu yang sama.
b. Partikel yang mempunyai kecepatan pengendapan lebih kecil dari Vo, maka tidak
semua akan mengendap dalam waktu yang sama.
..................................(3.8)
di mana:
R = besarnya fraksi pengendapan partikel total
Fo = fraksi partikel tersisa pada kecepatan Vo
V = kecepatan pengendapan (m/detik)
dF = selisih fraksi partikel tersisa
Data yang diperoleh dari percobaan laboratorium adalah jumlah (konsentrasi) partikel
yang terdapat dalam sampel yang diambil pada interval waktu tertentu. Konsentrasi pada
berbagai waktu tersebut diubah menjadi bentuk fraksi. Fraksi merupakan perbandingan
antara konsentrasi partikel pada waktu ke-t terhadapkonsentrasi partikel mula-mula.
Selanjutnya dihitung kecepatan pengendapan partikel pada tiap waktu pengambilan.
Plot ke dalam grafik hubungan antara fraksi partikel tersisa dengan kecepatan
pengendapan. Ambil nilai kecepatan pengendapan tertentu sebagai acuan (disebut juga
13 | P a g e
waktu klarifikasi atau overflow rate = Vo). Dari nilai Vo tersebut dapat diperoleh nilai Fo,
yaitu merupakan batas fraksi partikel besar yang semuanya mengendap dan fraksi partikel
lebih kecil yang mengendap sebagian saja. Besarnya fraksi partikel kecil dapat dicari dari
luasan daerah di atas kurva sampai batas Fo (Gambar 2.6).
14 | P a g e
Gambar 2.8 Grafik Isoremoval (Reynold dan Richards, 1996)
Grafik isoremoval dapat digunakan untuk mencari besarnya penyisihan total pada
waktu tertentu. Tarik garis vertikal dari waktu yang ditentukan tersebut. Tentukan
kedalaman H1, H2, H3 dan seterusnya (lihat Gambar 2.9).
Besarnya penyisihan total pada waktu tertentu dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan:
............................(3.9)
15 | P a g e
c. Buat grafik hubungan persen penyisihan total (sebagai sumbu y) dengan overflow rate
(sebagai sumbu x)
Kedua grafik ini dapat digunakan untuk menentukan waktu pengendapan atau waktu
detensi (td) dan overflow rate (Vo) yang menghasilkan efisiensi pengendapan tertentu. Hasil
yang diperoleh dari kedua grafik ini adalah nilai berdasarkan eksperimen di laboratorium
(secara batch). Nilai ini dapat digunakan dalam mendisain bak pengendap (aliran kontinyu)
setelah dilakukan penyesuaian, yaitu dikalikan dengan faktor scale up. Untuk waktu detensi,
faktor scale up yang digunakan pada umumnya adalah 1,75, untuk overflow rate, faktor
scale up yang digunakan pada umumnya adalah 0,65 (Reynold dan Richards, 1996).
Gambar 2.10 Pengendapan pada Final Clarifier untuk Proses Lumpur Aktif
(Reynold dan Richards, 1996)
Sebelum mendisain sebuah bak final clarifier, maka perlu dilakukan percobaan
laboratorium secara batch menggunakan column settling test. Pengamatan dilakukan
16 | P a g e
terhadap tinggi lumpur pada to hingga t. Data yang diperoleh adalah hubungan antara tinggi
lumpur dengan waktu (Gambar 2.11).
17 | P a g e
Gambar 2.12 Hasil Pengolahan Data Sedimentasi Tipe III dan IV
(Reynold dan Richards, 1996)
Setelah pengolahan data tersebut, parameter yang diperoleh dapat digunakan untuk
endisain bak pengendap lumpur biomassa, yaitu:
1. Luas permukaan yang diperlukan untuk thickening, At dengan menggunakan
persamaan:
At = 1,5 (Q+QR) tu/Ho ..................................(3.11)
2. Luas permukaan yang diperlukan untuk klarifikasi (sedimentasi), Ac dengan
menggunakan persamaan:
Ac = 2,0 Q/Vo ................................(3.12)
di mana:
Q = debit rata-rata harian sebelum resirkulasi, m3/detik
QR = debit resirkulasi, m3/detik
18 | P a g e
Proses pengendapan partikel pada bak prasedimentasi aliran horizontal pada dasarnya
seperti yang terlihat pada Gambar 2.13. Partikel memiliki kecepatan horizontal, vH dan
kecepatan pengendapan vS.
... (2)
... (3)
Sehingga
... (4)
Persamaan (4) menunjukkan bahwa overflow rate merupakan fungsi dari debit dan luas
permukaan. Selain persamaan (1) hingga (4), persamaan-persamaan berikut dapat
membuktikan bahwa v0 = Q /Asurface
... (5)
... (6)
Sehingga
... (6a)
Atau
... (6b)
... (7)
Apabila bak prasedimentasi didesain dengan overflow rate, vo, maka partikel yang
memiliki kecepatan pengendapan vs lebih besar daripada vo akan tersisih seluruhnya.
19 | P a g e
Partikel yang memiliki kecepatan pengendapan lebih kecil daripada vo akan tersisih
sebagian, yaitu partikel yang berada pada kedalaman H2 (Gambar 2.14).
Pengendapan partikel suspensi berlangsung dengan baik apabila aliran air dalam
keadaan tenang (aliran suspensi). Kecepatan aliran harus diatur sedemikian rupa
sehingga proses pengendapan dapat berlangsung dengan baik, dan besarnya hendaknya
20 | P a g e
tidak melebihi kecepatan gerusan agar partikel yang telah mengendap tidak tergerus dan
melayang lagi serta terbawa keluar dari ruang pengendapan.
c. Laju luapan (weir overflow rate).
Pengaliran air dari ruang pengendapan menuju ke bagian outlet dilakukan dengan
menggunakan mekanisme peluapan dengan laju luapan yang tertentu. Hal ini dimaksudkan
agar dipeoleh air yang relatif sudah terbebas dari partikel suspensi sesuai dengan yang
diharapkan. Laju luapan mengekspresikan volume air yang melewati ambang outlet per
satuan panjang per satuan waktu dan diperlukan untuk menentukan secara tepat panjang
ambang yang diperlukan untuk melewatkan air menuju ke bagian outlet kolam
pengendapan. Ketentuan ini diperlukan mengingat dimensi ambang peluapan secara tidak
langsung akan menentukan efisiensi dari sebuah kolam pengendapan. Laju luapan yang
terlalu besar akan menyebabkan kecepatan aliran yang melewati ambang outlet akan terlalu
besar dan akan memberikan konsekuensi pada berubahnya pola aliran dan meningkatnya
kecepatan aliran pada bagian akhir kolam pengendapan. Kecepatan aliran yang terlalu besar
dapat menyebabkan tergerusnya partikel suspensi yang telah mengendap dan terbawa
menuju ke outlet kolam pengendapan (Kamulyan, 1997).
b) Bilangan Froude
Bilangan Froude terkait dengan kondisi aliran apakah, subkritis, kritis, atau superkritis.
Kondisi aliran subkritis memiliki nilai bilangan Froude kurang dari satu yang
menunjukkan bahwa gaya gravitasi lebih mendominasi daripada gaya inersia, sehingga
kecepatan aliran cukup rendah. Penerapan pada unit prasedimentasi menunjukkan
bahwa bilangan Froude dapat menunjukkan apakah terjadi aliran pendek atau tidak pada
unit prasedimentasi.
Aliran pendek dapat terjadi apabila kecepatan aliran cukup besar, sehingga diharapkan
kecepatan aliran pada unit prasedimentasi tidak terlalu besar atau dalam keadaan
subkritis, sehingga aliran pendek sebisa mungkin dapat dihindari. Oleh karena itu,
sesuai dengan SNI 6774 Tahun 2008 tentang Tata Cara Perencanaan Unit Paket
Instalasi Pengolahan Air, nilai bilangan Froude harus lebih dari 10-5. Unit
prasedimentasi dirancang sedemikian rupa agar mampu memenuhi Bilangan Reynolds
dan Froude, sehingga tercapai keadaan aliran yang sebaik mungkin untuk mendukung
proses pengendapan.
22 | P a g e
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Air merupakan pelangsung kehidupan makhluk hidup, manusia membutuhkan air
untuk keperluan sehari-harinya. Air minum salah satunya, sebelum dijadikan air minum
terlebih dahulu air membutuhkan proses yang panjang dan rumit untuk dapat dikonsumsi. Salah
satu proses pengolahan air minum adalah sedimentasi. Sedimentasi merupakan tahap awal
dalam proses pengolahan air minum dari serangkaian prosesnya. Sedimentasi sendiri pada
prinsipnya memisahkan antara solid dan liquid yang terdapat dalam air, dengan tujuan
menyisihkan suspended solid. Terdapat empat tipe sedimentasi yang berbeda pada penggunaan
koagulan sebagai pengendap suspended solid. Dengan adanya proses sedimentasi ini maka
partikel/padatan terlarut dalam air dapat terendapkan/dihilangkan, selanjutnya air dapat
digunakan.
4.2 Saran
Menghemat pengunaan air, karena kita tahu bahwa untuk menghasilkan air minum
membutuhkan proses pengolahan panjang dan rumit. Karena dengan menghemat dan menggunakan
dengan sebaik-baiknya air, maka kita juga ikut merawat bumi kita yang sudah terganggu
keseimbangannya.
23 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
Peavy, Howard S., Donald R. Rowe, dan George T., Environmental Engineering, McGraw-Hill
Publishing Company, 1985.
Reynold, Tom.D dan Richards, Paula., Unit Operations and Process in Environmental
Engineering, 2nd Edition, PWS Publishing Company, Boston, 1996.
Tchobanoglous, George, Wastewater Engineering, Treatment, Disposal, and Reuse, 3rd edition,
Metcalf & Eddy, Inc. McGraw-Hill, Inc. New York, 1991.
24 | P a g e