Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Air bersih adalah salah satu jenis sumberdaya berbasis air yang bermutu baik dan
biasa dimanfaatkan oleh manusia untuk dikonsumsi atau dalam melakukan aktivitas mereka
sehari-hari. Apabila tidak diperhatikan maka air dari sumber, seperti air permukaan dan air
tanah ataupun air hujan mungkin dapat mengganggu kesehatan manusia. Untuk mencegah
timbulnya gangguan ataupun penyakit yang disebabkan melalui air, maka air yang
dipergunakan terutama untuk diminum harus mengalami proses penjernihan air agar memenuhi
syarat kesehatan. Syarat air yang layak dikonsumsi menurut menteri kesehatan, adalah tidak
berasa, tidak berbau, tidak berwarna, dan tidak mengandung logam berat.
Kualitas air baku untuk air minum semakin memburuk dengan masih kurangnya
perhatian yang serius terhadap pengelolaan air limbah. Air limbah dari rumah tangga dan
industri, kawasan perdagangan, dan sebagainya hampir semuanya dibuang langsung ke badan-
badan air tanpa pengolahan. Akibatnya, terjadi penurunan kualitas air permukaan dan air tanah,
yang pada akhirnya menurunkan kualitas air baku untuk air minum.
Oleh karena itu sumber air yang semakin lama semakin memburuk dapat kita
antisipasi dengan salah satu alternatif mendapatkan air bersih adalah dari sumur atau sungai
yang tidak tercemar bahan kimia, yaitu dengan membuat penjernihan air secara sederhana yang
memanfaatkan sumberdaya di sekitar kita. Sedimentasi merupakan salah satu contoh upaya
penjernihan air untuk meningkatkan kualitas dari sumber air tersebut. Sedimentasi ini
merupakan suatu proses pengendapan material yang ditransport oleh mata air, angin, es atau
gletser di suatu cekungan. Delta yang terdapat di mulut-mulut sungai adalah hasil dan proses
pengendapan material yang diangkut oleh air sungai.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud unit pra/sedimentasi pada proses pengolahan air minum?
2. Apa tujuan dan fungsi unit sedimentasi?
3. Bagaimana macam-macam bentuk dan bagian dari bak sedimentasi?
4. Macam-macam tipe sedimentasi?
5. Parameter yang digunakan pada unit sedimentasi?
6. Bagaimana proses unit sedimentasi?

1|P a g e
1.3 Tujuan dan Manfaat
Adapun tujuan sebagai berikut:
 Untuk mengetahui unit sedimentasi pada proses pengolahan air minum.
 Untuk mengetahui tujuan dan fungsi unit sedimentasi.
 Untuk mengetahui macam-macam bentuk dan bagian bak sedimentasi.
 Untuk mengetahui macam-macam tipe sedimentasi, parameter yang digunakan, dan proses
unit sedimentasi.
Adapun manfaat sebagai berikut:
 Mahasiswa dapat mengetahui unit sedimentasi dan dapat mengaplikasikan.
 Mahasiswa dapat membuat unit sedimentasi.

2|P a g e
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengolahan Air Bersih


Water Treatment System atau proses pengolahan air merupakan serangkaian proses
untuk mengolah air yang tidak layak pakai (air kotor) menjadi air bersih yang layak, higienis,
dan terbebas dari unsur – unsur berlebih dari segi fisika maupun kimia.
Proses pengolahan air bersih ada berbagai macam cara yang bisa dilakukan sesuai
dengan kebutuhan, antara lain dengan proses :
a. Proses Fisika
Pada pengolahan secara fisika, biasanya dilakukan secara mekanis, tanpa adanya
penambahan bahan kimia. Contohnya antara lain adalah proses sedimentasi, mixing,
flokulasi, filtrasi, dan aerasi.
b. Proses Kimia
Pada pengolahan secara kimiawi, terdapat penambahan bahan kimia, seperti klor, tawas,
dan lain-lain, biasanya digunakan untuk menyisihkan logam-logam berat yang terkandung
dalam air. Contohnya antara lain adalah proses koagulasi, desinfeksi, presipitasi,
pertukaran ion, adsorbsi, dan oksidasi.
c. Proses Biologis
Pada pengolahan secara biologis, biasanya memanfaatkan mikroorganisme sebagai media
pengolahnya.
Perlakuan cara proses – proses pengolahan diatas dapat dilakukan baik secara
tunggal maupun secara kombinasi dari berbagai proses tergantung dari karakteristik kualitas air
baku yang digunakan dan kondisi output yang diharapkan.

2.2 Tahapan Pengolahan Air Bersih


Proses pengolahan air menjadi air bersih harus melalui beberapa tahapan-tahapan, yaitu :
a. Screening
Screening berfungsi untuk memisahkan air dari sampah-sampah dalam ukuran besar.
b. Tangki sedimentasi
Tangki sedimentasi berfungsi untuk mengendapkan kotoran-kotoran berupa lumpur dan
pasir. Pada tangki sedimentasi terdapat waktu tinggal. Ke dalam tangki sedimentasi ini

3|P a g e
diinjeksikan klorin yang berfungsi sebagai oksidator dan desinfektan. Sebagai oksidator,
klorin digunakan untuk menghilangkan bau dan rasa pada air.
c. Klarifier
Klarifier berfungsi sebagai tempat pembentukan flok dengan penambahan larutan
(Al2(SO4)3 sebagai bahan. Pada klarifier terdapat mesin agitator yang berfungsi sebagai alat
untuk mempercepat pembentukan flok. Pada klarifier terjadi pemisahan antara air bersih dan
air kotor. Air bersih ini kemudian disalurkan dengan menggunakan pipa yang besar untuk
kemudian dipompakan ke filter. Klarifier terbuat dari beton yang berbentuk bulat yang
dilengkapi dengan penyaring dan sekat.
Dari inlet pipa klarifier, air masuk ke dalam primary reaction zone. Di dalam
primary reaction zone dan secondary reaction zone, air dan bahan kimia (koagulan yaitu
tawas) diaduk dengan alat agitator blade agar tercampur homogen. Maka koloid akan
membentuk butiran-butiran flokulasi.
Air yang telah bercampur dengan koagulan membentuk ikatan flokulasi, masuk
melalui return flock zone dialirkan ke clarification zone. Sedimen yang mengendap dalam
concentrator dibuang. Hal ini berlangsung secara otomatis yang akan terbuka setiap satu
jam sekali dalam waktu 1 menit. Air yang masuk ke dalam clarification zone sudah tidak
dipengaruhi oleh gaya putaran oleh agitator, sehingga lumpurnya mengendap. Air yang
berada dalam clarification zone adalah air yang sudah jernih.
d. Sand Filter
Penyaring yang biasanya digunakan adalah rapid sand fliter (filter saringan cepat). Sand
filter jenis ini berupa bak yang berisi pasir kwarsa yang berfungsi untuk menyaring flok
halus dan kotoran lain yang lolos dari klarifier (clearator). Air yang masuk ke filter ini telah
dicampur terlebih dahulu dengan klorin dan tawas.
Media penyaring biasanya lebih dari satu lapisan, yaitu pasir kwarsa dan batu tertentu. Air
mengalir ke bawah melalui media tersebut. Zat-zat padat yang tidak larut akan melekat pada
media, sedangkan air yang jernih akan terkumpul di bagian dasar dan mengalir keluar
melalui suatu pipa menuju reservoir.
e. Reservoir
Reservoir berfungsi sebagai tempat penampungan air bersih yang telah disaring melalui
filter. Air ini sudah menjadi air yang bersih yang siap digunakan dan harus dimasak terlebih
dahulu untuk kemudian dapat dijadikan air minum (Hanum, 2002).

4|P a g e
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Prasedimentasi
Unit prasedimentasi merupakan unit dimana terjadi proses pengendapan partikel
diskret. Partikel diskret adalah partikel yang tidak mengalami perubahan bentuk, ukuran,
maupun berat pada saat mengendap. Pengendapan dapat berlangsung dengan efisien apabila
syarat-syaratnya terpenuhi. Efisiensi pengendapan tergantung pada karakteristik aliran,
sehingga perlu diketahui karakteristik aliran pada unit tersebut. Karakteristik aliran dapat
diperkirakan dengan bilangan Reynolds dan bilangan Froude.
Bentuk bak prasedimentasi dapat mempengaruhi karakteristik aliran, sehingga bentuk
merupakan hal yang harus diperhatikan pada saat merancang unit prasedimentasi. Selain
bentuk, rasio lebar dan kedalaman merupakan hal yang juga menentukan karakteristik aliran.
Hal ini dikarenakan formula perhitungan bilangan Reynolds dan Froude mengandung jari-jari
hidrolis R sebagai salah satu fungsinya. Jari-jari hidrolis terkait dengan luas permukaan basah
A dan keliling basah P yang merupakan fungsi dari lebar dan kedalaman, sehingga rasio antara
lebar dan kedalaman juga akan mempengaruhi karakteristik aliran.
Adanya ketidakseimbangan pada zona inlet dapat menyebabkan adanya aliran pendek,
turbulensi, dan ketidakstabilan pada zona pengendapan. Begitu juga halnya terhadap zona
lumpur. Zona lumpur merupakan zona dimana terkumpulnya partikel diskret yang telah
terendapkan. Apabila terjadi aliran turbulen, partikel diskret yang telah terendapkan dapat
mengalami penggerusan, sehingga partikel yang telah terendapkan dapat kembali naik. Zona
outlet juga mempengaruhi karakteristik aliran, sehingga zona outlet harus didesain untuk
meminimalisasi terjadinya aliran pendek.
Aplikasi teori sedimentasi pada pengolahan air minum adalah pada perancangan
bangunan prasedimentasi. Bak prasedimentasi merupakan bagian dari bangunan pengolahan air
minum yang berfungsi untuk mengendapkan partikel diskret yang relatif mudah mengendap
(diperkirakan dalam waktu 1 hingga 3 jam). Teori sedimentasi yang dipergunakan dalam
aplikasi pada bak prasedimentasi adalah teori sedimentasi tipe I karena teori ini mengemukakan
bahwa pengendapan partikel berlangsung secara individu (masing-masing partikel, diskret) dan
tidak terjadi interaksi antar partikel.
Aplikasi teori sedimentasi pada pengolahan air limbah. Bak prasedimentasi merupakan
bagian dari bangunan pengolahan air limbah yang berfungsi untuk mengendapkan lumpur
5|P a g e
sebelum air limbah diolah secara biologis. Meskipun belum terjadi proses kimia (misal
koaguasi flokulasi atau presipitasi), namun pengendapan di bak ini mengikuti pengendapan tipe
III dan IV karena lumpur yang terdapat dalam air limbah tidak lagi bersifat diskret (mengingat
kandungan komponen lain dalam air limbah, sehingga telah terjadi proses presipitasi).

Tabel 1.1 Pengaruh Ukuran Partikel terhadap Pengendapan


Diameter partikel Waktu
Karakteristik partikel
(mm) pengendapan
10 Gravel 0.3 sec
1 Coarse Sand 3 sec
0.1 Fine Sand 38 sec
0.01 Silt 33 min
0.001 Bacteria 55 hr
0.0001 Colloidal particles 230 days

0.00001 Colloidal particles 6.3 yr

0.000001 Colloidal particles 63 yr minimum


Sumber: AWWA (1971)

Prasedimentasi efektif untuk negara berkembang dengan iklim tropis, karena :


• Sungai di daerah tropis banyak mengandung silt (pasir halus) yang dapat mengakibatkan
pengikisan tanah dimana kekeruhan yang diakibatkannya harus direduksi.
• Suhu tinggi di daerah tropis dapat meningkatkan proses pengendapan dengan menurunkan
nilai kekentalan sehingga pengendapan terjadi secara optimal.
• Prasedimentasi hanya diperlukan apabila dalam air baku terdapat partikel diskrit atau
partikel kasar dalam jumlah yang besar.
• Pengendapan dilakukan dalam bak berukuran besar (biasanya membutuhkan waktu detensi
selama 1 hingga 4 jam) dalam aliran yang laminer, untuk memberikan kesempatan partikel
mengendap tanpa terganggu oleh aliran.
• Pengendapan berlangsung secara gravitasi tanpa penambahan bahan kimia sebelumnya.

3.2 Unit Sedimentasi pada Proses Pengolahan Air Minum


Sedimentasi adalah pemisahan solid dari liquid menggunakan pengendapan secara
gravitasi untuk menyisihkan suspended solid. Sedangkan unit sedimentasi merupakan suatu
unit operasi yang berfungsi untuk memisahkan solid dan liquid dari suspensi untuk

6|P a g e
menghasilkan air yang lebih jernih dan konsentrasi lumpur yang lebih kental melalui
pengendapan secara gravitasi.

3.2.1 Tujuan dan Fungsi Unit Sedimentasi pada Proses Pengolahan Air Minum
Pada pengolahan air minum, terapan sedimentasi ditujukan untuk:
 Pengendapan air permukaan untuk penyisihan partikel diskret khususnya pada pengolahan
dengan filter pasir cepat.
 Pengendapan flok hasil koagulasi-flokulasi, khususnya sebelum disaring dengan filter pasir
cepat.
 Pengendapan lumpur hasil pembubuhan soda-kapur pada proses penurunan kesadahan.
 Pengendapan lumpur pada penyisihan besi dan mangan dengan oksidasi (Anonim, 2007).

Secara keseluruhan, fungsi unit sedimentasi dalam instalasi pengolahan adalah:


 Mengurangi beban kerja unit filtrasi dan memperpanjang umur pemakaian unit penyaring
selanjutnya.
 Mengurangi biaya operasi instalasi pengolahan.

3.2.2 Bentuk dan Bagian Bak Sedimentasi


Bak sedimentasi umumnya dibangun dari bahan beton bertulang dengan bentuk
lingkaran, bujur sangkar, atau segi empat.
Bentuk bak sedimentasi:
1. Segi Empat (rectangular)
Bentuk bak ini umumnya digunakan pada instalasi pengolahan air dengan kapasitas
besar. Bak berbentuk segi empat umumnya mempunyai lebar 1,5 hingga 6 meter, panjang bak
sampai 76 meter, dan kedalaman lebih dari 1,8 meter. Pada bak ini, air mengalir horizontal dari
inlet menuju outlet, sementara partikel mengendap ke bawah (Anonim, 2007).
Bentuk kolam memanjang sesuai arah aliran, sehingga dapat mencegah kemungkinan
terjadinya aliran pendek (short-circuiting). Bentuk ini secara hidraulika lebih baik karena
tampang alirannya cukup seragam sepanjang kolam pengendapan. Dengan demikian kecepatan
alirannya relatif konstan, sehingga tidak akan mengganggu proses pengendapan partikel
suspensi. Selain itu pengontrolan kecepatan aliran juga lebih mudah dilaksanakan. Namun
demikian, bentuk ini mempunyai kelemahan kurangnya panjang peluapan terutama apabila
ukurannya kurang lebar, sehingga laju peluapan nyata menjadi terlalu besar dan menyebabkan
terjadinya gangguan pada bagian akhir kolam pengendapan. Untuk mengatasi hal tersebut,

7|P a g e
maka ambang peluapan harus diperpanjang, misalnya dengan menambahkan kisi-kisi saluran
peluapan di depan outlet (Kamulyan, 1997).

Gambar 1.1 Bak Sedimentasi Bentuk Segi Empat

2. Lingkaran (circular)
Bentuk bak ini umumnya digunakan pada instalasi pengolahan air dengan kapasitas
yang lebih kecil. Bak berbentuk lingkaran umumnya berdiameter 10,7 hingga 45,7 meter dan
kedalaman 3 hingga 4,3 meter (Anonim, 2007). Aliran air dapat secara horizontal ke arah radial
dan umumnya menuju ke tepi lingkaran atau dengan aliran arah vertikal.
Pada kapasitas yang sama, pada kolam pengendapan berbentuk lingkaran ini
kemungkinan terjadinya aliran pendek (short-circuiting) lebih besar daripada kolam
pengendapan berbentuk segi empat, terutama apabila ambang peluapan tidak level sehingga
aliran air menuju ke satu sisi tertentu saja. Bentuk ini secara hidrolika kurang baik karena
tampang alirannya tidak seragam, sehingga kecepatan alirannya tidak konstan. Karena itu
timbul kesulitan dalam pengontrolan kecepatan aliran dan semakin besar dimensi bangunan
pengontrolan kecepatan menjadi lebih sulit lagi.
Pada kolam pengendapan berbentuk lingkaran kelemahan kurangnya panjang
peluapan hampir tidak pernah dijumpai karena ambang peluapan dibangun sepanjang keliling
lingkaran. Namun demikian sering dijumpai panjang peluapan agak berlebihan, sehingga aliran
melewati ambang peluapan berupa aliran yang sangat tipis. Untuk mengatasi hal tersebut maka
ambang peluapan harus diperpendek dengan cara memasang ambang peluapan yang berbentuk
seperti huruf V (V-notch) atau seperti huruf U (U-notch). Keuntungan lain dari kolam
pengendapan berbentuk lingkaran adalah mekanisme pengumpulan lumpur lebih sederhana

8|P a g e
dengan memasang scrapper yang bergerak memutar dan pemeliharaan lebih mudah (Kamulyan,
1997).

Gambar 2.2 Bak Sedimentasi Bentuk Lingkaran

Bagian-bagian dari bak sedimentasi, antara lain:


a) Zona Inlet atau struktur influen (tempat air masuk ke dalam bak).
Zona inlet mendistribusikan aliran air secara merata pada bak sedimentasi dan
menyebarkan kecepatan aliran yang baru masuk. Jika dua fungsi ini dicapai, karakteristik
aliran hidrolik dari bak akan lebih mendekati kondisi bak ideal dan menghasilkan efisiensi
yang lebih baik. Zona influen didesain secara berbeda untuk kolam rectangular dan
circular. Khusus dalam pengolahan air, bak sedimentasi rectangular dibangun menjadi satu
dengan bak flokulasi. Sebuah baffle atau dinding memisahkan dua kolam dan sekaligus
sebagai inlet bak sedimentasi. Desain dinding pemisah sangat penting, karena kemampuan
bak sedimentasi tergantung pada kualitas flok.
b) Zona pengendapan (tempat flok/partikel mengalami proses pengendapan).
Dalam zona ini, air mengalir pelan secara horizontal ke arah outlet, dalam zona ini
terjadi proses pengendapan. Lintasan partikel tergantung pada besarnya kecepatan
pengendapan.
c) Zona lumpur (tempat lumpur mengumpul sebelum diambil ke luar bak).
Dalam zona ini, lumpur terakumulasi. Sekali lumpur masuk area ini, ia akan tetap
disana. Kadang dilengkapi dengan sludge collector/scapper.
d) Zona Outlet atau struktur efluen (tempat dimana air akan meninggalkan bak).
Seperti zona inlet, zona outlet atau struktur efluen mempunyai pengaruh besar dalam
mempengaruhi pola aliran dan karakteristik pengendapan flok pada bak sedimentasi.
Biasanya weir/pelimpah dan bak penampung limpahan digunakan untuk mengontrol outlet
pada bak sedimentasi. Selain itu, pelimpah tipe V-notch atau orifice terendam biasanya juga
dipakai. Diantara keduanya, orifice terendam yang lebih baik karena memiliki
kecenderungan pecahnya sisa flok lebih kecil selama pengaliran dari bak sedimentasi
menuju filtrasi.

9|P a g e
3.2.3 Tipe-tipe Sedimentasi
Berdasarkan pada jenis partikel dan kemampuan partikel untuk berinteraksi,
sedimentasi dapat diklasifikasikan ke dalam empat tipe, yaitu:
1. Sedimentasi Tipe I
Sedimentasi tipe I merupakan pengendapan partikel diskret, yaitu partikel yang dapat
mengendap bebas secara individual tanpa membutuhkan adanya interaksi antar partikel.
Sebagai contoh sedimentasi tipe I antara lain pengendapan lumpur kasar pada bak
prasedimentasi untuk pengolahan air permukaan dan pengendapan pasir pada grit chamber.
Sesuai dengan definisi di atas, maka pengendapan terjadi karena adanya interaksi
gaya-gaya di sekitar partikel, yaitu gaya drag dan gaya impelling. Massa partikel
menyebabkan adanya gaya drag dan diimbangi oleh gaya impelling, sehingga kecepatan
pengendapan partikel konstan.
Gaya impelling diyatakan dalam persamaan:
F1 = (ρS - ρ) g V.............................(3.1)
dimana:
F1 = gaya impelling
ρs = densitas massa partikel
ρ = densitas massa liquid
V = volume partikel
g = percepatan gravitasi
Gaya drag diyatakan dalam persamaan:
FD = CD Ac ρ (Vs2/2)..............................(3.2)
di mana:
FD = gaya drag
CD= koefisien drag
Ac = luas potongan melintang partikel
Vs = kecepatan pengendapan
Dalam kondisi yang seimbang ini, maka FD = FI, maka diperoleh persamaan:
(ρS - ρ) g V = CD Ac ρ (Vs2/2)...........................(3.3)
atau

.................................(3.4)
atau

10 | P a g e
...................................(3.5)
Bila V/Ac = (2/3)d , maka diperoleh :

.................................(3.6)
dimana Sg adalah specific gravity. Besarnya nilai CD tergantung pada bilangan Reynold.
 bila NRe < 1 (laminer), CD = 24 / NRe
 bila NRe = 1 - 104 (transisi), CD = 24 / NRe+3 / NRe 0,5 + 0,34
 bila NRe > 104 (turbulen), CD = 0,4.

Bilangan Reynold dapat dihitung menggunakan persamaan:

NRe = ρdVs/μ........................(3.7)

Berikut ini adalah langkah-langkah dalam menghitung kecepatan pengendapan bila


telah diketahui ukuran partikel, densitas atau specific gravity, dan temperatur air:
1. Asumsikan bahwa pengendapan mengikuti pola laminer, karena itu gunakan persamaan
Stoke's untuk menghitung kecepatan pengendapannya.
2. Setelah diperoleh kecepatan pengendapan, hitung bilangan Reynold untuk membuktikan
pola aliran pengendapannya.
3. Bila diperoleh laminer, maka perhitungan selesai. Bila diperoleh turbulen, maka
gunakan persamaan untuk turbulen, dan bila diperoleh transisi, maka gunakan
persamaan untuk transisi.
Metoda lain dalam menentukan kecepatan pengendapan adalah menggunakan
pendekatan grafis (Gambar 2.3). Grafik tersebut secara langsung memberikan informasi
tentang kecepatan pengendapan bila telah diketahui specific gravity dan diameternya pada
temperatur 10oC.

11 | P a g e
Gambar 2.3 Grafik Pengendapatn Tipe I pada temperatur 10 0C
(Reynold dan Richards, 1996)

Pada kenyataannya, ukuran partikel yang tersuspensi dalam air itu banyak sekali jumlahnya.
Karena itu, diperlukan satu ukuran partikel sebagai acuan, sebut saja do, yang mempunyai
kecepatan pengandapan sebesar Vo (lihat Gambar 2.4). Vo disebut juga overflowrate.
Dengan acuan tersebut, maka dapat dibuat pernyataan sebagai berikut:
a. Partikel yang mempunyai kecepatan pengendapan lebih besar dari Vo, maka 100% akan
mengendap dalam waktu yang sama.
b. Partikel yang mempunyai kecepatan pengendapan lebih kecil dari Vo, maka tidak
semua akan mengendap dalam waktu yang sama.

Gambar 2.4 Lintasan Pengendapan Partikel


(Reynold dan Richards, 1996)
a. Bentuk bak segi empat (rectangular)
b. Bentuk bak lingkaran (circular)
12 | P a g e
Jumlah dari keseluruhan partikel yang mengendap disebut penyisihan total (total
removal). Besarnya partikel yang mengendap dapat diperoleh dari uji laboratorium dengan
column settling test (Gambar 2.5). Over flow rate dihitungdengan persamaan:
Vo = H/t

Gambar 2.5 Sketsa Column Settling Test Tipe I


(Reynold dan Richards, 1996)
Besarnya fraksi pengendapan partikel dihitung dengan:

..................................(3.8)

di mana:
R = besarnya fraksi pengendapan partikel total
Fo = fraksi partikel tersisa pada kecepatan Vo
V = kecepatan pengendapan (m/detik)
dF = selisih fraksi partikel tersisa

Berdasarkanbesarnya R tersusun oleh dua komponen, yaitu:


1. (1-Fo) = fraksi partikel dengan kecepatan > Vo

2. = fraksi partikel dengan kecepatan < Vo

Data yang diperoleh dari percobaan laboratorium adalah jumlah (konsentrasi) partikel
yang terdapat dalam sampel yang diambil pada interval waktu tertentu. Konsentrasi pada
berbagai waktu tersebut diubah menjadi bentuk fraksi. Fraksi merupakan perbandingan
antara konsentrasi partikel pada waktu ke-t terhadapkonsentrasi partikel mula-mula.
Selanjutnya dihitung kecepatan pengendapan partikel pada tiap waktu pengambilan.
Plot ke dalam grafik hubungan antara fraksi partikel tersisa dengan kecepatan
pengendapan. Ambil nilai kecepatan pengendapan tertentu sebagai acuan (disebut juga
13 | P a g e
waktu klarifikasi atau overflow rate = Vo). Dari nilai Vo tersebut dapat diperoleh nilai Fo,
yaitu merupakan batas fraksi partikel besar yang semuanya mengendap dan fraksi partikel
lebih kecil yang mengendap sebagian saja. Besarnya fraksi partikel kecil dapat dicari dari
luasan daerah di atas kurva sampai batas Fo (Gambar 2.6).

Gambar 2.6 Grafik Pengendapan Partikel Diskret


2. Sedimentasi Tipe II
Sedimentasi tipe II adalah pengendapan partikel flokulen dalam suspensi encer, di
mana selama pengendapan terjadi saling interaksi antar partikel. Selama dalam operasi
pengendapan, ukuran partikel flokulen bertambah besar, sehingga kecepatannya juga
meningkat. Sebagai contoh sedimentasi tipe II antara lain pengendapan pertama pada
pengolahan air limbah atau pengendapan partikel hasil proses koagulasi-flokulasi pada
pengolahan air minum maupun air limbah.
Kecepatan pengendapan partikel tidak bisa ditentukan dengan persamaan Stoke's
karena ukuran dan kecepatan pengendapan tidak tetap. Besarnya partikel yang mengendap
diuji dengan column settling test dengan multiple withdrawal ports (Gambar 2.7).

Gambar 2.7 Sketsa Kolom Sedimentasi Tipe III


Dengan menggunakan kolom pengendapan tersebut, sampling dilakukan pada setiap
port pada interval waktu tertentu, dan data REMOVAL partikel diplot pada grafik seperti
pada Gambar 2.8.

14 | P a g e
Gambar 2.8 Grafik Isoremoval (Reynold dan Richards, 1996)

Grafik isoremoval dapat digunakan untuk mencari besarnya penyisihan total pada
waktu tertentu. Tarik garis vertikal dari waktu yang ditentukan tersebut. Tentukan
kedalaman H1, H2, H3 dan seterusnya (lihat Gambar 2.9).

Gambar 2.9 Penentuan Kedalaman H1, H2 dan Seterusnya


(Reynold dan Richards, 1996)

Besarnya penyisihan total pada waktu tertentu dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan:

............................(3.9)

Grafik isoremoval juga dapat digunakan untuk menentukan lamanya waktu


pengendapan dan surface loading atau overflow rate bila diinginkan efisiensi pengendapan
tertentu. Langkah yang dilakukan adalah:
a. Hitung penyisihan total pada waktu tertentu (seperti langkah di atas), minimal sebanyak
tiga variasi waktu. (Ulangi langkah di atas minimal dua kali)
b. Buat grafik hubungan persen penyisihan total (sebagai sumbu y) dengan waktu
pengendapan (sebagai sumbu x)

15 | P a g e
c. Buat grafik hubungan persen penyisihan total (sebagai sumbu y) dengan overflow rate
(sebagai sumbu x)
Kedua grafik ini dapat digunakan untuk menentukan waktu pengendapan atau waktu
detensi (td) dan overflow rate (Vo) yang menghasilkan efisiensi pengendapan tertentu. Hasil
yang diperoleh dari kedua grafik ini adalah nilai berdasarkan eksperimen di laboratorium
(secara batch). Nilai ini dapat digunakan dalam mendisain bak pengendap (aliran kontinyu)
setelah dilakukan penyesuaian, yaitu dikalikan dengan faktor scale up. Untuk waktu detensi,
faktor scale up yang digunakan pada umumnya adalah 1,75, untuk overflow rate, faktor
scale up yang digunakan pada umumnya adalah 0,65 (Reynold dan Richards, 1996).

3. Sedimentasi tipe III dan IV/Hindered Settling (Zone Settling)


Sedimentasi tipe III adalah pengendapan partikel dengan konsentrasi yang lebih
pekat, di mana antar partikel secara bersama-sama saling menahan pengendapan partikel
lain di sekitarnya. Karena itu pengendapan terjadi secara bersama-sama sebagai sebuah zona
dengan kecepatan yang konstan. Pada bagian atas zona terdapat interface yang memisahkan
antara massa partikel yang mengendap dengan air jernih. Sedimentasi tipe IV merupakan
kelanjutan dari sedimentasi tipe III, di mana terjadi pemampatan (kompresi) massa partikel
hingga diperoleh konsentrasi lumpur yang tinggi. Sebagai contoh sedimentasi tipe III dan IV
ini adalah pengendapan lumpur biomassa pada final clarifier setelah proses lumpur aktif
(Gambar 2.10). Tujuan pemampatan pada final clarifier adalah untuk mendapatkan
konsentrasi lumpur biomassa yang tinggi untuk keperluan resirkulasi lumpur ke dalam
reaktor lumpur aktif.

Gambar 2.10 Pengendapan pada Final Clarifier untuk Proses Lumpur Aktif
(Reynold dan Richards, 1996)

Sebelum mendisain sebuah bak final clarifier, maka perlu dilakukan percobaan
laboratorium secara batch menggunakan column settling test. Pengamatan dilakukan
16 | P a g e
terhadap tinggi lumpur pada to hingga t. Data yang diperoleh adalah hubungan antara tinggi
lumpur dengan waktu (Gambar 2.11).

Gambar 2.11 Grafik Hasil percoban Sedimentasi Tipe III dan IV


(Reynold dan Richards, 1996)

Pengolahan Data (hasil dapat dilihat pada Gambar 2.12):


1. Tentukan slope pada zona III (slope=kecepatan pengendapan, Vo)
2. Perpanjang garis lurus dari zona III dan zona IV
3. Tentukan titik pertemuan garis dari zona III dan zona IV, tentukan titik pusat
lengkungan, dan buat garis singgung
4. Dengan mengetahui konsentrasi lumpur awal (Co), tinggi lumpur awal (Ho), dan
konsentrasi disain underflow (Cu), tentukan tinggi lumpur underflow Hu.
Co Ho = Cu Hu ..........................(3.10)
Underflow adalah lumpur hasil akhir pengendapan yang siap disirkulasikanke reaktor
lumpur aktif.
5. Buat garis horisantal dari Hu hingga memotong garis singgung, maka diketahui tu
(waktu yang diperlukan untuk mencapai konsentrasi Cu).

17 | P a g e
Gambar 2.12 Hasil Pengolahan Data Sedimentasi Tipe III dan IV
(Reynold dan Richards, 1996)

Setelah pengolahan data tersebut, parameter yang diperoleh dapat digunakan untuk
endisain bak pengendap lumpur biomassa, yaitu:
1. Luas permukaan yang diperlukan untuk thickening, At dengan menggunakan
persamaan:
At = 1,5 (Q+QR) tu/Ho ..................................(3.11)
2. Luas permukaan yang diperlukan untuk klarifikasi (sedimentasi), Ac dengan
menggunakan persamaan:
Ac = 2,0 Q/Vo ................................(3.12)
di mana:
Q = debit rata-rata harian sebelum resirkulasi, m3/detik
QR = debit resirkulasi, m3/detik

Selain dengan pendekatan waktu tercapainya konsentrasi underflow, disain final


clarifier dapat juga menggunakan pendekatan konsep solid flux. Solid flux adalah kecepatan
thickening solid per satuan luas, dinyatakan dalam kg/jam-m2.

3.2.4 Parameter Operasi pada Unit Sedimentasi


a. Waktu tinggal (detention time)
Waktu tinggal adalah waktu yang diperlukan oleh suatu volume air untuk tinggal di
dalam kolam pengendapan selama air mengalir dari inlet menuju ke outlet. Dalam
perancangan kolam pengendapan yang ideal, lama waktu tinggal nilainya ditetapkan sama
dengan lama waktu pengendapan partikel suspensi.
b. Laju luapan permukaan (overflow rate).

18 | P a g e
Proses pengendapan partikel pada bak prasedimentasi aliran horizontal pada dasarnya
seperti yang terlihat pada Gambar 2.13. Partikel memiliki kecepatan horizontal, vH dan
kecepatan pengendapan vS.

Gambar 2.13 Pergerakan Partikel pada Bak Prasedimentasi Aliran Horizontal

Gambar 2.13 menunjukkan bahwa apabila overflow rate/kecepatan horizontal sebanding


dengan kedalaman/panjang bak, maka
... (1)

... (2)

... (3)

Sehingga
... (4)

Persamaan (4) menunjukkan bahwa overflow rate merupakan fungsi dari debit dan luas
permukaan. Selain persamaan (1) hingga (4), persamaan-persamaan berikut dapat
membuktikan bahwa v0 = Q /Asurface
... (5)

... (6)

Sehingga
... (6a)

Atau
... (6b)

... (7)

Apabila bak prasedimentasi didesain dengan overflow rate, vo, maka partikel yang
memiliki kecepatan pengendapan vs lebih besar daripada vo akan tersisih seluruhnya.
19 | P a g e
Partikel yang memiliki kecepatan pengendapan lebih kecil daripada vo akan tersisih
sebagian, yaitu partikel yang berada pada kedalaman H2 (Gambar 2.14).

Gambar 2.14 Profil pada Bak Rectangular Ideal


(Reynold dan Richards, 1996)
Untuk menentukan besar penyisihan partikel dengan desain overflow rate v0 pada
proses pengendapan partikel, dapat diketahui dari hasil analisa tes kolom. Hasil tes
kolom tersebut akan menentukan overflow rate serta dimensi bak, sehingga dapat
diketahui waktu detensi yang tepat untuk proses pengendapan. Oleh karena itu, pada
dasarnya kriteria desain tidak dapat digunakan untuk menentukan waktu detensi
maupun overflow rate. Kolom yang digunakan untuk analisa memiliki beberapa kran
pada rentang jarak tertentu. Kran-kran tersebut digunakan untuk mengambil sampel air
pada rentang waktu tertentu yang telah ditetapkan. Sebelum tes dilakukan, terlebih
dahulu diambil sampel untuk dikeringkan dan dianalisis konsentrasinya untuk diketahui
konsentrasi awalnya.
Selama proses analisa dengan kolom tes tersebut, setiap rentang waktu tertentu, diambil
sampel air untuk di analisis konsentrasinya. Konsentrasi tersebut akan dibandingkan
dengan konsentrasi awal agar diketahui besar penyisihan partikelnya. Hal tersebut
dilakukan selama rentang waktu tertentu. Untuk menentukan efisiensi penyisihan
partikel pada overflow rate tertentu, fraksi yang tersisihkan terbagi menjadi dua, yaitu
yang memiliki kecepatan pengendapan lebih besar daripada overflow rate dan yang
lebih kecil daripada overflow rate. Partikel yang tersisih karena memiliki kecepatan
pengendapan vs > v0 dapat dituliskan sebagai 1- F0. Partikel yang tersisih karena
memiliki kecepatan pengendapan vs < v0 tetapi berada pada kedalaman tertentu,
sehingga dapat terendapkan dapat ditulis sebagai 1 .Kecepatan aliran

Pengendapan partikel suspensi berlangsung dengan baik apabila aliran air dalam
keadaan tenang (aliran suspensi). Kecepatan aliran harus diatur sedemikian rupa
sehingga proses pengendapan dapat berlangsung dengan baik, dan besarnya hendaknya

20 | P a g e
tidak melebihi kecepatan gerusan agar partikel yang telah mengendap tidak tergerus dan
melayang lagi serta terbawa keluar dari ruang pengendapan.
c. Laju luapan (weir overflow rate).
Pengaliran air dari ruang pengendapan menuju ke bagian outlet dilakukan dengan
menggunakan mekanisme peluapan dengan laju luapan yang tertentu. Hal ini dimaksudkan
agar dipeoleh air yang relatif sudah terbebas dari partikel suspensi sesuai dengan yang
diharapkan. Laju luapan mengekspresikan volume air yang melewati ambang outlet per
satuan panjang per satuan waktu dan diperlukan untuk menentukan secara tepat panjang
ambang yang diperlukan untuk melewatkan air menuju ke bagian outlet kolam
pengendapan. Ketentuan ini diperlukan mengingat dimensi ambang peluapan secara tidak
langsung akan menentukan efisiensi dari sebuah kolam pengendapan. Laju luapan yang
terlalu besar akan menyebabkan kecepatan aliran yang melewati ambang outlet akan terlalu
besar dan akan memberikan konsekuensi pada berubahnya pola aliran dan meningkatnya
kecepatan aliran pada bagian akhir kolam pengendapan. Kecepatan aliran yang terlalu besar
dapat menyebabkan tergerusnya partikel suspensi yang telah mengendap dan terbawa
menuju ke outlet kolam pengendapan (Kamulyan, 1997).

3.2.5 Bilangan Reynold dan Bilangan Froude


Faktor-faktor lain yang juga mempengaruhi proses pengendapan adalah overflow rate,
v horizontal (vh), bilangan Reynold partikel, serta karakteristik aliran. Karakteristik aliran
diketahui dari nilai Bilangan Reynolds dan Froude. Namun, kedua bilangan tersebut tidak
dapat dipenuhi keduanya, sehingga perlu ditetapkan suatu acuan.
Studi literatur menghasilkan kesimpulan bahwa acuan yang tepat untuk desain bak
prasedimentasi bentuk rectangular adalah menggunakan bilangan Froude, sedangkan acuan
yang tepat untuk mendesain bak prasedimentasi bentuk circular dengan tipe center feed
adalah bilangan Reynolds. Berdasarkan SNI 6774 tahun 2008 tentang tata cara perencanaan
unit paket instalasi pengolahan air, bilangan Reynolds pada unit prasedimentasi harus
memiliki nilai kurang dari 2000, sedangkan Bilangan Froude harus lebih dari 10-5. Kedua
persyaratan tersebut seharusnya terpenuhi, tetapi pada kenyataannya akan sulit memenuhi
kedua bilangan tersebut sekaligus dalam perancangan unit prasedimentasi.
a) Bilangan Reynolds
Penerapan Bilangan Reynolds pada unit prasedimentasi menunjukkan korelasi bahwa
fungsi Bilangan Reynolds adalah untuk menunjukkan kondisi aliran pada unit
prasedimentasi apakah laminer atau turbulen. Kondisi aliran yang laminer diharapkan
terjadi di unit prasedimentasi karena keadaan aliran yang turbulen dapat menurunkan
21 | P a g e
efisiensi kerja unit prasedimentasi. Oleh karena itu, sesuai dengan SNI 6774 Tahun
2008 tentang Tata Cara Perencanaan Unit Paket Instalasi Pengolahan Air, nilai Bilangan
Reynolds harus kurang dari 2000. Pengaruh jenis aliran yang terjadi pada
prasedimentasi terhadap proses pengendapan partikel dapat dilihat pada Gambar 2.15.

Gambar 2.15 Pengendapan Partikel pada Aliran Laminer dan Turbulen


(Huisman, 1997)

b) Bilangan Froude
Bilangan Froude terkait dengan kondisi aliran apakah, subkritis, kritis, atau superkritis.
Kondisi aliran subkritis memiliki nilai bilangan Froude kurang dari satu yang
menunjukkan bahwa gaya gravitasi lebih mendominasi daripada gaya inersia, sehingga
kecepatan aliran cukup rendah. Penerapan pada unit prasedimentasi menunjukkan
bahwa bilangan Froude dapat menunjukkan apakah terjadi aliran pendek atau tidak pada
unit prasedimentasi.
Aliran pendek dapat terjadi apabila kecepatan aliran cukup besar, sehingga diharapkan
kecepatan aliran pada unit prasedimentasi tidak terlalu besar atau dalam keadaan
subkritis, sehingga aliran pendek sebisa mungkin dapat dihindari. Oleh karena itu,
sesuai dengan SNI 6774 Tahun 2008 tentang Tata Cara Perencanaan Unit Paket
Instalasi Pengolahan Air, nilai bilangan Froude harus lebih dari 10-5. Unit
prasedimentasi dirancang sedemikian rupa agar mampu memenuhi Bilangan Reynolds
dan Froude, sehingga tercapai keadaan aliran yang sebaik mungkin untuk mendukung
proses pengendapan.

22 | P a g e
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Air merupakan pelangsung kehidupan makhluk hidup, manusia membutuhkan air
untuk keperluan sehari-harinya. Air minum salah satunya, sebelum dijadikan air minum
terlebih dahulu air membutuhkan proses yang panjang dan rumit untuk dapat dikonsumsi. Salah
satu proses pengolahan air minum adalah sedimentasi. Sedimentasi merupakan tahap awal
dalam proses pengolahan air minum dari serangkaian prosesnya. Sedimentasi sendiri pada
prinsipnya memisahkan antara solid dan liquid yang terdapat dalam air, dengan tujuan
menyisihkan suspended solid. Terdapat empat tipe sedimentasi yang berbeda pada penggunaan
koagulan sebagai pengendap suspended solid. Dengan adanya proses sedimentasi ini maka
partikel/padatan terlarut dalam air dapat terendapkan/dihilangkan, selanjutnya air dapat
digunakan.

4.2 Saran
Menghemat pengunaan air, karena kita tahu bahwa untuk menghasilkan air minum
membutuhkan proses pengolahan panjang dan rumit. Karena dengan menghemat dan menggunakan
dengan sebaik-baiknya air, maka kita juga ikut merawat bumi kita yang sudah terganggu
keseimbangannya.

23 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA

Peavy, Howard S., Donald R. Rowe, dan George T., Environmental Engineering, McGraw-Hill
Publishing Company, 1985.
Reynold, Tom.D dan Richards, Paula., Unit Operations and Process in Environmental
Engineering, 2nd Edition, PWS Publishing Company, Boston, 1996.
Tchobanoglous, George, Wastewater Engineering, Treatment, Disposal, and Reuse, 3rd edition,
Metcalf & Eddy, Inc. McGraw-Hill, Inc. New York, 1991.

24 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai