Anda di halaman 1dari 25

LAMPIRAN

PERATURAN DIREKTUR RSIA HARAPAN MULIA


NOMOR : 08.01/PER/DIR/RSBM/III/2018
TENTANG
PEDOMAN ASESMEN PASIEN

BAB I
PENDAHULUAN

A. TUJUAN
Asesmen awal dari seorang pasien, baik pasien gawat darurat, pasien rawat jalan,
maupun pasien rawat inap dilakukan untuk mengidentifikasi kebutuhan pasien dan
untuk memulai proses pelayanan. Asesmen awal memberikan informasi untuk:
1. Mengumpulkan data yang komprehensif untuk menilai kondisi dan masalah pasien.
2. Memahami pelayanan apa yang dicari pasien
3. Memilih jenis pelayanan yang terbaik bagi pasien
4. Mengidentifikasi kondisi yang mengancam nyawa
5. Melakukan intervensi segera
6. Menetapkan diagnosis awal
7. Memahami respon pasien terhadap pengobatan sebelumnya

B. DEFINISI
1. Asesmen Pasien adalah tahapan dari proses dimana dokter, perawat, ahli gizi, dan
Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) lainnya melakukan pengumpulan
informasi/data pasien baik subjektif maupun objektif (I), menganalisis
informasi/data (A), dan untuk membuat rencana pelayanan terhadap pasien (R).
2. Asesmen Awal Pasien Rawat Inap adalah tahap awal dari proses dimana dokter,
perawat, ahli gizi mengumpulkan dan menganalisis informasi pasien serta membuat
rencana pelayanan dalam 24 jam pertama sejak pasien masuk rawat inap atau bisa
lebih cepat tergantung kondisi pasien dan dicatat dalam rekam medis
3. Asesmen Awal Pasien Rawat Jalan adalah tahap awal dari proses dimana dokter
mengevaluasi data pasien baru rawat jalan, bidan melakukan pengkajian awal
kebidanan dan menentukan rencana pelayanan kebidanan selanjutnya.
4. Asesmen Awal Pasien Gawat Darurat adalah pengumpulan informasi (anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang diagnostik) oleh dokter, perawat,
dan bidan untuk menentukan rencana pelayanan kegawatdaruratan selanjutnya.

1
5. Asesmen Ulang Pasien adalah tahap lanjut dari proses dimana dokter, perawat,
bidan, ahli gizi mengevaluasi ulang data pasien atas adanya perubahan yang
signifikan atas kondisi klinisnya berdasarkan pelayanan klinis yang telah diberikan
sebelumnya.
6. Rekam Medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang identitas
pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan
kepada pasien
7. DPJP adalah seorang dokter / dokter gigi yang bertanggung jawab atas
pengelolaan asuhan medis seorang pasien. DPJP juga bertanggung jawab terhadap
kelengkapan, kejelasan dan kebenaran serta ketepatan waktu pengembalian dari
rekam medis pasien tersebut
8. Keperawatan adalah seluruh rangkaian proses asuhan keperawatan & kebidanan
yang diberikan kepada pasien yang berkesinambungan yang di mulai dari
pengkajian sampai dengan evaluasi dalam usaha memperbaiki ataupun memelihara
derajat kesehatan yang optimal
9. Ahli gizi adalah seseorang yang diberi tugas, tanggung jawab dan wewenang secara
penuh oleh Kepala RS untuk melakukan kegiatan teknis fungsional di bidang
pelayanan gizi, makanan dan dietetic di RS.

2
BAB II
RUANG LINGKUP

A. UNIT KERJA TERKAIT PELAKSANAAN ASESMEN PASIEN


1. Unit Gawat Darurat
2. Unit Rawat Jalan
3. Unit Bedah & Steriliasi
4. Unit Rawat Inap
5. Unit Laboratorium
6. Unit Radiologi
7. Unit Gizi

B. KEWENANGAN PELAKSANA
1. Dokter
Dokter adalah dokter umum, dokter gigi, dokter spesialis lulusan fakultas atau
Universitas yang terakreditasi dan memiliki SIP di RSIA Harapan Mulia. Dokter
dapat melakukan asesmen berupa anamnesis, pemeriksaan fisik dan permintaan
pemeriksaan penunjang berdasarkan kompetensinya, dan berdasarkan Panduan
Praktik Klinis masing-masing.
2. Perawat/Bidan
Perawat/Bidan yang bekerja di RSIA Harapan Mulia yang di lengkapi dengan SIK,
STR yang berlaku sesuai kebijakan yang telah ditentukan. Perawat/Bidan dapat
melakukan asesmen berupa anamnesis dan pemeriksaan fisik sesuai dengan
kompetensinya berdasarkan Standar Asuhan Keperawatan/Kebidanan yang telah
ditetapkan
3. Apoteker
Apoteker dapat melakukan asesmen berupa pengelolaan obat, pelayanan obat atas
resep dokter, termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan,
pengadaan, penyimpanan dan distribusi obat.
4. Ahli gizi
Ahli gizi melakukan asesmen nutrisi terhadap pasien rawat jalan (di Poli Gizi) dan
pasien rawat inap yang mendapatkan instruksi diet khusus dari dokter DPJP dan
juga dari hasil skrining status gizi pasien dengan menggunakan MST (malnutrition
screening tools) dan pasien diketahui berisiko atas nutrisinya

3
C. WAKTU PELAKSANAAN
1. Asesmen awal pasien dilakukan pada saat kontak pertama Pemberi Pelayanan
Kesehatan dengan pasien, di setiap unit pelayanan. Asesmen awal pasien rawat inap
harus sudah selesai dilakukan dan dicatat dalam berkas rekam medis pasien
selambat-lambatnya 24 jam sejak pasien masuk rumah sakit.
2. Asesmen yang sebagian atau seluruhnya dibuat di luar rumah sakit, maka segera
dilakukan penilaian ulang atau verifikasi pada saat masuk sebagai pasien rawat
inap, antara lain:
a. Temuan yang bersifat penting sesuai dengan kompleksitas pasien, rencana
pelayanan dan pengobatan
b. Kejelasan diagnosis,
c. Adanya foto radiologi yang diperlukan untuk operasi,
d. Adanya perubahan kondisi pasien, seperti pengendalian gula darah, identifikasi
hasil laboratorium yang penting dan perlu diperiksa ulang.
3. Asesmen yang dibuat di luar RS, apabila pasien masuk rumah sakit melebihi 30
hari, maka asesmen tersebut harus dinilai ulang dan diverifikasi pada saat pasien
masuk rawat inap, untuk memperbarui atau mengulang bagian-bagian dari asesmen
yang sudah lebih dari 30 hari.
4. Asemen ulang dilakukan pada saat pasien masuk rumah Sakit lewat rawat jalan dan
Unit Gawat Darurat, berdasarkan kebutuhan dan kondisinya.

B. KATEGORI ASESMEN PASIEN


1. Asesmen Medis
2. Asesmen Keperawatan/Kebidanan
3. Asesmen Gizi
4. Asesmen Pra Anestesi
5. Asesmen Pra Bedah
6. Asesmen Nyeri
7. Asesmen Risiko Jatuh
8. Asesmen Akhir Kehidupan
Komponen utama dari proses pelayanan pasien rawat inap dan rawat jalan adalah
asesmen pasien untuk memperoleh informasi terkait status medis pasien. Khusus
pasien rawat inap, asesmen pasien terkait status kesehatan, intervensi, kebutuhan
keperawatan, dan gizi. Untuk dapat berhasil memberikan terapi / asuhan yang
berorientasi kepada pasien, dalam prakteknya, dokter, perawat dan ahli gizi harus
memiliki pengetahuan dan keahlian dalam melakukan asesmen pasien.

4
Asesmen pasien diperoleh dari pasien dan sumber-sumber lain (misalnya: profil
terapi obat, rekam medis, dan lain-lain). Asesmen pasien dibutuhkan dalam membuat
keputusan-keputusan terkait: (a) status kesehatan pasien; (b) kebutuhan dan
permasalahan keperawatan; (c) intervensi guna memecahkan permasalahan kesehatan
yang sudah teridentifikasi atau juga mencegah permasalahan yang bisa timbul dimasa
mendatang; serta (d) tindak lanjut untuk memastikan hasil-hasil yang diharapkan
pasien terpenuhi.

Proses asuhan kepada pasien saling berhubungan/ terjadi kolaborasi antara dokter,
perawat dan gizi. Sulit untuk dimengerti bahwa dokter dapat menyembuhkan pasien
tanpa bantuan asuhan keperawatan dan terapi gizi.

5
ASESMEN PASIEN

ASESMEN ASESMEN MEDIS ASESMEN GIZI


KEPERAWATAN

RENCANA TERAPI BERSAMA

MENGEMBANGKAN
RENCANA ASUHAN

MELAKUKAN EVALUASI

MELAKUKAN ASESMEN ULANG BILA TERJADI


PERUBAHAN SIGNIFIKAN TERHADAP KONDISI KLINIS
PASIEN

Dalam asesmen, pasien dan keluarga harus diikutsertakan dalam seluruh proses, agar
asuhan kepada pasien menjadi optimal. Pada saat evaluasi, bila terjadi perubahan
yang signifikan terhadap kondisi klinis pasien, maka harus segera dilakukan asesmen
ulang. Bagian akhir dari asesmen adalah melakukan evaluasi, umumnya disebut
monitoring yang menjelaskan faktor-faktor yang akan menentukan pencapaian hasil-
hasil nyata yang diharapkan pasien.

C. ISI MINIMAL ASESMEN AWAL


1. Asesmen Awal Medis
a. Asesmen Awal Medis Gawat Darurat
1) Identitas pasien
2) Jenis Kasus
3) Survey Primer
4) Survey sekunder (anamnesa)
5) Pemeriksaan Fisik

6
6) Pemeriksaan penunjang
7) Diagnosa masuk dan diagnosa banding
Asesmen awal medis dicatat pada berkas rekam medis Form RM.3.2
b. Asesmen Awal Medis Rawat Jalan
1) Identitas Pasien
2) Anamnesis, Pemeriksaan dan Diagnosis
3) Rencana Pengobatan & Terapi
Asesmen awal medis rawat jalan dicatat pada berkas rekam medis form
RM.RJ.01
c. Asesmen Awal Medis Rawat Inap
1) Identitas Pasien
2) Riwayat Kesehatan :
a) Keluhan utama
b) Riwayat penyakit sekarang
c) Riwayat penyakit dahulu dan terapinya
d) Riwayat Alergi
e) Riwayat penyakit dalam keluarga
f) Riwayat pekerjaan
g) Riwayat tumbuh kembang
3) Status Psikologi
4) Status Sosial – Ekonomi
5) Pemeriksaan Fisik
a) Generalis
(1) Kepala
(2) Mata
(3) THT Leher
(4) Mulut
(5) Jantung & pembuluh darah
(6) Thoraks, paru – paru, payudara
(7) Abdomen
(8) Kulit dan sistem limfatik
(9) Tulang belakang dan anggota tubuh
(10) Sistem saraf
(11) Genitalia, anus dan rebtum
b) Lokalis
(1) Inspeksi
(2) Palpasi
(3) Perkusi
(4) Auskultasi
2. Asesmen Awal Keperawatan

7
a. Asesmen Keperawatan Awal Gawat Darurat
b. Asesmen Keperawatan Awal Rawat Inap
1) Identitas Pasien
2) Pengkajian Awal Keperawatan
3) Analisis Masalah Keperawatan
4) Diagnosis Keperawatan
5) Intervensi Keperawatan
Asesmen Awal Keperawatan dicatat pada berkas rekam medis Form RM.11.1a
c. Asesmen Kebidanan Awal Rawat Jalan
Sesuaikan dengan Form RM BKIA
3. Asesmen Awal Gizi
a. Asesmen Awal Gizi Rawat Jalan
1) Identitas Pasien
2) Antropometri
3) Riwayat Gizi : Pola Makan, Alergi, Asupan Makanan
4) Biokimia
5) Diagnosis gizi
6) Intervensi
b. Asesmen Awal Gizi Rawat Inap
1) Identitas Pasien
2) Skrining Gizi
3) Antropometri
4) Biokimia
5) Fisik/klinis
6) Riwayat Gizi : Pola Makan, Alergi, Total Asupan
7) Riwayat Personal
8) Diagnosis
9) Intervensi

D. ASESMEN ULANG
Asesmen ulang didokumentasikan pada lembar SOAP (Subjektif, Objektif ,
Asesmen, Planning).

8
a. Bagian subjektif ( S ) : berisi informasi tentang pasien yang meliputi informasi
yang diberikan oleh pasien, anggota keluarga, orang lain yang penting, atau yang
merawat. Jenis informasi dalam bagian ini meliputi:
1) Keluhan/gejala-gejala atau alasan utama pasien datang ke rumah sakit,
menggunakan kata-katanya sendiri (keluhan utama).
2) Riwayat penyakit saat ini yang berkenaan dengan gejala-gejala (riwayat penyakit
saat ini).
3) Riwayat penyakit dahulu (pada masa lampau).
4) Riwayat pengobatan, termasuk kepatuhan dan efek samping (dari pasien, bukan
dari profil obat yang terkomputerisasi).
5) Alergi.
6) Riwayat sosial dan/atau keluarga.
7) Tinjauan/ulasan sistem organ
b. Bagian objektif ( O ) : berisi informasi tentang pemeriksaan fisik, tes – tes
diagnostik dan laboratorium dan terapi obat
c. Bagian asesmen ( A ) : menilai kondisi pasien untuk diterapi.
d. Bagian plan ( P ) : berisi rencana pemeriksaan tambahan yang dibutuhkan, rencana
terapi yang akan diberikan dan rencana pemantauan khusus yang akan dilakukan
untuk menilai perkembangan kondisi pasien.

Dengan format dokumentasi yang sistematik, konsisten dan seragam tersebut maka
lembar SOAP akan menjadikan rencana berbagai asuhan pasien menjadi lebih
efisien. Catatan SOAP adalah format yang akan digunakan pada keseluruhan tindakan
medik, keperawatan dan gizi dalam rencana terapi / terapeutik serta asuhan pasien.
Asesmen ulang keperawatan tersebut dicatat dalam berkas rekam medis Form
RM.12.1

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Penunjang gawat Darurat
Dokter yang berwenang di Unit Gawat Darurat membuat permintaan untuk segera
dilaksanakan pemeriksaan penunjang (cito) meliputi pemeriksaan Laboratorium
( darah lengkap ) dan radiodiagnostik (rontgen,USG) sesuai keperluan. Semua
catatan hasil pemeriksaan penunjang tersebut harus disimpan dalam rekam medis
pasien (RM.8).
b. Pemeriksaan Penunjang Rawat Inap

9
DPJP membuat permintaan untuk dilaksanakan pemeriksaan penunjang termasuk
didalamnya pemeriksaan laboratorium (darah lengkap, kimia klinik, dll),
pemeriksaan radiodiagnostik (rontgen, USG) sesuai yang diperlukan untuk
menegakkan diagnosa medis. Semua catatan hasil pemeriksaan penunjang
tersebut harus disimpan dalam rekam medis pasien (RM.8).

10
BAB III
KEBIJAKAN

1. Semua pasien rawat inap dan rawat jalan harus dilakukan assesmen awal dan berfokus
untuk mendapatkan informasi, menganalisa, membuat rencana pelayanan. Isi format
mengacu pada Permenkes 269 Tahun 2008 tentang Rekam Medis
2. Assesmen awal rawat inap dan rawat jalan di dokumentasi pada catatan rekam medis
pasien
3. Penyelesaian kelengkapan asesmen medis dan keperawatan setelah pasien diterima :
a. Berdasarkan tempat layanan :
1) Poliklinik dalam waktu 7 jam
2) IGD dalam waktu 1jam
3) Rawat Inap 24 jam
b. Berdasarkan jenis/setting layanan :
1) Asesmen Nyeri dalam waktu 1 jam
2) Asesmen Risiko Jatuh dalam waktu 24 jam
3) Asesmen Nutrisi dalam waktu 24 jam
4. Penyimpanan hasil assesmen pada tempat berstandard dan mudah di akses
5. Assesmen pra bedah ditetapkan sebelum tindakan pembedahan
6. Semua baik rawat inap maupun rawat jalan harus dilakukan minimal assesmen oleh
dokter, perawat, dan staf kesehatan lain
7. Pasien rawat jalan dilakukan assesmen awal medis dan keperawatan
8. Pasien rawat inap dilakukan assesmen awal rawat inap yang meliputi riwayat
kesehatan, dan pemeriksaan fisik, assesmen psikologis dan assesmen sosial ekonomi
sesuai kebutuhannya
9. Kebutuhan medis dan keperawatan ditetapkan berdasarkan hasil assesmen awal
10. Pelaksanaan assesmen medis oleh dokter
11. Pelaksanaan assesmen keperawatan oleh perawat
12. Pelaksanaan assesmen nutrisi lanjut oleh nutrisionis berdasarkan assesmen awal
13. Pasien gawat darurat dilakukan asesmen awal medis dan keperawatan berdasarkan
kebutuhan dan kondisinya
14. Pada pasien gawat darurat bila tidak ada waktu untuk mencatat hasil assesmen maka
dibuat catatan ringkas diagnosa pra bedah
15. Assesmen awal medis dilakukan sebelum pasien rawat inap atau sebelum tindakan
pada rawat jalan tidak boleh lebih dari 30 hari, atau riwayat medis harus diperbaharui
dan pemeriksaan fisik telah diulangi
16. Untuk assesmen kurang dari 30 hari bila ada perubahan kondisi yang signifikan harus
dicatat
17. Pasien sebelum operasi dilakukan assesmen medis
18. Assesmen medis pasien bedah dicatat sebelum operasi
19. Semua pasien dilakukan assesmen gizi dan assesmen risiko jatuh

11
20. Setiap pasien rawat inap dengan diit khusus mendapatkan asuhan gizi dan bila
diperlukan konseling gizi akan diusulkan kepada dokter yang merawat
21. Semua pasien rawat inap dan rawat jalan dilakukan assesmen nyeri pada saat asesmen
awal dan dilakukan asesmen ulang sesuai ketentuan, dan pada saat pemeriksaan fisik
dilakukan asesmen nyeri
22. Pasien yang teridentifikasi rasa sakit pada assesmen awal dilakukan assesmen lebih
mendalam sesuai dengan umur pasien dan pengukuran intensitas dan kualitas nyeri
seperti karakter, kekerapan / frekwensi, lokasi dan lamanya.
23. Hasil assesmen dicatat dalam rekam medis untuk memudahkan asesmen ulang dan
tindak lanjutnya
24. Penatalaksanaan nyeri dan assesmen ulang sesuai panduan nyeri, khusus pasien
inpartu managemen dilakukan secara konservatif
25. Semua pasien neonatus, wanita dalam proses melahirkan, ginekologi, mata, psikiatri,
terminal, dan geriatri dilakukan assesmen khusus
26. Pasien yang akan meninggal dan keluarganya dilakukan assesmen dan assesmen ulang
sesuai kondisi, kondisi pasien diobservasi lebih intensif paling lama 30 menit sekali
atau setiap ada perubahan kondisi
27. Bila pasien teridentifikasi kebutuhan tambahan asesmen khusus, pasien dirujuk
didalam atau keluar rumah sakit
28. Asesmen khusus yang dilakukan didalam rumah sakit dilengkapi dan dicatat dalam
rekam medis pasien
29. Ada proses untuk identifikasi pasien yang rencana pemulangannya kritis(Discharge)
30. Rencana pemulangan kritis bagi pasien kritis dimulai segera setelah diterima sebagai
pasien rawat inap
31. Asesmen ulang dilakukan pada pasien untuk menentukan respon terhadap pengobatan
32. Asesmen ulang sebagai dasar perencanaan pengobatan lanjutan atau pemulangan
33. Asesmen ulang keperawatan dilakukan dengan kondisi pasien dan bila terjadi
perubahan yang signifikan, rencana asuhan, kebutuhan individual.
34. Dokter melakukan assesmen ulang sekurang- kurangnya setiap hari termasuk akhir
minggu, selama fase akut dari perawatan dan pengobatannya
35. Pelaksanaan asesmen ulang didokumentasikan dalam rekam pasien
36. Data dan informasi asesmen pasien dianalisis dan diintegrasikan
37. Para pemberi asuhan pasien bertanggung jawab atas pelayanan pasien diikutsertakan
dalam proses, dokter sebagai team leader
38. Pelaksanaan pencatatan pada cataatan perkembangan pasien terintegrasi(CPPT)
39. Kebutuhan pasien disusun skala prioritasnya berdasarkan hasil asesmen
40. Pasien dan keluarga diberi informasi tentang hasil dari proses assesmen, diagnosis,
rencana pelayanan dan pengobatan, dan diikutsertakan dalam keputusan tentang
prioritas kebutuhan.

12
13
BAB IV
TATA LAKSANA

A. TATA LAKSANA SKRINING INFORMASI


Kegiatan skrining dilakukan pada saat kontak pertama pasien dengan petugas RS,
dengan mengajukan serangkaian pertanyaan kepada pasien untuk menentukan
kebutuhan pelayanan pasien dan disesuaikan dengan kemampuan RS dalam memenuhi
kebutuhan pelayanan pasien tersebut.
1. Tempat Pendaftaran Pasien
Petugas pendaftaran pasien gawat darurat dan rawat jalan menanyakan:
a. Tujuan pasien datang ke RS
b. Identitas Pasien
Indentitas pasien meliputi didalamnya nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan,
cara bayar, alamat, dan telepon
c. Petugas pendaftaran membuat nomor registrasi medik pasien yang
bersangkutan.
d. Mencatat waktu dan tanggal kunjungan tersebut
2. Unit Gawat Darurat
3. Unit Rawat Jalan
4. Unit Rawat Inap

B. TATA LAKSANA ASESMEN MEDIS


1. DPJP secara menyeluruh dan sistematis mengumpulkan informasi dan data klinis
pasien, menganalisis, dan menentukan diagnosis kerja serta menetapkan rencana
pelayanan.
2. Asesmen Medis rawat jalan dibuat sesuai format, dicatat dalam berkas rekam medis
Form RM.RJ.01
3. Asesmen Medis Gawat Darurat dibuat sesuai format, dicatat dalam berkas rekam
medis Form RM-018
4. DPJP wajib membuat dan menyelesaikan asesmen medis rawat inap selambat-
lambatnya 1 x 24 jam sejak pasien masuk rumah sakit.
5. Surat Permintaan Rawat Inap berdasarkan asesmen medis yang dibuat lebih dari 30
hari (oleh dokter RSIA Harapan Mulia atau dokter luar RS), wajib dinilai ulang

14
dengan melakukan asesmen medis berdasarkan kondisi saat ini, dengan melakukan
verifikasi.
6. Semua asesmen medis dicatat dalam berkas rekam medis, dengan mencantumkan
tanggal dan jam pelaksanaan, serta menuliskan nama dan tanda tangan staf medis
yang bersangkutan.

C. TATA LAKSANA ASESMEN KEPERAWATAN


1. Asesmen awal keperawatan rawat inap merupakan serangkaian proses yang
berlangsung saat pasien masuk rawat inap untuk dilakukan pemeriksaan secara
sistematis untuk mengidentifikasi masalah keperawatan pada pasien.
2. Perawat secara menyeluruh dan sistematis mengumpulkan informasi dan data
pasien berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik, untuk selanjutnya
menganalisis, dan dicatat dalam berkas rekam medis Form RM.11.1a
3. Perawat yang berwenang selanjutnya menentukan diagnosis keperawatan serta
menetapkan rencana keperawatan, dicatat dalam berkas rekam medis Form RM.12
4. Asesmen ulang keperawatan dibuat sesuai format SOAP, dicatat dalam berkas
rekam medis Form RM.12.1.

F. ASESMEN GIZI
1. Asesmen Gizi Rawat Jalan
a. Identitas Pasien: Ahli Gizi menanyakan dan mencatat identitas pasien
b. Antropometri : Ahli Gizi mengukur antropometri pasien meliputi BB, TB, bila
belum ada, kemudian menentukan status gizi (IMT).
c. Riwayat Gizi : Pola Makan, Alergi, Asupan Makanan : Ahli Gizi menanyakan
pola makan pasien sebelum sakit, ada atau tidak mempunyai alergi terhadap
makanan tertentu, dan jumlah asupan makanan sehari sebelum datang ke RS
yang meliputi jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi.
d. Biokimia: Ahli Gizi mencatat hasil pemeriksaan laboratorium yang
berhubungan dengan gizi, apabila ada.
e. Fisik/Klinis: Ahli Gizi mencatat hasil pemeriksaan fisik/klinis yang
berhubungan dengan gizi, apabila ada.

15
f. Riwayat Personal: Ahli Gizi menanyakan riwayat penyakit yang pernah
diderita dan keluarga pasien, status sosial, riwayat obat dan suplemen yang
dikonsumsi .
g. Diagnosis Gizi: Ahli Gizi menetapkan diagnosis gizi dari data-data yang
diperoleh. Diagnosis gizi diuraikan atas komponen masalah gizi (problem),
penyebab masalah (Etiologi) dan tanda-tanda atau gejala adanya masalah
(Signs dan Symptoms).
h. Intervensi : Ahli Gizi memberikan intervensi gizi berupa edukasi dan konseling
gizi yang meliputi makanan yang boleh dan tidak boleh dikonsumsi sesuai
dengan diagnosis yang telah ditetapkan.

2. Asesmen Gizi Rawat Inap


a. Identitas Pasien: Ahli Gizi menanyakan dan mencatat identitas pasien
b. Antropometri : Ahli Gizi mengukur antropometri pasien meliputi BB, TB, bila
belum ada, kemudian menentukan status gizi (IMT).
c. Skrining Gizi:
Status nutrisi dengan menggunakan kriteria Malnutrition Screening Tool
(MST), yang bertujuan untuk mengidentifikasi dan menatalaksana pasien
dewasa yang mengalami gizi buruk, kurang gizi, atau obesitas. Untuk pasien
anak > 5 tahun menggunakan grafik CDC dan < 5 tahun dengan grafik Z –
Score ( WHO, 2005 )
1) Asesmen Gizi Pasien Dewasa
Langkah-langkah MST adalah sebagai berikut:
a) Penentuan Satus gizi (IMT) menurut Berat Badan (BB) dan Tinggi
Badan (TB).
b) Pengukuran alternatif:
(1) Jika tinggi badan tidak dapat diukur, gunakan pengukuran
panjang lengan bawah (ulna) untuk memperkirakan tinggi badan
dengan menggunakan tabel dibawah ini
(2) Pengukuran dimulai dari siku (olekranon) hingga titik tengah
prosesus stiloideus (penonjolan tulang di pergelangan tangan),
jika memungkinkan, gunakanlah tangan kiri.
(3) Untuk memperkirakan IMT, dapat menggunakan pengukuran
lingkar lengan atas (LLA)

16
(4) Lengan bawah sisi kiri pasien harus ditekuk 90 terhadap siku,
dengan lengan atas paralel di sisi tubuh. Ukur jarak antara
tonjolan tulang bahu (akromion) dengan siku (olekranon). Tandai
titik tengahnya.
(5) Perintahkan pasien untuk merelaksasikan lengan atasnya, ukur
lingkar lengan atas di titik tengah, pastikan pita pengukur tidak
terlalu menempel terlalu ketat.
c) Adanya efek/pengaruh akut dari penyakit yang diderita pasien, ditandai
dengan terjadinya kehilangan BB yang tidak diinginkan dalam waktu 3-
6 bulan terakhir, dan diberi skor dari persentase kehilangan berat badan.
d) Adanya efek/pengaruh akut dari penyakit yangt diderita pasien, ditandai
dengan tidak adanya asupan makanan dan berikan skor (rentang antara
0-2). Sebagai contoh, jika pasien sedang mengalami penyakit akut dan
sangat sedikit/tidak terdapat asupan makanan > 5 hari, diberikan skor 2.
Skor dapat dilihat pada tabel 4.
e) Tambahkan skor yang diperoleh dari langkah 1, 2 dan 3 untuk menilai
adanya risiko malnutrisi :
 Skor 0 = risiko rendah
 Skor 1 = risiko sedang
 Skor ≥ 2 = risiko tinggi
Gunakan panduan tatalaksana untuk merencanakan strategi keperawatan
berikut ini :
a) Risiko rendah
 Perawatan rutin: ulangi skrining pada pasien di rumah sakit (tiap
minggu), pada pasien rawat jalan (tiap bulan), masyarakat umum
dengan usia > 75 (tiap tahun).
b) Risiko sedang
 Observasi:
 Catat asupan makanan selama 3 hari
 Jika asupan adekuat, ulangi skrining : pasien di rumah sakit
(tiap minggu), pada pasien rawat jalan (tiap bulan),
masyarakat umum (tiap 2-3 bulan).
 Jika tidak adekuat, rencanakan strategi untuk perbaikan dan
peningkatan asupan nutrisi, pantau dan kaji ulang program
pemberian nutrisi secara teratur
c) Risiko tinggi
 Tatalaksana:
 Rujuk ke ahli gizi
 Perbaiki dan tingkatkan asupan nutrisi

17
 Pantau dan kaji ulang program pemberian nutrisi: Pada
pasien di rumah sakit (tiap minggu), pada pasien rawat jalan
(tiap bulan), masyarakat umum (tiap bulan).
d) Untuk semua kategori:
 Atasi penyakit yang mendasari dan berikan saran dalam pemilihan
jenis makanan
 Catat katagori risiko malnutrisi
 Catat kebutuhan akan diet khusus dan ikuti kebijakan setempat
2) Asesmen Gizi Pasien Anak
a) Asesmen Gizi Pasien Anak > Lima Tahun
Menggunakan grafik CDC dengan rumus :
% IBW = ( BB Aktual / BB Ideal) x 100 %
Klasifikasi % IBW :
Obesitas : > 120 % BB Ideal
Overweight : > 110 % - 120 % BB Ideal
Gizi Normal : 90 % - 110 % BB ideal
Gizi Kurang : 70 % - 90 % BB Ideal
Gizi Buruk : < 70 % BB Ideal
Asesmen Gizi Pasien Anak < Lima Tahun
Dengan melihat grafik Z – Score WHO 2005 : BB / TB, BB / U. TB/U.
Usia O–2 tahun laki – laki warna biru dan perempuan warna merah
muda. Usia 2 – 5 tahun laki – laki warna biru dan perempuan warna
merah muda.
Kriteria :
 >3 SD : Obesitas
 2 SD – 3 SD : Gizi Lebih
 2 SD – 2 SD : Gizi baik
 2 SD - - 3 SD : Gizi kurang
 < - 3 SD : Gizi buruk

a. Riwayat Gizi : Pola Makan, Alergi, Asupan Makanan : Dietisien menanyakan


pola makan pasien sebelum sakit, ada atau tidak mempunyai alergi terhadap
makanan tertentu, dan jumlah asupan makanan sehari sebelum datang ke RS
yang meliputi jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi.

18
b. Biokimia: Ahli Gizi mencatat hasil pemeriksaan laboratorium yang
berhubungan dengan gizi, apabila ada.
c. Fisik/klinis : Ahli Gizi mencatat hasil pemeriksaan fisik/klinis yang
berhubungan dengan gizi, apabila ada.
d. Riwayat Personal: Ahli Gizi menanyakan riwayat penyakit yang pernah
diderita dan keluarga pasien, status sosial, riwayat obat dan suplemen yang
dikonsumsi .
e. Diagnosis Gizi: Ahli Gizi menetapkan diagnosis gizi dari data-data yang
diperoleh. Diagnosis gizi diuraikan atas komponen masalah gizi (problem),
penyebab masalah (Etiologi) dan tanda-tanda atau gejala adanya masalah
(Signs dan Symptoms).
f. Intervensi : Ahli Gizi memberikan intervensi gizi berupa terapi diet Penyedian
makanan (Jenis Diet, Bentuk Makanan), serta edukasi dan konseling gizi yang
meliputi makanan yang boleh dan tidak boleh dikonsumsi sesuai dengan
diagnosis yang telah ditetapkan (leaflet).

G. TATALAKSANAASESMEN PASIEN DENGAN NYERI


1. Asesmen Nyeri pada Pasien Dewasa
a. Asesmen Nyeri meliputi:
1) Intensitas nyeri menggunakan NRS (Numeric Rating Scale) dengan skala 0
-10 dimana 0 menunjukkan tidak nyeri sama sekali dan 10 adalah nyeri tak
tertahankan. 0-3 (ringan) , 4-6 (sedang) , 7-10 (berat)
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
2) Penjalaran nyeri
3) Karakter nyeri
4) Faktor yang menstimulasi nyeri
2. Asesmen Nyeri pada Pasien Anak
a. Batita (1-3 tahun)
Tools asesmen nyeri pada anak berusia di bawah 3 tahun menggunakan
FLACC Behavioral Pain Scale (Faces, Legs, Activity, Cry, and Consolability)
b. Balita (3-5 tahun)
Anak-anak berusia di atas 3 tahun dapat dilakukan asesmen nyeri dengan
menggunakan Wong-Baker FACES Pain Rating Scale.

19
c. Anak (6-12 tahun)
d. Remaja (13-18 tahun)

H. ASESMEN RISIKO JATUH


1. Penilaian awal dilakukan dirawat jalan/UGD untuk pasien yang akan MRS oleh
perawat yang bertugas dengan menggunakan “ Asesmen Risiko Jatuh Skala
Moorse “ dan pasien anak-anak menggunakaan skala Humpty dumpty. Asesmen
harus sudah ditetapkan dalam waktu selambat-lambatnya 24jam sejak pasien
dirawat di rumah sakit. Asesmen dilakukan oleh dokter penanggungjawab pasien
(DPJP) dan atau perawat (minimal penanggungjawab shift/kepala tim) dengan
menentukan skor risiko jatuh berdasarkan skala.
2. Apabila hasil total skore pasien termasuk risiko sedang atau tinggi, dibuat masalah
keperawatan untuk mencegah terjadinya pasien jatuh.
3. Perawat UGD khususnya pasien yang akan dilakukan rawat inap, rawat jalan pada
pasien yang akan di rawat inap dan ruangan bersalin/ VK akan memasang
penanda berupa kancing berwarna kuning.
4. Setiap pasien harus dilakukan assesmen ulang, bila mengalami perubahan kondisi
fisik atau status mental

I. TATA LAKSANA ASESMEN TAHAP TERMINAL


1. Perawat harus memahami apa yang dialami pasien dengan kondisi akhir kehidupan
agar dapat memberikan dukungan dan bantuan sehingga pada saat terakhir dalam
hidup bisa bermakna, dan akhirnya dapat meninggal dengan tenang dan damai.
2. Pasien dalam kondisi akhir kehidupan akan mengalami masalah fisik, psikologis
maupun sosial-spiritual, meliputi problem oksigenasi, problem eliminasi, problem
tanda-tanda vital, proble nutrisi dan cairan, problem suhu, problem sensori,
problem nyeri, problem penglihatan kabur, problem kulit dan mobilitas, dsb.

20
3. Perawat harus mampu mengenali perubahan fisik yang terjadi pada pasien, yang
kemungkinan timbul berbagai gejala selama berbulan-bulan sebelum terjadi
kematian.
4. Perawat harus mengetahui terhadap isyarat pasien dengan denial dengan cara
menanyakan tentang kondisinya atau prognosis dan pasien dapat mengekspresikan
perasaan-perasaannya.
5. Perawat harus respek terhadap perubahan fisik yang terjadi karena hal itu akan
menimbulkan ketidaknyamanan dan penurunan kemampuan pasien dalam
pemeliharaan diri.
6. Perawat harus peka dan mengenali kecemasan yang terjadi pada pasien, mengenali
dari ekspresi wajah yang ditunjukkan, sedih, depresi atau marah, dan kehilangan
harga diri dan harapan.
7. Perawat harus mengkaji interaksi pasien, karena pada kondisi ini psaien cenderung
menarik diri, mudah tersinggung, tidak ingin berkomunikasi dan sering bertanya
tentang kondisi penyakitnya, ketidakyakinan dan keputusasaan sering membawa
pada perilaku isolasi
8. Perawat harus bisa mengenali tanda pasien mengisolasi diri, pemberian dukungan
sosial dari teman dekat, kerabat/keluarga terdekat untuk selalu menemani klien.
9. Perawat harus mengkaji keyakinan pasien akan proses kematian dengan cara
mendekatkan diri kepada Tuhan, memberikan ketenangan melalui keyakinan-
keyakinan spiritualnya.

J. TATA LAKSANA ASESMEN PRA BEDAH


Asesmen pra bedah dilakukan pada pasien yang telah bersedia untuk dilakukan
tindakan operasi. Asesmen tersebut dilakukan untuk menentukan kebutuhan pasien dan
kebutuhan staf medis dalam melakukan tindakan pembedahan. Asesmen ini dibagi
untuk 2 kategori pembedahan elektif atau terencana dan emergensi.
1. Bedah elektif dikerjakan pada waktu yang cocok bagi pasien serta tim RSIA
Harapan Mulia. Dokter akan menjelaskan operasi yang dimaksud selama konsultasi
rawat jalan dengan rincian mengenai manfaat dan risiko operasi. Penyelidikan dan
penilaian masalah-masalah medis diatasi pada tahap ini, termasuk rujukan ke
spesialis yang relevan termasuk spesialis anestesi. Dokter bedah melakukan
pemeriksaan- pemeriksaan yang diperlukan dan disesuaikan dengan kasus
bedahnya termasuk pemeriksaan laboratorium dan radiologi. Bedah elektif pada
pasien dengan penyakit menahun sebaiknya hanya dikerjakan bila kondisi medis

21
pasien telah dioptimalkan dan risiko minimal. Persiapan untuk bedah elektif,
dilakukan untuk pasien yang sudah siap operasi. Setelah pasien berada di ruang
rawat inap, dokter bedah menyampaikan kembali tentang prosedur bedah yang
akan dikerjakan di kamar operasi. Dokter melakukan penandaan lokasi operasi:
a. Penandaan dilakukan pada semua kasus termasuk sisi(laterality),multiple
struktur (jari tangan, jari kaki, lesi),atau multiple level (tulang belakang).
b. Penandaan selalu melibatkan pasien dan keluarga pasien
c. Penandaan menggunakan penanda yang tidak mudah luntur terkena air/
alcohol/betadin.
d. Mudah dikenali.
e. Digunakan secara konsisten di RSIA Harapan Mulia.
f. Penandaan dibuat oleh operator/ orang yang melakukan tindakan.
g. Dilaksanakan saat pasien terjaga dan sadar jika memungkinkan dan harus
terlihat sampai saat akan disayat.
Dokter bedah mendokumentasikan seluruh persiapan pasien termasuk menuliskan
diagnose pre operasi dan nama tindakan atau prosedur operasi yang akan dilakukan
serta pernyataan persetujuan pasien untuk dilakukan pembedahan dalam berkas
rekam medis pasien.
2. Bedah emergensi. Pasien yang menghadapi bedah emergensi berbeda dari pasien
yang dijadwalkan. Diagnosis yang mendasari mungkin tidak diketahui dan operasi
yang direncanakan tidak pasti. Kontak secepat mungkin dengan spesialis anestesi
akan menghasilkan rencana tindakan untuk periode pra bedah. Setelah diskusi,
operasi kadang-kadang dianjurkan untuk ditunda untuk memungkinkan pengobatan
medis memperbaiki keadaan umum pasien. Pada situasi tertentu dibutuhkan operasi
segera. Perawatan pra bedah dari pasien – pasien emergensi:
a. Anamnesis: lakukan anamnesis terhadap pasien dan/atau keluarganya.
Tanyakan secara spesifik tentang terapi obat terakhir dan kepatuhan pasien.
Apakah pasien memiliki alergi atau mengalami masalah dengan pembiusan
dahulu?
b. Rekam medis: periksa rekam medis dan catatan laboratorium untuk melihat
bukti kelainan medis yang bermakna. Sampai 50% pasien dengan riwayat
infark miokard aktual atau dicurigai akan menceritakan riwayat penyakit
dengan tidak akurat pada 5 tahun sesudahnya. Pasien mungkin yakin
mengalami serangan jantung ketika sebenarnya tidak, dan begitupula
sebaliknya.

22
c. Pemeriksaan fisik
d. Penyelidikan: kebanyakan pasien membutuhkan pemeriksaan hematologi dan
biokimia rutin serta uji silang darah. Kirim sampel darah segera mungkin. EKG
dan X-foto toraks perlu dilakukan bila ada kecurigaan patologi. Pasang pulse
oximetry pada pasien dispnea dan cek gas darah arteri.
e. Hipotensi : paling sering disebabkan oleh hipovolemia akibat kehilangan darah
atau cairan tubuh lain. Pasien usia lanjut yang syok tidak selalu takikardia.
Pasien hipertensi mungkin mengalami hipotensi bila tekanan sistoliknya 100
mmHg.
f. Obati nyeri
g. Penggantian cairan: harus dilakukan segera dengan pemantauan ketat untuk
menilai respons terhadap pengisian beban cairan. Volume cairan yang besar
harus terlebih dahulu dihangatkan. Kateter urin harus dipasang. Kadang-kadang
hipotensi disebabkan atau diperburuk oleh gagal jantung atau sepsis. Jika
respons terhadap terapi cairan tidak adekuat, pemantauan CVP dibutuhkan.
Jangan biarkan kepala pasien jatuh ketika memasang infus vena sentral.
h. Syok: setiap pasien hipotensi yang tidak memberi respons dengan pergantian
volume memiliki risiko serius dan harus dikelola di ICU. Sebagai alternatif,
pasien bisa dirujuk ke kamar operasi. Pasien-pasien perdarahan aktif
memerlukan operasi penyelamatan jiwa dan kamar operasi harus dipersiapkan
segera. Persediaan darah yang telah diuji silang harus diusahakan. Kalau bisa
darah sampai ke kamar operasi sekaligus dengan pasien, dan pada pasien yang
kehabisan darah, darah dari golongan sama dan belum diuji silang harus sudah
ada segera.
i. Terapi cairan berlebihan: bisa mengakibatkan edema paru atau hemodilusi. Ini
bisa dicegah dengan pemantauan imbang cairan setiap jam dan CVP.
j. Beri oksigen kepada pasien hipotensi dan setiap pasien dengan saturasi oksigen
(SpO2) kurang dari 95% pada pulse oximetry. Pemeriksaan fisik dan radiologi
biasanya akan menentukan penyebab hipoksia. Pada pasien kritis, dispnea bisa
disebabkan oleh asidosis metabolik. Asidosis laktat yang disebabkan hipoksia
jaringan sering akan memberi respons terhadap resusitasi umum, walaupun
sebab-sebab lain dari asidosis harus dicari.

23
k. Koreksi metabolik: elektrolit harus dikoreksi seefektif waktu yang tersedia.
Hipokalemia dan hipomagnesemia bisa mencetuskan aritmia jantung.
Kendalikan diabetes dengan insulin dan infus dekstrosa.
l. Pasang selang nasogastrik pada pasien obstruksi usus untuk mengurangi
kembung dan mengurangi risiko aspirasi. Pastikan bahwa pasien dengan
penurunan kesadaran memiliki jalan napas tidak tersumbat, dan menerima
oksigen serta dalam posisi sesuai. Pada pasien dengan riwayat refluks asam,
berikan omeprazole 40 mg oral (atau ranitidine 50 mg iv jika penyerapan usus
jelek) tepat sebelum operasi.
m. Komunikasi: pasien dan keluarganya terus diberitahu mengenai rencana
tindakan dan minta persetujuan untuk setiap prosedur yang direncanakan. Bahas
risiko spesifik yang berkaitan dengan operasi atau kondisi medis pasien. Jika
operasi memiliki risiko kematian, pastikan bahwa ini dipahami. Jangan anggap
semua pasien (khususnya usia lanjut) menginginkan operasi.

BAB V
DOKUMENTASI

1. Rekam Medis
Mendokumentasikan pemeriksaan pasien merupakan langkah kritikal dan penting
dalam proses asuhan pasien. Hal ini umumnya dipahami pelaksana praktek
kedokteran bahwa “ jika anda tidak mendokumentasikannya, anda tidak
melakukannya”. Dokumentasi adalah alat komunikasi berharga untuk pertemuan di
masa mendatang dengan pasien tersebut dan dengan tenaga ahli asuhan kesehatan
lainnya.

Saat ini, beberapa metode berbeda digunakan untuk mendokumentasikan asuhan


pasien dan PCP, dan beragam format cetakan dan perangkat lunak komputer
tersedia untuk membantu farmasis dalam proses ini. Dokumentasi yang baik adalah
lebih dari sekedar mengisi formulir; akan tetapi, harus memfasilitasi asuhan pasien
yang baik. Ciri-ciri yang harus dimiliki suatu dokumentasi agar bermanfaat untuk
pertemuan dengan pasien meliputi: Informasi tersusun rapi, terorganisir dan dapat
ditemukan dengan cepat

24
Daftar lampiran form rekam medis Asesmen Pasien :
Masing-masing Form Rekam Medis terkait Asesmen, mohon dilampirkan pada bagian ini.

25

Anda mungkin juga menyukai