Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan secara luas merupakan proses untuk mengembangkan potensi
pada diri seseorang yang meliputi tiga aspek yakni pandangan hidup, sikap hidup,
dan keterampilan hidup. Pendidikan juga berfungsi untuk mempersiapkan anak-
anak agar dapat melakukan kewajibannya yang bermacam-macam dikehidupan
ini.
Anak merupakan anugrah Allah yang mempunyai dua potensi yaitu bisa
menjadi baik dan bisa pula menjadi buruk. Baik buruknya sangat berkaitan erat
dengan pendidikan yang diperoleh oleh si anak. Dalam mendidik anak, Islam
mengharuskan dalam lingkungan yang baik dan yang termasuk ke dalam hak
anak dari orang tuanya ialah memdapat pengajaran akhlak yang baik.1
Namun demikian, dalam proses pendidikan anak juga tidak dibolehkan
dengan semena-mena. Karena bagaimanapun anak memiliki hak-hak yang mesti
ditunaikan yang juga menjadi kebutuhannya dalam kehidupan pendidikan. Hak
inilah yang sering terlupakan oleh para penyelenggara pendidikan terhadap anak-
anak. Sehingga anak terganggu dari segala arah, termasuk secara emosional sia
anak. Dan akhirnya peristiwa ini juga menyebabkan gagalnya lembaga pendidikan
dalam mencapai tujuan dari sebuah pendidikan.
Salah satu cara untuk mengetahui kebutuhan anak dalam proses
pendidikan adalah pendekatan secara emosional. Karena pendekatan ini
merupakan pendekatan yang berusaha menggunakan perasaan, yaitu perasaan sia
anak dan pendidik dalam memahami kebutuhan si anak.
Oleh karena itu dalam makalah ini penulis memaparkan tentang Hak-Hak
Anak dalam Konsep pendidikan Islam dan menganalisinya dengan mengggunakan
pendekatan emosional.

1
Ibnu Mustafa, Keluarga Islam Menyingsong Abad 21, (Bandung: Al-Bayan, 1993), h.
100.

1
B. Rumusan Masalah
Berkaitan dengan latar belakang maslah yang telah dipaparkan, yang
menjadi rumusan masalah dalam pembahasan makalah ini adalah:
1. Bagaimana pengertian hak-hak anak?
2. Apa sajakah hak-hak anak dalam konsep pendidikan Islam?
C. Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan dari pembahasan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengertian dari hak-hak anak.
2. Untuk mengetahui hak-hak anaka dalam konsep pendidikan Islam.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Hak Anak


Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata hak diartikan sebagai
kekuasaan yang benar atas sesuatu atau untuk menuntut sesuatu. 2 Sedangkan
dalam kamus Ilmiah Populer hak mempunyai arti yaitu yang benar, tetap dan
wajib, kepunyaan yang sah.3 Dengan begitu boleh dikatakan pengertian hak
adalah segala sesuatu yang wajib dimiliki atau diperoleh dan apabila tidak
diperoleh maha berhak untuk dituntut.
Kemudian kata anak dalam kitab Undang-Undang Hak Asasi Manusia
1999 dan Undang-Undang tentang Unjuk Rasa, anak didefinisikan sebagai
berikut: anak adalah setiap manusia di bawah 18 tahun dan belum menikah,
termasuk anak dalam kandungan.4 Dan menurut Anton M. Moeliono di dalam
buku Mendidik Anak dalam Kandungan, anak adalah keturunan kedua setelah
ayah dan ibu.5 Anak dalam pengertian yang pertama telah dikhususkan dengan
adanya batasan-batasan, sehingga seseorang yang telah mempunyai batasan
tersebut maka tidak bisa digolongkan sebagai anak. Sedangkan pada pengertian
kedua bersifat umum tanpa batasan apapun.
Dari beberapa pengertian di atas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa
hak anak adalah sesuatu yang harus harus didapatkan atau diterima oleh anak dan
apabila tidak diperoleh, anak berhak menuntut hak tersebut. Dalam hali yang
wajib memenuhi,menjamin serta melindungi adalah orang tua, keluarga,
masyarakat dan pemerintah.

2
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), h. 365.
3
Pius A Partanto dan M Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Ppopuler, (Surabaya: Arkola,
1994), h. 211.
4
Undang-Undang HAM 1999 dan Undang-Undang tentang Unjuk Rasa, (Bandung: Citra
Umbara, 2000), h. 5. Lihat pula Apong Herlina dkk dan UNICEF, Perlindungan Anak, (Jakarta:
tp, 2003), h. 22.
5
Baihaqi A. K, Mendidik Anak dalam Kandungan, (Jakarta: Darul Ulum Press, 2001), h.
11.

3
B. Macam-Macam Hak Anak dalam Konsep Pendidikan Islam
1. Hak mendapat Pendidikan
Hakikat pendidikan untuk anak sebenarnya sangat berkaitannya dengan
dengan pengertian anak sebagai manusia dan makhluk Allah beserta tujuan-
tujuannya. Menurut pandangan Islam, anak sebagai manusia yang mempunyai
fitrah yang baik, yang dalam perkembangannya sangat dipengaruhi oleh beberapa
faktor yang lain dari luar dirinya. Tentang ini dapat ditemukan dalam al-Quran
dalam surat Ar-Ruum ayat 30 yaitu:
  
    
    
    
  
   

Artinya: Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah;
(tetaplah atas) fitrah Allah yang Telah menciptakan manusia menurut
fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus;
tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.

Fitrah berarti potensi yang dimiliki anak untuk menerima agama, iman dan
tauhid serta peilaku yang suci. Dalam pertumbuhannya anak itu sendirilah yang
harus berupaya mengarahkan fitrah tersebut.6 Hai ini menunjukkan bahwa anak
dapat memperoleh kecakapan melalui sesuatu yang dapat merubah dirinya
menjadi lebih baik dan tahu berbagai hal. Oleh karena itulah pendid‫ه‬kan
merupakan suatu kebutuhan bagi anak untuk menjadikannya manusia yang
sempurna.
2. Hak Kebebasan
a. Anak Boleh Saja Berbeda dengan yang Lain
Setiap anak merupakan gabungan unik berbagai ciri khas yang ditentukan
oleh jenis kelamin, tipe tubuh, watak, kepribadian, kecerdasan dan gaya belajar.

6
Abd. Rachman Assegaf, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
2011), h. 46-47.

4
Dengan adanya konsep tersebut dalam konsep pendidikan anak boleh berbeda
dengan yang lain. Dengan adanya konsep seperti demikian maka dalam mendidik
anak akan menumbukan sifat:7
1) Tidak takut mengekspresikan diri dengan caranya sendiri
2) Tidak takut menggunakan imajinasinya dan memberi kebebasan
untuk menguasai potensi kreatif.
Anak merupakan ciptaan Allah yang berdiri sendiri, memiliki takdir dan
individu tersendiri yang terlepas dari individu lain. Pada hakikatnya anak
merupakan individu yang berbeda dengan siapapun, termasuk kedua orang
tuanya. Sehingga anak dapat mengembangkan kreasi-kreasi dan kecenderungan
yang terdapat dalam diri anak. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-
Isra’ ayat 84:
   
  
   
Katakanlah: "Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-
masing". Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar
jalannya.

Namun banyak orang tua yang mendidik anaknya dengan cara


membandingkan dengan anak yang lain sehingga menyebabkan anak akan
kehilangan percaya diri dan menumbuhkan rasa benci kepada orang yang
membandingkannya.
Oleh karen itulah orang tua hendaklah menghargai dan menumbuhkan
keenderungan-kecenderungannya akan potensi dan bakat yang dimiliki anak
tersebut. Kewajiban orang tua yakni mengusahakan agar anak tumbuh dewasa
menjadi pribadi yang shaleh dan shaleha. Orang tua hendaklah mendidik anak
secara bijak dan sehat karena anak mempunya hak otonomi dan hak kebebasan.
b. Anak boleh saja membuat kesalahan
Dalam proses perkembangan, sebenarnya membuat kesalahan sama
pentingnya dengan meraih keberhasilan. Tidak mungkin manusia dapat memiliki

Harris Clemes, Reynold Beand, How To teach Raise Children’s Self-Estem Terj Anton
7

Adi Wiyoto, Membangkitkan Harga Diri Anak, ( Jakarta: Mitra Utama, 2001), h. 22.

5
kemampuan tertentu tanpa pernah melakukan kesalahan atau kekeliruan. Karena
kesalahan adalah bagian integral dari perkembangan itu sendiri. Oleh karena iru
mengingkarinya atau menghukum setiap kesalahan yang membabi buta, akan
merusak proses perkembangan itu sendiri.8
Menurut penulis bahwa manusia hidup di dunia ini tidak ada yang
sempurna kecuali Nabi Muhammad saw. Begitu juga dengan anak yang dilahirkan
ke dunia ini, dengan membawa berbagai persoalan dan seberkas masalah sendiri.
Meskipun anak diperbolehkan melakukan kesalahan orang tua harus tetap
memegang kendali9 dengan membimbing anak-anak agar tidak keluar dari ajaran
Islam dengan memberikan pokok-pokok pendidikan Islam yaitu pendidikan
aqidah, ibadah, akhlak, dan keimanan sehingga dapat menciptakan anak yang
sholeh dan sholeha.
Kemudian bagi orang tua dalam menanggapi kesalahan anak juga tidak
dibolehkan dengan jalan yang tidak sehat, seperti dengan kekerasan. Dalam
pendidikan Islam bahwa mendidik anak tidak boleh dengan kekerasan. Selain itu,
secara psikologis apabila anak di hukum karena kesalahannya, mereka akan
merasa ketakutan, dan menjadi anak yang tidak bertanggung jawab atas
perbuatannya sehingga dapat memunculkan sifat buruk yang lain misalnya
berbohong.
c. Anak Boleh Saja Mempunyai Emosi Negatif
Emosi negatif adalah bagian dan penting dari perkembangan anak. Emosi
anak membantu anak dalam membuat penyesuaian yang harus diadakan agar anak
dapat menerima segala keterbatasan dalam hidup. Namun apabila emosi negatif
tidak diekspresikan maka bukan hanya konflik yang timbul tetapi rasa cemas, sifat
agresif dan kesepian. Akibatnya anak akan sensitif karena masalah yang belum
tersalurkan, padahal anak memiliki hak untuk menyalurkan perasaan tersebut,
karena perasaan tersebut merupakan identitas dari diri anak.
Ketika manusia lahir pun emosi negatif telah diberikan oleh Allah, seperti
takut, senang, cemas, agresif, kesepian dan marah. Namun emosi ini tidak

8
Paul Subiyanto, Mendidik Dengan Hati, (Jakarta: Elek Media Komputindo, 2004), h. 49.
9
Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan,
(Jakarta: Al-Husna Zikra, 1995), h. 40.

6
selamanya bersifat negatif. Seperti contoh marah, marah merupakan emosi yang
sifatnya fitrah dan akan muncul ketika salah satu motivasi dasar seseorang tidak
terpenuhi.10 Menurut Nasikh Ulwan marah juga berfaedah misalnya untuk
memelihara jiwa, memelihara agama, memelihara nama baik dan untuk
memelihara tanah air Islam dari tipu daya kolonialis.11
Oleh karena itulah dalam menerapkan pendidikan kepada anak memang
tidak seharusnya mendiktekan doktrin-doktrin mati. Biarkan anak berkembang
sesuai dengan alamnya sendiri, asalkan anak tetap bergerak pada jalur yang
dibenarkan oleh akidah dan hidup mempedomani nilai-nilai Islam.
3. Hak Mendapatkan Reward
Kalau motivasi memiliki peran penting dalam membangkitkan semangat
seseorang untuk mencari problem solving, maka reward juga memiliki posisi
penting untuk mensupport seseorang untuk melakukan respon positif. Rasulullah
SAW telah mengisyaratkan arti penting reward dalam membentuk kepribadian
luhur sebagai produk pendidikan yang diidamkan12 yang tercermin dalam
sabdanya:
13
‫اعطوا االجير اجره قبل ان يجف عرقه‬
“Berikalah bayaran pelayan sebelum keringatnya mengering”
Reward yang diberikan tidak selalu berupa materi, namun bisa juga
bersifat abstrak berupa pujian. Pujian adalah ganjaran yang diberikan kepada
murid tertentu sebagai pernyataan bahwa guru memaklumi usaha murid. Secara
emosional pujian dapat membuat murid senang sehingga menjadi dorongan

10
Muhammad Usman Najati, Al- Hadiitsun-Nabawiy wa’Ilmun-Nafs, terj Wawan
Djunaedi Soffandi, Psikologi dalam Tinjauan Hadist Nabi SAW, (Jakarta: Mustaqiim, 2003), h.
130.
11
Abdullah Nasikh Ulwan, Tarbitatul Aulad Fil Islam, Terj. Kholilullah Ahmad Mansur
Hakim, Pendidikan Anak Menurut Islam; Mengembangkan Kepribadian Anak, (Bandung: PT.
Rosda Karya, 1990), h. 165.
12
Muhammad Usman Najati, Al- Hadiitsun-Nabawiy wa’Ilmun-Nafs, terj Wawan
Djunaedi Soffandi, Psikologi dalam Tinjauan Hadist Nabi SAW, (Jakarta: Mustaqiim, 2003), h.
232.
13
Hadist tersebut diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari ‘Abdullah bin ‘Umar, vol. II, hadist
nomor 2443.

7
belajar dengan baik.14 Rasulullah telah menggambarkan hakikat masalah ini
ketika beliau berwasiat kepada para sahabatnya untuk memberi reward bagi orang
yang telah melakukan perbuatan baik, sekalipun hanya berupa ucapan yang manis
dalam sabdanya:15
‫ومن صنع اليكم معروفا فكافئوه فان لم تجدوا ما تكافئونه فادعواله حتى تروا انكم قد‬
‫كافاتموه‬
“Barang siapa telah berbuat kebaikan kepada kalian, maka berikanlah
hadiah kepadanya. Jika kalian tidak memiliki sesuatu yang bisa diberikan
sebagai hadiah, maka doakanlah dia sampai kalian merasa benar-benar
telah memberinya hadiah”.

14
Abd. Rachman Shaleh dan M. Yusuf Muchtar, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Bagian
Proyek Peningkatan Mutu Pendidikan Guru Agama Diretorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan
Agama Islam Departemen Agama Islam, 1983),h. 78.
15
Muhammad Usman Najati, Al- Hadiitsun-Nabawiy wa’Ilmun-Nafs, terj Wawan
Djunaedi Soffandi, Psikologi dalam Tinjauan Hadist Nabi SAW, (Jakarta: Mustaqiim, 2003), h.
234.

8
BAB II
KESIMPULAN

Dari pembahasan yang telah dipaparkan maka penulis menyimpulkan


beberapa hal yaitu:
1. Hak anak adalah sesuatu yang harus harus didapatkan atau diterima oleh
anak dan apabila tidak diperoleh, anak berhak menuntut hak tersebut.
2. Adapun hak-hak anak dalam konsep pendidikan Islam adalah hak
pendidikan, hak kebebasan dan hak mendapat pujian.

9
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Nasikh Ulwan, Tarbitatul Aulad Fil Islam, Terj. Kholilullah Ahmad
Mansur Hakim, Pendidikan Anak Menurut Islam;Mengembangkan
Kepribadian Anak, Bandung: PT. Rosda Karya, 1990

Abd. Rachman Assegaf, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: PT RajaGrafindo


Persada, 2011

Abd. Rachman Shaleh dan M. Yusuf Muchtar, Psikologi Pendidikan, Jakarta:


Bagian Proyek Peningkatan Mutu Pendidikan Guru Agama
Diretorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen
Agama Islam, 1983

Apong Herlina dkk dan UNICEF, Perlindungan Anak, Jakarta: tp, 2003

Baihaqi A. K, Mendidik Anak dalam Kandungan, Jakarta: Darul Ulum Press,


2001

Harris Clemes, Reynold Beand, How To teach Raise Children’s Self-Estem Terj
Anton Adi Wiyoto, Membangkitkan Harga Diri Anak, Jakarta: Mitra
Utama, 2001

Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan Suatu Analisa Psikologi dan


Pendidikan, Jakarta: Al-Husna Zikra, 1995

Ibnu Mustafa, Keluarga Islam Menyingsong Abad 21, Bandung: Al-Bayan, 1993

Muhammad Usman Najati, Al- Hadiitsun-Nabawiy wa’Ilmun-Nafs, terj Wawan


Djunaedi Soffandi, Psikologi dalam Tinjauan Hadist Nabi SAW,
Jakarta: Mustaqiim, 2003

Paul Subiyanto, Mendidik Dengan Hati, Jakarta: Elek Media Komputindo, 2004

Pius A Partanto dan M Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Ppopuler, Surabaya:


Arkola,1994

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1994

10
Undang-Undang HAM 1999 dan Undang-Undang tentang Unjuk Rasa, Bandung:
Citra Umbara, 2000

11

Anda mungkin juga menyukai