Anda di halaman 1dari 12

AGAMA HINDU

Sejarah Agama Hindu

Agama Hindu merupakan agama yang mempunyai usia tertua dan merupakan
agama yang pertama kali dikenal oleh manusia. Agama Hindu berasal dari India. Agama ini
merupakan perpaduan antara agama yang dianut oleh bangsa Arya dan bangsa Dravida.
Bangsa Arya yang berasal dari Asia Tengah berhasil mendesak bangsa asli India, Dravida.
Terjadi pembauran antara bangsa Arya dan bangsa Dravida yang selanjutnya menurunkan
generasi yang disebut bangsa Hindu.

Kata hindu berasal dari kata sindhu (bahasa Sanskerta) yang berarti sungai. Kata ini
mengacu pada Sungai Indus yang menjadi sumber air bagi kehidupan di sekitarnya. Sumber
ajaran agama Hindu terdapat dalam kitab suci Weda (terdiri atas empat kitab), Brahmana
(merupakan tafsir dari kitab Weda), dan Upanisad (memuat dasardasar filsafat hubungan
antara manusia dan Tuhan). Kata weda berasal dari kata vid artinya tahu. Weda atau veda
berarti pengetahuan suci. Kitab ini ditulis ketika bangsa Arya menduduki Punjam, 3.000
tahun sebelum Masehi.

Para ahli dari Barat memandang Hinduisme sebagai peleburan atau sintesis dari
berbagai tradisi dan kebudayaan di India, dengan pangkal yang beragam dan tanpa tokoh
pendiri. Pangkal-pangkalnya meliputi Brahmanisme (agama Weda Kuno), agama-agama
masa peradaban lembah Sungai Indus, dan tradisi lokal yang populer. Sintesis tersebut
muncul sekitar 500–200 SM, dan tumbuh berdampingan dengan agama Buddha hingga
abad ke-8. Dari India Utara, "sintesis Hindu" tersebar ke selatan, hingga sebagian Asia
Tenggara. Hal itu didukung oleh Sanskritisasi.

Menurut Gavin Flood, pada mulanya istilah 'hindu' muncul sebagai istilah geografis
bangsa Persia untuk menyebut suku bangsa yang tinggal di seberang sungai Sindu. Maka
dari itu, awalnya istilah 'Hindu' merupakan istilah geografis dan tidak mengacu pada suatu
agama. Sejak abad ke-19, di bawah dominansi kolonialisme Barat serta Indologi (saat istilah
"Hinduisme" mulai dipakai secara luas), agama Hindu ditegaskan kembali sebagai tempat
berhimpunnya aneka tradisi yang koheren dan independen. Pemahaman populer tentang
agama Hindu digiatkan oleh gerakan "modernisme Hindu", yang menekankan mistisisme
dan persatuan tradisi Hindu. Ideologi Hindutva dan politik Hindu muncul pada abad ke-20
sebagai kekuatan politis dan jati diri bangsa India.

Istilah agama Hindu kemudian sering digunakan dalam beberapa teks berbahasa
Sanskerta seperti Rajatarangini dari Kashmir (Hinduka, kr. 1450) dan beberapa teks mazhab
Gaudiya Waisnawa dari abad ke-16 hingga ke-18 yang berbahasa Bengali, seperti
Caitanyacaritamerta dan Caitanyabhagawata. Istilah itu digunakan untuk membedakan
Hindu dengan Yawana atau Mleccha. Sejak abad ke-18 dan seterusnya, istilah Hindu
digunakan oleh para kolonis dan pedagang dari Eropa untuk menyebut para penganut
agama tradisional India secara umum. Istilah Hinduism diserap ke dalam bahasa Inggris
pada abad ke-19 untuk menyebut tradisi keagamaan, filasat, dan kebudayaan asli India.

Perkembangan Agama Hindu

Globalisasi kebudayaan Hindu diprakarsai oleh Swami Vivekananda dengan


mendirikan Misi Ramakrishna, dan diikuti oleh para pemuka Hindu lainnya, yang membawa
ajaran yang menjadi kekuatan kultural penting dalam masyarakat Barat, dan sebagai
akibatnya menjadi kekuatan kultural penting di India, tempat ajaran itu bermula.

Hinduisme Global tersebut menarik minat di seluruh dunia, melampaui batas-batas


nasional, dan telah menjadikannya suatu agama dunia yang berdampingan dengan
Kekristenan, Islam, dan Buddhisme, bagi komunitas Hindu seluruh dunia maupun orang-
orang Barat yang tertarik dengan kebudayaan dan kepercayaan non-Barat.

Agama ini menekankan nilai-nilai spiritual universal seperti keadilan sosial,


kedamaian, serta "transformasi spiritual umat manusia." Sebagian perkembangannya
disebabkan oleh "re-enkulturasi" atau efek Pizza, yaitu suatu kondisi ketika unsur-unsur
kebudayaan Hindu diperkenalkan ke Dunia Barat, lalu mendapatkan popularitas di sana,
dan sebagai akibatnya juga mendapatkan popularitas yang lebih besar di India

Sanatana Dharma

Hindu mengajarkan banyak hal, baik ilmu yang berhubungan dengan dunia rohani
maupun dunia material. Ajaran Hindu sangat luas , mulai dari hal yang sederhana hingga
yang rumit yang sulit dijangkau oleh pikiran biasa.
Bagi masyarakat Hindu, agama Hindu dikenal dengan nama Sanatana
Dharma (kebenaran yang abadi) namun orang umum menyebutnya sebagai Hindu karena
agama ini berasal dari lembah sungai Shindu. “Kata Hindu pertama kali digunakan oleh
orang Persia dan kemudian dipopulerkan pada masa penjajahan Inggris” (Wage Rahardjo ,
2011). Namun yang jelas didalam Weda agama Hindu disebut dengan nama Sanatana
Dharma.

Pada masa kini, istilah [Sanatana-dharma] itu pun digunakan oleh para pemuka,
reformis, dan nasionalis Hindu untuk menyebut Hinduisme sebagai suatu agama dunia yang
bersatu. Maka dari itu, Sanatana-dharma menjadi sinonim bagi kebenaran dan ajaran Hindu
yang "abadi", yang kemudian dipahami bahwa tidak hanya transenden bagi sejarah dan tak
berubah-ubah, namun juga tak terbagi-bagi dan pada pokoknya bukanlah sektarian.

Inti Ajaran Dalam Agama Hindu

Selain Hindu mengajarkan banyak hal ia pula memiliki banyak kitab suci, baik Sruti
maupun Smriti (smerti) dan juga terdiri dari beberapa aliran seperti Shaivisme,Vaishnavisme
dan Śrauta . Meskipun Hindu mengajarkan berbagai hal sudah pasti dari keseluruhan ajaran
yang terkandung memiliki inti atau pokok ajaran. membicarakan suatu inti atau pokok ajaran
agama bukanlah hal yang mudah , meski tampak mudah karena untuk mengerti yang inti
sedikit tidaknya sudah mengetahui prinsip-prinsip dasar ajaran agama tersebut .

Toleransi agama Hindu terhadap aneka ragam aliran kepercayaan dan tradisi yang
berbeda-beda membuatnya sulit untuk didefinisikan sebagai suatu agama menurut
pemahaman tradisional orang Barat. Dalam sejumlah kajian didapati bahwa agama Hindu
dapat dipandang sebagai suatu kategori dengan "batas-batas yang kabur", daripada suatu
lembaga yang tegar dan terdefinisikan dengan baik. Beberapa aktivitas keagamaan Hindu
dapat dipandang sebagai hal yang lazim dalam agama tersebut, sementara yang tak lazim
pun masih dapat dimasukkan ke dalam kategori agama Hindu.

Inti ajaran Hindu dikonsepkan kedalam “Tiga Kerangka Dasar” dan “Panca Sradha”. Tiga
kerangka dasar tersebut terdiri dari Tattwa (Filsafat), Susila (Etika) dan Upacara (Yadnya).

1. Tattwa – Ajaran Hindu kaya akan Tattwa atau dalam ilmu modern disebut filsafat.
Secara khusus filsafat disebut Darsana. Dalam perkembangan agama Hindu
atau kebudayaan veda terdapat Sembilan cabang filsafat yang disebut Nawa
Darsana. Pada masa Upanishad , akhirnya filsafat dalam kebudayaan veda
dapat dibagi menjadi 2 kelompok yaitu Astika (yang mengakui veda sebagai
ajaran tertinggi) dan Nastika ( yang tidak mengakui Veda ajaran tertinggi ).
Terdapat enam cabang filsafat yang mengakui veda yang disebut Sad
Darsana(Saṁkhya, Yoga, Mimamsa, Nyaya, Vaisiseka, dan Vedanta ) dan tiga
cabang filsafat yang menentang veda yaitu Jaina, Carvaka dan Budha (agama
Budha).

2. Susila – Secara harfiah susila diartikan sebagai etika . hal-hal yang tekandung yang
dikelompokan kedalam susila memuat tata aturan kehidupan bermasyarakat
yang pada intinya membahas perihal hukum agama. Mulai dari hukum dalam
kehidupan sehari-sehari hingga hukum pidana ( Kantaka Sodhana ) dan hukum
perdata ( Dharmasthiya ).
3. Upacara – Yang dimaksud upacara dalam agama Hindu adalah ritual keagamaan ,
sarana ritual keagamaan disebut Upakara , upakara di Bali disebut Banten.
Upacara ini dapat dikelompok kedalam beberapa bentuk korban suci ( Yajna )
yang disebut Panca Yadnya ( Panca Maha Yadnya ). Ada banyak jenis panca
Yadnya tergantung dari kitab mana uraian dari panca yadnya tersebut, artinya
meskipun Panca Yadnya sama-sama terdiri dari lima jenis yadnya namun
bagian-bagian yang disebutkan berbeda-beda masing – masing uraian kitab suci
Smrti.

Selain tiga kerangka dasar agama Hindu, ajaran hindu berlandaskan pada lima
keyakinan yang disebut Panca Sradha ( lima dasar keyakinan umat Hindu ) yang meliputi :

1. Widhi Tattwa, keyakinan terhadap Tuhan (Brahman).


2. Atma Tattwa, keyakinan terhadap Atman (Roh).
3. Karmaphala Tattwa, keyakinan pada Karmaphala (hukum sebab-akibat).
4. Punarbawa Tattwa, keyakinan pada kelahiran kembali (reinkarnasi)
5. Moksa Tattwa, keyakinan akan bersatunya Atman dengan Brahman
Dewa-dewa dalam Agama Hindu

Pada dasarnya, agama Hindu menganut Polytheiseme (menyembah banyak dewa)


tetapi ada Dewa-dewa utama dalam ajaran Hindu ialah Dewa Trimurti (kesatuan dari tiga
dewa).

Ketiga dewa tersebut ialah:

1. Dewa Brahma. Brahma bertugas menciptakan alam semesta dan mengatur segala
peristiwa di dunia. Kendaraannya berupa angsa.
2. Dewa Wisnu. Wisnu bertugas memelihara alam semesta. Kendaraannya berupa
seekor burung garuda.
3. Dewa Syiwa. Syiwa bertugas sebagai perusak semua yang tidak lagi berguna di
alam.

Selain Dewa Trimurti, ada pula dewa yang banyak dipuja yaitu Dewa Indra pembawa hujan
yang sangat penting untuk pertanian, serta Dewa Agni (api) yang berguna untuk memasak
dan upacara-upacara keagamaan

Dalam masyarakat Hindu, dikenal Caturwarna atau empat kasta, yaitu:

1. Brahmana: terdiri atas pemimpin agama atau pendeta

2. Ksatria: terdiri atas para bangsawan, raja dan keturunannya, serta prajuritprajuritnya

3. Waisya: terdiri atas pengusaha dan pedagang

4. Sudra: terdiri atas para petani dan pekerja kasar

Selain 4 kasta tersebut terdapat pula golongan pharia atau candala, yaitu orang di luar kasta
yang telah melanggar aturan-aturan kasta.

Tempat suci umat Hindu antara lain kota Benares yang dianggap sebagai tempat
bersemayamnya Dewa Syiwa. Sungai Gangga dianggap keramat dan suci karena air
Sungai Gangga dianggap dapat mensucikan abu jenazah yang dibuang ke dalamnya.
Hari raya umat Hindu ialah Galungan, Kuningan, Saraswati, Pagerwesi, Nyepi, dan
Siwaratri.

Konsep Moksha

Matlamat hidup utama penganut agama Hindu adalah mencapai kebebasan (moksha)
daripada perkitaran penjelmaan semula ini. Karma memainkan peranan penting dalam
perjalanan mencapai moksha dan ianya penting kepada kepercayaan agama Hindu. Prinsip
asas agama Hindu adalah kepercayaan terhadap konsep penjelmaan semula dan menerima
karma sebagai elemen yang menentukan perkitaran hidup, mati dan kelahiran semula.

Seperti dapat dilihat di sebelah, kitaran


penjelmaan semula bermula dengan
kelahiran atau kelahiran semula, iaitu sebagai
seorang bayi. Kematian merupakan
sebahagian daripada proses ini. Karma
memainkan peranan penting dalam kitaran ini
kerana perbuatan yang baik akan
menyumbang kepada kelahiran semula yang
lebih baik manakala perbuatan buruk akan
menyumbang kepada kelahiran semula yang
penuh dengan penderitaan. Setiap penganut
agama Hindu bermatlamat untuk mencapai
moksha, iaitu kebebasan daripada kitaran ini.

Bhagavad-Gita merupakan penyataan


falsafah tertinggi dalam agama Hindu. Ia
merupakan antara kitab agama Hindu yang
tersuci dan terpenting. Bagi penganut agama Hindu, Bhagavad-Gita merupakan mesej
secara langsung daripada Vishnu sebagai Avatar Krishna.
Etika Upanishad

Istilah Upanishad bermaksud “duduk berdekatan dengan sesuatu”, seperti ditunjukkan oleh
gambar rajah di bawah. Ia menggambarkan suasana penuntut-penuntut yang duduk di kaki
guru mereka.

Upanishad bermaksud “duduk berdekatan


dengan sesuatu”

Upanishad berusaha mencapai kebebasan


dengan menimba ilmu dan mencapai
kesedaran diri. Bagi seorang penuntut
kebenaran (Brahman), nafsu yang bersifat
mementingkan diri sendiri akan menjadi
rintangan dalam perjalanan mereka ke arah
kebenaran. Penganut agama Hindu yang
mencari kesucian yang benar akan mencapai
kebebasan apabila dia sedar akan kewujudan
kebenaran atau Brahman.

Mengikut kepercayaan agama Hindu,


keinginan mengecapi Brahman ini telah
membawa kepada kewujudan alam semesta
dan tugas manusia adalah untuk memulihkannya ke keadaannya yang asal, iaitu sebelum
alam semesta diwujudkan. Tanggungjawab yang berat ini memerlukan pengorbanan,
kebajikan, pengajian serta disiplin kendiri yang tinggi. Seseorang yang mampu memikul
tanggungjawab ini dengan sempurna akan mengecapi kenikmatan yang benar. Oleh sebab
ini, seseorang itu harus menolak kejahatan untuk mencapai Brahman.

Deria kita merupakan batasan duniawi yang memisahkan kita daripada Brahman. Apabila
seseorang dapat menjangkaui batasan ini, maka akan tidak akan wujud apa-apa selai
daripada kesedaran diri sendiri iaitu keabadian.
Berikut merupakan petikan daripada Upanishad yang dapat membantu menjelaskan
falsafahnya.

(i) Aham Brahsamsmi (“Akulah Brahman”)

Kepercayaan Veda mengajar penganutnya bahawa “Diri” kita sendiri merupakan Keabadian
yang benar. Kebenaran wujud di dalam diri kita. Ia menyatakan identiti kesedaran yang
wujud jauh di dalam diri kita bersama dengan Tuhan yang Agung.

(ii) Ayam Atma Brahma (“Brahma ialah Diri”)

Ini menyatakan bahawa semua makhluk dikaitkan dengan Kebenaran Mutlak dan bukan
hanya jiwa seseorang insan sahaja.

(iii) Tat Tvam Asi (“Itulah Kamu”)

Kita adalah apa sahaja yang kita lihat atau fikirkan. Kita merupakan Kamu yang mutlak.

(iv) Prajnanam Brahma (“ilmu adalah Brahma”)

Ilmu yang tertinggi wujud di dalam diri kita dan mampu membawa kita pulang ke Tuhan yang
Satu. Kefahaman kita mengenai kebenaran merupakan Kebenaran sendiri.

(v) Sarvam Kalviam Brahma (“Brahma adalah seluruh alam semesta”)

Ini merujuk kepada kesedaran di dalam diri kita dan juga prinsip kewujudan bahawa kita
semua mempunyai elemen ketuhanan.

(v) So ‘ham (“Aku di sini”)

Merujuk kepada Ketuhanan di dalam Diri kita dan adalah sesuatu yang semula jadi, seperti
pernafasan. Begitu juga dengan penyedutan dan “Ham”.

Ini merupakan enam pernyataan identiti mengenai kesedaran individu dengan kebenaran
yang Agung.

Enam pernyataan ini digabungkan menjadi satu ungkapan iaitu “Om (Aum)” yang
bermaksud “Aku adalah Segalanya”. Kebenaran yang wujud di dalam kita akan membawa
kepada kesedaran diri. Diri adalah Ketuhanan yang benar. Ini merupakan intipati Upanishad.
Dengan mengamalkan perlakuan beretika, kita akan dapat mencapai kesedaran diri.
Bhagavad-Gita

Bhagavad-Gita merupakan antara kitab suci yang terpenting di dalam agama Hindu. Ia
merupakan sebahagian daripada karya epik India iaitu Mahabharata dan ramai
menganggapnya sebagai manifestasi falsafah agama Hindu yang teragung. Bagi penganut
Hindu Bhagavad-Gita merupakan mesej secara langsung kepada penganut daripada Vishnu
dalam bentuk avatar Krishna. Mesej ini sampaikan melalui perbualan secara langsung
antara Krishna dan Arjuna di tengah-tengah medan pertempuran Kurushetra.

Kitab ini mengajar penganutnya cara mengamalkan hidup dan cara menjalankan tugas
mereka di dunia ini supaya dapat mengelak kezaliman dan mencapai kebebasan dengan
berserah kepada Tuhan sepenuhnya.

Bhagavad-Gita bertindak sebagai panduan untuk sebab dan kesan karma dan cara-cara
untuk menangani penjelmaannya. Ia juga menegaskan bahawa manusia bebas untuk
membuat pilihan masing-masing yang mungkin akan memberi kesan kepada penjelmaan
karma tersebut.

Matlamat setiap penganut Hindu adalah untuk mengurangkan karma jahat yang perlu
dipikulnya ke perkitaran lahirnya yang seterusnya. Dengan memenuhi fungsi yang diberi
dengan sebaik mungkin melalui pengabdian kepada Tuhan tanpa memikirkan diri-sendiri,
seseorang itu akan dapat mengecapi kebebasan.
Sikap berbuat baik serta toleransi kepada semua manusia dan mengelak kezaliman
memberi impak yang besar ke atas kehidupan seorang penganut agama Hindu. Seorang
penganut dinasihati supaya mengelak emosi yang mungkin membawa kepada kehidupan
yang penuh

dengan dosa. Oleh hal yang demikian, Bhagavad-Gita menyediakan garis panduan untuk
kehidupan yang beretika. Anda akan mempelajari mengenai ajaran Upanishad dan
Bhagavad-Gita yang berkaitan dengan diri dan keluarga dalam bahagian seterusnya.

Dewa Trimurti

Dewa Agni (Api) dan Seorang Pendeta Hindu


Omkara, simbol suci bagi umat Hindu yang melambangkan Brahman (Tuhan) Yang
Mahakuasa.

Pura Ulun, Danau Batur, tempat pemujaan umat Hindu di Bali


Ritual Keagamaan Hindu di Candi Prambanan, Yogyakarta

Tari Kebaktian umat Hindu di Moskwa, Rusia

Upacara barthaband pooja di Bagmati, Nepal.

Anda mungkin juga menyukai