Anda di halaman 1dari 14

ARSITEKTUR BERKELANJUTAN

UJIAN TENGAH SEMESTER

KELOMPOK 2

ANGGOTA
Esperanca N. S. Riwu – 1506090033

Meldi A. Finmeta – 1506090003

Marya G. Laga – 1506090005

Yuneke M. Holbala – 1506090028

Yohanes Wowa – 1505090001

Polce J. H. Neonane – 1506090036

Damelhart S. T. Ay – 1506090011

Jonathan Hailitik – 1506090030

Reynaldus O. E. R. Misa – 1506090023

Yanpiter Saba – 1506090027

Arka Z. Hila Kore – 1506090035


DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ................................................................................................................. 2

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 3

1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 3

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................... 4

1.3 Tujuan ................................................................................................................. 4

BAB II PEMBAASAN ................................................................................................ 5

2.1 Prinsip Dasar Kota yang Berkelanjutan .............................................................. 6

2.3 Studi Kasus Suistainable City ............................................................................. 9

BAB III PENUTUP .................................................................................................... 14

3.1 Kesimpulan ....................................................................................................... 14

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Isu tentang kota tidak terlepas dari pertumbuhan kota yang begitu pesat
dalam kurun waktu beberapa dekade. Tulisan-tulisan ilmiah sosial yang
dihasilkan para akademisi pemerhati kota mencatat bahwa mobilisasi manusia
dari desa ke kota sangat terlihat jelas. Secara statistik jumlah kota meningkat dan
penduduk yang tinggal di dalamnya mencapai hingga 75% bahkan lebih (Rees
dan Wackernagel, 1996: 223). Fenomena ini kemudian juga dikaitkan dengan
revolusi industri, di mana terbukanya peluang untuk mencari pekerjaan di luar
sektor pertanian.

Perhatian kemudian tidak hanya diarahkan pada semakin bertambahnya jumlah


kota (sebagai entitas geografis dan kultural yang diciptakan) tetapi juga pada dampak
yang dimunculkan. Paling tidak ada 3 hal penting yang dimunculkan menurut Lundqvist
(2007: 5) yaitu pertama, kota menghapus sisi spasial orang dari lahan produktif dengan
membuat mereka bergantung pada sumber daya di pedesaan. Kedua, ketika
merencanakan membangun kota dengan prinsip-prinsip yang didasari pada ide-ide bahwa
air, udara, dan sumber daya alam yang lain bersifat bebas bagi semua orang, hal ini justru
menimbulkan masalah lingkungan yang mempengaruhi kesehatan manusia dan kualitas
hidup. Ketiga, kota merupakan refleksi dari nilai-nilai yang tertanam dalam konstruksi
hukum yang di dalamnya terdapat masyarakat, yang menjadi sulit untuk membuat
perubahan mendasar.

Akibatnya kota muncul sebagai entitas yang paradoks. Di satu sisi, ia


menyediakan kesempatan ekonomi secara global namun di sisi lain memberikan
kontribusi yang besar terhadap kerusakan lingkungan, baik di dalam maupun di
luar batas-batas mereka. Oleh karena itu, pertanyaan besar yang diajukan adalah
seberapa besar ancaman yang disebabkan oleh kota terhadap ekosistem global?
Apakah memungkinkan untuk membuat kota lebih berkelanjutan? (Newman and

3
Jennings, 2008: 2-3). Seberapa penting menjadi kota yang memiliki keberlanjutan
dan bagaimana para pemangku kepentingan memaknai keberlanjutan menjadi hal-
hal yang diperdebatkan dalam tulisan ini.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa saja prinsip-prinsip yang diterapkan dalam suistainable city?

2. Bagaimana penerapan suistainable city dalam sebuah kota (studi kasus) ?

1.3 Tujuan
1. Menjelaskan prinsip prinsip suistainable city.

2. Menjelaskan studi kasus mengenai suistainable city.

4
BAB II
PEMBAHASAN

Pembangunan kota yang berkelanjutan adalah suatu proses dinamis yang


berlangsung secara terus-menerus, merupakan respon terhadap tekanan perubahan
ekonomi, lingkungan, dan sosial. Proses dan kebijakannya tidak sama pada setiap
kota, tergantung pada kota-kotanya. Salah satu tantangan terbesar konsep tersebut
saat ini adalah menciptakan keberlanjutan, termasuk didalamnya keberlanjutan sistem
politik dan kelembagaan sampai pada strategi, program, dan kebijakan sehingga
pembangunan kota yang berkelanjutan dapat terwujud (Salim, 1997).

Pertumbuhan kota dengan diiringi penduduk yang besar bagaimanapun akan


membutuhkan area yang lebih besar, sehingga akan menimbulkan permasalahan
dengan alam. Pembangunan kota harus memperhatikan alam dan lingkungan
sebagaimana konsep E. Howard dengan Garden City-nya. Kota besar bukanlah
tempat yang cocok untuk tempat tinggal jika persoalan lingkungan diabaikan.
Demikian juga yang disampaikan Geddes, bahwa alam merupakan unit terpenting
bagi kelangsungan aktivitas kota (Salim, 1997).

Perwujudan kota berkelanjutan (The World Commision on Environment and


Development, 1987) antara lain:

 Kota berkelanjutan dibangun dengan kepedulian dan memperhatikan aset-aset


lingkungan alam, memperhatikan penggunaan sumber daya, meminimalisasi
dampak kegiatan terhadap alam.

 Kota berkelanjutan berada pada tatanan regional dan global, tidak peduli apakah
besar atau kecil, tanggung jawabnya melewati batas-batas kota.

 Kota berkelanjutan meliputi areal yang lebih luas, dimana individu


bertangguang jawab terhadap kota.

5
 Kota berkelanjutan memerlukan aset-aset lingkungan dan dampaknya
terdistribusi secara lebih merata.

 Kota berkelanjutan adalah kota pengetahuan, kota bersama, kota dengan


jaringan internasional.

 Kota berkelanjutan akan memperhatikan konservasi, memperkuat dan


mengedepankan hal-hal yang berkaitan dengan alam dan lingkungan

 Kota berkelanjutan saat ini lebih banyak kesempatan untuk memperkuat


kualitas lingkungan skala lokal, regional, dan global.

Kota - kota memiliki ciri yang ditentukan oleh fungsi kota dalam ruang
lingkup daerah. Masing-masing fungsi memberikan pengaruhnya tersendiri pada
pengembangan kota. Oleh karena itu, hal pertama yang perlu diperhatikan adalah
fungsi apa yang dilaksanakan sebuah kota. Sifat serta fungsi kota inilah yang
mempengaruhi proses pembangunan kota tersebut. Setiap kota harus berkembang
dengan karakternya sendiri, dan yang lebih penting, bagaimana kota tersebut mampu
menampung perkembangannya dimasa mendatang dengan tetap mempertahankan
kawasan yang berfungsi melindungi kehidupan kota dan masyarakatnya.

2.1 Prinsip Dasar Kota yang Berkelanjutan


Memang diakui bahwa konsep keberlanjutan merupakan konsep yang
sederhana namun kompleks, sehingga pengertian keberlajutanpun sangat
multidimensi dan multi-interpretasi. Menurut Heal dalam (Fauzi, 2004) Konsep
keberlanjutan ini paling tidak mengandung dua dimensi : Pertama adalah dimensi
waktu karena keberlanjutan tidak lain menyangkut apa yang akan terjadi dimasa
yang akan datang. Kedua adalah dimensi interaksi antara sistem ekonomi dan
sistem sumber daya alam dan lingkungan. Pezzey (1992) dalam Fauzi, 2004
melihat aspek keberlajutan dari sisi yang berbeda. Keberlanjutan dari sisi statik
diartikan sebagai pemanfaatan sumber daya alam terbarukan dengan laju
teknologi yang konstan, sementara keberlanjutan dari sisi dinamik diartikan

6
sebagai pemanfaatan sumber daya alam yang tidak terbarukan dengan tingkat
teknologi yang terus berubah. Karena adanya multidimensi dan multiinterpretasi
ini, maka para ahli sepakat untuk sementara mengadopsi pengertian yang telah
disepakati oleh komisi Brundtland yang menyatakan bahwa “pembangunan
berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan generasi saat ini
tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan
mereka.” Perman (1997) dalam Fauzi 2004 mencoba mengelaborasikan lebih
lanjut konsep keberlanjutan ini dengan mengajukan lima alternatif pengertian: (1).
Suatu kondisi dikatakan berkelanjutan (sustainable) jika utilitas yang diperoleh
masyarakat tidak berkurang sepanjang waktu dan konsumsi tidak menurun
sepanjang waktu (nondeclining consumption), (2) keberlanjutan adalah kondisi
dimana sumber daya alam dikelola sedemikian rupa untuk memelihara
kesempatan produksi dimasa mendatang, (3) keberlanjutan adalah kondisi dimana
sumber daya alam (natural capital stock) tidak berkurang sepanjang waktu
(nondeclining), (4) keberlanjutan adalah kondisi dimana sumber daya alam
dikelola untuk mempertahankan produksi jasa sumber daya alam, dan (5)
keberlanjutan adalah adanya kondisi keseimbangan dan daya tahan (resilience)
ekosistem terpenuhi.

Haris (2000) dalam Fauzi 2004, melihat bahwa konsep keberlajutan dapat
diperinci menjadi tiga aspek pemahaman, (1) keberlajutan ekonomi yang
diartikan sebagai pembangunan yang mampu menghasilkan barang dan jasa
secara kontinu untuk memelihara keberlajutan pemerintahan dan menghindari
terjadinya ketidakseimbangan sektoral yang dapat merusak produksi pertanian
dan industri. (2) Keberlajutan lingkungan : Sistem keberlanjutan secara
lingkungan harus mampu memelihara sumber daya yang stabil, menghindari
eksploitasi sumber daya alam dan fungsi penyerapan lingkungan. Konsep ini juga
menyangkut pemeliharaan keanekaraman hayati, stabilitas ruang udara, dan
fungsi ekosistem lainnya yang tidak termasuk kategori sumber-sumber ekonomi.

7
(3). Keberlajutan sosial, keberlanjutan secara sosial diartikan sebagai sistem yang
mampu mencapai kesetaraan, penyediaan layanan sosial termasuk kesehatan,
pendidikan, gender, dan akuntabilitas politik.

Sedangkan menurut Budiharjo (1996), untuk dapat menciptakan suatu


kota yang berkelanjutan, diperlukan lima prinsip dasar, yaitu ekologi, ekonomi,
equity (pemerataan), engagement (peran serta), dan energy.

Dalam mengukur suatu keberlanjutan dalam pembangunan, terdapat


beberapa indikator yang dapat dipergunakan, yaitu ekologi, ekonomi, dan sosial
(Trzyna, 1995). Hal tersebut didukung pula oleh Haeruman (1997) yang
mengatakan bahwa pembangunan yang berkelanjutan merupakan suatu tujuan
yang dilatarbelakangi sebuah visi akan keseimbangan dalam keterkaitan antara
ekonomi, sosial, dan lingkungan (ekologi) guna membangun masyarakat yang
stabil, makmur, dan berkualitas.

Antara kepentingan pertumbuhan ekonomi dan pelestarian lingkungan


terkesan kontradiktif atau dengan kata lain harus ada yang dikorbankan. Hal
tersebut antara lain disebabkan adanya ketidakseimbangan kekuatan di
masyarakat yang menawarkan kepentingan tertentu untuk meletakkan
kepentingan individu berjangka pendek di atas kepentingan kolektif berjangka
panjang dari suatu masyarakat yang sustainabel (Yakin,1997).

Beberapa persyaratan yang harus dicapai dalam merealisasikan


pembangunan yang berkelanjutan (Haeruman, 1997) antara lain:

 Dalam konteks ekonomi, pembangunan harus menghindari upaya-upaya


untuk memperkaya satu kelompok yang akan menyebabkan kemiskinan
bagi kelompok-kelompok lainnya. Dengan adanya ketidaksamaan itu,
keberlanjutan hanya dicapai

8
 Dalam konteks fisik tetapi tidak dalam konteks sosial ekonomi. Sehingga
dalam pembangunan berkelanjutan, keadilan dan persamaan benar-benar
menjadi dasar yang wajib diterapkan.

 Dalam konteks ekologis, pembangunan selayaknya menjaga, memperbaiki,


dan memulihkan sumber daya alam yang dimiliki, baik pada daerah-
daerah yang dimanfaatkan secara produktif maupun pada daerah-daerah
marginal.

 Dalam konteks sosial, diperlukan suatu solidaritas, koordinasi dalam


tindakan, serta partisipasi oleh berbagai sektor dan individu. Untuk itu
diperlukan suatu pembenahan kelembagaan, pembagian tanggung jawab
dan kerjasama yang baik dari para pembuat keputusan.

2.3 Studi Kasus Suistainable City


Berdasarkan press release yang dikeluarkan oleh Rotterdam Partners
tanggal 7 April 2014, Rotterdam terpilih menjadi salah satu Smart City 2014.
Majalah The New Economy menganugerahkan penghargaan “Smart Cities
Awards” kepada 20 kota di seluruh dunia yang memenuhi kualifikasi sebagai
‘kota masa depan’ dalam konteks pembangunan berkelanjutan. The New Economy
memberikan penghargaan yang tinggi kapada Rotterdam atas upayanya
memelihara kotanya menghadapi ancaman perubahan iklim dan mendukung citra
kota tersebut sebagai kota pelabuhan paling berkelanjutan di dunia.

9
Gambar 2. 1 Suasana Kota Rotterdam
Sumber: Kurnia Novianti, 2016

Salah satunya adalah upaya Rotterdam dalam memperbaiki berbagai


infrastruktur kotanya untuk menghadapi banjir baik akibat luapan air laut maupun
hujan melalui water plazas dan green roofs. Selain itu, kota ini juga dinilai
berhasil membangun jaringan transportasi kota yang dinyatakan sebagai salah
satu contoh paling baik di Eropa. Rotterdam kemudian boleh berbangga dengan
predikat sebagai ‘smart city’ karena mampu memanfaatkan teknologi terkini
untuk mewujudkan kota yang semakin siap menghadapi tantangan alam.3

Berkolaborasi dengan beberapa mitra yang cukup terkemuka, Rotterdam


membentuk sebuah Strategi Adaptasi Perubahan Iklim (Climate Change
Adaptation Strategy) yang menggunakan pendekatan-pendekatan inovatif yang
kini banyak ditiru oleh negara-negara di seluruh dunia. Sistem penyimpanan air di
bangunan-bangunan baru, khususnya yang dirancang dalam water plaza,
berkapasitas sekian meter kubik dari atap-atap yang dibangun dan pusat
pengetahuan tentang konstruksi mengapung menunjukkan bagaimana lingkungan
perkotaan yang padat penduduk seperti Rotterdam dapat merespon air hujan dalam
kuantitas besar dan tingginya air laut dengan cara yang cerdas. Seperti digambarkan
di bawah ini.

Selain itu, ukuran-ukuran tersebut berkontribusi terhadap penghijauan di


luar ruangan dan menciptakan pemandangan- yang lebih menarik bagi penduduk

10
di sekitarnya. Rotterdam menjadikan- hal tersebut sebagai uji coba guna
menghasilkan solusi-solusi yang bersifat inovatif dimana kota-kota lain di dunia
dapat mengambil manfaat dari upaya tersebut (Heinen, 2014: 1-2). Water plaza
juga diperuntukan sebagai tempat pertemuan warga yang tinggal di sekitarnya
karena bangunan ini berada di antara kampus the Zadkine and the Graphic
Lyceum, sebuah gereja, gedung teater dan tempat kebugaran David Lloyd, dan
permukiman warga yang bernama the Agniese. Tujuan pembangunannya adalah
mengurangi risiko terjadinya banjir dan menjadi lokasi di mana warga dapat bertemu
dan memanfaatkan ruang terbuka tersebut untuk berolah raga dan berekreasi.
Meskipun mendapat kritikan dari beberapa akademisi karena lokasinya yang tidak
terlihat dari jalan raya sehingga terkesan terpencil, namun bangunan ini diyakini
menjadi investasi yang sangat penting bagi Rotterdam dalam upaya mitigasi bencana.

Water plaza hanya satu diantara beberapa program kota berkelanjutan yang
diimplementasikan- di Rotterdam. The Rotterdam Climate Initiative (RCI)4
menyatakan bahwa organisasi ini bertujuan untuk menjadikan Rotterdam sebagai
kota yang menginspirasi delta cities lain di dunia untuk melewati masa transisi
menuju keberlanjutan. Hingga tahun 2030 organisasi dan para mitranya ini memiliki
3 ambisi besar, yaitu:

1. Komitmen pada perwujudan kota yang hijau, sehat, dan tangguh. Warga
Kota Rotterdam hidup dalam kota yang menarik, hijau dengan kualitas
hidup yang sangat baik, dan udara yang bersih. Kota ini menggunakan alat
transportasi yang lebih ramah lingkungan, yaitu sepeda, alat trans- portasi
massal atau kendaraan-kendaraan elektrik. Salah satu hal penting dalam
pembangunan kota berkelanjutan adalah memaksimalkan pelayanan
transportasi publik yang ramah lingkungan.

2. Investasi pada energi bersih dengan biaya yang lebih rendah. Rotterdam
menghasilkan lebih banyak energi terbarukan dari total konsumsi daya kota
saat ini. Kota dan kompleks pelabuhan telah memiliki kemitraan yang

11
berhasil mengelola sisa uap panas dari proses pemanasan di pelabuhan
sehingga mampu memberikan panas dan mendinginkan setidaknya setengah
dari seluruh rumah dan bangunan. Energi surya dan angin ditambah
penghematan energi akan menghasilkan tagihan energi yang lebih rendah
bagi warga Rotterdam pada tahun 2030 tanpa mengalami transisi energi
terbarukan. Atap bangunan kota akan lebih hijau dan digunakan untuk
menghasilkan energi surya sebanyak mungkin.

3. Pembangunan ekonomi yang didorong agar lebih kuat dan inovatif.


Rotterdam adalah kota dengan kompleks pelabuhan yang efisien dan bersih,
menjadikannya sebagai pusat dari ekonomi bio-based di Eropa. Salah satu
cara organisasi mencapai tujuan ini adalah dengan menggunakan limbah
sebagai sumber daya untuk pembuatan produk baru dan menghasilkan
energi. Pada skala global, Rotterdam berada di garis depan bidang
pengelolaan air dan teknologi delta. Ini menempatkan ekonomi Clean Tech
klaster dalam posisi yang kuat sebagai salah satu pilar perekonomian
Rotterdam.

Kota berkelanjutan, baik sebagai ide maupun praktik (tindakan) dimaknai


sebagai hal yang sangat ideal namun tidak mustahil dapat diwujudkan. Seperti
pernyataan Clark II dan Vare (2010: 2) that “sustainability is achievable. It can be
done, and must be done, at the community level. Block by block, city by city,
region by region, communities can change how they live.” Bagi Rotterdam sendiri,
salah satu kekuatan yang dimiliki dan disebutkan dalam beberapa hasil kajian
para pemerhati kota berkelanjutan adalah kerjasama yang terjalin diantara para
pemangku kepentingan di kota tersebut.

Rotterdam sebagai The United Port City yang ditargetkan terwujud pada
tahun 2042 secara nyata menuntut kerja keras dan koordinasi yang baik.
Pemerintah kota menyebarkan pengetahuan dan pemahaman kepada seluruh
elemen masyarakat bahwa ‘sustainability’ menjadi sangat penting mengingat

12
secara geografis kota ini berada di bawah permukaan laut dan sangat rentan
terhadap bencana banjir yang disebabkan oleh pasangnya air laut. Hal ini
kemudian diperkuat oleh hasil-hasil kajian para akademisi tentang Rotterdam.

Namun demikian, banjir bukanlah satu-satunya ancaman bagi masyarakat


Rotterdam karena banyak pula tantangan lain, seperti penyediaan infrastruktur
kota yang lebih baik. Oleh karena itu, hingga tahun 2014 yang lalu, pemerintah
kota Rotterdam menguraikan 10 tugas pokok yang harus dicapai dalam konteks
kota berkelanjutan, yaitu menurunkan emisi CO2; menghemat energi; beralih ke
energi terbarukan dan bahan-bahan mentah biomass; menstimulasi kendaraan dan
transportasi ramah lingkungan; mengurangi polusi suara dan meningkatkan
kualitas udara; menambah pepohonan dan daerah hijau in dalam kota;
meningkatkan investasi untuk menghasilkan barang-barang dan jasa yang lebih
berkelanjutan; meningkatkan dukungan publik untuk mewujudkan keberlanjutan
dan mendukung pendidikan dan penelitian yang juga bersifat keberlanjutan;
mempersiapkan diri menghadapi dampak perubahan iklim; dan menstimulasi
pembangunan berkelanjutan kota dan regional (RCI, 2011: 18).

13
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kota yang berkelanjutan atau biasa disebut sustainable city adalah sebuah
kota yang di desain dengan mempertimbangkan dampak pada lingkungan sekitar.
Dengan kata lain kota yang sustainable adalah kota yang memperhatikan
keseimbangan harmonis antara perkembangan kotanya, dengan perkembangan
linkungannya. Jika keseimbangan ini rusak, maka munculah ketidak berlanjutan
sistem dalam suatu kota. Pada awal isu keberlanjutan kota, hal ini hanya di lihat dari
dampaknya pada kesehatan lingkungan dan energi. Namun kini, pengertian kota yang
berkelanjutan atau sustainable city telah berkembang luas. Dan dampak pada
lingkungan yang diperhatikan pun menjadi beragam, dilihat dari bermacam aspek.
Kota berkelanjutan dimaknai sebagai kota yang layak dan manusiawi, kota yang
aman dan nyaman, kota yang masyarakatnya produktif, sejahtera dan berbudaya dan
kota dengan institusi yang bersih dan melayani.

Rotterdam cukup pantas disebut sebagai kota berkelanjutan. Hal ini terlihat
dari beberapa indikator seperti keberhasilannya beradaptasi dengan perubahan iklim,
kualitas air dan udara yang baik, dan partisipasi pihak swasta yang dinilai cukup
memuaskan dalam mendukung program-program pembangunan kota berkelanjutan.
Secara umum, predikat sebagai kota berkelanjutan dinilai tidak berlebihan bagi
Rotterdam terlebih sejak kota ini berhasil membangun sistem pengelolaan air dan
transportasi massal yang inovatif dan berkelanjutan.

14

Anda mungkin juga menyukai