Anda di halaman 1dari 47

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Infeksi saluran nafas atas (ISPA) adalah penyakit yang dapat menimbulkan
berbagai spectrum penyakit yang berkisar dari penyakit tanpa gejala atau infeksi
ringan sampai penyakit yang parah dan mematikan, tergantung pada patogen
penyebabnya, faktor lingkungan, dan faktor pejamu. ISPA juga didefinisikan sebagai
penyakit saluran pernafasan yang disebabkan oleh agen infeksius yang ditularkan dari
manusia ke manusia. Timbulnya gejala biasanya cepat, yaitu dalam waktu beberapa
jam sampai beberapa hari, gejalanya meliputi demam, batuk dan sering juga nyeri
tenggorok, coryza, sesak nafas, mengi, atau kesulitan bernafas.
ISPA lebih banyak terjadi di negara berkembang dibandingkan dengan negara
maju dengan persentase masing-masing sebesar 25%-30% dan 10%-15%. ISPA selalu
menduduki peringkat pertama dari 10 penyakit terbanyak di Indonesia. Berdasarkan
hasil Riskedes tahun 2013, prevalensi ISPA ditemukan sebesar 25,0%. Karakteristik
penduduk dengan ISPA yang tertinggi terjadi pada kelompok umur 1-4 tahun yaitu
sebesar 25,8%. Pada tahun 2014 kasus ISPA pada balita tercatat sebesar 657,490
kasus (29,47%).
Banyak masyarakat yang sering tidak memperdulikan tentang kesehatan
mereka. Infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) di negara berkembang masih
merupakan masalah kesehatan yang terutama masyarakat Indonesia khususnya pada
yang paling rawan yaitu ibu dan anak, ibu hamil dan ibu menyusui serta anak dibawah
umur lima tahun. Manifestasi klinik yang terjadi pada ISPA pun bermacam-macam,
mulai dari usia pasien, bagian saluran nafas yang terserang, ada atau tidaknya
kelainan paruyang mendasarinya, penyakit yang lain yang menyertai, mikroorganisme
yang menjadi penyebab, rute infeksinya (di komunitas atau rumah sakit), daya tahan
tubuh pasien yang terkena.

B. Rumusan Masalah
Dari pendahuluan yang telah dijelaskan di atas, maka rumusan masalah yang
akan dibahas sebagai berikut:
1. Bagaimana anatomi dan fisiologi pernafasan bagian atas?
2. Apa pengertian dari ISPA, influenza, faringitis, laringitis, sinusitis, dan
tonsillitis?
3. Bagaimana etiologi, patofisiologi, manifestasi klinik, komplikasi,
pemeriksaan diagnostik dan penatalaksanaan medik?
4. Bagaimana asuhan keperawatan yang diperlukan?

1
C. Tujuan Masalah
Dari rumusan masalah diatas, maka tujuan yang akan dicapai sebagai berikut:
1. Mengetahui anatomi dan fisiologi pernapasan bagian atas.
2. Mengetahui pengertian dari ISPA, influenza, faringitis, laringitis, sinusitis,
dan tonsillitis.
3. Mengetahui etiologi, patofisiologi, manifestasi klinik, komplikasi,
pemeriksaan diagnostic dan penatalaksanaan medik.
4. Mengetahui asuhan keperawatan yang diperlukan.

2
BAB II

Tinjauan Teoritis

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI


1. HIDUNG

Hidung adalah salah satu alat indera manusia yang berfungsi sebagai indera
penciuman juga bagian dari sistem pernapasan yang berfungsi sebagai tempat
masuknya udara. Di dalam hidung terdapat rambut-rambut halus dan reseptor yang
peka terhadap rangsangan dalam bentuk gas atau uap. Ukuran dan bentuk hidung
bervariasi, ukuran dan bentuk ini tergantung kepada ras manusia tersebut dan
pengaruh genetiknya.

Fungsi Hidung
a. Sebagai organ pernapasan (penyaring udara)
Hidung merupakan organ pernapasan pertama yang akan dilalui oleh tubuh,
pada hidung terdapat struktur berupa rambut halus, lendir, dinding tulang, dll.
yang akan berperan untuk menyaring udara yang masuk ke dalam organ
pernapasan selanjutnya. Pada dinding hidung juga terdapat banyak pembuluh
darah dan lendir yang akan berfungsi sebagai pengatur kelembapan dan suhu
udara yang masuk, selain itu dinding hidung dapat menyeimbangkan tekanan
udara yang masuk dengan cara membelokkan udara ketika mengenainya.

b. Sebagai indera penciuman


Hidung memiliki saraf olfaktori (saraf pembau) yang merupakan bagian dari
saraf kranial (berhubungan langsung dengan otak) dan berfungsi untuk
menanggapi rangsangan zat gas atau uap. Rangsangan yang datang akan diterima
oleh saraf ini, kemudian diteruskan dalam bentuk impuls ke otak sehingga kita
dapat mencium sesuatu.

3
c. Pemberi rasa pada makanan
Hidung memiliki pengaruh terhadap indera pengecapan yang kita miliki,
kombinasi dari hidung dan lidah yang baik dapat memberikan rasa yang optimal
pada makanan yang kita makan. Pengaruh tersebut ada karena hidung berperan
daram penerimaan pantulan rasa oleh lidah. Oleh karena itu ketika kita sakit (flu)
dan mengalami sumbatan hidung, maka rasa makanan akan bereda.

d. Ikut berperan dalam pengaturan suara


Rongga hidung dapat mempengaruhi resonansi suara dan proses bicara yang
kita lakukan, mungkin karena pengaruh tekanan udara yang masuk melalui
hidung. Ketika kita menutup hidung, maka kualitas suara akan berkurang
dibandingkan saat berbicara dalam keadaan normal.

e. Pembersihan saluran napas


Pada bagian hidung terdapat lendir dan enzim yang akan membersihkan
saluran napas dari bakteri serta kotoran yang masuk. Selain itu ketika terjadinya
refleks bersin, maka kotoran dari dalam sistem pernapasan akan keluar melalui
hidung dan mulut.

Struktur dan bagian-bagian hidung

Ba Bagian luar hidung:


a. Lubang Hidung
Lubang hidung merupakan bagian yang berfungsi melindungi hidung dari
berbagai ancaman dari luar. Juga berperan dalam mengatur ukuran sesuatu yang
dapat masuk ke dalam hidung. Bagian ini berhubungan langsung dengan rongga
hidung. Terdapat 2 buah lubang hidung pada manusia yang dipisahkan oleh
septum (pemisah) hidung.

b. Bulu Hidung
Bulu hidung merupakan rambut-rambut halus pada hidung yang berfungsi
untuk penyaring udara yang masuk. Bulu hidung menahan kotoran sehingga tidak
dapat masuk ke sistem pernapasan selanjutnya.

4
c. Septum (Pemisah) Hidung
Septum hidung merupakan struktur yang memisahkan hidung menjadi dua
bagian. Septum hidung memisahkan hidung menjadi 2 bagian (kiri dan kanan)
dari mulai lubang hidung hingga bagian tenggorokan awal. Dinding septum nasi
dilapisi oleh lendir dan memiliki pembuluh darah sehingga berfungsi untuk
melembabkan dan mengatur suhu udara yang masuk. Septum nasi dibentuk oleh
tulang dan tulang rawan hidung.

d. Rongga Hidung
Rongga hidung merupakan organ yang sangat penting. Pada rongga hidung
terdapat selaput lendir dan silia (rambut halus). Fungsi utama rongga hidung
adalah untuk melanjutkan udara yang masuk menuju ke tenggorokkan. Rongga
hidung juga dapat menjaga kelembapan, suhu dan tekanan udara. Dalam
menjalankan fungsinya, bagian ini dibantuk oleh tulang tengkorak yang
membentuk dinding-dinding hidung. Terdapat 4 dinding yang saling berhubungan,
yaitu dinding superior (atas), inferior (bawah), medial (tengah), dan lateral
(samping)

e. Saraf Hidung (Saraf Olfaktori)


Saraf olfaktori merupakan salah satu dari 12 saraf kranial yang berhubungan
langsung dengan otak. Saraf olfaktori merupakan saraf kranial 1 yang berfungsi
sebagai reseptor utama dalam indera penciuman. Saraf ini menerima rangsangan
berupa bauan yang terbawa bersama udara yang dihirup kemudian mengirimkan
informasi tersebut dalam bentuk impuls. Fungsi dari saraf olfaktori akan
berhubungan dengan rasa makanan atau minuman yang kita konsumsi.

Bagian dalam hidung:


 Sinus Hidung

Sinus merupakan struktur berupa rongga yang terletak disekitaran hidung.


Manusia memiliki 4 pasang sinus hidung. Strukur ini juga sering disebut sinus
paranasal. Semua sinus akan bermuara ke dalam rongga hidung. Sinus hidung
berfungsi untuk melebabkan dan menyaring udara. 4 sinus yang dimiliki manusia
adalah :

5
 Sinus maksilaris (di tulang pipi)
 Sinus frontalis (di tengah dahi)
 Sinus ethmoidalis (diantara mata)
 Sinus sphenoidalis (di belakang rongga hidung)

 Tulang Rawan Hidung


Tulang rawan yang membentuk bagian hidung disebut tulang rawan hialin
yang bersifat semi transpasan, kuat dan fleksibel. Bentuk dari tulang rawan yang
menyusun hidung menentukan bentuk hidung tersebut. Walaupun bersifat kuat
dan elastis, tulang rawan ini juga dapat rusak apabila terjadi benturan yang sangat
keras.

 Silia

Silia merupakan struktur bulu hidung yang sangat halus, fungsi utamanya
adalah untuk melakukan penyaringan udara yang masuk ke hidung. Bulu-bulu
silia sangat sensitif terhadap zat berbahaya, fungsi silia akan terganggu jika
terkena zat tersebut berulang kali. Silia yang rusak bisa merujuk pada masalah
kesehatan.

 Selaput Lendir

Selaput lendir pada hidung merupakan bagian yang berfungsi untuk


menghasilkan mukus, sehingga hidung dapat terlindung dari berbagi macam
kotoran dan bakteri.

 Saluran Hidung-Tenggorokkan (Nasofaring)

Pada bagian belakang hidung terdapat saluran yang berhubungan dengan


tenggorokkan. Pada Nasofaring terdapat tuba eustachius dan juga tonsil adenoid
(faringeal). Nasofaring ini berfungsi sebagai pengatur tekanan udara oleh tuba
eustachius (saluran penghubung telinga dengan tenggorokkan) dan pelindung dari
infeksi oleh tonsil adenoid.

6
2. FARING

Faring adalah saluran berbentuk seperti tabung kerucut yang dimulai dari
bagian belakang hidung dan rongga mulut sampai dengan bagian sebelum trakea
(batang tenggorokan) dan esofagus (Tabung yang terhubung ke lambung). Bagian
faring semakin menyempit dari awal ke akhir sehingga menyerupai sebuah corong
Faring termasuk ke dalam bagian dari sistem pernapasan juga bagian dari sistem
pencernaan. Kata faring berasal dari bahasa yunani yaitu Pharynx yang artinya
tenggorokkan. Faring umumnya memiliki panjang sekitar 12 - 15 cm.

Fungsi faring:

 Dalam sistem pencernaan, faring berfungsi sebagai penyalur makanan dari mulut ke
kerongkongan. Ketika makanan didorong ke belakang oleh lidah, maka saluran
pernapasan akan menutup dan makanan akan masuk ke kerongkongan.
 Dalam sistem pernapasan faring berfungsi sebagai penyaring, pengatur tekanan dan
juga dapat mengatur kelembaban udara yang masuk. Udara ini akan diteruskan ke
batang tenggorokan (trakea).
 Proses pengeluaran suara, pada proses ini faring yang merupakan jalur masuknya
udara dapat berperan signifikan. Udara harus terlebih dahulu melewati faring
kemudian laring, barulah udara tersebut menggetarkan pita suara sehingga kita dapat
berbicara.
 Faring juga dapat mengatur tekanan udara di telinga. Pada bagian awal faring terdapat
saluran yang berhubungan langsung dengan telinga yang disebut tuba eustachius.
Saluran tersebut berfungsi untuk mengatur tekanan udara antara lingkungan luar
tubuh dengan lingkungan dalam telinga.

Struktur faring

Dinding faring disusun oleh 3 lapisan utama, yaitu :

7
 Lapisan Mukosa, bersifat kuat dan elastis, pada lapisan ini terdapat epitel yang
memiliki sel goblet sebagai penghasil mukus (cairan kental). Mukus berfungsi
melindungi dinding faring.
 Lapisan Fibrosa, merupakan jaringan yang kuat dan sedikit elastis. Jaringan ini
disusun oleh serat kolagen.
 Lapisan Muskular (otot), Otot pada faring terdiri dari otot sirkular (melingkar) dan
otot memanjang (Longitudinal). Kombinasi dari kontraksi kedua otot tersebut akan
menggerakkan makanan ke bagian pencernaan selanjutnya.

Bagian-bagian faring

a. Nasofaring
Nasofaring adalah bagian faring yang terletak pada bagian belakang rongga
hidung. Nasofaring merupakan satu-satunya bagian faring yang hanya dapat
dilalui oleh udara, bagian faring lainnya dapat dilalui oleh udara maupun
makanan. Nasofaring berasal dari dua kata, yaitu naso yang artinya hidung dan
faring yang artinya tenggorokkan, oleh karena itu nasofaring juga dikenal sebagai
saluran hidung-tenggorok. Nasofaring memiliki ukuran lebar dan panjang masing-
masing berkisar antara 2-4 cm. Pada nasofaring terdapat 2 struktur penting lainnya
yaitu:

 Tuba Eustachius
Merupakan struktur yang mengubungkan telinga tengah dengan
nasofaring. Tuba eustachius berfungsi untuk mengatur tekanan udara
antara lingkungan luar tubuh dengan bagian telinga. Tabung ini hanya
akan terbuka ketika menelan, bersin, menguap, atau menggerakkan rahang
pada posisi tertentu. 1/3 bagiannya ke arah telinga merupakan struktur
tulang, sedangkan 2/3 lainnya ke arah nasofaring merupakan tulang rawan
(lunak). Mukosa tuba eustachius dilapisi oleh epitel respiratorius berupa
sel-sel kolumnar bersilia, sel goblet dan kelenjar mukus. Epitel ini
bergabung dengan mukosa telinga tengah di pars osseus tuba. Muara tuba
eustachius yang terletak di telinga tengah berada pada dinding anterior dan

8
dari sini akan memanjang ke arah depan, medial, dan ke bawah hingga
memasuki nasofaring.

Tuba Eustachius terdiri dari dua bagian, yaitu:

1. Bagian yang memiliki struktur tulang, terletak pada bagian sepertiga mendekati
telinga tengah
2. Bagian yang memiliki struktur kartilaginosa, terletak pada bagian dua pertiga
yang mendekati nasofaring
Secara umum, tuba eustachius cenderung selalu menutup. Dengan adanya
kontraksi dari m. tensor veli palatini, tuba eustachius dapat terbuka pada saat
menelan, menguap, atau membuka rahang sehingga terjadi keseimbangan tekanan
atmosfer antara kedua ruang diantara membran timpani (Levine dkk, 1997).

Pada daerah inferolateral tuba eustachius terdapat bantalan lemak Otsmann yang
mempunyai peranan penting dalam penutupan tuba dan proteksi tuba eustachius dan
telinga tengah dari arus retrograde sekresi nasofaring. Otot-otot yang berhubungan
dengan tuba eustachius yang berperan penting dalam penutupan dan pembukaan tuba
eustachius adalah m.tensor velli palatine, m.levator veli palatine,
m.salpingopharyngeus dan m.tensor timpani.

 Tonsil Adenoid (Faringeal)

Merupakan massa berlobus berupa jaringan limfoid yang terletak di


bagian langit–langit mulut. Tonsil adenoid berfungsi untuk melawan
bakteri atau organisme berbahaya masuk melalui hidung dan mulut, bagian
ini juga dapat menghasilkan antibodi untuk melawan infeksi.

b. Orofaring
Orofaring adalah bagian faring yang terletak di belakang rongga mulut.
Orofaring dapat dilewati udara dan makanan sehingga berperan dalam sistem
pernapasan dan sistem pencernaan. Selain itu orofaring memiliki klep yang
berfungsi mengatur makanan agar tidak masuk ke saluran pernapasan, klep ini
disebut epiglotis. Klep tersebut dapat menutup saluran pernapasan (terbukanya
saluran pencernaan) saat menelan makanan dan membuka saluran pernapasan
(tertutupnya saluran pencernaan) saat proses bernapas. Pada bagian dinding lateral
(kiri dan kanan)nya terdapat tonsil palatina yang merupakan massa jaringan
limfatik, tonsil ini berfungsi untuk melindungi dari infeksi.

c. Laringofaring
Laringofaring adalah bagian paling akhir dari faring. Bagian ini juga dapat
dilewati oleh udara dan makanan. Laringofaring dilapisi oleh sel epitel skuamosa
berlapis. Laringofaring sering juga disebut dengan hipofaring. Laringofaring
merupakan tempat pertemuan antara saluran pernapasan dengan saluran
pencernaan. Saat proses menelan makanan makan makanan tersebut memiliki

9
“hak jalan” sehingga tertutupnya saluran pernapasan, karena itu kita tidak dapat
menelan sambil bernapas.

3. LARING

Laring atau organ suara adalah struktur epitel kartilago yang


menghubungkan faring dan trakea. Fungsi utama laring adalah untuk
memungkinkan tejadinya vokalisasi. Laring juga melindungi jalan napas bawah
dari obstruksi benda asing dan memudahkan batuk. Laring sering disebut sebagai
kotak suara dan terdiri atas:
a. Epiglotis: Daun katup kartilago yang menutupi ostium ke arah laring selama
menelan.
b. Glotis: Ostium antara pita suara dalam laring.
c. Kartilago tiroid: Kartilago terbesar pada trakea, sebagian dari kartilago ini
membentuk jakun.
d. Kartilago krikoid: Satu-satunya cincin kartilago yang komplit dalam laring
(terletak di bawah katilago tiroid).
e. Kartilago aritenoid: Digunakan dalam gerakan pita suara dengan kartilago tiroid.
f. Pita suara: Ligamen yang dikontrol oleh gerakan otot yang menghasilkan bunyi
suara.

4. TRAKEA

Trakea dalam bahasa indonesia sering disebut dengan batang tenggorokan.


Trakea adalah bagian dari sistem pernafasan berbentuk pita tabung dengan
panjang 10-16 cm dan diameter sekitar 20-25 mm. Trakea terletak setelah laring
dan sebelum bronkus serta bersebelahan dengan esofagus. Trakea merupakan
organ yang berfungsi untuk menyalurkan udara yang masuk ke bronkus dan
alveolus sekaligus menyaring debu atau kotoran yang terdapat didalam udara
tersebut.

Selain itu juga, trakea dapat menjaga kelembaban udara serta ikut dalam
mengatur suhu udara karena memiliki lendir atau mukus pada mukosa. Sebagian
dinding trakea menyatu dengan dinding organ pencernaan, yaitu esofagus. Jadi,
trakea juga memiliki pengaruh terhadap proses pencernaan pada manusia.

10
Apabila terjadi sumbatan pada trakea maka akan menjadi masalah juga bagi
esofagus yang melekat dengannya.

Perlekatan trakea dengan esofagus mencegah benda berbahaya masuk ke


dalam paru-paru. Ketika ada benda asing yang masuk melalui saluran pernapasan
dan sampai ke trakea, maka benda tersebut akan terjebak dan melekat pada lendir
trakea yang lengket. Kemudian benda atau bakteri itu akan dikeluarkan dari
tubuh dalam bentuk dahak atau cairan kental (karena bercampur dengan mukus

trakea).

Trakea merupakan tabung yang dibentuk oleh 16 – 20 cincin tulang rawan


yang berbentuk seperti huruf C. Cincin ini tidak berbentuk lingkaran karena
kedua ujungnya tidak menyatu akibat penempelan esofagus pada dinding trakea.
Selain itu hal ini juga berguna agar trakea tetap terbuka serta melakukan sedikit
perubahan diameternya ketika dibutuhkan sehingga udara masuk dan keluar
dengan lancar. Cincin ini juga diikat bersama dengan jaringan fribrosa. Trakea
bersifat kuat, tetapi juga elastis. Trakea disusun oleh epitel bersilia yang memiliki
sel goblet, sel ini akan menghasilkan mukus (cairan kental/lendir) yang
melindungi dinding trakea. Ketika hampir sampai ke paru, struktur trakea
membentuk dua cabang (kiri dan kanan) yang akan berhubungan langsung
dengan bronkus, alveolus dan paru-paru.

Struktur trakea

Dinding Trakea disusun oleh 3 lapisan, yaitu (dari dalam keluar) :

1. Lapisan Dalam (Jaringan Mukosa)

Lapisan mukosa pada trakea disusun oleh sel epitel silindris bersilia dengan
sel goblet. Lapisan ini berfungsi untuk menghasilkan mukus (lendir/cairan kental)
yang melindungi dinding trakea juga untuk melindungi saluran pernapasan dari
benda asing (proteksi).

11
2. Lapisan Tengah (Jaringan Otot dan Tulang Rawan)

Lapisan tulang rawan merupakan lapisan tempat terletaknya tulang rawan


berbentuk sepertin huruf C. Bagian yang terbuka pada tulang rawan ini terletak
pada bagian posterior (belakang)nya yaitu tempat bertemunya trakea dengan
esofagus. Di sekitar cincin tulang rawan tersebut terdapat jaringan otot yang
berupa otot polos, fungsinya adalah untuk pergerakan pernapasan, mengontrol
refleks batuk atau tersedak. Pada lapisan ini juga terdapat struktur yang
mengubungkan antar cincin tulang rawan trakea serta menjaga kedua ujung cincin
tetap dalam keadaan optimalnya.

3. Lapisan Terluar Adventitia (Jaringan Ikat)

Merupakan lapisan terluar yang disusun oleh jaringan ikat. Pada lapisan ini
juga dapat ditemukan pembuluh darah, saraf, dan jaringan lemak.

Beberapa sumber lain juga menyebutkan bahwa dinding trakea memiliki 4


lapisan, satu lapisan lagi yang dimaksud adalah lapisan submukosa yang terletak
setelah lapisan mukosa. Lapisan submukosa ini tersusun oleh jaringan ikat yang
terlihat terpisah dari epitel pada lapisan mukosa. Pada lapisan ini dapat ditemukan
banyak pembuluh darah dan saraf. Lapisan ini memungkinkan terjadinya
pergerakan mukosa trakea.

B. ISPA
1. Pengertian
ISPA adalah penyakit yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari
saluran pernafasan mulai dari hidung hingga alveoli termasuk jaringan
adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura (Nelson, 2003).
Terjadi ISPA tentu bervariasi menurut beberapa faktor. Penyebaran dan
dampak penyait berkaitan dengan:
 Kondisi Lingkungan (misalnya polutan udara, kepadatan anggota
keluarga, kelembaban, kebersihan, musim, dan temperatur).
 Ketersediaan dan efektifitas pelayanan kesehatan dan langkah
pencegahan infeksi untuk mencegah penyebaran (misalnya, vaksin,
akses terhadap fasilitas pelayanan kesehatan, dan kepastian ruang
isolasi).
 Faktor Pejamu seperti usia, kebiasaan merokok, kemampuan pejamu
menularkan infeksi, status kekebalan, status gizi, infeksi sebelumnya,
atau infeksi serentak yang disebabkan oleh patogen lain dan kondisi
kesehatan lain.
 Karakteristik patogen seperti cara penularan, daya tular, faktor
virulensi (misalnya gen penyandi toksin), dan jumlah atau dosis
mikroba (ukuran inokulum).

12
2. Etiologi

Kebanyakan infeksi saluran pernapasan atas disebabkan oleh virus dan


mikroplasma. Etiologi ISPA terdiri dari 300 lebih jenis bakteri virus dan jamur.
Bakteri penyebab ISPA misalnya streptococcus hemolitikus, stafilococus,
pneumococcus, hemofilus influenza,bordetella pertussis dan korinebakterium
differia. (Achmadi dkk.,2004)

3. Manifestasi Klinik

Tanda-tanda bahaya dapat dilihat berdasarkan tanda-tanda klinis dan tanda-


tanda laboratoris.

Tanda-tanda klinis:
a. Pada sistem respiratorik adalah: tachypnea, napas tak teratur (apnea),
retraksi dinding thorak, napas cuping hidung, cyanosis, suara napas lemah
atau hilang, grunting expiratoir dan wheezing.
b. Pada sistem cardial adalah: tachycardia, bradycardia, hypertensi, hypotensi
dan cardiac arrest.
c. Pada sistem cerebral adalah : gelisah, mudah terangsang, sakit kepala,
bingung, papil bendung, kejang dan coma.
d. Pada hal umum adalah : letih dan berkeringat banyak.

Tanda-tanda laboratoris:
a. hypoxemia,
b. hypercapnia dan
c. acydosis (metabolik dan atau respiratorik)

4. Klasifikasi
Menurut derajat keparahannya, ISPA dapat dibagi menjadi tiga golongan yaitu
(Suyudi, 2002) :
a. ISPA ringan
b. ISPA sedang
c. ISPA berat
Berikut adalah gejala yang terjadi disetiap tipe ISPA.
a. Gejala ISPA ringan
Seseorang dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan gejala
sebagai berikut :
1) Batuk.
2) Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara
(misalnya pada waktu berbicara atau menangis).
3) Pilek yaitu mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung
4) Panas atau demam, suhu badan lebih dari 370C atau jika dahi anak
diraba dengan punggung tangan terasa panas.

13
b. Gejala ISPA sedang
Seseorang dinyatakan menderita ISPA sedang jika di jumpai gejala ISPA
ringan dengan disertai gejala sebagai berikut :
1) Suhu lebih dari 390C.
2) Tenggorokan berwarna merah.
3) Timbul bercak-bercak pada kulit menyerupai bercak campak
4) Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga.
5) Pernafasan berbunyi seperti mendengkur.
6) Pernafasan berbunyi seperti mencuit-cuit.

c. Gejala ISPA berat


Seseorang dinyatakan menderita ISPA berat jika ada gejala ISPA ringan
atau sedang disertai satu atau lebih gejala sebagai berikut:
1) Bibir atau kulit membiru
2) Lubang hidung kembang kempis (dengan cukup lebar) pada waktu
bernapas
3) Anak tidak sadar atau kesadarannya menurun
4) Pernafasan berbunyi mengorok dan anak tampak gelisah
5) Pernafasan menciut dan anak tampak gelisah
6) Sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernapas
7) Nadi cepat lebih dari 60 x/menit atau tidak teraba
8) Tenggorokan berwarna merah

5. Patofisiologi
Perjalanan klinis penyakit ISPA ini dapat dibagi menjadi empat tahap, yaitu:
a. Tahap prepatogenesis, penyebab telah ada tetapi penderita belum
menunjukkan reaksi apa-apa.
b. Tahap inkubasi, virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh
menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya
memang sudah rendah.
c. Tahap dini penyakit, dimulai dari munculnya gejala penyakit. Timbul gejala
demam dan batuk.
d. Tahap lanjut penyakit, dibagi menjadi empat, yaitu dapat sembuh
sempurna, sembuh dengan ateletaksis, menjadi kronis dan dapat meninggal
akibat pneumonia

6. Pemeriksaan Tes diagnostic


Test Diagnostik Penemuan

Pemeriksaan hitung darah Laju endapan darah meningkat

Pemeriksaan kultur/biakan kuman Positif sesuai dengan jenis kuman

Eritrosit Menurun (nilai normal 4,5-5,5

14
juta/mm3)

Leukosit Meningkat (nilai normal 500-


1000/mm3)

Hemoglobin Menurun (nilai normal Laki-laki:


13-16gr%, Perempuan: 12-14gr%)

Urinalysis Albuminuria

7. Penatalaksanaan Medik

Penatalaksanaan ISPA meliputi langkah atau tindakan sebagai berikut:


a. Upaya pencegahan
1) Menjaga keadaan gizi agar tetap baik.
2) Immunisasi.
3) Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan.
4) Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA.
5) Penggunaan masker dan menutup mulut
6) Istirahat yang cukup
7) Olahraga secara rutin
b. Pengobatan dan perawatan
Prinsip perawatan ISPA antara lain :
1) Meningkatkan istirahat minimal 8 jam perhari
2) Meningkatkan makanan bergizi
3) Bila demam beri kompres dan banyak minum
4) Bila hidung tersumbat karena pilek bersihkan lubang hidung dengan
sapu tangan yang bersih
5) Bila badan seseorang demam gunakan pakaian yang cukup tipis tidak
terlalu ketat.
6) Bila terserang pada anak tetap berikan makanan dan ASI bila anak
tersebut masih menetek.
Pengobatan antara lain :
1) Mengatasi panas (demam) dengan memberikan parasetamol atau dengan
kompres, bayi dibawah 2 bulan dengan demam harus segera dirujuk.
Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6 jam untuk waktu 2 hari. Cara
pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan dosisnya, kemudian digerus
dan diminumkan. Memberikan kompres, dengan menggunakan kain
bersih, celupkan pada air (tidak perlu air es).
2) Mengatasi batuk dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu
ramuan tradisional yaitu jeruk nipis ½ sendok teh dicampur dengan
kecap atau madu ½ sendok teh , diberikan tiga kali sehari.

15
8. Komplikasi
Pada infeksi saluran pernafasan atas (ispa) antara lain:
1. Influenza
2. Sinusitis
3. Faringitis
4. Laringitis
5. Tonsilitis

C. INFLUENZA
1. Pengertian
Influenza merupakan sinonim dari flu atau common cold. Influenza
merupakan infeksi saluran pernafasan atas yang di sebabkan oleh virus yang
menjangkiti pasien pada semua tingkat usia. Istilah “common cold” lebih
menjelaskan suatu kompleks gejala daripada suatu penyakit tertentu, yang
memiliki ciri seperti hidung tersumbat (nasal congestion), suara serak, (sore
throat), dan batuk.

2. Etiologi
Berbagai virus yang menyebabkan terjadinya Influenza:
1. Rhinovirus
2. Virus influenza A, B, C
3. Virus parainfluenza
4. Virus sinsisial pernafasan.
Semuanya mudah ditularkan melalui ludah yang dibatukkan atau
dibersinkan oleh penderita lewat udara,yang kemudian masuk melalui saluran
pernapasan orang yang ditularkan lalu menginfeksi pada bagian tubuh yang
pertahanannya melemah.
Pada saat ini dikenal 3 tipe virus influenza yakni A,B dan C. Ketiga
tipe ini dapat dibedakan dengan complement fixation test:

 Tipe A adalah tipe influenza dapat menginfeksi kuda, babi, anjing laut,
ikan paus dan binatang lainnya.
 Tipe B biasanya hanya menyebabkan penyakit yang lebih ringan
daripada tipe A dan kadang kadang saja sampai mengakibatkan
epidemic.
 Tipe C adalah tipe yang diragukan patogenitasnya untuk manusia,
mungkin hanya menyebabkan gangguan ringan saja. Virus penyebab
influenza merupakan suatu orthomyxovirus golongan RNA dan
berdasarkan namanya sudah jelas bahwa virus ini mempunyai afinitas
untuk myxo atau musin.

16
3. Patofisiologi
Transmisi virus influenza lewat partikel udara dan lokalisasinya di
traktus respiratorius. Penularan bergantung pada ukuran partikel (droplet)
yang membawa virus tersebut masuk ke dalam saluran napas. Pada dosis
infeksius 10 virus/droplet 50% orang-orang yang terserang dosis ini akan
menderita influenza. Virus akan melekat pada epitel sel di hidung dan
bronkus.
Setelah virus berhasil menerobos masuk ke dalam sel, dalam beberapa
jam sudah mengalami replikasi. Partikel-partikel virus baru ini kemudian akan
menggabungkan diri dekat permukaan sel, dan langsung dapat meninggalkan
sel untuk pindah ke sel lain. Virus influenza dapat mengakibatkan demam
tetapi tidak sehebat efek pirogen lipopoli-sakarida kuman Gram negatif.

4. Manifestasi Klinik
a. Kongesti nasal
b. Sakit tenggorokan
c. Bersin-bersin
d. Malaise
e. Demam
f. Menggigil
g. Sering sakit kepala serta sakit otot

5. Komplikasi
d. Pnemonia (infeksi paru)
e. Pembengkakan amandel (tonsilitis)
f. Infeksi telinga
g. Bronkitis
h. Dehidrasi
i. Meningitis

6. Pemeriksaan diagnostik

Test Diagnostik Penemuan


Tes Laboratorium Positif untuk virus influenza
Kultur jaringan nasal
atau sekret pharyngeal.
Kultur sputum. Positif untuk bakteri pada infeksi
sekunder
Fluorescent antibody yang Positif untuk virus infuen
mengotori sekret.
Hemagglutination inhibition Meningkat 4 x pada antibody
or complement fixation antara tahap akut dan
test pemulihan.
Urinalysis Albuminuria

17
Kecepatan sedimentasi Erythrosit
meninggi
Jumlah WBC Leukopenia (< 5000 mm3) atau
leukositosis (11.000-15.000
mm3).
Hemoglobin Meningkat
(Normal: wanita:12-16gr/dL
Pria: 14-18gr/dL)
Hematocrit Meningkat (Normal: 2-8% dari
jumlah nilai leukosit normal)

7. Penatalaksanaan Medis

Tidak terdapat tindakan yang spesifik untuk pasien dengan common cold.
Manajemen media yang biasa dilakukan berupa :

a. Memberikan obat yang bersifat simptomatik (sesuai dengan gejala yang muncul)
sebab antibiotik tidak efektif untuk infeksi virus.
b. Menyarankan pasien agar melakukan bedrest.
c. Meningkatkan intake cairan jika tak ada kontra indikasi.
d. Memberikan obat kumur untuk menurunkan nyeri tenggorokan.
e. Memeberikan anti histamin untuk menurunkan rinorrhea.
f. Memberikan vitamin C dan ekspektoran.
g. Menghirup udara hangat
h. Memberikan vaksinasi.

Pengobatan:
a. Antipyretic : ASA 600 mg secara oral, 4 jam bagi dewasa
Antipiretik adalah obat yang dapat menurunkan panas,hanya menurunkan
temmperatur tubuh saat panas dan tidak efektif pada orang normal. Mekanisme
kerja obat antipiretik yaitu dengan cara menghambat produksi prostaglandin di
hipotalamus anterior. Yang meningkat sebagai respon adanya pirogen endogen.
Macam macam obat antipiretik yaitu parasetamol,Panadol,parasetol, paraco,
praxion, primadol,santol, zakoldin.
b. Agent antitussive : Terpin hydrat dengan codeine, 5-10 ml PO q 3-4 jam untuk
dewasa apabila batuk.
c. Agent antiinfektif : Amantadine 100 mg PO atau untuk durasi epidemic (3-6
minggu) untuk orang-orang beresiko tinggi berumur diatas 9 tahun bisa juga
diberikan kepada orang-orang berumur diatas 65 tahun tetapi takaran dikurangi
untuk orang dengan gagal fungsi.
d. Imunisasi aktif : Vaccine, 0,5ml IM untuk dewasa. Vaksin ini harus diulangi
secara tahunan pada individu-individu yang sudah tua, orang-orang dewasa yang
sakit kronis, anak-anak dengan jantung kronis atau penyakit paru.

18
D. SINUSITIS
1. Pengertian
Sinusitis adalah peradangan yang terjadi pada rongga sinus. Sinus atau sering
pula disebut dengan sinus paranasalis adalah rongga udara yang terdapat pada
bagian padat dari tulang tengkorak di sekitar wajah, yang berfungsi untuk
memperingan tulang tengkorak. Rongga ini berjumlah empat pasang, kiri dan
kanan. Sinus frontalis terletak di bagian dahi, sinus maksilaris terletak di belakang
pipi, sedangkan sinus sphenoid dan sinus ethmoid terletak agak lebih dalam di
belakang rongga mata dan di belakang sinus maksilaris.
Dinding sinus terutama dibentuk oleh sel-sel penghasil cairan mukus. Udara
masuk ke dalam sinus melalui sebuah lubang kecil yang menghubungkan antara
rongga sinus dengan rongga hidung yang disebut dengan ostia. Jika lubang ini
buntu maka udara tidak akan bisa keluar masuk dan cairan mukus yang diproduksi
di dalam sinus tidak akan bisa dikeluarkan.

2. Etiologi
Pada Sinusitis akut, yaitu:

a. Infeksi Virus Sinusitis akut bisa terjadi setelah adanya infeksi virus pada
saluran pernafasan bagian atas ( mis Influenza virus, Rhinovirus.)
b. Bakteri
Dalam tubuh manusia terdapat beberapa jenis bakteri yang dalam
keadaan normal tidak menimbulkan penyakit. Jika system pertahanan tubuh
menurun atau drainase dari sinus tersumbat akibat pilek atau infeksi virus
lainnya, maka bakteri yang sebelumnya tidak berbahaya akan berkembang
biak dan menyusup ke dalam sinus, sehingga terjadi infeksi sinus akut.
c. Infeksi jamur
Dapat menyebabkan sinusitis akut pada penderita gangguan system
kekebalan, contoh jamur Aspergillus.
d. Peradangan menahun pada saluran hidung
e. Pada penderita rhinitis alergi.
f. Septum nasi yang bengkok
g. Tonsillitis yang kronik

Pada Sinusitis Kronik, yaitu:

a. Sinusitis akut yang sering kambuh atau tidak sembuh.


b. Alergi
c. Karies dentis ( gigi geraham atas)
d. Septum nasi yang bengkok dan sinus paranasal
e. Tumor di hidung dan sinus paranasal.

19
3. Manifestasi Klinik
Keluhan utama berkaitan dengan nyeri dan tekanan pada sinus yang disertai
dengan sinus kepala, febris, pilek kental, berbau, dan bisa bercampur darah.
- Nyeri :
Pipi : biasanya unilateral
Kepala : biasanya homolateral, terutama pada sore hari
Gigi (geraham atas) homolateral.
- Hidung :
Buntu homolateral
Suara bindeng.
1) Pada sinusitis akut, pasien akan mengalami nyeri yang amat sangat dan
sifatnya menetap
2) Pada sinusitis kronik, sering tidak nyeri,sifatnya menetap dan juga bisa
hilang. Tekanan dan nyeri yang dirasakan akan semakin memberat dalam
3-4 jam sebelum tidur, karena akumulasi pada sinus, gejala lainnya
menunjukkan adanya demam, sakit tenggorokan, postnasaldrips, dan aliran
secret dari nasal.

4. Klasifikasi Sinusitis
Sinusitis sendiri dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu:
a. Sinusitis akut : Suatu proses infeksi di dalam sinus yang berlansung selama
3 minggu. Macam-macam sinusitis akut : sinusitis maksila akut, sinusitis
emtmoidal akut, sinus frontal akut, dan sinus sphenoid akut.
b. Sinusitis kronis : Suatu proses infeksi di dalam sinus yang berlansung
selama 3-8 minggu tetapi dapat juga berlanjut sampai berbulan-bulan
bahkan bertahun-tahun.

5. Patofisiologi
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan
kelancaran klirens dari mukosiliar di dalam komplek osteo meatal (KOM).
Disamping itu mukus juga mengandung substansi antimikrobial dan zat-zat
yang berfungsi sebagai pertahanan terhadap kuman yang masuk bersama
udara pernafasan.
Bila terinfeksi organ yang membentuk KOM mengalami oedem, sehingga
mukosa yang berhadapan akan saling bertemu. Hal ini menyebabkan silia
tidak dapat bergerak dan juga menyebabkan tersumbatnya ostium. Hal ini
menimbulkan tekanan negatif didalam rongga sinus yang menyebabkan
terjadinya transudasi atau penghambatan drainase sinus. Efek awal yang
ditimbulkan adalah keluarnya cairan serous yang dianggap sebagai sinusitis
non bakterial yang dapat sembuh tanpa pengobatan. Bila tidak sembuh maka
sekret yang tertumpuk dalam sinus ini akan menjadi media yang poten untuk
tumbuh dan multiplikasi bakteri, dan sekret akan berubah menjadi purulen
yang disebut sinusitis akut bakterialis yang membutuhkan terapi antibiotik.

20
Jika terapi inadekuat maka keadaan ini bisa berlanjut, akan terjadi hipoksia
dan bakteri anaerob akan semakin berkembang. Keadaan ini menyebabkan
perubahan kronik dari mukosa yaitu hipertrofi, polipoid atau pembentukan
polip dan kista.

6. Tes Diagnostik
Test Diagnostik Penemuan
Rinoskopi anterior Mukosa yang edema dan hiperemis,
terlihat secret mukopus pada meatus
media.
Rinoskopi posterior Secret yang perulen di nasofaring
Transiluminasi Pada sinusitis ethmoidalis, daerah
glabella tampak kesuraman
X foto sinus paranasalis Kesuraman, gambaran
“airfluidlevel”, penealan mukosa

7. Penatalaksanaan Medis
a. Sinusitis Akut
Tujuan pengobatan sinusitis akut adalah mengontrol infeksi, memulihkan
kondisi mukosa, nasal, dan menghilangkan nyeri.
1. Pemberian antibiotic: amoksilin dan ampisilin
2. Irigasi hidung : efektif membuka sumbatan saluran sehingga
memungkinkan drainase, eksudat purulent.
3. Dekongestal oral adalah Drixoral dimetap
4. Kongestan oral adalah drixomal dr dan dimetap
5. Dekongestan tropical yang umum, diberikan afrin dan otrifin

b. Sinusitis Kronik
Penatalaksanaan sinusitis kronik sama dengan penatalaksanaan sinusitis
akut, pembedahan diindikasi pada sinusitis kronik untuk memperbaiki
deformitas structural yang menyumbat ostia (ostium) sinus. Pembedahan dapat
mencakup eksisi atau kauterisasi polip, perbaikan penyimpanan septum dan
menginsisi serta mendrainase sinus. Sebagian pasien dengan sinusitis kronis
parah mendapat kesembuhan dengan cara pindah ke daerah dengan iklim yang
kering.

8. Komplikasi
a. Kelainan orbital
Sinusitis ethmoidalis merupakan penyebab komplikasi pada orbita
yang tersering. Pembengkakan orbita dapat merupakan manifestasi
ethmoidalis akut, namun sinus frontalis dan sinus maksilaris juga terletak
di dekat orbita dan dapat menimbulkan infeksi isi orbita juga.
Pada komplikasi ini terdapat lima tahapan :
1. Peradangan atau reaksi edema yang ringan.

21
Terjadi pada isi orbita akibat infeksi sinus ethmoidalis
didekatnya. Keadaan ini terutama ditemukan pada anak, karena
lamina papirasea yang memisahkan orbita dan sinus ethmoidalis
sering kali merekah pada kelompok umur ini.
2. Selulitis orbita
Edema bersifat difus dan bakteri telah secara aktif menginvasi
isi orbita namun pus belum terbentuk.
3. Abses subperiosteal
Pus terkumpul diantara periorbita dan dinding tulang orbita
menyebabkan proptosis dan kemosis.
4. Abses orbita
Telah menembus periosteum dan bercampur dengan isi orbita.
Tahap ini disertai dengan gejala sisa neuritis optik dan kebutaan
unilateral yang lebih serius. Keterbatasan gerak otot ekstraokular
mata yang tersering dan kemosis konjungtiva merupakan tanda khas
abses orbita, juga proptosis yang makin bertambah.
5. Thrombosis sinus kavemosus
Akibat penyebaran bakteri melalui saluran vena kedalam sinus
kavernosus, kemudian terbentuk suatu tromboflebitis septik.

b. Kelainan intracranial
1. Meningitis akut
Salah satu komplikasi sinusitis yang terberat adalah meningitis
akut, infeksi dari sinus paranasalis dapat menyebar sepanjang saluran
vena atau langsung dari sinus yang berdekatan, seperti lewat dinding
posterior sinus frontalis atau melalui lamina kribriformis di dekat
sistem sel udara ethmoidalis.
2. Abses dura
Kumpulan pus diantara dura dan tabula interna kranium, sering kali
mengikuti sinusitis frontalis. Proses ini timbul lambat, sehingga pasien
hanya mengeluh nyeri kepala dan sebelum pus yang terkumpul mampu
menimbulkan tekanan intra kranial.
3. Abses subdural
Kumpulan pus diantara duramater dan arachnoid atau permukaan
otak. Gejala yang timbul sama dengan abses dura.

4. Abses otak
Setelah sistem vena, dapat mukoperiosteum sinus terinfeksi, maka
dapat terjadi perluasan metastatik secara hematogen ke dalam otak.

c. Osteitis dan Osteomylitis.


Penyebab tersering osteomielitis dan abses subperiosteal pada tulang
frontalis adalah infeksi sinus frontalis. Nyeri tekan dahi setempat sangat
berat. Gejala sistemik berupa malaise, demam dan menggigil.

22
d. Mukokel
Suatu kista yang mengandung mukus yang timbul dalam sinus, kista
ini paling sering ditemukan pada sinus maksilaris, sering disebut sebagai
kista retensi mukus dan biasanya tidak berbahaya.
Dalam sinus frontalis, ethmoidalis dan sfenoidalis, kista ini dapat
membesar dan melalui atrofi tekanan mengikis struktur sekitarnya. Kista
ini dapat bermanifestasi sebagai pembengkakan pada dahi atau fenestra
nasalis dan dapat menggeser mata ke lateral. Dalam sinus sfenoidalis, kista
dapat menimbulkan diplopia dan gangguan penglihatan dengan menekan
saraf didekatnya.

e. Pyokokel

Mukokel terinfeksi, gejala piokel hampir sama dengan mukokel


meskipun lebih akut dan lebih berat. Jika dalam 7-10 hari terus
menunjukkan gejala maka sinus perlu diirigasi.

E. FARINGITIS
1. Pengertian
Faringitis (pharyngitis) adalah suatu penyakit peradangan yang menyerang
faring atau tenggorokan yang disebabkan oleh bakteri atau virus tertentu.
Kadang juga disebut sebagai radang tenggorokan.

2. Etiologi
Faringitis disebabkan oleh bakteri dan virus. Kebanyakan disebabkan oleh
virus, termasuk bakteri penyebab:
Bakteri yang menyebabkan faringitis antara lain:
1) Streptokokus grup A
2) Korinebakterium
3) Arkanobakterium
4) Streptococcus β hemolitikus.
5) Streptococcus viridians.
6) Streptococcus piyogenes
7) Neisseria gonorrhoeae atau Chlamydia pneumoniae.

Virus yang menyebabkan faringitis antara lain:


1) common cold/flu
2) Adenovirus
3) Mononukleosis atau HIV.
4) Virus influenza (A dan B).
5) Parainfluenza (tipe 1-4).
6) Adenovirus.
7) ECHO.

23
3. Manifestasi Klinik
Manifesstasi klinis akut:
a) Membran faring tampak merah
b) Folikel tonsil dan limfoid membengkak dan di selimuti oleh eksudat
c) Nodus limfe servikal membesar dan mengeras
d) Mungkin terdapat demam, malaise dan sakit tenggorokan
e) Serak, batuk, rhinitis bukan hal yang tidak lazim.
f) Muntah-muntah

Infeksi virus tidak terkompensasi biasanya hilang dengan segera,


dalam 3 sampai 10 hari setelah awitan. Namun, faringitis yang
disebabkan oleh bakteri yang lebih virulen seperti streptokokus group
A adalah penyakit yang lebih parah selama fase akut, dan jauh lebih
penting karena insiden dari bahaya komplikasi.

Manifestasi klinis kronis:


a) Rasa iritasi dan sesak yang konstan pada tenggorokan.
b) Lendir yang terkumpul dalam tenggorokan dan dikeluarkan dengan
batuk.
c) Kesulitan menelan.

4. Klasifikasi
Faringitis dapat dibedakan menjadi 2 yaitu:
a. Faringitis Akut
Adalah inflamasi febris tenggorok yang disebabkan oleh organisme
virus hampir 70%. Streptokokus group A adalah organisme bakteri
paling umum yang berkenaan dengan faringitis akut, yang kemudian
disebut sebagai “strep throat”.
b. Faringitis Kronis
Faringitis kronis umum terjadi pada individu dewasa yang bekerja
atau tinggal dalam lingkungan berdebu, menggunakan suara berlebihan,
menderita akibat batuk kronis, dan penggunaan habitual alkohol dan
tembakau.
Dikenali tiga jenis faringitis:
a. Hipertrofik : ditandai oleh penebalan umum dan kongesti membran
mukosa faring.
b. Atrofik: kemungkinan merupakan tahap lanjut dari jenis pertama
(membran tipis, keputihan, licin, dan pada waktunya berkerut).
c. Granular Kronik : (clegyman’s sore throat”), dengan beberapa
pembengkakan folikel limfe pada dinding faring.

5. Patofisiologi
Penularan terjadi melalui droplet (virus, bakteri, atau benda asing yang
ada di udara). Mikroorganisme tersebut masuk menginfiltrasi lapisan epitel

24
yang menyebabkan epitel terkikis tubuh berkompensasi sehingga jaringan
limfoid superficial bereaksi terjadi pembendungan radang maka timbul radang
pada tenggorok atau faringitis.

6. Tes Diagnostik

Test Diagnostik Penemuan


Tes Laboratorium Positif untuk streptokokus
Kultur jaringan nasal
atau sekret pharyngeal.
Kultur sputum. Positif untuk bakteri pada infeksi
sekunder
Pemeriksaan biopsy Positif
(menggunakan teknik (adanya peradangan virus atau
endoskopi) bakteri di sekitar faring)
Pemeriksaan rongga mulut Tonsil membengkak, hiperemis,
terdapat detritus, dan nyeri
tekan (berupa bercak folikel,
lacuna, bahkan membran)
Analisa gas darah(AGD) Nilai pH menurun (<7,25-7,55)
Kecepatan sedimentasi Erythrosit
meningkat
Jumlah WBC Peningkatan leukosit atau
Leukositosis (11.000-15.000
mm3).
Hemoglobin Meningkat
(Normal: wanita:12-16gr/dL
Pria: 14-18gr/dL)
Hematocrit Meningkat (Normal: 2-8% dari
jumlah nilai leukosit normal)
Trombosit Menurn atau trombositopenia (<
150.000-450.000)

7. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan Medik untuk faringitis akut :
Pengobatan dapat mencakup pemberian agens antimikrobial. Untuk
Streptokokus grup A, penisilin merupakan obat pilihan.
1. Antibiotik golongan penicilin atau sulfanomida
a. Faringitis streptokokus paling baik diobati peroral dengan
penisilin (125-250 mg penisilin V tiga kali sehari selama 10
hari)

25
b. Bila alergi penisilin dapat diberikan eritromisin (125 mg/6 jam
untuk usia 0-2 tahun dan 250 mg/6 jam untuk usia 2-8 tahun)
atau klindamisin.
2) Tirah Baring
3) Pemberian cairan yang adekuat
4) Diet ringan Diet cair/lunak pada tahap akut
5) Obat kumur hangat.
a. Berkumur dengan 3 gelas air hangat. Gelas pertama berupa air
hangat sehingga penderita dapat menahan cairan dngan rasa
enak. Gelas kedua dan ketiga dapae diberikan air yang lebih
hangat. Anjurkan setiap 2 jam. Obatnya yaitu:
b.Cairan saline isotonik (½ sendok teh garam dalam 8 oncesair
hangat)
c. Bubuk sodium perbonat (1 sendok teh bubuk dalam 8 ounces air
hangat). Hal ini terutama berguna pada infeksi vincent atau
penyakit mulut. (1 ounce = 28 g).

Penatalaksanaan Medik untuk Faringitis kronis :

1. Pengobatan faringitis kronis didasarkan pada penghilangan gejala :


a. Menghindari pemajanan terhadap iritan
b. Memperbaiki setiap gangguan saluran napas atas
c. Paru atau jantung yang mungkin mengakibatkan terhadap batuk
kronis.
2. Kongesti nasal mungkin dapat dihilangkan dengan sprei nasal atau
obat-obat yang mengandung epinefrin sulfat (afrin) atau feninefrin
hidroklorida (Neo-Synphrine).
3. Jika terdapat riwayat alergi, salah satu medikasi dekongestan
antihistamin, seperti Drixoral atau Dimetapp, diminum setiap 4
sampai 6 jam.
4. Malaise secara efektif dapat dikontrol dengan aspirin atau
asetaminofen.

8. Komplikasi
a. Otitis media purulenta bakterialis

Daerah telinga tengah normalnya adalah steril. Bakteri masuk melalui


tube eustacius akibat kontaminasi sekresi dalam nasofaring.

b. Abses Peritonsiler

Sumber infeksi berasal dari penjalaran faringitis/tonsilitis akut yang


mengalami supurasi, menembus kapsul tonsil.

26
c. Glomerulus Akut

Infeksi Streptokokus pada daerah faring masuk ke peredaran darah,


masuk ke ginjal. Proses autoimun kuman streptokokus yang nefritogen
dalam tubuh meimbulkan bahan autoimun yang merusak glomerulus.

d. Demam Reumatik

Infeksi streptoceal yang awalnya ditandai dengan luka pada tenggorok


akan menyebabkan peradangan dan pembentukan jaringan parut pada
katup-katup jantung, terutama pada katup mitral dan aorta.

e. Sinusitis

Sinusitis adalah radang sinus yang ada disekitar hidung dapat berupa
sinusitis maksilaris/frontalis. Sinusitis maksilaris disebabkan oleh
komplikasi peradangan jalan napas bagian atas (salah satunya faringitis),
dibantu oleh adanya faktor predisposisi. Penyakit ini dapat disebabkan
oleh kuman tunggal dan dapat juga campuran seperti streptokokus,
pneumokokus, hemophilus influenza dan kleb siella pneumoniae.

f. Meningitis

Infeksi bakteri pada daerah faring yang masuk ke peredaran darah,


kemudian masuk ke meningen dapat menyebabkan meningitis. Akan tetapi
komplikasi meningitis akibat faringitis jarang terjadi.

F. LARINGITIS
1. Pengertian
Laringitis adalah peradangan pada laring yang terjadi karena banyak sebab.
Imflamasi lain sering terjadi sebagai akibat terlalu banyak menggunakan suara,
pemajanan terhadap debu, bahan kimiawi, asap, dan polutan lainnya, atau sebagai
bagian dari infeksi saluran nafas atas. Kemungkinan juga disebabkan oleh infeksi
yang isolasi yang hanya mengenai pita suara.

2. Etiologi
Penyebab inflamasi ini hampir selalu virus. Invasi bakteri mungkin
sekunder. Laringitis biasanya berkaitan dengan rhinitis atau nasofaring. Awitan
infeksi mungkin berkaitan dengan pemajanan terhadap perubahan suhu
mendadak, defisiensi diet, malnutrisi dan tidak ada imunitas. Laringitis umum
terjadi pada musim dingin dan mudah ditularkan.

3. Manifestasi Klinik
1) Laringitis akut ditandai dengan suara serak atau tidak dapat mengeluarkan suara
sama sekali (afonia) dan batuk berat.

27
2) Laringitis kronis ditandai dengan suara serak yang persisten. Laringitis kronis
merupakan komplikaksi dari sinusitis akut dan bronchitis kronis.

4. Klasifikasi Laringitis
Laringitis diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu

1) Laringitis Akut : Bakteri (local) atau virus (sistemik). Biasanya


merupakan perluasan radang saluran napas atas oleh bakteri
Haemophilus Ifluenzae, Stafilococcus, dan Streptococcus.
2) Laringitis Kronik : Berdasarkan etiologi dapat dibagi atas laryngitis
kronik non spesifik dan spesifik. Laringitis kronik non spesifik dapat di
sebabkan faktor eksogen (rangsangan fisik oleh penyalahgunaan suara,
rangsangan kimia, infeksi kronik saluran napas atas atau bawah, asap
rokok) dan factor endrogen (bentuk tubuh, kelainan metabolic,)
sedangkan yang spesifik disebabkan tuberkulosis dan sifilis.

5. Patofisiologi
Hampir semua penyebab inflamasi ini adalah virus. Laringitis umum terjadi
pada musim dingin dan mudah ditularkan. Ini terjadi seiring dengan menurunnya
daya tahan tubuh dari host serta prevalensi virus yang meningkat. Laringitis ini
biasanya didahului oleh faringitis dan infeksi saluran nafas bagian atas lainnya.
Hal ini akan mengakibatkan iritasi mukosa saluran nafas atas dan merangsang
kelenjar mucus untuk memproduksi mucus secara berlebihan sehingga
menyumbat saluran nafas. Kondisi tersebut akan merangsang terjadinya batuk
hebat yang bisa menyebabkan iritasi pada laring.
Hal itu memacu terjadinya inflamasi pada laring tersebut. Inflamasi ini akan
menyebabkan nyeri akibat pengeluaran mediator kimia darah yang yang jika
berlebihan akan merangsang peningkatan suhu tubuh.

6. Pemeriksaan Diagnostik

Test Diagnostik Penemuan


Rontgen leher AP Tampak pembengkakan jaringan
subglotis
Pemeriksaan Laboratorium Leukosit meningkat
Pemeriksaan Laringoskopi Mukosa laring sangat sembab, hiperemis
dan tampak pembengkakkan
subglotis.
Pemeriksaan biopsy Positif ( adanya peradangan di area
laring)
Kultur Sputum Positif adanya bakteri

7. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis untuk laringitis akut :
a. Mengistirahatkan suara

28
b. Menghindari merokok
c. Istirahat ditempat tidur
d. Menghirup uap dingin atau aerosol.

Jika laringitis merupakan bagian dari infeksi pernafasan yang lebih


luas akibat organisme bakteri atau jika lebih parah, terapi antibiotic
yang tepat perlu di berikan. Sebagian besar pasien dapat sembuh dengan
pengobatan konservatif, namun laringitis cenderung lebih parah pada
pasien lansia dan dapat diperburuk oleh pneumonia.

Penatalaksanaan medis Untuk laringitis kronis ,


a. Pengobatannya termasuk mengistirahatkan suara
b. Menghilangkan setiap infeksi traktur respiratorius primer yang
mungkin ada.
c. Membatasi merokok.
d. Penggunaan kortikosteroid topical, seperti inhalasi beklometason
dipropionate (vanceril), dapat digunakan. Preparat ini tidak mempunyai
efek sistemik atau kerja lama dan dapat mengurangi reaksi inflamasi
local.

8. Komplikasi
Potensial komplikasi yang mungkin terjadi termasuk :
1) Distres pernafasan (hipoksia, obstruksi,jalan nafas, edema, trakea)
2) Hemoragi
3) Infeksi

G. TONSILITIS
1. Pengertian
Tonsilitis adalah infeksi atau peradangan pada tonsil.Tonsilitis akut
merupakan inveksi tonsil yang sifatnya akut, sedangkan tonsillitis kronik
merupakan tonsillitis yang terjadi berulang kali (Sjamsuhidayat & Jong,
1997).
Tonsil merupakan kumpulan besar jaringan limfoid di belakang faring yang
memiliki keaktifan munologik (Ganong, 1998). Tonsil berfungsi mencegah
agar infeksi tidak menyebar ke seluruh tubuh dengan cara menahan kuman
memasuki tubuh melalui mulut, hidung dan tenggorokan, oleh karena itu,
tidak jarang tonsil mengalami peradangan.

2. Etiologi
Tonsilitis disebabkan oleh streptokokus group A, sedangkan abses
peritonsilar adalah infeksi yang terjadi diatas tonsil dalam jaringan pilar
anteior dan palatum mole.
3. Manifestasi klinis
a. Sakit tenggorok

29
b. Demam dan mengigil
c. Kesulitan menelan
d. Malaise
e. Pernapasan adenoid
f. sakit dan demam
g. anak kecil harus diperiksa karena mereka belum dapet mengeluh secara
khusus, mengenai tenggorokannya.
h. Anak anak besar sakit ditenggorokannya.
i. Meradang
j. Membengkak
k. Dilapisi nanah serta eksudat

4. Patofisiologi
Bakteri atau virus memasuki tubuh melalui hidung atau mulut.
Amandel atau tonsil berperan sebagai filter, menyelimuti organisme yang
berbahaya tersebut. Hal ini akan memicu tubuh untuk membentuk antibody
terhadap infeksi yang akan datang akan tetapi kadang-kadang amandel sudah
kelelahan menahan infeksi atau virus.

Kuman menginfiltrasi lapisan epitel, bila epitel terkikis maka jaringan


limfoid superficial mengadakan reaksi.Terdapat pembendungan radang
dengan infiltrasi leukosit poli morfonuklear. Proses ini secara klinik tampak
pada korpus tonsil yang berisi bercak kuning yang disebut detritus. Detritus
merupakan kumpulan leukosit, bakteri dan epitel yang terlepas, suatu
tonsillitis akut dengan detritus disebut tonsillitis falikularis, bila bercak
detritus berdekatan menjadi satu maka terjadi tonsillitis lakunaris.Tonsilitis
dimulai dengan gejala sakit tenggorokan ringan hingga menjadi parah.Pasien
hanya mengeluh merasa sakit tenggorokannya sehingga berhenti makan.
Tonsilitis dapat menyebabkan kesukaran menelan, panas, bengkak, dan
kelenjar getah bening melemah didalam daerah sub mandibuler, sakit pada
sendi dan otot, kedinginan, seluruh tubuh sakit, sakit kepala dan biasanya sakit
pada telinga. Sekresi yang berlebih membuat pasien mengeluh sukar menelan,
belakang tenggorokan akan terasa mengental.

5. Pemeriksaan Diagnostik

Tes Diagnostik Penemuan


Leukosit Terjadi Peningkatan

Hemoglobin Terjadi Penurunan

Usap Tonsil Untuk pemeriksaan kultur


bakteri dan tes
sensitifitas obat

30
Pada pemeriksaan didapatkan pilar anterior hiperemis, tonsil biasanya
membesar (hipertrofi) terutama pada anak atau dapat juga mengecil (atrofi),
terutama pada dewasa, kripte melebar detritus (+) bila tonsil ditekan dan
pembesaran kelenjar limfe angulus mandibula.
(Aritomoyo D, 1980 dalam Farokah 2005).
Thane & Cody membagi pembesaran tonsil dalam ukuran T1 – T4 :
T1 : batas medial tonsil melewati pilar anterior sampai ¼ jarak pilar
anterior – uvula
T2: batas medial tonsil melewati ¼ jarak pilar anterior uvula sampai
½ jarak anterior – uvula
T3: batas medial tonsil melewati ½ jarak pilar anterior – uvula sampai
¾ jarak pilar anterior – uvula
T4: batas medial tonsil melewati ¾ jarak anterior – uvula atau lebih

6. Penatalaksanaan Medik
1) Klien istrirahat 6-8 jam/hari
2) Gunakan cairan kumur secara teratur
3) Pemberian cairan 2-2,5 liter/hari
4) Pemberian antibiotik
5) Insisi abses dan drainase
7. Komplikasi

Faringitis merupakan kompikasi tonsilitis yang paling banyak didapat yaitu:

a. Demam reumatik, yang dapat menyebabkan inflamasi sendi atau


kerusakan pada katup jantung. Demam reumatik ini merupakan
komplikasi yang paling sering terjadi dari faringitis.
b. Demam, yang ditandai dengan demam dan bintik kemerahan.
c. Glomerulonefritis, komplikasi berupa glomerulonefritis akut merupakan
respon inflamasi terhadapprotein M spesifi. Kompleks antigen-antibodi
yang terbentuk berakumulasi pada glomerolus ginjal yang akhirnya
menyebabkan glomerulonefritis ini.
d. Abses peritonsilar, biasanya disertai dengan nyeri faringeal, disfagia,
demam, dan dehidrasi.

31
I. ASUHAN KEPERAWATAN SISTEM INFEKSI PERNAFASAN SALURAN
ATAS (ISPA)
1. PENGKAJIAN
1.1 Identitas klien
Meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku,pekerjaan, status
perkawinan tanggal mrs, pengkajian, penanggung jawab, No. regester,
diagnosa masuk, alamat.
1.2 Riwayat kesehatan
 Keluhan Utama (demam, batuk,pilek,sakit tenggorokan)
 Riwayat kesehatan sekarang (kondisi klien saat diperiksa)
 Riwayat penyakit dahulu (apakah klien pernah mengalami penyakit
seperti yang dialami sekarang)
 Riwayat penyakit keluarga (adakah anggota keluarga yang pernah
mengalami sakit seperti klien)
Pemeriksaan fisik di fokuskan pada pengkajian sistem pernafasan:
1. Inspeksi
- Membran mukosa hidung-faring tampak kemerahan
- Tonsil tampak kemerahan dan edema
- Tampak batuk tidak produktif
- Tidak ada jaringan parut pada leher
- Tidak tampak penggunaan otot-otot pernafasan-pernafasan cuping
hidung
3) Palpasi
- Adanya demam
- Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah leher/nyeri tekan
pada nodus limfe servikalis
- Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid
4) Perkusi
- Suara paru normal (resonance)
5) Auskultasi
- Suara nafas vesikuler/ tidak terdengar ronchi pada kedua sisi paru

1.3 Pemeriksaan Fisik


1. Sistem Pernapasan:
 Inspeksi menunjukan pembengkakan, lesi, atau asimetris hidung,
pendarahan.
 Inspeksi mukosa hidung: warna kemerahan, pembengkakan tau
eksudat dan polip hidung, yang mungkin terjadi dalam rhinitis kronis.
 Palpasi sinus frontalis dan maksilaris, terhadap nyeri, tekan yang
menunjukan inflamasi.
 Inspeksi tenggorokan, warna kemerahan, lesi.
 Inspeksi tonsil dan faring, warna kemerahan, asimetris, adanya
drainase, ulserasi atau pembesaran.

32
 Palpasi trakhea, apakah posisi pada garis tengah leher, apakah ada
massa, deformitas.
 Palsasi nodus limfe leher: apakah terjadi pembesaran , nyeri tekan
yang berkaitan.
2. Sistem Penginderaan:
 Sakit telinga
 Pendengaran menurun
 Konjungtiva pucat

3. Sistem Pencernaan:
 Gangguan nutrisi
 Malaise
 Muntah-muntah
4. Sistem kardiovaskuler:
 Nafas tidak teratur
 Gagal jantung
5. Sistem Neurologi:
 Kelelahan
 Nyeri

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekresi berlebihan
akibat proses inflamasi
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses inflamasi pada saluran
pernafasan, adanya sekret
c. Risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
ketidak mampuan dalam memasukan dan mencerna makanan
d. Hipertermi berhubungan dengan invasi mikroorganisme
e. Nyeri yang berhubungan dengan proses inflamasi

3. INTERVENSI KEPERAWATAN
No. Diagnosa Keperawatan NOC NIC
1. Bersihan jalan napas tidak NOC: NIC
efektif - Respiratory status : Airway Manajemen
Definisi : Ventilation 1. Monitor status
Ketidakmampuan untuk - Respiratory status : oksigen pasien
membersihkan sekresi atau Airway patency 2. Auskultasi suara
obstruksi dari saluran - Aspiration Control nafas sebelum dan
pernafasan untuk sesudah suctioning.
mempertahankan kebersihan Tujuan dan Kriteria Hasil: 3. Pastikan kebutuhan
jalan nafas. setelah dilakukan tindakan oral/ tracheal
Batasan Karakteristik: keperawatan selama 2 x 24 suctioning
 Dispneu, Penurunan suara jam bersihan jalan napas 4. Minta klien nafas

33
nafas tidak efektof teratasi/ dalam sebelum
 Orthopneu berkurang dengan indicator : suction dilakukan.
 Cyanosis · Mendemonstrasikan 5. Berikan O2 dengan
 Kelainan suara nafas (rales, batuk efektif dan suara menggunakan nasal
wheezing) nafas yang bersih, tidak untuk memfasilitasi
 Kesulitan berbicara ada sianosis dan dyspneu suksion nasotrakeal
 Batuk, tidak efekotif atau (mampu mengeluarkan 6. Hentikan suksion
tidak ada sputum, mampu bernafas dan berikan
 Mata melebar dengan mudah, tidak ada oksigen apabila
pursed lips) pasien
 Produksi sputum
· Menunjukkan jalan menunjukkan
 Gelisah
nafas yang paten (klien bradikardi,
 Perubahan frekuensi dan
tidak merasa tercekik, peningkatan
irama nafas
irama nafas, frekuensi saturasi O2, dll.
pernafasan dalam rentang 7. Auskultasi suara
Faktor-Faktor yang
normal, tidak ada suara nafas, catat adanya
berhubungan:
nafas abnormal) suara tambahan
 Lingkungan : merokok,
· Mampu 8. Monitor respirasi
menghirup asap rokok,
mengidentifikasi-kan dan status O2
perokok pasif-POK, infeksi
dan mencegah factor 10. Identifikasi pasien
 Fisiologis : disfungsi
yang dapat menghambat perlunya
neuromuskular, hiperplasia
jalan nafas pemasangan alat
dinding bronkus, alergi
jalan nafas buatan
jalan nafas, asma.
11. Atur intake untuk
 Obstruksi jalan nafas : cairan
spasme jalan nafas, sekresi mengoptimalkan
tertahan, banyaknya keseimbangan
mukus, adanya jalan nafas 12. Posisikan pasien
buatan, sekresi bronkus, untuk
adanya eksudat di alveolus, memaksimalkan
adanya benda asing di jalan ventilasi
nafas. 13. Lakukan
fisioterapi dada jika
perlu
14. Keluarkan sekret
dengan batuk atau
suction
15. Berikan
bronkodilator bila
perlu

2. Ketidakefektifan Pola Nafas Status Pernapasan: Memfasilitasi Jalan

34
Definisi Kepatenan Jalan Napas Nafas
Inspirasi dan atau ekspirasi Status Pernapasan: Ventilasi 1. Membuka jalan
yang tidak menyediakan Status Tanda-Tanda Vital nafas dengan cara
ventilasi yang adekuat Setelah dilakukan tindakan dagu diangkat atau
batasan karakteristik keperawatan ...x24 jam klien rahang ditinggikan.
- Penurunan kapasitas dapat menunjukkan 2. Memposisikan
vital efektifnya pola nafas dengan pasien agar
- Penurunan tekanan kriteria hasil: mendapatkan
inspirasi  Klien tidak ventilasi yang
- Penurunan tekanan menunjukkan sesak maksimal.
ekspirasi nafas 3. Mengidentifikasi
- Perubahan gerakan  Tidak adanya suara pasien berdasarkan
dada nafas tambahan penghirupan nafas
- Napas dalam  Klien menunjukkan yang potensial
- Napas cuping hidung frekuensi nafas pada jalan nafas
- Fase ekspirasi yang dalam rentang 4. Memberikan terapi
lama normal fisik pada dada
- Penggunaan otot-otot  Perkembangan dada 5. Mengeluarkan
bantu untuk bernapas simetris sekret dengan cara
 Tidak menggunakan batuk atau
Faktor yang berhubungan otot pernafasan penyedotan
o Posisi tubuh tambahan 6. Mendengarkan
o Deformitas dinding dada bunyi nafas,
o Kerusakan kognitif mancatat daerah
o Kerusakan yang mangalami
muskuloskeletal penurunan atau ada
o Disfungsi neuromuskular tidaknya ventilasi
dan adanya bunyi
tambahan
7. Memberikan
oksigen yang tepat

Pemantauan
pernafasan
8. Monitor tingkat,
irama, kedalaman,
dan upaya
bernapas
9. Tentukan
kebutuhan untuk

35
suction
10. Lakukan
pengobatan terapi
pernapasan (seperti
nebulizer) jika
dibutuhkan

Peningkatan Batuk

11. Menginstruksikan
pasien untuk batuk
yang dimulai
dengan
penghirupan nafas
secara maksimal

Ventilasi Mekanik
12. Memeriksa
kelelahan otot
pernafasan
13. Memeriksa
gangguan pada
pernafasan
14. Merencanakan
dan
mengaplikasikan
ventilator
15. Memeriksa
ketidakefektifan
ventilasi mekanik
baik keadaan fisik
maupun mekanik
16. Memastikan
pertukaran
ventilasi setiap 24
jam
Pemeriksaan Tanda-
tanda Vital
17. Memeriksa
tekanan darah
,nadi, suhu tubuh,
dan pernapasan
dengan tepat.

36
18. Memeriksa
dengan tepat
tekanan darah
denyut nadi, dan
pernapasan
sebelum, selama,
dan sesudah
beraktivitas.
HE
19. Menginstruksikan
bagaimana batuk
yang efektif
20. Mengajarkan
pasien bagaimana
penghirupan
3. Risiko ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan Nutritiont
nutrisi tubuh : kurang dari keperawatan selama ...x24 Management
kebutuhan tubuh jam klien menunjukkan 1. Kaji adanya
Definisi nutrisi sesuai dengan alergi makanan
Ketidakseimbangan nutrisi kebutuhan tubuh dengan 2. Kaji kemampuan
adalah resiko asupan nutrisi kriteria hasil: pasien untuk
yang tidak mencukupi 1. Laporkan nutrisi adekuat mendapatkan
kebutuhan metabolik. 2. Masukan makanan dan nutrisi yang
Batasan Karakteristik cairan adekuat dibutuhkan
 Persepesi ketidakmampuan 3. Energi adekuat 3. Pantau adanya
untuk mencerna makanan. 4. Massa tubuh normal mual atau muntah.
 Kekurangan makanan 5. Ukuran biokimia normal 4. Yakinkan diet
 Tonus otot buruk Dengan skala : yang dimakan
 Kelemahan otot yang 1 = Sangat kompromi mengandung tinggi
berfungsi untuk menelan 2 = Cukup kompromi serat untuk
atau mengunyah 3 = Sedang kompromi mencegah
Faktor yang berhubungan 4 = Sedikit kompromi konstipasi
 Ketidakmampuan untuk 5 = Tidak kompromi 5. Berikan makanan
menelan atau mencerna yang terpilih (
makanan atau menyerap sudah
nurtien akibat faktor dikonsultasikan
biologi : dengan ahli gizi)
 Penyakit kronis Weight Management
7. Diskusikan
 Kesulitan mengunyah atau
bersama pasien
menelan
mengenai
hubungan antara
intake makanan,

37
latihan,
peningkatan BB
dan penurunan
BB.
8. Diskusikan
bersama pasien
mengani kondisi
medis yang dapat
mempengaruhi
BB
9. Diskusikan
bersama pasien
mengenai
kebiasaan, gaya
hidup dan factor
herediter yang
dapat
mempengaruhi
BB
11. Perkirakan BB
badan ideal
pasien
Weight reduction
Assistance

12. Fasilitasi
keinginan pasien
untuk menurunkan
BB
13. Perkirakan
bersama pasien
mengenai
penurunan BB
14. Tentukan tujuan
penurunan BB
15. Beri pujian/reward
saat pasien berhasil
mencapai tujuan
HE
16. Dorong pasien
untuk merubah
kebiasaan makan
17. Ajarkan pemilihan

38
makanan
18. Anjurkan pasien
untuk
meningkatkan
intake Fe, protein
dan vitamin C
19. Berikan informasi
tentang kebutuhan
nutrisi
20. Anjurkan klien
untuk makan
sedikit namun
sering.
21. Anjurkan keluarga
untuk tidak
membolehkan
anak makan-
makanan yang
banyak
mengandung
garam.

4. Hipertermi Thermoregulation Fever treatment


Definisi : suhu tubuh naik - Monitor suhu
diatas rentang normal Setelah dilakukan tindakan sesering mungkin
keperawatan selama 1x24 - Monitor warna
Batasan Karakteristik: jam diharapkan suhu tubuh dan suhu kulit
- kenaikan suhu tubuh diatas kembali normal dengan - Monitor tekanan
rentang normal Kriteria Hasil : darah, nadi dan RR
- serangan atau konvulsi - Suhu tubuh dalam - Monitor
(kejang) rentang normal penurunan tingkat
- kulit kemeraha - Nadi dan RR dalam kesadaran
- pertambahan RR rentang normal - Monitor WBC,
- takikardi - Tidak ada perubahan Hb, dan Hct
- saat disentuh tangan terasa warna kulit dan - Monitor intake
hangat tidak ada pusing dan output
- Berikan anti
Faktor faktor yang piretik
berhubungan : - Berikan

39
- penyakit/ trauma pengobatan untuk
- peningkatan metabolisme mengatasi
- aktivitas yang berlebih penyebab demam
- pengaruh medikasi/anastesi - Selimuti pasien
- - Berikan cairan
ketidakmampuan/penurun intravena
an kemampuan untuk - Kompres pasien
berkeringat pada lipat paha dan
- terpapar dilingkungan aksila
panas - Tingkatkan
- dehidrasi sirkulasi udara
- pakaian yang tidak tepat - Berikan
pengobatan untuk
mencegah
terjadinya
menggigil
Temperature
regulation
- Monitor suhu
minimal tiap 2 jam
- Rencanakan
monitoring suhu
secara kontinyu
- Tingkatkan
intake cairan dan
nutrisi
- Ajarkan pada
pasien cara
mencegah keletihan
akibat panas
Vital sign
Monitoring
- Monitor TD,
nadi, suhu, dan RR
- Catat adanya
fluktuasi tekanan
darah
- Monitor pola
pernapasan
abnormal
- Monitor suhu,
warna, dan
kelembaban kulit

40
- Monitor sianosis
perifer
- Identifikasi
penyebab dari
perubahan vital
sign
5. Nyeri NOC NIC
Definisi:  Pain Level, Pain Management
Sensori yang tidak  pain control, 1. Lakukan
menyenangkan dan  comfort level pengkajian nyeri
pengalaman emosional yang secara
muncul secara aktual atau Tujuan dan kriteria hasil : komprehensif
potensial kerusakan jaringan Setelah dilakukan tindakan termasuk lokasi,
atau menggambarkan adanya keperawatan selama 2 x 24 karakteristik,
kerusakan (Asosiasi Studi jam, nyeri berkurang atau durasi, frekuensi,
Nyeri Internasional):serangan terkontrol. kualitas
mendadak atau pelan · Mampu mengontrol dan faktor
intensitasnya dari ringan nyeri (tahu penyebab presipitasi
sampai berat yang dapat nyeri, mampu 2. Observasi reaksi
diantisipasi dengan akhir yang · Menggunakan tehnik nonverbal dari
dapat diprediksi dan dengan nonfarmakologi ketidaknyamanan
durasi kurang dari 6 bulan. · untuk mengurangi 3. Kaji kultur yang
Batasan karakteristik: nyeri, mencari bantuan) mempengaruhi
- -Mengungkapkan secara verbal · Melaporkan bahwa respon nyeri
atau melaporkan dengan nyeri berkurang dengan 4. Kaji tipe dan
isyarat menggunakan sumber nyeri untuk
-Posisi untuk menghindari manajemen nyeri menentukan
nyeri · Mampu mengenali intervensi
-Mengkomunikasikan nyeri (skala, intensitas, 5. Monitor
deskriptor nyeri (misalnya frekuensi dan tanda penerimaan klien
rasa tidak nyaman). nyeri) tentang manajemen
· Menyatakan rasa nyeri
Faktor yang berhubungan : nyaman setelah 6. Gunakan teknik
 Agen-agen penyebab · nyeri berkurang komunikasi
cedera (misalnya biologis, · Tanda vital dalam terapeutik untuk
kimia, fisik dan rentang normal mengetahui
psikologis. pengalaman nyeri
klien
7. Kontrol
lingkungan yang
dapat
mempengaruhi
nyeri seperti suhu

41
ruangan,
pencahayaan dan
kebisingan
8. Kurangi faktor
presipitasi nyeri
9. Evaluasi
keefektifan kontrol
nyeri
10. Tingkatkan
istirahat
11. Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologi,
nonfarmakologi
dan inter personal)
12. Berikan analgetik
untuk mengurangi
nyeri
13. Kolaborasikan
dengan dokter jika
ada keluhan dan
tindakan nyeri tidak
berhasil
Analgesic
Administration
14. Tentukan lokasi,
karakteristik,
kualitas, dan derajat
nyeri sebelum
pemberian obat
15. Cek instruksi
dokter tentang jenis
obat, dosis, dan
frekuensi
16. Cek riwayat alergi
17. Monitor vital sign
sebelum dan
sesudah pemberian
analgesik pertama
kali
18. Pilih analgesik
yang diperlukan
atau kombinasi dari

42
analgesik ketika
pemberian lebih
dari satu
19. Evaluasi
efektivitas
analgesik, tanda
dan gejala (efek
samping)
20. Tentukan pilihan
analgesik
tergantung tipe dan
beratnya nyeri
21. Tentukan
analgesik pilihan,
rute pemberian, dan
dosis optimal
22. Pilih rute
pemberian secara
IV, IM untuk
pengobatan nyeri
secara teratur
23. Berikan analgesik
tepat waktu
terutama saat nyeri
hebat
HE :
24. Instrusikan pasien
untuk
menginformasikan
kepada peraway
jika peredaan nyeri
tidak dapat dicapai
25. Informasikan
kepada klien
tentang prosedur
yang dapat
meningkatkan
nyeri dan tawarkan
strategi koping
yang disarankan.
26. Berikan informasi
tentang nyeri,
seperti penyebab

43
nyeri, berapa lama
akan berlangsung,
dan antisipasi
ketidaknyamanan
akibat prosedur

4. EVALUASI KEPERAWATAN
a. Bersihan jalan nafas efektif
1) Frekuensi nafas normal.
2) Bunyi nafas bersih.
3) Jalan nafas klien bersih.
b. Kenyamanaan klien meningkat.
1) Nyeri berkurang atau hilang.
2) Skala nyeri 0-3.
c. Komunikasi lancar.
1) Klien dapat melakukan komunikasi non verbal.
2) Klien mampu melakukan komunikasi melalui tulisan.
d. Intake cairan adekuat
1) Intake cairan 2-3 liter/ hari.
2) Tidak terdapat tanda-tanda dehidrasi.
3) Suhu tubuh normal.
e. Pemahaman klien tentang penyakit meningkat, yaitu dalam hal
1) Pencegahan infeksi
2) Diet
3) Istirahat
4) Pengobatan

44
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Infeksi saluran pernafasan adalah suatu keadaan dimana saluran pernafasan (hidung,
pharing dan laring) mengalami inflamasi yang menyebabkan terjadinya obstruksi jalan
nafas dan akan menyebabkan retraksi dinding dada pada saat melakukan pernafasan.
ISPA adalah infeksi saluran pernapasan yang berlangsung sampai 14 hari,
sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan hanya bersifat ringan seperti batuk, pilek
dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik, namun demikian anak akan
menderita pneumoni bila infeksi paru ini tidak diobati dengan antibiotik dapat
mengakibat kematian.
Diagnosa yang mungkin muncul adalah :
a. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekresi berlebihan
akibat proses inflamasi
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses inflamasi pada saluran
pernafasan, adanya sekret
c. Risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
ketidak mampuan dalam memasukan dan mencerna makanan
d. Hipertermi berhubungan dengan invasi mikroorganisme
e. Nyeri yang berhubungan dengan proses inflamasi

B. SARAN

Sebagai mahasiswa keperawatan tentunya sangat perlu mengenal mengenai penyakit


pada sistem pernafasan yang telah diuraikan diatas. Sehingga mahasiswa diharapkan akan
mampu untuk melakukan tindakan maupun pencegahan dalam mengatasi penyakit ISPA,
Influenza, Faringitis, Laringitis, tonsilitis dan Sinusitis demi mencapai kesehatan pada
klien yang akan dirawat.

45
DAFTAR PUSTAKA

Broek, P. Van den dan L. Feenstra. 2009. Zakboek keel-, neus-, en oorheelkunde. Terj.

Ariefhartono. Jakarta: EGC.

Marunung, Santa, dkk.. 2008. “Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Pernafasan akibat

Infeksi”. Jakarta: TIM.

NANDA, intervensi NIC, kriteria hasil NOC. Jakarta: EGC.

Nurafif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2015. “Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan

Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc Edisi Revisi Jilid 1”. Jogjakarta: Mediaction

Publishing.

Smeltzer, zuzane C dan Bare Brebda J. 2002. “Buku Ajar Keperawatan Medikal

Bedah Brunner Dan Suddarath” ed.8 vol l. 1. Jakarta: EGC.

Soepardi, H. Efiaty Arsyad dan H. Nurbaiti Iskandar. 2001. “Buku Ajar Ilmu Kesehatan

Telinga Hidung Tenggorokan Kepla Leher” ed. 5. Jakarta: Gaya Baru.

Somantri, Irman. 2008. “Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan pada Pasien

dengan Gangguan Sistem Pernapasan”. Jakarta: Salemba Medika.

46
47

Anda mungkin juga menyukai