Anda di halaman 1dari 27

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. HIV / AIDS

Human Immunodeficiency Virus (HIV), termasuk dalam family

Retroviridae, merupakan virus yang menyebabkan Acquired Immunodeficiency

Sindrom (AIDS)) yang merupakan stadium akhir pada serangkaian

abnormalitas imunologis dan klinis yang yang dikenal sebagai spektrum infeksi

HIV. HIV secara langsung dan tidak langsung akan merusak sel CD4, sehingga

mengakibatkan semakin berkurangnya jumlah sel CD4, dimana sel CD4

merupakan bagian yang penting dari sistem kekebalan tubuh manusia. Jika

virus HIV membunuh sel CD4 sampai terdapat kurang dari 200 sel permikro

liter darah, maka kekebalan seluler akan hilang, sehingga akan membuat sulit

bagi sistem kekebalan tubuh untuk melawan infeksi. HIV ditularkan (menyebar)

dari satu orang ke orang lain melalui cairan tubuh tertentu (darah, air mani,

cairan kelamin, dan air susu ibu). Berhubungan seks tanpa kondom atau

berbagi jarum obat dengan orang yang terinfeksi oleh HIV adalah cara yang

paling umum untuk menularkan HIV. Kita tidak bisa mendapatkan HIV dengan

berjabat tangan, memeluk, atau berciuman mulut dengan seseorang yang

mengidap HIV. Dan HIV tidak menyebar melalui benda seperti kursi, toilet,

pegangan pintu, piring, atau gelas minum yang digunakan oleh orang dengan

HIV. Seseorang terinfeksi HIV dapat menyebarkan penyakit pada setiap tahap

infeksi HIV. Mendeteksi HIV selama tahap awal infeksi dan memulai

pengobatan baik sebelum gejala HIV berkembang dapat membantu orang

dengan HIV tetap sehat. Pengobatan juga dapat mengurangi risiko penularan

Universitas Sumatera Utara


HIV. HIV pertama kali diidentifikasi oleh Luc Montainer dari Institud Pasteur

Prancis tahun 1983 dan diberi nama lymphadenopathy associated virus (LAV).

Pada tahun 1984 Robert Gallo dari National Cancer Institude Amerika Serikat,

mengidentifikasi retrovirus dari penderita AIDS dan diberi nama human T-

lymphotropic virus tipe 3 ( HTLV-3). Pada tahun 1985 Cherman dan Barre,

yang juga meneliti retrovirus penyebab AIDS, member nama lymphadenopathy-

AIDS virus (LAV /HTLV-3), dan pada tahun 1986 International Committee on

Taxonomy of Viruses, member nama retrovirus penyebab AIDS dengan Human

Immunodeficiency Virus (HIV).1,8,9,19

2.2. Etiologi HIV

Virus HIV termasuk Retrovirus anggota subfamily Lentifiridae dengan

diameter 80 – 120 nm. Infeksi dari Lentivirus secara khas ditandai dari sifat

latennya yang lama, masa inkubasinya yang lama, replikasi virus yang

persisten dan keterlibatan dari susunan saraf pusat. Sedangkan ciri khas untuk

suatu jenis retrovirus yaitu, dikelilingi oleh membran lipid, mempunyai

kemampuan variasi genetik yang tinggi, mempunyai cara yang unik untuk

replikasi.42. Virus ini sangat mudah mengalami mutasi sehingga sulit untuk

menemukan obat yang dapat membunuh, virus tersebut. Daya penularan

pengidap HIV tergantung pada sejumlah virus yang ada didalam darah,

semakin banyak virus dalam darah semakin tinggi daya penularannya sehingga

penyakitnya juga semakin parah.19,20, HIV ada 2 tipe yaitu : tipe 1 (HIV-1) dan

tipe 2 (HIV-2). Virus-virus ini secara serologis dan geografis relatif berbeda

tetapi mempunyai ciri epidemiologis yang sama. Patogenisitas dari HIV-2 lebih

rendah dibanding HIV-1.23,42.

Universitas Sumatera Utara


2.3. Struktur HIV

HIV terdiri dari 3 bagian utama yaitu envelope yang merupakan bagian

terluar, capsid polimerisasi (pol) yang meliputi isi virus dan core (gag) untuk

grup antigen protein, merupakan isi virus. Lapisan envelope terdiri dari lemak

ganda yang terbentuk dari membrane sel pejamu serta protein dari sel pejamu.

Pada lapisan ini tertanam glikoprotein gp41. Pada bagian luar glikoprotein ini

terikat molekul gp120. Pada elektroforesis kompleks antara gp120 dan gp41

membentuk pita gp160. Capsid merupakan lapisan protein yang dikenal

sebagai p17. Pada bagian core terdapat sepasang RNA rantai tunggal,

enzyme-enzym yang berperan dalam replikasi seperti reserve transcriptase

(p61), endonuklease (p31), dan protease (p51) serta protein lainnya terutama

p24.42

Gambar 2.1 Structure of HIV. 10


Antigen p24 adalah core antigen virus HIV, yang merupakan petanda

terdini adanya infeksi HIV-1, ditemukan beberapa hari-minggu sebelum terjadi

serokonversi sintesis antibody terhadap HIV-1. Antigen gp120 adalah

glikoprotein permukaan HIV-1 yang mengikat reseptor CD4+ pada sel T dan

Universitas Sumatera Utara


makrofag. Usaha sintesis reseptor CD4+ ini telah digunakan untuk mencegah

antigen gp120 menginfeksi sel CD4+..2

Gen envelop sering bermutasi. Hal tersebut menyebabkan jumlah CD4

perifer menurun, fungsi sel T yang terganggu, aktifasi poliklonal sel B

menimbulkan hipergamaglobulinemia, antibody yang dapat menetralkan

antigen gp120 dan gp41 diproduksi tetapi tidak mencegah progress penyakit

oleh karena kecepatan mutasi virus yang tinggi. Protein envelop adalah produk

yang menyandi gp120,digunakan dalam usaha memproduksi antibody yang

efektif dan produktif oleh pejamu.2

2.4. Siklus hidup HIV

Gambar 2.2. HIV entry and replication in CD4 T lymphocytes.10

Virus memasuki tubuh terutama menginfeksi sel yang mempunyai

molekul protein CD4. Kelompok sel terbesar yang mempunyai molekul CD4

adalah limfosit T dan sel target lain adalah monosit, makrofag, sel dendrite, sel

Universitas Sumatera Utara


langerhans dan sel microglia. Ketika HIV masuk tubuh, glycoprotein 120 terluar

pada virus melekatkan diri pada reseptor CD4. Glikoprotein terdiri dari dua sub-

unit gp120 dan gp41. Sub unit 120 mempunyai afinitas tinggi terhadap reseptor

CD4 dan bertanggung jawab untuk ikatan awal virus pada sel. Perlekatan ini

menginduksi perubahan konformasi yang memicu perlekatan kedua pada

koreseptor. Dua reseptor kemokin utama yang digunakan oleh HIV adalah

CCR5 dan CXCR4. Ikatan dengan kemoreseptor ini menginduksi perubahan

konformasi pada sub unit gp41 yang mendorong masuknya sekuens peptida

gp41 ke dalam membran target yang memfasilitasi fusi virus. Setelah terjadinya

fusi, virus tidak berselubung mempersiapkan untuk mengadakan replikasi.

Material genetik virus adalah RNA single stand-sense positif (ssRNA), virus

harus mentranskripsi RNA ini dalam DNA secara optimal pada replikasi sel

manusia (transkripsi normal terjadi dari DNA ke RNA, HIV bekerja mundur

sehingga diberi nama retrovirus). Untuk melakukannya HIV dilengkapi dengan

enzim unik RNA-dependent DNA polymerase (reverse transcriptase). Reverse

transcriptase pertama membentuk rantai DNA komplementer, menggunakan

RNA virus sebagai templet. Hasil sintesa lengkap molekul double-strand DNA

(dsDNA) dipindahkan ke dalam inti dan berintegrasi ke dalam kromoson sel

tuan rumah oleh enzim integrase. Integrasi ini menimbulkan beberapa masalah,

pertama HIV dapat menyebabkan infeksi kronik dan persisten, umumnya pada

sel sistem imun yang berumur panjang seperti T limfosit memori. Kedua,

pengintegrasian acak menyebabkan kesulitan target. Selanjutnya integrasi

acak pada HIV ini menyebabkan kelainan seluler dan mempengaruhi

apoptosis. Gabungan DNA virus dan DNA sel inang akan mengalami replikasi,

Universitas Sumatera Utara


transkripsi dan translasi. DNA polimerase mencatat dan mengintegrasi provirus

DNA ke mRNA, dan mentranslasikan pada mRNA sehingga terjadi

pembentukan protein virus. Pertama, transkripsi dan translasi dilakukan dalam

tingkat rendah menghasilkan berbagai protein virus seperti Tat, Nef dan Rev.

Protein Tat sangat berperan untuk ekspresi gen HIV, mengikat pada bagian

DNA spesifik yang memulai dan menstabilkan perpanjangan transkripsi. Belum

ada fungsi yang jelas dari protein Nef. Protein Rev mengatur aktivitas post

transkripsional dan sangat dibutuhkan untuk reflikasi HIV. Perakitan partikel

virion baru dimulai dengan penyatuan protein HIV dalam sel inang.

Nukleokapsid yang sudah terbentuk oleh ssRNA virus disusun dalam satu

kompleks. Kompleks nukleoprotein ini kemudian dibungkus dengan 1 membran

pembungkus dan dilepaskan dari sel pejamu melalui proses ”budding” dari

membran plasma. Kecepatan produksi virus dapat sangat tinggi dan

menyebabkan kematian sel inang.1,2,4,17

2.5. Patogenesa HIV

HIV dapat mencapai sirkulasi sistemik secara langsung dengan di

perantarai benda tajam yang mampu menembus dinding pembuluh darah atau

secara tidak langsung melalui kulit dan mukosa yang tidak intak. Setelah

berada dalam sirkulasi sistemik, 4-11 hari sejak paparan pertama HIV dapat di

deteksi di dalam darah. Masa inkubasi HIV berkisar antara 6 minggu sampai 6

tahun atau lebih.1,8,9

Virus biasanya masuk tubuh dengan menginfeksi sel langerhans di

mukosa rectum ataupun vagina, kemudian bergerak dan bereplikasi di KGB

setempat. Kemudian virus di sebarkan melalui viremia yang disertai sindrom

Universitas Sumatera Utara


dini akut berupa panas, mialgia dan atralgia. Virus menginfeksi sel CD4,

makrofag dan sel dendritik dalam darah dan organ limfoid. Antigen virus

nukleokapsid, p24 dapat ditemukan dalam darah selama fase ini. Fase ini

kemudian dikontrol sel CD8+ dan antibody dalam sirkulasi terhadap p24 dan

protein envelop gp120 dan gp41. Efikasi sel Tc dalam mengontrol virus terlihat

dari menurunnya kadar virus. Respon imun tersebut menghancurkan HIV

dalam KGB yang merupakan reservoir utama HIV selama fase selanjutnya dan

fase laten. Meskipun hanya kadar rendah virus diproduksi dalam fase laten ,

destruksi sel CD4 berjalan terus dalam kelenjar limfoid. Akhirnya jumlah CD4

dalam sirkulasi menurun. Kemudian menyusul fase progressif kronis dan

penderita menjadi rentan terhadap berbagai infeksi oleh kuman non patogenik.

Setelah HIV masuk kedalam sel dan terbentuk dsDNA, integrasi DNA viral ke

dalam genom sel pejamu membentuk provirus. Provirus tetap laten sampai

kejadian dalam sel terinfeksi mencetuskan aktifasinya, yang mengakibatkan

terbentuk pengelepasan partikel virus. Walau CD4 berikatan dengan envelop

glikoprotein HIV-1, diperlukan reseptor kedua supaya dapat masuk dan terjadi

infeksi. Subjek yang baru terinfeksi HIV dapat disertai gejala atau tidak. 2,17

2.6. CD4

CD4 adalah bagian dari populasi limfosit T yang di sebut sebagai sel T

helper (penolong). CD4 dalam sistem imun ditulis dengan penanda permukaan

CD4+. Fungsi utama CD4 dalam imun, meregulasi sistem imun agar bekerja

dengan baik. Prosesnya dengan merangsang sistem imun nonspesifik berupa

fagosit untuk khemotaksis dan proses fagositosis benda asing, untuk sistem

imun spesifik humoral : merangsang sel B (Limfosit B) untuk menghasilkan

Universitas Sumatera Utara


antibody dan mengatur produksi antibody. Sedangkan untuk sistem imun

seluler berfungsi dalam mengatur CD8 dan NK membunuh sel sasaran yang

terkena infeksi virus. 1,2,3,4,8

Ketika HIV masuk ke tubuh, maka virus mencari sel CD4 dan mulai

menggandakan dirinya (replikasi virus). CD4 merupakan target utama HIV

untuk menghancurkan sistem imun tubuh. Apabila telah bereplikasi virus dan

meninggalkan CD4 yang telah mati, maka partikel virus baru akan mencari dan

menginfeksi CD4 baru, sehingga dengan demikian maka akan semakin rendah

jumlah CD4 dalam tubuh. Setelah melewati beberapa waktu, banyak sel-sel

CD4 dihancurkan sehingga sistem kekebalan tidak lagi dapat melindungi tubuh

dari infeksi dan penyakit yang lain. Oleh sebab itu pemantauan CD4 pada

seseorang yang terinfeksi HIV sangatlah penting untuk melihat perjalanan

penyakit beserta prognosisnya. Jumlah CD4 adalah indikator yang paling

diandalkan untuk prognosis. 1,2,3,4,8

CD4 dilaporkan dalam bentuk jumlah total atau persentase. Jumlah CD4

500/ml atau persentase ≥ 29% dari limfosit total dianggap belum ada kerusakan

berat. CD4 <200 (<14%) telah mempunyai risiko yang jelas terhadap infeksi

oportunistik dan Kebanyakan pasien telah jatuh stadium AIDS . Tes CD4

sebaiknya diulang setiap 3-6 bulan untuk pasien yang belum diobati dengan

ART dan jangka waktu dua sampai empat bulan pada pasien yang memakai

ART. Tes tersebut sebaiknya diulangi bila hasil tidak konsisten dengan

kecenderungan sebelumnya. Kalau tidak diobati, jumlah CD4 akan menurun

rata-rata 4% per tahun. Persentase CD4 kadang kala dipakai sebagai pilihan

mengganti CD4 mutlak karena hitungan ini mengurangi perbedaan pada satu

Universitas Sumatera Utara


ukuran. CD4 mutlak adalah prediktor paling berguna terhadap risiko untuk

perkembangan infeksi oportunistik. CD4 mutlak dan persentase CD4 sesuai

dicatat sebagai berikut : CD4 (nilai mutlak) : >500 setara dengan >29%

(Persen), 200-500 setara dengan 14-28% dan <200 setara dengan <14%.
1,2,3,4,8

Sekali HIV menginfeksi, maka seseorang akan tetap mengandung HIV

dalam tubuhnya. Berdasarkan hal tersebut, kegiatan penanggulangan dan

pemantauan selama perjalanan penyakit sangat penting. 1,2,3,4,8

Berdasarkan kategori klinik dan jumlah sel CD4, Infeksi HIV diklasifikasikan sebagai

berikut (CDC,1993 )54

Kategori klinik
A B C
Asimtomatik, Asimtomatik, Penyakit Indicator
Akut (primer), Selain A dan C AIDS
PGL
Jumlah sel CD4
< 500/μl A1 B1 C1
200 – 499/ μl A2 B2 C2
< 200/ μl A3 B3 C3

2.7. Gejala Klinis

WHO menetapkan empat stadium klinik pada pasien yang terinfeksi HIV/AIDS,

sebagai berikut :

Tabel 2. 1.7

Universitas Sumatera Utara


2.8. Diagnosa infeksi HIV

Ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan

laboratorium. Diagnosis pasti di tegakkan dengan melakukan pemeriksaan

laboratorium yang di mulai dengan uji penapisan/penyaringan dengan

menentukan adanya antibody anti HIV kemudian di lanjutkan dengan uji

Universitas Sumatera Utara


pemastian dengan pemeriksaan yang lebih spesifik yaitu Western blot assay

karena mampu mendeteksi komponen komponen yang terkandung pada HIV. 8

WHO telah mengeluarkan batasan kasus infeksi HIV untuk tujuan pengawasan

dan merubah klasifikasi stadium klinik yang berhubungan dengan infeksi HIV.

Pedoman ini meliputi kriteria diagnosa klinik yang patut diduga pada penyakit

berat HIV untuk mempertimbangkan memulai terapi antiretroviral

lebih cepat .7

2.9. Diagnosis Laboratorium.

Untuk menegakkan diagnosis infeksi HIV dengan melakukan

pemeriksaan laboratorium kita bagi dalam dua kelompok yaitu uji imunologi

dan uji virology.19

2.9.1. Uji Imunologi

Uji imunologi bertujuan untuk menemukan adanya respon antibody

terhadap HIV dan juga digunakan sebagai test skrining.19

2.9.1.1. ELISA

Enzym Linked Immunosorbent Assay (ELISA), merupakan uji penapisan

infeksi HIV yaitu suatu tes untuk mendeteksi adanya antibody yang dibentuk

oleh tubuh terhadap virus HIV. Dalam hal ini antigen mula-mula diikat benda

padat kemudian ditambah antibody yang akan dicari. Setelah itu ditambahkan

lagi antigen yang bertanda enzim, seperti peroksidase dan fosfatase. Akhirnya

ditambahkan substrat kromogenik yang bila bereaksi dengan enzim dapat

menimbulkan perubahan warna. Perubahan warna yang terjadi seuai dengan

jumlah enzim yang diikat dan sesuai pula dengan kadar antibody yang dicari. 2

ELISA memiliki sensitifitas yang tinggi, yaitu > 99,5%. Metode ELISA dibagi 2

Universitas Sumatera Utara


jenis tehnik yaitu tehnik kompetitif dan non kompetitif. Tehnik non kompetitif ini

dibagi menjadi dua yaitu sandwich dan indirek. Metode kompetitif mempunyai

prinsip sampel ditambahkan antigen yang berlabel dan tidak berlabel dan

terjadi kompetisi membentuk kompleks yang terbatas dengan antibody spesifik

pada fase padat. Prinsip dasar dari sandwichassay adalah sampel yang

mengandung antigen direaksikan dengan antibody spesifik pertama yang

terikat dengan fase padat. Selanjutnya ditambahkan antibody spesifik kedua

yang berlabel enzim dan ditambahkan substrat dari enzim tersebut.. Antibody

biasanya diproduksi mulai minggu ke 2, atau bahkan setelah minggu ke 12

setelah tubuh terpapar virus HIV,sehingga kita menganjurkan agar

pemeriksaan ELISA dilakukan setelah setelah minggu ke 12 setelah seseorang

dicurigai terpapar ( beresiko) untuk tertular virus HIV,misalnya aktivitas seksual

berisiko tinggi atau tertusuk jarum suntik yang terkontaminasi. Tes ELISA dapat

dilakukan dengan sampel darah vena, air liur, atau urine.5,19, 21 .

2.9.1.2. Radioimmunoassay (RIA)

Prinsip dasar dari RIA adalah reaksi suatu antibody dalam konsentrasi

yang terbatas dengan berbagai konsentrasi antigen. Bagian dari antigen yang

bebas dan yang terikat yang timbul sebagai akibat dari penggunaan antobody

dalam kadar yang terbatas ditentukan dengan menggunakan antigen yang

diberi label radio isotop. Pada prinsip kompetitif bahan yang mengandung

antigen yang berlabel dan antigen yang terdapat di dalam sampel akan diberi

label radio isotop sehingga terjadi kompetisi antara antigen yang akan

ditentukan kadarnya dan antigen yang diberi label dalam proses pengikatan

antibody spesifik tersebut sampai terjadi keseimbangan. Sisa antigen yang

Universitas Sumatera Utara


diberi label dan tidak terikat dengan antibody dipisahkan oleh proses

pencucian. Setelah itu dilakukan penambahan konyugate, sehingga terjadi

pembentukan kompleks imun dengan konjugate.12,19

2.9.1.3. Metode Electrochemiluminescence Immunoassay (ECLIA)

Chemiluminescence adalah emisi atau pancaran cahaya oleh produk

yang distimulus oleh suatu reaksi kimia atau suatu kompleks cahaya. Kompleks

ikatan anti gen-antibodi yang terjadi akan menempel pada streptavidin-coated

microparticle. ECLIA menggunakan teknologi tinggi yang memberi banyak

keuntungan dibandingkan dengan metode lain. Pada metode ini menggunakan

prinsip sandwich dan kompetitif. Pada. metode ECLIA yang menggunakan

metode kompetitif dipakai untuk menganalisis substrat yang mempunyai berat

molekul yang kecil. Sedangkan prinsip sandwich digunakan untuk substrat

dengan berat molekul yang besar .12,19

2.9.1.4. Imunokromatografi/ Rapid Test

Disebut juga uji strip, berbeda dari metode yang lain, metode ini tidak

memerlukan peralatan untuk membaca hasilnya, tetapi cukup dilihat dengan

kasat mata, sehingga jauh lebih praktis. Metode ini mempunyal dua jenis

prinsip yang berbeda.

● Reaksi langsung (Double AntibodySandwich)

Metode ini biasanya dipakai untuk mengukur susbtrat vang besar dan

memiliki lebih dari satu epitop. Suatu substrat yang spesifik terhadap antibody

dimobilisasi pada suatu membran. Reagen pelacak yaitu suatu antibody

diikatkan pada partikel lateks atau metal koloid (konyugat), diendapkan (tetapi

Universitas Sumatera Utara


tetap, tidak terikat) pada bantalan konyugat (conyugate pad). Bila sampel

ditambahkan pada bantalan sampel, maka sampel tersebut secara cepat akan

membasahi dan melewati bantalan konyugat serta melarutkan konyugat.

Selanjutnya reagen akan bergerak mengikuti aliran dari sampel sepanjang strip

membran, sampai mencapai daerah dimana reagen akan terikat. Pada garis ini,

kompleks antigen antibody akan terperangkap dan akan terbentuk warna

dengan derajat vang sesuai dengan kadar yang terdapat di dalam sampel.

Pada metode ini, kadar substrat di dalam sample tidak boleh berlebih, tetapi

harus lebih sedikit daripada kadar antibody pengikat (capture Ab) yang terdapat

dalarn capture ilne sehingga mikrosfere tidak diikat pada garis pengikat

(capture line) dan mengalir terus ke garis kedua dari antibody yang dimobilisasi

yaitu garis control (control line).12,18

● Reaksi kompetitif (Competitive inhibition)

Sering dipakai untuk melacak molekul yang kecil dengan epitop tunggal

yang tak dapat mengikat dua antibody sekaligus. Reagen pelacaknya adalah

analit yang terikat pada partikel lateks atau suatu colloidal metal.

Apabila sampel dan reagen melewati zona dimana reagen pengikat

dimobilisasi, sebagian dari substrat dan reagen palacak akan terikat pada garis

capture line. Makin banyak substrat yang terdapat di dalam sampel, makin

efektif daya kompetisinya dengan reagen pelacak.12,18

Prosedur pemeriksaan laboratorium untuk HIV sesuai dengan panduan

nasional yang berlaku pada saat ini, yaitu dengan menggunakan strategi 3 dan

selalu didahului dengan konseling pra tes atau informasi singkat. Ketiga tes

tersebut dapat menggunakan reagen tes cepat (Rapid Test) atau dengan

Universitas Sumatera Utara


ELISA. Untuk pemeriksaan pertama (A1) harus digunakan tes dengan

sensitifitas yang tinggi (>99%), sedang untuk pemeriksaan selanjutnya (A2 dan

A3) menggunakan tes dengan spesifisitas tinggi (>99%). Antibodi biasanya

baru dapat terdeteksi dalam waktu 2 minggu hingga 3 bulan setelah terinfeksi

HIV yang disebut masa jendela. Bila tes HIV yang dilakukan dalam masa

jendela menunjukkan hasil ”negatif”, maka perlu dilakukan tes ulang, terutama

bila masih terdapat perilaku yang berisiko.49

Interpretasi dan tindak lanjut hasil tes A1 dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel.2.3.49

Saat ini teknik yang umum digunakan untuk deteksi antibody dalam

mendiagnosa HIV adalah Elisa dan Rapid test. Yang paling banyak digunakan

adalah Rapid test. Elisa memerlukan alat pembaca khusus sedangkan Rapid

test bisa diamati langsung secara visual. Rapid test juga bisa digunakan untuk

spesimen yang jumlahnya sedikit bahkan jika hanya satu spesimen. Untuk

sensitifitas dan spesifitas keduanya hampir sama. Jenis pemeriksaan Rapid

test adalah yang paling efisien dan banyak digunakan oleh para klinisi.

Universitas Sumatera Utara


2.9.1.5. Western Blot

Pemeriksaan Western Blot merupakan uji konfirmasi dari hasil reaktif

ELISA atau hasil serologi rapid tes sebagai hasil yang benar-benar positif.

karena pemeriksaan ini lebih sensitif dan lebih spesifik . Western Blot

mempunyai spesifisitas tinggi yaitu 99,9% apabila dikombinasi dengan

pemeriksaan ELISA. Namun pemeriksaan cukup sulit, mahal membutuhkan

waktu sekitar 24 jam .13,19

Cara kerja test Western Blot yaitu dengan meletakkan HIV murni pada

polyacrylamide gel yang diberi arus elektroforesis sehingga terurai menurut

berat protein yang berbeda-beda, kemudian dipindahkan ke nitrocellulose.

Nitrocellulose ini diinkubasikan dengan serum penderita. Antibody HIV

dideteksi dengan memberikan antlbody anti-human yang sudah dikonjugasi

dengan enzim yang menghasilkan wama bila diberi suatu substrat. Test ini

dilakukan bersama dengan suatu bahan dengan profil berat molekul standar,

kontrol positif dan negatif. Gambaran band dari bermacam-macam protein

envelope dan core dapat mengidentifikasi macam antigen HIV. Antibody

terhadap protein core HIV (gag) misalnya p24 dan protein precursor (p25)

timbul pada stadium awal kemudian menurun pada saat penderita mengalami

deteriorasi. Antibody terhadap envelope (env) penghasil gen (gp160) dan

precursor-nya (gp120) dan protein transmembran (gp4l) selalu ditemukan pada

penderita AIDS pada stadium apa saja. Secara singkat dapat dikatakan bahwa

bila serum mengandung antibody HIV yang lengkap maka Western blot akan

memberi gambaran profil berbagai macam band protein dari HIV antigen

cetakannya .13

Universitas Sumatera Utara


2.9.1.6. Indirect Fluorescent Antibody (IFA)

IFA juga meurupakan pemeriksaan konfirmasi ELISA positif. Seperti

halnya pemeriksaan diatas, IFA juga mendeteksi antibody terhadap HIV. Uji ini

sederhana untuk dilakukan dan waktu yang dibutuhkan lebih sedikit dan sedikit

lebih mahal dari uji Western blot. 19

2.9.2. Uji Virologi

Tes virologi untuk diagnosis infeksi HIV-1 meliputi kultur virus, tes

amplifikasi asam nukleat / nucleic acid amplification test (NAATs) , test untuk

menemukan asam nukleat HIV-1 seperti DNA atau RNA HIV-1 dan test untuk

komponen virus (seperti uji untuk protein kapsid virus (antigen p24), dan PCR

test.19,42

2.9.2.1. Kultur HIV

HIV dapat dibiakkan dari limfosit darah tepi, titer virus lebih tinggi dalam

plasma dan sel darah tepi penderita AIDS. Pertumbuhan virus terdeteksi

dengan menguji cairan supernatan biakan setelah 7-14 hari untuk aktivitas

reverse transcriptase virus atau untuk antigen spesifik virus19,42

2.9.2.2. Nucleic Acid Amplification Test ( NAAT HIV-1 )

Menemukan RNA virus atau DNA proviral yang banyak dilakukan untuk

diagnosis pada window periode dan pada anak usia kurang dari 18 bulan.

Karena asam nuklet virus mungkin berada dalam jumlah yang sangat banyak

dalam sampel. Pengujian RNA dan DNA virus dengan amplifikasi PCR,

menggunakan metode enzimatik untuk mengamplifikasi RNA HIV-1.19

Universitas Sumatera Utara


2.9.2.3. Uji antigen p24

Protein virus p24 berada dalam bentuk terikat dengan antibody p24 atau

dalam keadaan bebas dalam aliran darah indivudu yang terinfeksi HIV-1. Pada

umumnya uji antigen p24 jarang digunakan dibanding teknik amplifikasi RNA

atau DNA HIV karena kurang sensitif. Sensitivitas pengujian meningkat dengan

peningkatan teknik yang digunakan untuk memisahkan antigen p24 dari

antibody anti-p24.19

2.9.2.4. PCR Test

Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah uji yang memeriksa langsung

keberadaan virus HIV pada plasma,darah,cairan cerebral,cairan cervical, sel-

sel, dan cairan semen. Metode Reserve Transcriptase Polymerase Chain

Reaction (RT PCR) ini yang paling sensitive.19

PCR adalah suatu teknologi yang menghasilkan turunan / kopi yang

berlipat ganda dari sekuen nukleotida dari organism target, yang dapat

mendeteksi target organism dalam jumlah yang sangat rendah dengan

spesifitas yang tinggi. Tes ini dapat dilakukan lebih cepat yaitu sekitar seminggu

setelah terpapar virus HIV. Tes ini sangat mahal dan memerlukan alat yang

canggih. Oleh karena itu, biasanya hanya dilakukan jika uji antibodi diatas tidak

memberikan hasil yang pasti.19

2.9.3. Flow cytometri

Flow cytometri adalah suatu metode yang dapat digunakan untuk

menghitung dan meneliti partikel-partikel mikroskopis seperti sel dan kromosom

di dalam suatu suspensi . Sel dilabel fluorosen, dilewatkan melalui melalui

suatu celah yang ditembus oleh sinar. Setiap sel yang melewati berkas sinar

Universitas Sumatera Utara


laser menimbulkan sinyal elektronik yang dicatat oleh instrumen sebagai

karakteristik sel bersangkutan. Setiap karakteristik molekul pada permukaan sel

manapun yang terdapat di dalam sel tersebut akan diidentifikasi. Flow

cytometry secara rutin digunakan dalam diagnosis kesehatan, namun memiliki

banyak aplikasi lain dalam penelitian dan praktek klinis. 43,44

Metode flow cytometry terus berkembang sejalan dengan

perkembangan elektrik komputer dan reagen, termasuk digunakannya

monoklonal antibody. Sampai saat ini, pengukuran dengan flow cytometry

menggunakan label flouresensi, selain mengukur jumlah, ukuran sel, juga

dapat mendeteksi petanda dinding sel, granula intraseluler, struktur intra

sitoplasmik, dan inti sel.43,44

Gambar 2.3. Flowcytometri

2.9.3.1. Prinsip kerja Flow Cytometri

Secara umum, metode flow cytometri adalah pemeriksaan di mana sel-

sel dari sampel masuk dalam suatu flow chamber, dibungkus oleh cairan

pembungkus, kemudian dialirkan melewati suatu celah atau lubang dengan

ukuran kecil yang memungkinkan sel lewat satu demi satu, kemudian dilakukan

pengukuran. Sel yang keluar dari aliran tersebut kemudian melewati medan

Universitas Sumatera Utara


listrik dan dipisahkan menjadi tetesan-tetesan sesuai dengan muatannya,

kemudian ditampung ke dalam beberapa saluran pengumpul yang terpisah. Ini

disebut cell sorting.

Ada dua cara pengukuran sel yang digunakan pada alat-alat tersebut,

yaitu impedansi listrik (electrical impedance) dan pendar cahaya (light

scattering).

Prinsip impedansi listrik adalah penghitungan jumlah dan ukuran sel

dengan cara mengukur perubahan tahanan listrik yang diakibatkan oleh sel

sewaktu melalui celah yang sempit. Perubahan itu kemudian dideteksi oleh alat

sensor. Sel-sel darah terlebih dahulu disuspensikan dalam medium elektrolit

yang bersifat tidak konduktif. Pada waktu sel darah melewati celah dimana

pada kedua sisinya terdapat elektroda beraliran listrik konstan, akan terjadi

perubahan tahanan listrik di antara kedua elektroda tersebut. Hal ini

mengakibatkan timbulnya pulsa listrik. Jumlah pulsa listrik yang terukur per

satuan waktu atau frekuensi pulsa dideteksi sebagai jumlah sel melalui celah

tersebut. Sedangkan besarnya perubahan tegangan listrik (amplitudo) yang

terjadi merupakan ukuran volume dari masing-masing sel darah.

Prinsip light scattering adalah metode di mana sel dalam suatu aliran

melewati celah di mana berkas cahaya difokuskan ke situ (sensing area).

Apabila cahaya tersebut mengenai sel, cahaya akan dihamburkan, dipantulkan,

atau dibiaskan ke semua arah. Beberapa detektor yang diletakkan pada sudut-

sudut tertentu akan menangkap berkas-berkas sinar sesudah melewati sel itu.

Pulsa cahaya yang berasal dari hamburan cahaya, intensitas warna atau

fluoresensi, diubah menjadi pulsa listrik. Pulsa ini oleh program komputer

Universitas Sumatera Utara


dipakai untuk menghitung jumlah, ukuran, maupun isi bagian dalam yang

merupakan ciri dari masing-masing sel. Hamburan cahaya dengan arah lurus

(forward scattered light) mendeteksi volume dan ukuran sel. Sedangkan yang

dibiaskan dengan sudut 90 derajat (right angle scattered light) menunjukkan isi

granula sitoplasma.43,44

Penggunaan Flow Cytometry dapat memberikan informasi yang penting

pada klinis untuk membantu untuk menegakkan diagnosa suatu penyakit,

ataupun untuk memonitor keadaan dari suatu penyakit. Jumlah absolut sel CD4

merupakan pengukuran yang penting untuk memprediksi, menentukan derajat,

dan memonitoring progresifitas serta respon terhadap pengobatan pada infeksi

HIV. Jumlah CD4 adalah indikator yang paling diandalkan untuk prognosis. 7

2.10. PENATALAKSANAAN / PENGOBATAN

2.10.1. Penatalaksanaan Umum

Istirahat, dukungan nutrisi yang memadai berbasis makronutrien dan

mikronutrien untuk penderita HIV & AIDS, konseling termasuk pendekatan

psikologis dan psikososial, dan membiasakan gaya hidup sehat.8,49

2.10.2. Penatalaksanaan Khusus

HIV sangat cepat bermutasi sehingga resisten terhadap obat. Untuk

mengurangi kemungkinan tersebut , maka didalam penanganan infeksi HIV

digunakan terapi antiretrovirus yang sangat aktif (highly active antiretroviral

therapy, disingkat HAART). Pilihan terbaik HAART saat ini, berupa kombinasi

dari setidaknya tiga obat (disebut "koktail) yang terdiri dari paling sedikit dua

macam (atau "kelas") bahan antiretrovirus. Kombinasi yang umum digunakan

adalah nucleoside analogue reverse transcriptase inhibitor (NRTI) yang terdiri

Universitas Sumatera Utara


dari : Zidovudin (AZT/ZDV), Lamivudin (3TC), Tenofovir (TDF), Emtricitabine

(FTC) dengan non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NNRTI) yang

terdiri dari Nevirapin (NVP), Efavirenz (EFV). 1,8,17

HAART merupakan kombinasi beberapa obat antiretroviral yang

menghambat replikasi HIV. Pengobatan infeksi HIV dengan HAART digunakan

untuk memelihara fungsi kekebalan tubuh mendekati keadaan normal,

mencegah perkembangan penyakit, memperpanjang harapan hidup dan

memelihara kualitas hidup dengan cara menghambat replikasi HIV. Karena

replikasi aktif HIV menyebabkan kerusakan progresif sistem imun,

menyebabkan berkembangnya infeksi oportunistik, keganasan (malignasi),

penyakit neurologi, penurunan berat badan yang akhirnya mendorong ke arah

kematian.1,8,17

Sebelum mendapat HAART pasien harus dipersiapkan secara matang

dengan konseling kepatuhan karena terapi antiretroviral akan berlangsung

seumur hidupnya. Untuk memulai terapi antiretroviral perlu dilakukan

pemeriksaan jumlah CD4 dan penentuan stadium klinis infeksi HIV-nya. Hal

tersebut adalah untuk menentukan apakah penderita sudah memenuhi syarat

terapi antiretroviral atau belum. Berikut ini adalah rekomendasi cara memulai

HAART pada ODHA dewasa.1,8,17

Tabel.2.4. Saat memulai terapi pada ODHA dewasa.49

Universitas Sumatera Utara


Paduan yang ditetapkan oleh pemerintah untuk lini pertama adalah:

2 NRTI + 1 NNRTI.

Tabel.2.5.49

Terdapat lebih dari 20 obat antiretroviral yang digolongkan dalam 6 golongan

berdasarkan mekanisme kerjanya, terdiri dari 17,19,49 :

a. Nucleoside/ Nucleotide Reverse Transcriptase Inhibitors (NRTI)

b. Non-Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors (NNRTI)

c. Protease Inhibitors (PI)

d. Fusion Inhibitors (FI)

e. Antagonists CCR5

f. Integrase Strand Transfer Inhibitors (INSTI)

Universitas Sumatera Utara


Terapi tunggal antiretroviral menyebabkan kemunculan cepat mutan HIV

yang resisten terhadap obat. Kombinasi obat antiretroviral merupakan strategi

yang menjanjikan secara klinik, ditunjuk sebagai terapi antiretroviral yang

sangat aktif (HAART). Kombinasi ini mempunyai target multi langkah pada

reflikasi virus sehingga memperlambat seleksi mutan HIV. Tetapi HAART tidak

dapat menyembuhkan infeksi HIV, karena virus menetap pada reservoir yang

berumur panjang pada sel-sel yang terinfeksi, termasuk sel T CD4 memori,

sehingga ketika HAART dihentikan atau terdapat kegagalan terapi , produksi

virus kembali meningkat .17,19,49

2.10.3. Evaluasi terapi HAART

Setelah pengobatan dengan antiretroviral dimulai, diperlukan

pemantauan klinis dan laboratorium, meliputi :

2.10.3.1. Pemantauan klinis

Pada setiap kunjungan perlu dilakukan penilaian klinis termasuk tanda

dan gejala efek samping obat atau gagal terapi dan frekuensi infeksi (infeksi

bakterial, kandidiasis dan atau infeksi oportunirtik lainnya) ditambah konseling

untuk membantu pasien memahami terapi HAART dan dukungan kepatuhan.49

2.10.3.2. Pemantauan laboratoris

Direkomendasikan untuk melakukan pemantauan CD4 secara rutin

setiap 3 - 6 bulan, atau lebih sering bila ada indikasi klinis.Untuk pasien yang

akan memulai terapi dengan Zidovudin (AZT/ZDV) maka perlu dilakukan

pengukuran kadar Hemoglobin sebelum memulai terapi dan jika ada indikasi

tanda dan gejala anemia saat menjalani terapi.49

Universitas Sumatera Utara


Pengukuran ALT (SGPT) dan kimia darah lainnya perlu dilakukan bila

ada tanda dan gejala. Akan tetapi bila menggunakan Nevirapine (NVP) untuk

perempuan dengan CD4 antara 250 – 350 sel/mm3 maka perlu dilakuan

pemantauan enzim transaminase sejak memulai terapi HAART dengan

pemantauan berdasar gejala klinis.49

Evaluasi fungsi ginjal perlu dilakukan untuk pasien yang mendapatkan

Tenofovir(TDF).49

2.10.4. Indikasi kegagalan terapi HAART

Kegagalan terapi dapat didefinisikan secara klinis dengan menilai

perkembangan penyakit, secara imunologis dengan penghitungan CD4 dan

/atau secara virologis dengan mengukur viral load.7,49,

2.10.4.1. Kegagalan klinis:

Munculnya Infeksi Opurtunistik (IO) pada stadium 4 setelah setidaknya 6

bulan dalam terapi HAART, kecuali TB, kandidosis esofageal, dan infeksi

bakterial berat yang tidak selalu diakibatkan oleh kegagalan terapi. Telaah

respon dari terapi terlebih dahulu, bila responnya baik maka jangan diubah

dulu.7

2.10.4.2. Kegagalan Imunologis

Setelah satu tahun terapi CD4 kembali atau lebih rendah dari pada awal

terapi anti retroviral. Penurunan CD4 sebesar 50% dari nilai tertinggi yang

pernah dicapai selama terapi HAART (bila diketahui). 7

Universitas Sumatera Utara


2.10.4.3. Kegagalan Virologis:

Viral load > 10 000 / ml setelah 6 bulan menjalani terapi HAART.

Kegagalan terapai HAART tidak dapat didiagnosis berdasarkan kriteria klinis

semata dalam 6 bulan pertama pengobatan. Viral load masih merupakan

indikator yang paling sensitif dalam menentukan adanya kegagalan terapi.

Gejala klinis yang muncul dalam waktu 6 bulan terapi sering kali menunjukkan

adanya IRIS ( Immune reconstitutio inflammatory syndrome) dan bukan

kegagalan terapi HAART.7

Universitas Sumatera Utara


2.11. KERANGKA KONSEPSIONAL

Pasien HIV

Sebelum
Sesudah
HAART
HAART

CD4 CD4

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai