Disusun Oleh :
Kelompok 6
Kami tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan
didalamnya. Untuk itu kami mengharapkan kritik serta saran dari pembaca
untuk makalah ini, agar makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang
lebih baik lagi.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
Bab I
Pendahuluan
1.1. Latar Belakang ............................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ......................................................... 1
1.3. Tujuan Penulisan Masalah ............................................. 2
Bab II
Pembahasan
2.1. Definisi Etika Organisasi dan Hakikat Etika Organisasi 3
2.2. Norma Etika Organisasi ................................................ 3
2.3. Cara mengembangkan etika di tempat kerja ................. 4
2.4. Ruang Lingkup Etika Kerja ............................................ 5
2.5. Definisi Budaya Organisasi ........................................... 7
2.6. Tingkatan Budaya Organisasi ....................................... 8
2.7. Faktor Budaya Organisasi ............................................. 10
2.8. Karakteristik dan Klasifikasi Budaya Organisasi ........... 11
2.9. Nilai-Nilai dan Fungsi Budaya Organisasi ..................... 12
2.10. Hubungan Antara Etika dengan budaya........................ 11
Bab III
Penutup
Kesimpulan ............................................................................... 13
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Baik atau buruknya suatu perbuatan itu tergantung budaya yang
berlaku. Prinsip moral sebaiknya disesuaikan dengan norma-norma yang
berlaku, sehingga suatu hal dikatakan baik apabila sesuai dengan
budaya yang berlaku di lingkungan sosial tersebut. Sedangkan etika erat
kaitannya dengan moral. Etika atau moral yang digunakan oleh manusia
sebagai wadah untuk mengevaluasi sifat dan perangainya. Etika selalu
berhubungan dengan budaya karena merupakan tafsiran atau penilaiian
terhadap kebudayaan. Etika mempunyai nilai kebenaran yang harus
disesuaikan dengan kebudayaan karena sifatnya tidak absolute dan
mempunyai standar moral yang berbeda-beda.
2
1.3. TUJUAN PENULISAN MASALAH
Berdasarkan Rumusan masalah diatas, maka dapat ditarik suatu
tujuan penulisan masalah dalam makalah ini, sebagai berikut ;
a. Untuk mengetahui Definisi Etika dan Hakikat Etika Organisasi
b. Untuk mengetahui Norma Etika Organisasi
c. Untuk mengetahui Cara mengembangkan etika di tempat kerja
d. Untuk mengetahui ruang lingkup etika kerja
e. Untuk mengetahui Definisi Budaya organisasi
f. Untuk mengetahui Tingkatan Budaya Organisasi
g. Untuk mengetahui Faktor Budaya Organisasi
h. Untuk mengetahui Karakteristik dan Klasifikasi Budaya Organisasi
i. Untuk mengetahui Nilai-Nilai dan Fungsi Budaya Organisasi
j. Untuk mengetahui Hubungan antara Etika dengan Budaya
BAB II
3
PEMBAHASAN
4
oleh seluruh pegawai dalam organisasi. 4 Budaya ini mewakili seluruh
kebijakan dan prosedur setiap departemen fungsional dalam organisasi
baik tertulis maupun informal, dan juga mewakili kebijakan serta
prosedur organisasi secara keseluruhan.
5
Responsif : cepat tanggap, meantisipasi dan ambil tindakan
segera
Hati-hati : jaga harmonisasi, cegah keresahan atau kerugian
masyarakat
Sopan santun : sikap prilaku,tindakan dan ucapan secara
etis,bertata krama,saling hormat,beradap dan
berbudi pekerti dalam berhubungan
6
yang ada dalam profesi dan tampil sesuai dengan ekspektasi yang
telah ditetapkan.
Tak hanya dari hal yang kasat mata, kamu juga sebaiknya
mempersiapkan tampilan sesuai dengan profesi. Maka dari itu
sangat penting untuk berpenampilan rapi dan berjiwa penuh
antusias, berpikir positif dan bersemangat untuk memberikan
kontribusi yang bermakna.
b. Disiplin
Seorang pekerja harus mempunyai disiplin agar mencapai
ekspektasi terhadap pekerjaan yang sedang ditanganinya. Disiplin
bisa dimulai dengan hal-hal kecil seperti datang tepat waktu. Dengan
seringnya belajar berdisiplin diri hal itu akan terpancar pada
performa bekerja sehari-hari seperti berusaha menyelesaikan proyek
sesuai dengan lin iwaktu (timeline).
Disiplin tidak hanya terkait dengan waktu namun juga pada
cara kamu bekerja. Seringnya kamu berlatih atau mengambil
tantangan dalam bekerja maka kamu akan terbiasa menghadapi
tantangan yang lebih besar.
c. Proaktif
Berperilaku proaktif merupakan salah satu sumbangan
terbesar dalam mengembangkan potensi diri saat bekerja. Proaktif
dalam bekerja merupakan pancaran dari antusiasnya kamu dalam
bekerja. Langkah-langkah proaktif yang dapat kamu lakukan berupa
memberanikan diri mengambil kesempatan untuk berkontribusi
dalam suatu proyek atau bersikap kritis terhadap materi pekerjaan
sebelum mengambil langkah.
7
d. Bisa diandalkan
Ekspektasi mengenai performa kerja telah ditetapkan saat
kamu mendapatkan posisi di sebuah perusahaan. Sebuah
ekspektasi klasik kerap ditemukan dalam setiap perusahaan adalah
kamu mempunyai kemampuan yang cukup terhadap bidang yang
kamu kerjakan. Hal tersebut meliputi harapan perusahaan dapat
mengandalkan kamu terhadap semua pekerjaan yang memerlukan
kemampuan dan keahlian kamu.
e. Dedikasi
Bekerja tak hanya sebatas selesai, namun kamu harus
memperhatikan kualitasnya. Sebaiknya kamu berusaha mencapai
kualitas sangat baik (outstanding). Kerja keras dapat memberikan
kontribusi bermakna akan membuahkan hasil yang terbaik untukmu.
Segala tindakan untuk mengekspresikan dedikasi terhadap
pekerjaan dan perusahaan tentunya akan menarik perhatian atasan
kamu dan memberikan kesan yang baik.
f. Akuntabilitas
Tak hanya bisa menyelesaikan pekerjaan, kamu juga harus
bertanggung jawab mengenai kualitas hasil pekerjaanmu. Disinilah
kedewasaan dalam bekerja terlihat, ketika terdapat suatu
“kecelakaan” atau kejadian yang tidak sesuai dengan rencana dalam
kerjaan, kamu harus bisa bertanggung jawab mulai dari
menemukan/ mengakui kesalahan hingga memperbaikinya dan
menjadikan kejadian ini sebagai pelajaran.
8
tujuan perusahaan. Seorang pekerja yang dapat bekerja sama
dalam tim akan bisa mengantarkan hasil yang berkualitas sehingga
membuat kolaborasi lancar.
h. Saling meghormati
Menjadi sosok baru dalam lingkungan perusahaan kadang
kerap terasa asing. Namun kamu bisa masuk kedalam lingkaran
pergaulan dengan menjadi dirimu sendiri. Tak lupa untuk saling
menghormati sesama khususnya ketika bertukar pikiran. Hal ini
menunjukkan bahwa kamu menghargai ide, waktu dan kesediaan
rekan kerja mu untuk berbagi cerita.
i. Rendah hati
Dalam bekerja sama dengan tim, sebaiknya kamu mengenali
kontribusi masing-masing anggota terhadap proyek bersama.
Mengakui kontribusi masing-masing anggota team dan berterima
kasih terhadap waktu telah dituangkan merupakan cerminan
kerendahan hati yang dapat membuat kinerja tim lebih solid. Jangan
lupa untuk selalu berpikiran terbuka untuk belajar dan berbagi
pengalaman dengan rekan kerja.
9
kumpulan azas atau nilai, dan nilai mengenai benar dan salah. Dengan
pembedaan tiga definsi etika tersebut maka kita mendapatkan
pemahaman etika yang lebih lengkap mengenai apa itu etika,
sekaligus kita lebih mampu memahami pengertian etika yang sering
sekali muncul dalam pembicaraan sehari-hari, baik secara lisan
maupun tertulis. Objek etika adalah alam yang berubah, terutama alam
manusia.
Sedangkan apabila etika digabungkan dengan kata “kerja”,
yang menjadi etika kerja memiliki arti yaitu nilai-nilai atau kebiasaan
yang harus dilakukan ketika berada di lingkungan kerja. Sehingga
dapat disimpulkan etika kerja adalah sistem nilai yang dianut secara
perorangan yang termasuk etika hubungan antar Karyawan dan
perusahaan. Etika kerja mengatur hubungan yang lebih bersifat ke
dalam (perusahaan), yakni antara Karyawan dan perusahaan secara
umum.
Kumulasi Sikap, perilaku, cara berhubungan dan bagaimana
proses kerja dilaksanakan, akan membangun “Budaya Kerja” yang
merupakan salah satu elemen penting dalam perusahaan.
Etika Kerja meliputi hal-hal berikut ini :
Sikap Karyawan dalam Perusahaan
Sikap Karyawan dengan wewenang dan jabatannya di Perusahaan
Hubungan Karyawan dengan Atasan dan dengan Bawahannya
Hubungan Karyawan dengan Sesama Karyawan
10
Turut menciptakan lingkungan kerja yang kondusif dan secara
bersama-sama membangun budaya kerja yang baik.
b. Karyawan dengan wewenang dan jabatannya di Perusahaan :
Menggunakan dengan penuh tanggung jawab untuk
kepentingan Perusahaan dan tidak untuk kepentingan pribadi
atau pihak-pihak tertentu.
Menjaga dan menggunakan seluruh data, informasi, harta dan
fasilitas Perusahaan untuk kepentingan Perusahaan dan tidak
menggunakannya untuk kepentingan pribadi atau pihak-pihak
tertentu.
Menjaga nama baik Perusahaan dalam sikap dan perilakunya,
baik di luar maupun di dalam Perusahaan.
c. Karyawan dengan Atasan dan Bawahannya di Perusahaan :
Atasan sebagai panutan, pengarah dan pembimbing
bawahannya dan bertanggung jawab atas perilaku, kinerja dan
unjuk kerja bawahannya di Perusahaan.
Bawahan secara aktif mengembangkan diri dan
mengekspresikan potensinya dalam arah dan di bawah
tanggung jawab Atasannya.
Saling menerima, menghargai dan membina kerjasama dalam
suasana keterbukaan didasari ketulusan dan itikad baik.
d. Karyawan dengan sesama Karyawan :
Saling menghargai, mendorong semangat dan membina
kerjasama dalam tugas dan tanggung jawabnya masing-
masing.
Mengembangkan integritas, keterbukaan dan kelimpahruahan
dalam hubungan yang harmonis sebagai warga Perusahaan.
11
Setelah membahas mengenai pengertian dari etika kerja
tersebut, tulisan selanjutnya mengenai bahasan tentang
meningkatkan etika kerja di lingkungan kerja. Untuk mendapatkan
kesuksesan dalam karir, setiap karyawan hendaknya meningkatkan
etika kerja. Ikuti tips berikut ini dalam meningkatkan etika kerja.
Etika kerja berkaitan dengan apa yang semestinya dilakukan
oleh karyawan. Seharusnya etika kerja makin lama bukannya
semakin menurun tetapi semakin meningkat. Seperti dikutip Ehow,
untuk meningkatkan etos kerja, setiap karyawan perlu membangun
prinsip-prinsip seperti di bawah ini.
Pertama, Datang ke kantor lebih awal, setidaknya 15 menit
sebelum mulai bekerja. Menyediakan waktu luang sebelum bekerja
membuat Anda lebih siap mental untuk mengerjakan tugas kantor.
Karyawan yang tidak pernah telat berarti menjunjung tinggi prinsip
etika kerja.
Kedua, Pertahankan sikap profesional setiap saat. Jadilah
karyawan yang ramah dan bersahabat kepada staf lainnya di
perusahaan. Hindarilah gosip dan fokuskan diri pada masalah-
masalah pekerjaan.
Ketiga, Bersikap postif terhadap komentar negatif. Sikap positif
sangat penting untuk menguatkan etos kerja. Bawalah perspektif
yang segar pada pendapat negatif.
Keempat,Inisiatif untuk menangani proyek baru. Jadilah
karyawan dengan inisiatif tinggi dalam mengambil proyek baru dan
percaya dirilah menjalankan semua tanggung jawab pekerjaan.
Kelima,Produktif. Kualitas dan kuantitas pekerjaan merupakan
cerminan langsung karakter profesional dan integritas. Seorang
pekerja yang produktif dengan etika kerja yang kuat, dapat
menghasilkan karya yang berkualitas.
12
Keenam, Menghormati kontribusi rekan lain. Bagi sebagian
orang bekerja dengan tim lebih sulit karena harus menyatukan
beberapa pendapat menjadi satu. Belajarlah untuk menghormati
rekan lain di kantor yang memberikan ide.
Ketujuh,Tidak perhitungan dengan waktu kerja. Bekerja lembur
sesekali bukanlah suatu masalah besar. Bekerja lembur akan
menyukseskan proyek yang akan dijalani dan dapat
menyelesaikannya lebih cepat dari waktu yang diprediksikan.
13
waktu, budaya pasti terbentuk dalam organisasi dan dapat pula
dirasakan manfaatnya dalam memberi kontribusi bagi efektivitas
organisasi secara keseluruhan.
Budaya organisasi dapat mempengaruhi cara orang dalam
berperilaku dan harus menjadi patokan dalam setiap program
pengembangan organisasi dan kebijakan yang diambil. Hal ini terkait
dengan bagaimana budaya itu mempengaruhi organisasi dan
bagaimana suatu budaya itu dapat dikelola oleh organisasi. Berikut
ini dikemukakan beberapa pengertian budaya organisasi menurut
beberapa ahli :
Menurut Wood, Wallace, Zeffane, Schermerhorn, Hunt,
Osborn (2001:391), budaya organisasi adalah sistem yang
dipercayai dan nilai yang dikembangkan oleh organisasi dimana hal
itu menuntun perilaku dari anggota organisasi itu sendiri.
Menurut Tosi, Rizzo, Carroll seperti yang dikutip oleh
Munandar (2001:263), budaya organisasi adalah cara-cara berpikir,
berperasaan dan bereaksi berdasarkan pola-pola tertentu yang ada
dalam organisasi atau yang ada pada bagian-bagian organisasi.
Menurut Robbins (1996:289), budaya organisasi adalah
suatu persepsi bersama yang dianut oleh anggota-anggota
organisasi itu.
Menurut Schein (1992:12), budaya organisasi adalah pola
dasar yang diterima oleh organisasi untuk bertindak dan
memecahkan masalah, membentuk karyawan yang mampu
beradaptasi dengan lingkungan dan mempersatukan anggota-
anggota organisasi. Untuk itu harus diajarkan kepada anggota
termasuk anggota yang baru sebagai suatu cara yang benar dalam
mengkaji, berpikir dan merasakan masalah yang dihadapi.
14
Menurut Cushway dan Lodge (GE : 2000), budaya
organisasi merupakan sistem nilai organisasi dan akan
mempengaruhi cara pekerjaan dilakukan dan cara para karyawan
berperilaku.
Menurut Nawawi (2003:283) yang dikutip dari Cushway B dan
Lodge D, hubungan budaya dengan budaya organisasi, bahwa
“budaya organisasi adalah suatu kepercayaan dan nilai-nilai yang
menjadi falsafah utama yang dipegang teguh oleh anggota organisasi
dalam menjalankan atau mengoperasionalkan kegiatan organisasi”.
Sedangkan Nawawi (2003, :283) yang dikutip dari
Schemerhom, Hurn dan Osborn, mengatakan “budaya organisasi
adalah suatu sistem penyebaran keyakinan dan nilai-nilai yang
dikembangkan di dalam suatu organisasi sebagai pedoman perilaku
anggotanya”.
Tunstal dalam Wirawan (2007) mendefinisikan, budaya
organisasi adalah suatu kepercayaan, kebiasaan, nilai, norma
perilaku, dan cara melakukan bisnis yang unik bagi setiap organisasi
yang mengatur pola aktivitas dan tindakan organisasi, serta
melukiskan pola implisit, perilaku, dan emosi yang muncul yang
menjadi karakteristik dalam organisasi. Adapun menurut Elridge dan
Crombie dalam Wirawan (2007) mendefinisikan, suatu budaya
organisasi menunjukan konfigurasi unik dari norma, nilai,
kepercayaan, dan cara-cara berperilaku yang memberikan
karakteristik cara kelompok dan individu bekerja sama untuk
menyelesaikan tugasnya.
Schein (1992) memandang budaya organisasi sebagai suatu
pola asumsi-asumsi mendasar yang dipahami bersama dalam
sebuah organisasi terutama dalam memecahkan masalah-masalah
yang dihadapi. Pola-pola tersebut menjadi sesuatu yang pasti dan
disosialisasikan kepada anggota-anggota baru dalam organisasi.
15
Dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan budaya
organisasi adalah kepercayaan, nilai, norma perilaku organisasi yang
dianut oleh anggota organisasi, yang kemudian dapat
mempengaruhi cara bekerja dan berperilaku dari para anggota
organisasi yang diterima dan disosialisasikan secara
berkesinambungan sebagai pembentuk karakteristik organisasi
dalam menghadapi tantangan / adaptasi eksternal dan integrasi
internal.
16
memahami espoused values ini, seringkali dilakukan wawancara
dengan anggota kunci organisasi misalnya, atau menganalisa
kandungan artifak seperti dokumen.
c. Asumsi dasar (basic assumption)
Asumsi dasar (basic assumption), merupakan bagian
penting dari budaya organisasi. Asumsi ini merupakan reaksi yang
dipelajari yang bermula dari nilai- nilai yang didukung karena
merupakan keyakinan yang dianggap sudah ada oleh anggota
suatu organisasi seperti kepercayaan, persepsi ataupun perasaan
yang menjadi sumber nilai dan tindakan.
Budaya organisasi tingkat ketiga ini menetapkan cara yang
tepat untuk melakukan seseuatu dalam sebuah organisasi, yang
seringkali dilakukan lewat asumsi yang tidak diucapkan.
17
2.7.2 Faktor Penguat Budaya Organisasi
Selain Faktor Penentu budaya organisasi , juga terdapat faktor
penguat budaya organisasi. Deal dan Kennedy (dalam Saffold, 1988)
mengatakan bahwa antara budaya kuat dan lemah mempunyai
kekuatan dalam mempengaruhi perolaku organisasi. Tetapi dalam
budaya kuat “setiap karyawan mengetahui tujuan organisasi dan
mereka bekerja untuk organisasi tersebut”.
Dengan demikian, dalam suatu budaya kuat, tujuan karyawan
menyatu dengan tujuan organisasi. Dalam budaya lemah tujuan
karyawan berbeda dengan arahan organisasi atau mungkin
terpencar-pencar dan berbeda/beralihan. Disisi lain , budaya yang
terlalu kuat bisa juga berakibat kurang menguntungkan bagi suatu
organisasi, terutama bila dihadapkan pada tuntutan perubahan
secara mendasar.
Pada umumnya, budaya yang kental dalam organisasi
cenderung sulit untuk menerima perubahan, karena system nilai yang
tumbuh dan dianut telah mengakar kuat dalam sanubari setiap atau
mayoritas karyawan sehingga sulit untuk diubah begitu saja.
sebaliknya budaya yang tidak terlalu kuat, kadang kala
menguntungkan organisasi terutama pada saat organisasi berada
dalam lingkungan yang tidak stabil dan menuntut adanya fleksibilitas
yang tinggi. Lorch (1986) mengatakan bahwa :
a. Budaya yang kuat cenderung menghambat perubahan dengan
kuatnya nilai-nilai lama yang dipertahankan dan di anggap sudah
baik.
b. Walaupun pemimpin menyadari pentingnya perubahan,
tanggapan yang diberikan masih berkisar pada system nilai yang
lama itu juga sehingga perubahan itu tidak benar-benar nyata.
18
Untuk mengetahui kekuatan suatu budaya organisasi, menurut
Sathe (dalam Roberts et al. 1994) dapat didefinisikan melalui tiga cirri
yaitu :
a. Kekuatan budaya (thickness of culture), diukur melalui jumlah
asumsi bersama. Budaya kental mempunyai banyak asumsi,
sedangkan budaya encer sedikit asumsinya.
b. Tingkat kebersamaan (extent of sharing), lapisan demi lapisan
keyakinan di anut bersama
c. Kejelasan peraturan (clarity of ordering), Dua factor yang
mempengaruhi kekuatan budaya adalah jumlah karyawan dan
penyebaran georgrafis.
19
tertentu,kebijakan, produknya mengarah pada pengembangan
berbagai sikap dan nilai.
Ketiga, hubungan kerja karyawan membawa harapan, nilai,
sikap mereka kedalam organisasi. Hubungan kerja mencerminkan
aktivitas utama organisasi yang membentuk sikap dan nilai. Jadi,
budaya organisasi sering dibentuk oleh pengaruh orang-orang yang
mendirikan organisasi tersebut, oleh lingkungan eksternal dimana
organisasi beroprasi , dan oleh karyawan serta hakikat dari
organisasi tersebut
Budaya mengimplikasikan adanya dimensi atau karakteristik
tetentu. Robbins (1994) mengajukan sepuluh karakteristik yang jika di
campur dan dicocokan akan mengambil esensi dari sebuah budaya
organisasi sebagai karakteristik utama yang menjadi pembeda
budaya organisasi, yaitu :
a. Inisiatif individual, tingkat tanggung jawab, kebebasan, dan
keindependenan yang dimiliki individu
b. Toleransi terhadap tindakan beresiko, sejauh mana para
karyawan di anjurkan untuk bertindak agresif, inofatif, dan
mengambil resiko
c. Arah , sejauh mana organisasi tersebut menciptakan dengan jelas
sasaran dan harapan mengenai kinerja
d. Integrasi, tingkat sejauh mana unit-unit dalam organisasi di
dorong untuk bekerja dengan cara-cara terkoordinasi
e. Dukungan dari manajemen, tingkat sejauh mana para manajer
member komunikasi yang jelas, bantuan , serta dukungan
terhadap bawahan mereka
f. kontrol, jumlah peraturan dan pengawasan langsung yang
digunakan untuk mengawasi dan mengendalikan prilaku
karyawan
20
g. identitas. Tingkat sejauh mana para karyawan
mengidentifikasikan dirinya secara keseluruhan dengan
organisasinya daripada dengan kelompok kerja tertentu atau
dengan bidang keahlian professional lainnya.
h. System imbalan, tingkat sejauh mana alokasi imbalan (misalnya
kenaikan gaji ) didasarkan atas criteria kinerja karyawan sebagai
kebalikan dan senioritas, sikap pilih kasih dan sebagainya
i. Toleransi terhadap konflik, tingkat sejauh mana para karyawan
didorong untuk mengemukakan konflik dan criteria secara terbuka
j. Pola komunikasi,tingkat sejauh mana komunikasi organisasi
dibatasi oleh hierarki kewenangan formal.
21
peluang, c) Komitemen terhadap sumber daya, d) Struktur
manajemen.
Dalam mempelajari budaya organisasi dapat dikelompokkan
dalam empat pendekatan (Robbert dan Hunt, 1994), yaitu:
Kelompok pertama beberapa sarjana memandangnya
sebagai asumsi bersama, keyakinan, dan nilai-nilai dalam organisasi
dan kelompok kerja. Kelompok kedua tertarik mengenai mitos,
cerita, dan bahasa sebagai manifestasi budaya. Kelompok ketiga
memandang tata cara dan seremonial sebagai manifestasi budaya.
Dan kelompok keempat mempelajari interaski antar-anggota dan
simbol-simbol. Suatu organisasi bisa mempunyai variasi campuran
dari empat jenis tersebut, yaitu
(1) Budaya Birokratik, suatu organisasi dengan karyawan yang
mempunyai formalisasi nilai peraturan standar prosedur operasi,
dan koordinasi hierarkis. Perhatian jangka panjang dalam
birokrasi, efisiensi, dan stabilitas dapat diperkirakan.
(2) Budaya Clan, mempunyai atribut tradisi, kesetiaan, komitmen
pribadi, sosialisasi ekstensif, tim kerja, manajemen diri, dan
pengaruh sosial. Komitmen individual jangka panjang dalam
organisasi (kesetiaan) diganjar dengan komitmen jangka panjang
organisasi terhadap karyawan (jaminan).
(3) Budaya Entrepreunerial, menunjukkan tingkat pengambilan risiko
yang tinggi, dinamis dan kreativitas. Ada komitmen terhadap
eksperimentasi, inovasi. Budaya ini tidak hanya cepat bereaksi
terhadap perubahan lingkungan, tetapi menciptakan perubahan.
Cara-cara yang efektif asalkan baru dan produknya untuk
mempercepat pertumbuhan. Inisiatif karyawan, fleksibilitas, dan
kebebasan dibantu perkembangannya dan diperkuat serta
diganjar dengan baik.
22
(4) Budaya Pasar, nilai yang akan dicapai terukur, dan karyawan
dituntut mencapai sasaran, terutama yang berbasis financial dan
pasar. Persaingan yang berlangsung keras, dan orientasi
keuntungan memperkuat organisasi. Hubungan antara karyawan
dan organisasi bersifat kontrak. Kewajiban para pihak disetujui
terlebih dahulu. Dalam kondisi demikian orientasi kontrol formal
stabil.
23
rapat dan diskusi yang tidak berguna, serta mengevaluasi target
seperti apa yang bisa dicapai.
3. Hedonism
Sebuah budaya berjiwa hedonis tinggi memiliki karakteristik
work hardplay hard; karyawan berusaha sekuat tenaga, kemudian
secara berkala meluangkan waktuya untuk bersantai, selebrasi,
dan bersenang –senang sebanding dengan kuantitas kerja keras
yang dikeluarkan, bahkan di organisasi seperti ini biasanya ada
semacam anggaran untuk pesta.
4. Alturism
Sebuah budaya ber-altruistik tinggi adalah budaya yang
peduli pada kesejahteraan staf, dimana orang –orang didorong
untuk mengembangkan bakat dan memaksimalkan potensi
mereka, dan organisasi menyediakan sumber daya dan bantuan
untuk mendukung upaya itu.
5. Affiliation
Sebuah budaya berafiliasi tinggi meruakan budaya lebih
menekankan pada interaksi soasial. Praktek dan prosedur resmi
maupun tidak resmi akan dirancang untuk memaksimalkan kontak
sosial, contohnya mengadakan banyak rapat yang terjadwal atau
tidak terjadwal, komunikasi yang rutin di dalam sebuah bagian
antar bagian, dan mengatur ruang kantor sedemikian rupa untuk
mendorong interaksi.
6. Tradition
Sebuah budaya bernilai tradisi tinggi terlihat dari dress
code- nya, cara berpenampilan, hirarki yang jelas dan peraturan
mengenai cara mendekorasi tata ruang kantor. Ada simbol –
simbol yang menggambarkan rasa patriotisme dan hormat pada
otoritas, seperti bendera, foto atau gambar pejabat –pejabat
penting atau tokoh berpengaruh dimasa lalu, dan mungkin ada
24
semacam penghormatan pada tokoh –tokoh tertentu, contoh
menggheningkan cipta, upacara pengibaran bendera dan lain –
lain.
7. Security
Sebuah budaya bernilai keamanan tinggi akan ditandai
dengan kekhawatiran akan terjadi kesalahan, kebocoran,
penyususpan, gangguan eksternal dan berproses secara hati-hati
untuk menjaga dari kejadian –kejadian yang tidak diinginkan, baik
kejadian nyata atau imajinatif. Hal ini mencangkup prosedur
keamanan, kode akses, rencana untuk menjamin agar protokol
keamanan selalu dipatuhi, dan penekanan pada mengurangi
resiko sekecil mungkin.
8. Commerce
Sebuah budaya bernialai dagang tinggi akan menekankan
profitabilitas dan pengendalian biaya.
9. Aesthetics
Sebuah budaya berestetika tinggi akan ditandai dengan
kesadaran diri untuk memperhatikan gaya, penampilan, dan
kualitas. Seluruh furniture akan didesain dengan hati –hati agar
nantinya semua itu dapat mengirimkan kesan pada klien dan staf
tentang standar kualitas dan gaya dari organisasi.
10. Science
Budaya dengan penenkanan pada ilmu pengetahuan. Ilmu
pengetahuan yang dimaksud adalaha ilmu pengetahuan yang
tinggi dengan karakter yang logis, empiris hanya percaya pada
data dan fakta, dan lebih memilih untuk membuat keputusan
berdasarkan data. Selain penekanan pada ilmu pengetahuan,
budaya ini juga menekankan pada rasionalitas dan akuntabilitas,
ciri lainnya adalah pengambilan keputusan akan dilakukan
dengan lambat.
25