Anda di halaman 1dari 4

MARINE DEBRIS MONITORING & MODELLING di PANTAI JEPARA

dengan METODE CSIRO

Abstract – Kawasan pesisir Jepara tepatnnya Pantai Mororejo merupakan objek wisata baru,
dan seperti wilayah lainnya cenderung banyak terdapat sampah (marine debris). Belum
pernah diadakannya Marine Debris Monitoring di daerah ini merupakan hal yang kurang
tepat mengingat potensi sebagai objek wisata. Monitoring sebenarnya penting untuk menilai
kemanjuran tindakan mengurangi sampah di lautan dan di sepanjang garis pantai dunia
(Hardesty & Wilcox, 2015) terutama di Indonesia. Keberadaan Marine Debris dapat
menggangu keadaan sosial, ekonomi dan ekologi daerah tersebut. Penelitian ini bertujuan
untuk menentukan jenis, berat, kepadatan dan distribusi serasah laut; dampak sampah pada
kualitas air; dampak ekosistem ekonomi, sosial dan lingkungan. Data diambil menggunakan
transek garis di 7 titik pengamatan. Ukuran serasah diamati (> 2,5 cm) atau serasah makro.
Mengambang sampah dan setiap hari memasukkan sampah juga dianalisis. Diperkirakan
jenis sampah paling banyak berjenis sampah plastik (>5 cm) kemudian sampah organik dan
botol. Diperkirakan akumulasi harian sekitar 1.445 ± 1.743g/m/hari, dampak pada lamun dan
biota seperti daun patah, hancur dan mengapung bersama dengan sampah beberapa jenis
karang, jenis krustasea juga terlihat hidup diantara sampah yang mempengaruhi
keanekaragaman hayati. Dengan keadaan seperti ini kehidupan masyarakat ikut terganggu
karena sektor wisata dan perikanan merupakan sumber pokok penghasilan mereka.

Keyword – Marine Debris, Sampah, Jepara, Marine Debris Monitoring, Akumulasi,


Modelling, Managemen, Dampak, Ekologi.

I. Pendahuluan
Manusia dikenal sebagai mahkluk yang terus menghasilkan produk buangan atau
sampah. Produk buangan ini bahkan telah mengjangkau daerah pesisir dan lautan (Hardesty
& Wilcox, 2015). Marine Debris didefinisikan sebagai sampah bahan padat yang dibuang
maupun ditinggalkan di lingkungan laut dan pesisir (UN Environment Program, 2009).
Contoh dari sampah padat adalah plastik, logam, kertas, kaca, dan kertas (Assuyuti et al.,
2018) dilingkungan pantai, lautan dangkal, hingga lautan terbuka dengan jumlah diperkirakan
melebihi 600,000 pieces per km2 (Law et al. 2010). Hampir dimanapun tempat didunia ini
dapat dijumpai sampah buangan manusia. Jumlah sampah terus meningkat setiap harinya,
dengan Indonesia adalah negara ke 2 di dunia yang diperkirakan menyumbang jumlah
sampah yang masuk ke lautan (Jambeck et al., 2015). Monitoring sebenarnya penting untuk
menilai kemanjuran tindakan mengurangi sampah plastik di lautan dan di sepanjang garis
pantai dunia (Hardesty & Wilcox, 2015) terutama di Indonesia. Keberadaan sampah jelas
diketahui menganggu fungsi ekosistem lautan karena terkontaminasi limbah baik cair padat
maupun gas terlarut (Assuyuti et al., 2018). Bahkan kehidupan manusia-pun beresiko
terdampak oleh keberadaan Marine Debris disebabkan adanya interaksi antara laut dan
manusia (Fleming et al., 2014), maupun melalui mekanisme transfer dari sumber makanan
seafod yang jumlahnya meningkat dari tahun ke tahun.
Penelitian dilakukan supaya kita mengetahui distribusi dan jenis sampah apa saja
yang berada pada wilayah pesisir Jepara. Setelah kita mengetahui, maka data tersebut dapat
mengarahkan kita untuh memahami faktor faktor yang mempengaruhi terakumulasinya
sampah di wilayah tersebut. Kemudian dapat dilakukan pula modelling transport, pergerakan,
dan akumulasi Marine Debris dengan sistem informasi geografis supaya lebih mudah
dipahami (Viehman et al., 2011). Dari hasil hasil tersebut kiranya kita dapat merencakanan
program Waste Management yang lebih baik untuk mengurangi sampah yang ada (Sheavly
and Register, 2007). Sebagai perbandingan, hasil kajian dari (Handaka et al., 2007), yang di
lakukan di pantai selatan Garut, tepatnya di Pantai Pameungpeuk Kabupaten Garut
menunjukkan bahwa sekitar 65% sampah yang berada di pesisir pantai tersebut berasal dari
wisatawan. Hal ini dikuatkan oleh fakta bahwa sekitar 80% responden juga menyatakan
bahwa kondisi pantai tersebut tidak bersih. Sebagai tambahan, (Handaka et al.,2007), juga
telah menunjukkan bahwa persepsi masyarakat cukup tinggi terhadap kebersihan pesisir
sekitar, namun hal ini terkendala oleh fasilitas serta dukungan dari pemerintah setempat.
Keterlibatan berbagai pihak termasuk pemerintah akan sangat menunjang kebersihan pantai
sehingga akan tercipta lingkungan pesisir pantai yang nyaman serta dapat menarik
wisatawan.

II. Materi & Metode


Lokasi penelitian dilakukan di Pantai Mororejo, Jepara antara Oktober-November
tahun 2019. Terdapat 5 stasiun pengamatan di sepanjang garis pantai (gambar 1.). Untuk
mendapatkan data sampah laut, menggunakan transek dan mengacu pada metode CSIRO
Australia Coastal Survey. Metode CSIRO ini lebih fleksibel mengenai persyaratan lokasi
monitoring serta panjang transek yang digunakan. Selain itu metode oleh dari Australia ini
dilengkapi pendataan sampah hingga identifikasi berdasarkan jenis dan merk dari sampah
yang ditemukan.Melalui metode ini dapat diketahui jenis sampah plastik yang dimanfaatkan
kembali sehingga dapat diketahui sampah plastik yang memiliki nilai ekonomis (ecobrick).
Monitoring dilakukan menggunakan line-transect dan menentukan tipe, jenis, berat,
kuantitas dan sebaran sampah disekitar area pengamatan. Ukuran serasah diamati (> 2,5 cm)
atau serasah makro. Dimulai dengan penarikan transek dari bibir pantai kearah atas sepanjang
10m atau hingga menyentuh vegetasi pantai. Langkah selanjutnya dengan melakukan
pendataan sampah yang terdapat pada 1 meter dikanan dan kiri transek. Sampah laut diambil
dan dihitung di daratan. Tingkat akumulasi harian sampah ditentukan dengan metode transek
garis. Diamati selama 17 hari, mulai 20 Oktober hingga 7 November 2019. Selain melakukan
monitoring, juga dilakukan pengamatan terkait faktor-faktor yang dapat berpengaruh
terhadap persebaran sampah. Pengamatan arah arus dilakukan untuk memetakan sumber dan
sebaran sampah. Data kemudian di-digitasikan kedalam bentuk peta digital.
DAFTAR PUSTAKA

Bangun S.A., J.R.R. Sangari F.F. Tllaar., S.B. Pratasik., M. Salaki dan W. Pelle.
2019. Komposisi Sampah Laut di Pantai Tasik Ria, Kecamatan Tombariri, Kabupaten
Minahasa. Jurnal Ilmiah Platax. 7 (1) : 320 – 328.
Handaka, AA., I. Riyantini, M.Y. Awaluddin. 2007. Kepedulian Masyarakat
Terhadap pencemaran di wilayah pesisir Pameungpeuk Kabupaten Garut. Jurnal
Akuatika. FPIK Unpad.
Hardesty B.D., C. Wilcox dan L. Lebreton. 2016. Modelling and Monitoring Marine
Litter Movement, Transport and Accumulation. Oceans and Atmosphere, 133.
Hermawan R., A. Damar dan S. Hariyadi. 2017. Daily Accumulation and Impacts of
Marine Litter on The Shores of Selayar Island Coast, South Sulawesi. Waste Tech. 5(1):15–
20.
Liffmann M., B. Howard., K. O’hara., and J.M. Coe. 1997. Strategies to Reduce,
Control, and Minimize Land-Source Marine Debris. Springer. 1 (1) : 381 – 395.
Martin P. Bennett and C.C. Visaggi. 2016. Mapping Marine Debris Across Coastal
Communities in Belize : Developing a Baseline for Understanding the Distribution of Litter
on Beaches Using Geograaphic Information System. Environment Monitoring Assess. 1 (1) :
188 – 557.
Ribic. 1998. Use of Indicator Items to Monitor Marine Debris on a New Jersey
Beach from 1991 to 1996. Marine Pollution Bulletin. 36 (11) : 887 – 891.
Ryan P.G., C.J. Moore., J.A.V. Franeker and C.L. Moloney. 2009. Monitoring The
Abundance of Plactic Debris in the Marine Invironment. Royal Society. 3 (6) : 42 – 68.
Sheavly and Register. 2007. Marine Debris and Plastics : Environmental Concerns,
Sources, Impacts and Solution. Journal of Polymers and the Environment. 15 (4) : 301 – 305.
Viehman S., J.L.V. Pluym and J. Schellinger. 2011. Characterization of Marine
Debris in North Carolina Salt Marshes. Marine Pollution Bulletin. 62 (12) : 2771 – 2779.

Anda mungkin juga menyukai