Anda di halaman 1dari 10

PELAKSANAAN THEURAPEUTIC COMMUNITY SEBAGAI SALAH SATU

METODE REHABILITASI TERHADAP NARAPIDANA PECANDU NARKOBA

Politeknik Ilmu Pemasyarakatan

Email :

Abstrak

Terapi dan rehalibitasi bagi korban penyalahgunaan narkoba, merupakan sistem pelayanan terpadu
dengan menggunakan Therapeutic Community (TC). Therapeutic Community merupakan suatu
treatment yang menggunakan pendekatan psikososial, yaitu bersama-sama dengan mantan pengguna
narkoba lainnya mereka hidup dalam satu lingkungan dan saling membantu untuk mencapai
kesembuhan. Proses perubahan yang diharapkan dari Therapeutic Community (TC) adalah
perubahan tingkah laku perkembangan emosi, perkembangan intelektual, spiritual dan keterampilan
kerja serta memberikan perhatian, perlindungan, dan mendukung perkembangan secara fisik, mental,
dan spiritual yang seimbang, dengan penuh cinta kasih dan rasa saling menghargai terhadap setiap
individu dan komunitas secara keseluruhan, sehingga terciptanya keharmonisan didalam lingkungan
tersebut. Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapat gambaran mengenai
hasil penerapan Therapeutic Community (TC) pada penyalahguna narkoba, terjadinya perubahan
tingkah laku setelah mengikuti proses rehabilitasi karena penyalah gunaan narkoba disebabkan oleh
interaksi antara factor yang terkait dengan individu, faktor lingkungan dan faktor tersedianya zat
(narkoba).

Keywords : Therapeutic Community, penyalahguna narkoba, perubahan tingkah laku


PENDAHULUAN

Permasalahan Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA)


untuk negara berkembang seperti Indonesia, merupakan salah satu permasalahan yang sangat besar
dan mampu mengancam kehidupan manusia terutama masyarakat indonesia. Berbagai macam cara
untuk menghentikan permasalahan ini telah dilaksanakan dengan serius, namun pada kenyataannya
belum mampu menghentikan penyalahguna NAPZA. Salah satu usaha mengatasi hal tersebut pada
tahun 2007 pemerintah mengeluarkan beberapa undang-undang yang mengatur produksi, impor,
ekspor, menanam, menyimpan, mengedarkan dan menggunakan Narkotika dan Psikotropika. Hampir
setiap negara mempunyai ketentuan-ketentuan hukum yang keras dan memiliki satuan-satuan aparat
keamanan yang handal dalam usaha menangkal masalah ini. Di Indonesia, ketentuan hukum itu antara
lain dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1976 yang dalam satu bagiannya, yaitu pasal 23 ayat 2,
dengan tegas melarang perbuatan menyimpang untuk memiliki atau menguasai narkotika. Ancaman
hukumannya adalah pidana penjara maksimum selama 10 tahun dan denda setinggi-tingginya
sebanyak lima belas juta rupiah dan bagi pemakai narkotika menurut ayat 7, diancam pidana
maksimum 3 tahun penjara. Tetapi kenyataannya jumlah orang yang menggunakan NAPZA dari
tahun ke tahun terus meningkat.

Program rehabilitasi bagi remaja penyalahguna NAPZA yang memiliki tujuan untuk
memulihkan, menyadarkan dan menumbuhkan peran serta dan fungsi kehidupan yang normal
sehinggga dapat kembali ke dalam kehidupan yang normal serta diterima oleh masyarakat sebagai
suatu manusia yang berguna. Dalam upaya menumbuhkan kesadaran masyarakat khususnya pada
kelompok berisiko tinggi upaya yang dilakukan melalui penyebaran informasi yang menyeluruh
mengenai penyalahguna NAPZA, sehingga pada akhirnya setiap orang akan berfikir mengenai bahaya
narkoba dan berusaha melindungi dirinya sendiri. Menurut UU pokok kesehatan RI yaitu: “Tiap-tiap
warga negara berhak untuk mendapatkan derajat kesehatan setinggi-tingginya dan perlu
diikutsertakan di dalam usaha-usaha kesehatan masyarakat”. (Depkes, 1982 : 5).

Sehubungan dengan hal tersebut, salah satu proses penyadaran masyarakat terhadap
pentingnya kesehatan adalah melalui suatu pendidikan, karena pendidikan merupakan bagian
terpenting dan integral dari pembangunan nasional yang memiliki nilai dan kekuatan strategis dalam
pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM). Dalam upaya peningkatan Sumber Daya Manusia ini
pemerintah terus berupaya agar dapat memajukan Pendidikan Nasional. Pada bidang pendidikan
terlihat upaya serius dari pemerintah untuk membangun suatu Sistem Pendidikan Nasional yang
mampu mendayagunakan seluruh warga negaranya agar turut aktif dalam pembangunan. Dilakukan
pula pendekatan sinergis atau kerjasama untuk meningkatkan kualitas pendidikan agar mendukung
penyediaan tenaga kerja yang produktif dan efisien dengan program pengembangan Pendidikan Luar
Sekolah (PLS).
Pendidikan di sekolah diselenggarakan mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi.
Sedangkan Pendidikan Luar Sekolah dilaksanakan di luar sistem pendidikan sekolah dimana dalam
pelaksanaannya melalui beberapa program antara lain melalui program: pendidikan anak usia dini,
pendidikan fungsional, keaksaraan keluarga, kesetaraan, pendidikan berkelanjutan, pemberdayaan
perempuan, dan pendidikan sejenis lainnya.

Pendidikan Non Formal sebagai sub Sistem Pendidikan Nasional kedepannya diharapkan
mampu memegang peranan penting dalam menggerakan masyarakat, salah satunya melalui kegiatan
pembelajaran partisipatif yang terefleksi dalam pembelajaran kelompok untuk meningkatkan
pengertian, pengetahuan dan kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan sesuai
dengan pengertian PNF menurut Coombs (D. Sudjana, 2004:22) Pendidikan Non Formal adalah
sebagai berikut: Pendidikan Non Formal adalah setiap kegiatan terorganisasi dan sistematis, diluar
sistem persekolahan yang mapan dilakukan secara mandiri atau merupakan bagian penting dari
kegiatan yang lebih luas, yang sengaja dilakukan untuk melayani peserta didik tertentu di dalam
mencapai tujuan belajarnya.

Dari pengertian tersebut jelas bahwa pengetahuan, sikap, keterampilan dan nilai tidak hanya
diperoleh melalui jalur pendidikan formal saja akan tetapi dapat juga melalui pendidikan non formal
atau pendidikan luar sekolah. Dimana dapat menjadikan seseorang lebih berdaya bagi dirinya sendiri
maupun bagi masyarakat. Satu pelaksanaan PLS tersebut diantaranya yaitu melalui Metode
Theurapeutic Community (TC). Dengan berdiam dalam suatu Panti Rehabilitasi Sosial Eks
Penyalahguna NAPZA yang diharapkan dapat menumbuhkan rasa percaya diri, yang berada dibawah
bimbingan para ahli. Dalam pelaksanaan program rehabilitasi terdapat beberapa pendekatan yang
dilakukan seperti biologis, psikologis sosial, spritual dan religi. Salah satu metode yang digunakan
dalam proses rehabilitasi dari para pecandu NAPZA adalah Metode Theurapeutic Community (TC).
Dengan adanya metode tersebut maka Eks Penyalahguna NAPZA mampu mengembangkan
kemampuan dirinya, memahami diri dan lingkungannya sehingga dalam indvidu terjadi perubahan
sikap dan memiliki kecakapan dan mampu menerapkan pola hidup sehat serta meningkatkan
kesadarannya terhadap bahaya yang ditimbulkan dari apa yang mereka kerjakan. Dalam penelitian ini
penulis akan meneliti dan mengkaji permasalahan tentang: “Pelaksanaan Theurapeutic Community
Sebagai Salah Satu Metode Rehabilitasi Terhadap Narapidana Pecandu Narkoba”.
METODE PENELITIAN

Maka metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif yang berusaha mendeskripsikan
suatu gejala yang terjadi pada saat sekarang. Dengan kata lain, penelitian deskriptif mengambil
masalah atau memusatkan perhatian kepada masalah-masalah aktual sebagaimana adanya pada suatu
penelitian dilaksanakan. Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok
manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran atau suatu kelas peristiwa pada masa
sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan
secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena
yang diselidiki. Menurut Whitney dalam Nazir (1988: 63) bahwa metode deskriptif adalah sebagai
berikut: Metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat, serta tata cara yang
berlaku dalam masyarakat situasi-situasi tertentu termasuk hubungan, kegiatan-kegiatan, sikap-sikap,
pandangan-pendangan, serta proses-proses yang sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari
suatu fenomena. Dari penjelasan tersebut, maka metode deskriptif dianggap sebagai metode yang
paling relevan untuk digunakan dalam suatu penelitian. Karena penelitian ditujukan pada masalah
yang tejadi pada masa sekarang dan dalam pelaksanaannya tidak terbatas pada pengumpulan data dan
penyusunan data, akan tetapi lebih jauh lagi dianalisis dari setiap data yang terkumpul. Sejalan dengan
hal tersebut, Winarno Surakhmad (1990: 140) menjelaskan ciri-ciri metode deskriptif, yaitu: (1)
Memusatkan diri pada pemecahan masalah-masalah yang aktual; dan (2) Data yang dikumpulkan
mula-mula disusun, dijelaskan dan kemudian dianalisa serta menginterpretasikan hasil data. Oleh
sebab itu metode ini sering dikenal dengan metode analitik.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Semakin banyaknya kasus penyalahgunaan narkoba yang terjadi saat ini menjadikan lapas
dan rutan serta tempat rehabilitasi penyalahguna narkoba meningkat, bahkan mengalami over
kapasitas. Hal tersebut berimbas kepada meningkatnya tingkat kejahatan lain yang berhubungan
akibat dari penyalahgunaan narkoba sehingga pada tahun ini pemerintah menetapkan bahwa Indonesia
sebagai darurat narkoba.

Makin banyaknya penyalahguna yang menjadi kurir dirasa akibat ketidaktahuan akan sebab
dan akibat dari penyalahgunaan narkoba tersebut. di tambah dengan iming-iming untung yang sangat
menggiurkan serta kurangnya personil penegak hukum dirasa belum menjangkau terlalu jauh kepada
masyarakat yang merupakan salah satu faktor merebaknya tingkat kasus penyalahgunaan narkoba,
sehingga di perlukan sebuah solusi yang diharapkan bisa menjangkau kepada masyarakat yaitu
memberikan pemahaman kepada para penyalahguna narkoba dalam bentuk terapi yang mana
diharapkan ketika selesai menjalani rehabilitasi, para mantan penyalahguna dapat membentengi diri
nya sendiri dan keluarga dari bahaya narkoba serta dapat menjangkau kepada masyarakat sebagai
agen perubahan.

Terapi dengan modalitas Theurapeutic Community (TC) yang dilaksanakan di dalam lapas dirasa
sangat berperan aktif dalam menekan angka relaps (kambuh) di dalam lapas yang mana di dalam
terapi ini terdapat salah satunya adalah pemangkasan tingkah laku serta upaya pemulihan hubungan
terhadap keluarga peserta rehab (Residen) selain hal tersebut juga dilaksanakan test urine secara
berkala yang bertujuan untuk memastikan relaps atau tidaknya para residen.

Metode Therapeutic Community (TC) merupakan suatu treatment yang menggunakan pendekatan
psikososial. Bersama-sama dengan mantan pencandu narkoba lainnya mereka hidup dalam suatu
lingkungan dan saling membantu untuk mencapai kesembuhan. Aktivitas-aktivitas yang ada dalam
Therapeutic Community (TC) dirancang untuk membantu mantan pencandu narkoba untuk menguji
belief, konsep diri dan pola prilaku yang salah serta mengadopsi cara baru yang lebih harmonis dan
konstruktif dalam berinteraksi dengan orang lain. Peran seorang konselor selain membimbing adalah
sebagai contoh bagi para penyalahguna agar melakukan perubahan tingkah laku yang negatif kearah
tingkah laku yang positif.

A. Metode Therapi

Adapun dalam pelaksanaan program rehabilitasi di lapas di laksanakan dengan metode therapi
berbasis Therapeutic Community (TC), yaitu salah satu bentuk therapi psikososial yang bertujuan
untuk mendukung orang yang sakit agar dapat kembali ke dalam keluarga, sosial dan status sosial
yang ada di dalam masyarakat. Sehingga dapat di jabarkan bahwa Therapeutic Community (TC)
adalah sebagai berikut :

- Elemen inti dari pendekatan TC adalah komunitas. Komunitas dianggap sebagai metoda.
- Apa yang membedakan TC dengan pendekatan lain ? Pada program TC komunitas sengaja
digunakan untuk memfasilitasi perubahan sosial dan psikologis seorang individu.
- TC adalah suatu rekayasa realitas yang berstruktur tinggi.
- Dalam TC semua aktivitas di desain untuk menghasilkan perubahan terapeutik dan
edukasional. Sedangkan semua partisipan di anggap sebagai mediator dari perubahan
tersebut.

Tahapan pelaksanaan rehabilitasi bagi WBP pecandu dan korban penyalahgunaan narkotika meliputi :
1. Asesmen

Asesmen dilakukan setelah mendapatkan informasi dari bagian pembinaan dengan melihat
kartu pembinaan masing-masing WBP. Asesmen merupakan suatu pengumpulan informasi untuk
mendapatkan gambaran klinis dan masalah yang lebih mendalam dari seorang peserta program
secara komprehensif, baik pada saat peserta program memulai program, selama menjalani program,
hingga selesai mengikuti program. Pelaksanaan asesmen bertujuan untuk:

a. menginisiasi komunikasi dan interaksi terapeutik;


b. meningkatkan kesadaran tentang besar dan dalamnya masalah yang dihadapi oleh residen
terkait penggunaan narkotika;
c. mengkaji masalah medis dan kondisi lain yang perlu menjadi perhatian khusus;
d. menegakkan diagnosis;
e. menyusun rencana terapi;
f. memberikan umpan balik; dan
g. memotivasi perubahan perilaku.

Instrumen yang digunakan adalah instrumen wajib lapor yang memuat 7 (tujuh) domain utama
dalam proses asesmen pada pecandu dan korban penyalahgunaan narkotika:

a. informasi demografis;
b. status medis (diluar masalah penggunaan Narkotika);
c. status pekerjaan/pendidikan;
d. status penggunaan Narkotika;
e. status legal;
f. riwayat keluarga/sosial; dan
g. status psikiatris.

2. Pelaksanaan Rehabilitasi

Pelaksanaan rehabilitasi berlangsung selama 12 (dua belas) minggu meliputi:

a. Evaluasi Fisik dan Psikis

Melaksanakan evaluasi fisik dan psikis selama 2 (dua) minggu dengan komponen kegiatan
asesmen lanjutan, pemeriksaan dokter, konseling individu, dan pembahasan kasus.
b. Rehabilitasi

Program inti selama 8 (delapan) minggu yang bertujuan untuk membentuk perubahan
perilaku pada diri peserta program, baik secara mental, psikologis/emosional, sosial maupun
spiritual. Pada pelaksanaan layanan rehabilitasi terdapat beberapa bentuk kegiatan yang dapat
diberikan sesuai dengan kebutuhan, karakteristik dan permasalahan peserta program. Bentuk
kegiatan pelaksanaan layanan terdiri dari:

1) Bimbingan Fisik dan Kesehatan, antara lain:


a) Pemeliharaan fisik dan kesehatan
b) Pemeliharaan kebugaran/kegiatan olah raga

2) Pelayanan Konseling Adiksi


a) Bimbingan Individu, antara lain:
- Learning experience yaitu pemberian sanksi ringan bagi mereka yang melanggar
peraturan komunitas dan diberikan renungan untuk menyadari akan kesalahannya.
- Sesi general meeting yaitu sesi pertama pemberian hukuman berat dimana diberikan
dirrection berupa teguran mengapa melakukan kesalahan dan dipaksa mengakui
kesalahannya terhadap peraturan komunitas TC .
- Sesi Ex-Com yaitu pemberian sanksi bagi residen yang melakukan pelanggaran
dalam rumah TC dimana residen tidak diperbolehkan untuk berkomunikasi selama
menjalani hukuman sesama residen.
b) Bimbingan Kelompok, antara lain:
- Pelayanan konseling Kelompok
- Kegiatan Morning Meeting
- Dinamika Kelompok P.A.G.E. Group
- Diskusi Kelompok Terarah (Conflict Ressolution Group/CRG)
c) Bimbingan Moral - Spiritual, antara lain:
- Bimbingan Ibadah Harian
- Bimbingan Praktek Ibadah
- Bimbingan Keagamaan jumat ibadah
- Bimbingan Keterampilan Kerja/ Vokasional
- Budidaya
- Bengkel Mesin
- Bengkel Furniture
- Bengkel Handycraft
- Berkebun
3. Persiapan Pra Rehabilitasi

Melaksanakan persiapan pasca rehabilitasi selama 2 (dua) minggu dengan komponen


kegiatan:

a. Seminar, vokasional, pencegahan kekambuhan.


b. Sosialisasi pasca rehabilitasi dilakukan oleh petugas pasca rehabilitasi BNN dan
Penelitian Kemasyarakatan (Litmas) Bapas.
c. Mendokumentasikan selyryh file-file yang diperlukan (terkait perkembangan medis,
terkait perkembangan psikologi, terkait perkembangan perilaku) untuk diserahkan kepada
petugas Bapas saat WBP menjalani PB, CB, dan CMB.

4. Pelaksanaan Pascarehabilitasi

Proses pasca rehabilitasi atau rumatan lanjutan bertujuan untuk menjaga kepulihan dan
reintegrasi ke dalam masyarakat. Sasaran kegiatan adalah WBP pecandu dan korban
penyalahgunaan narkotika yang menjalani program rehabilitasi di Lapas sebelum
dikembalikan ke masyarakat.

WBP yang telah mengikuti program rehabilitasi tetapi belum bebas, wajib melanjutkan
program pasca rehabilitasi dengan mengikuti program pembinaan yang telah ada di masing-
masing lapas, sedangkan WBP yang telah mengikuti program rehabilitasi dan telah selesai
masa pidananya atau mendapat program PB, CB, dan CMB, melanjutkan program pasca
rehabilitasinya di Balai Pemasyarakatan (Bapas).

B. Perubahan Tingkah Laku

Empat (4) kategori perubahan yang diharapkan dapat terwujud dalam kegiatan Therapeutic
Community yaitu:
1. Perubahan Tingkah Laku

Ciri khas yang dimiliki oleh resident yaitu memilik kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan
norma yang ada dilingkungannya yaitu keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Sehinngga mereka
cenderung memperlakukan norma yang ditegakkan pada kelompoknya sendiri. Bagi mereka
melakukan penyimpangan-penyimpangan terhadap norma yang berlaku dirasakan sebagai sesuatu
haln yang biasa. Perilaku negatif tersebut dupayakan untuk dapat merubah melalui berbagai metode
serta penegakan norma positif yang telah disepakati bersama.

2. Perkembangan Emosi

Aspek stabilitas emosi sangat diperhatikan dalam pelayanan TC. Karena pada umum-nya residen
memiliki emosi yang sangat labil, mudah tersinggung, pemalas, mau menang sendiri (egois), murung,
minder, depresi. Kondisi tersebut lah yang mengakibatkan sulitnya residen menyesuaikan diri
kedalam kehidupan yang wajar di masyarakat Therapeutic Community memberikan pelayanan dan
menciptakan suau kondisi yang dapat mengarahkan residen untuk dapat mengontrol stabilitas emosi.
Hal ini dapat dilakukan melalui beberapa kegiatan seperti konseling individual, bimbingan kelompok,
konseling keluarga, encounter dan psikhodrama.

3. Perkembangan Intelektual/Spiritual

Aspek lain yang menjadi perhatian adalah perkembangan intelektual. Beberapa residen
kemungkinan memiliki potensi intelegensi yang cukup baik. Namun terkadang mereka tidak dapat
berkembang secara optimal karena adanya permasalahan yang di-hadapinya. Sebagian dari mereka
mungkin hanya berpendidikan sangat minim. Namun meskipun demikian tetap di upayakan
pengembangan secara intelaktual dengan cara melatih kreatifitas, memberikan materi-materi yang
berkaitan dengan pembangunan pribadinya, dan pendidikan formal.

4. Keterampilan Kerja

Dalam lingkungan TC pengertian keterampilan tidak semata-mata diarahkan pada kegiatan


keterampilan yang produktif, tetapi juga dimanfaatkan untuk menumbuh-kan rasa percaya diri,
menanamkan tanggung jawab, pemahaman bahwa setiap pekerja-an itu bermanfaat. Selanjutnya
mereka diberikan pelayanan keterampilan kerja yang bersifat produktif.

KESIMPULAN

Metode Therapeutic Community (TC) merupakan treatment yang menggunakan pendekatan


psikososial. Bersama-sama dengan mantan pencandu narkoba lainnya mereka hidup dalam suatu
lingkungan dan saling membantu untuk mencapai kesembuhan. Aktivitas-aktivitas yang ada dalam
Therapeutic Community (TC) dirancang untuk membantu mantan pencandu narkoba untuk menguji
belief, konsep diri dan pola prilaku yang salah serta mengadopsi cara baru yang lebih harmonis dan
konstruktif dalam berinteraksi dengan orang lain. Peran konselor selain membimbing adalah sebagai
contoh bagi mereka para penyalahguna agar melakukan perubahan tingkah laku kearah tingkah laku
yang positif. Empat kategori perubahan yang diharapkan dapat terwujud dalam kegiatan Therapeutic
Community yaitu perubahan tingkah laku, perkembangan emosi, perkembangan intelektual/spiritual,
dan keterampilan kerja.

REFERENSI

Badan narkotika bekerjasama dengan departemen sosial republic Indonesia. 2003. Metode
therapeutic. Jakarta.

Nazir, M. (1999). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Sudjana, D. (2003). Pendidikan Luar Sekolah, Wawasan, Sejarah Perkembangan Filsafah dan Teori
Pendukung Azas. Bandung: Nusantara Press.

Surachmad, W. (1998). Pengantar Penelitian Ilmiah. Bandung: Tarsito.

Surat edaran mahkamah agung republik Indonesia nomor 07 tahun 2009 tentang menempatkan
pemakai narkoba ke dalam panti terapi dan rehabilitasi.

Nazir, M. (1999). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Undang-undang no. 35 tahun 2009 tentang Narkotika.

Anda mungkin juga menyukai