Anda di halaman 1dari 26

BALANCED SCORECARD: KONSEP, EVOLUSI

PERKEMBANGAN, DAN KEUNGGULANNYA

PENDAHULUAN
Balanced Scorecard merupakan alat manajemen kontemporer yang didesain untuk
meningkatkan kemampuan perusahaan dalam melipatgandakan kinerja keuangan luar
biasa secara berkesinambungan (sustainable outstanding financial performance). Oleh
karena itu, Balanced Scorecard cocok digunakan untuk pengelolaan perusahaan, karena
pada dasarnya perusahaan merupakan institusi pencipta kekayaan. Bahkan di dalam
lingkungan bisnis kompetitif, perusahaan dituntut untuk menjadi institusi pelipatganda
kekayaan.
Bab ini mengupas keunggulan potensial Balanced Scorecard dalam pelipatgandaan
kinerja keuangan perusahaan. Pertama kali dibahas konsep Balanced Scorecard, kemudian
dilanjutkan dengan pembahasan evolusi perkembangan pemanfaatan Balanced Scorecard
dalam pengelolaan. Keunggulan Balanced Scorecard dibahas untuk memungkinkan
pembelajar dapat memperoleh manfaat optimum dari pengimplementasian Balanced
Scorecard.

KONSEP DAN EVOLUSI PERKEMBANGAN BALANCED


SCORECARD
Balanced Scorecard terdiri dari dua kata: (1) kartu skor (scorecard) dan (2) berimbang
(balanced). Pada tahap eksperimen awal, Balanced Scorecard merupakan kartu skor yang
dimanfaatkan untuk mencatat skor hasil kinerja eksekutif. Melalui kartu skor, skor yang
hendak diwujudkan eksekutif di masa depan dibandingkan dengan hasil kinerja
sesungguhnya. Hasil perbandingan ini dimanfaatkan untuk melakukan evaluasi atas
kinerja eksekutif. Kata berimbang dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa kinerja
eksekutif diukur secara berimbang dari dua perspektif: keuangan dan nonkeuangan, jangka
pendek dan jangka panjang, intern dan ekstern. Oleh karena eksekutif akan dinilai kinerja
mereka berdasarkan kartu skor yang dirumuskan secara berimbang, eksekutif diharapkan
akan memusatkan perhatian dan usaha mereka pada ukuran kinerja nonkeuangan dan
ukuran jangka panjang.
Konsep Balanced Scorecard berkembang sejalan dengan perkembangan
pengimplementasian konsep tersebut. Balanced Scorecard telah mengalami evolusi
perkembangan berikut ini: (1) Balanced Scorecard sebagai perbaikan atas sistem
pengukuran kinerja eksekutif, (2) Balanced Scorecard sebagai rerangka perencanaan
strategik, dan (3) Balanced Scorecard sebagai basis sistem terpadu pengelolaan kinerja
personel. Evolusi perkembangan pengimplementasian Balanced Scorecard dilukiskan pada
Gambar 1.1.
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada 2

Balanced Scorecard sebagai


Basis Sistem Terpadu
Pengelolaan Kinerja
Personel

Balanced Scorecard
sebagai Rerangka
Perencanaan Strategik

Balanced Scorecard sebagai


Perbaikan atas Sistem
Pengukuran Kinerja
Eksekutif

Gambar 1.1 Evolusi Perkembangan Balanced Scorecard

Balanced Scorecard sebagai Perbaikan atas Sistem Pengukuran Kinerja


Eksekutif
Balanced Scorecard diciptakan oleh Robert S. Kaplan, seorang professor dari Harvard
Business School dan David P. Norton direktur riset kantor akuntan publik KPMG. Kedua
orang tersebut adalah dari U.S.A. Pada tahun 1990, Nolan Norton Institute, bagian riset
kantor akuntan publik KPMG di U.S.A. yang dipimpin oleh David P. Norton,
menyeponsori studi tentang “Pengukuran Kinerja dalam Organisasi Masa Depan.” Ada 12
perusahaan yang pada waktu itu menjadi objek studi: Advanced Micro Devices, American
Standard, Apple Computer, Bell South, CIGNA, Corner Peripherals, Cray Research,
Dupont, Electronic Data Systems, General Electric, Hewlett-Packard, dan Shell Canada.
Studi ini didorong oleh kesadaran bahwa pada waktu itu ukuran kinerja keuangan yang
dimanfaatkan oleh semua perusahaan untuk mengukur kinerja eksekutif tidak lagi
memadai. Balanced Scorecard dimanfaatkan untuk menyeimbangkan usaha dan perhatian
eksekutif ke kinerja keuangan dan nonkeuangan, serta kinerja jangka pendek dan kinerja
jangka panjang. Hasil studi tersebut diterbitkan dalam sebuah artikel berjudul “Balanced

2
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada 3

Scorecard—Measures That Drive Performance” dalam Harvard Business Review


(Januari-Februari 1992). Hasil studi tersebut menyimpulkan bahwa untuk mengukur
kinerja eksekutif di masa depan, diperlukan ukuran komprehensif yang mencakup empat
perspektif: keuangan, customer, proses, dan pembelajaran dan pertumbuhan. Ukuran ini
disebut Balanced Scorecard, yang dipandang cukup komprehensif untuk memotivasi
eksekutif dalam mewujudkan kinerja dalam keempat perspektif tersebut, agar keberhasilan
keuangan yang diwujudkan perusahaan bersifat berkesinambungan (sustainable).
Dengan memperluas ukuran kinerja eksekutif ke kinerja nonkeuangan, ukuran kinerja
eksekutif menjadi komprehensif. Berdasarkan pendekatan Balanced Scorecard, kinerja
keuangan yang dihasilkan oleh eksekutif harus merupakan akibat diwujudkannya kinerja
dalam pemuasan kebutuhan customer, pelaksanaan proses yang produktif dan cost-
effective, dan/atau pembangunan personel yang produktif dan berkomitmen.
Gambar 1.2 memperlihatkan perluasan ukuran kinerja eksekutif yang sebelumnya
hanya terpusat pada ukuran keuangan. Dengan pendekatan Balanced Scorecard, ukuran
kinerja eksekutif diperluas ke perspektif nonkeuangan: customer, proses, serta
pembelajaran dan pertumbuhan. Dalam contoh pada Gambar 1.2 tersebut, kinerja
eksekutif di perspektif keuangan diukur dengan menggunakan tiga macam ukuran: (1)
economic value added (EVA), (2) pertumbuhan pendapatan (revenue growth), (3)
pemanfaatan aktiva (yang diukur dengan asset turnover), dan (4) berkurangnya biaya
secara signifikan (yang diukur dengan cost effectiveness). Kinerja eksekutif di perspektif
customer diukur dengan menggunakan tiga ukuran: (1) jumlah customer baru, (2) jumlah
customer yang menjadi non-customer, dan (3) jumlah peliputan baik media massa. Di
perspektif proses, kinerja eksekutif diukur dengan menggunakan tiga ukuran: (1) cost
effectiveness operation management processes, (2) jumlah inovasi, (3) dan cycle
effectiveness social and regulatory processes. Dalam perspektif pembelajaran dan
pertumbuhan, kinerja eksekutif diukur dengan tiga ukuran: (1) skill coverage ratio, (2) dan
(2) ketersediaan infrastruktur teknologi informasi sebagaimana yang direncanakan, dan (3)
boundarylessness index.
Dari eksperimen awal Balanced Scorecard, perusahaan-perusahaan yang ikut serta
dalam eksperimen tersebut memperlihatkan kemampuan pelipatgandaan kinerja keuangan
mereka. Keberhasilan ini disadari sebagai akibat dari penggunaan ukuran kinerja Balanced
Scorecard yang komprehensif. Dengan menambahkan ukuran kinerja nonkeuangan,
seperti kepuasan customer, produktivitas dan cost effectiveness proses, dan pembelajaran
dan pertumbuhan, eksekutif dipacu untuk memperhatikan dan melaksanakan usaha-usaha
yang merupakan pemacu sesungguhnya (the real drivers) untuk mewujudkan kinerja
keuangan. Itulah sebabnya mengapa Balanced Scorecard disebut sebagai: “measures that
drive performance.”

3
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada 4

PERSPEKTIF UKURAN KINERJA EKSEKUTIF YANG BERIMBANG

KEUANGAN
EVA

Pertumbuhan Pemanfaatan Aktiva


Cost Effectiveness
Pendapatan (Asset Turnover)

CUSTOMER
Jumlah Customer Jumlah Peliputan
Jumlah Customer
yang Menjadi Baik Di Media
Baru
Non-customer Massa

PROSES
Cost Effectiveness of Cost Effectiveness of
Operation Management Jumlah Inovasi Social and Regulatory
Processes Management
Processes

PEMBELAJARAN
DAN
Readyness of
PERTUMBUHAN
Skill Coverage Information Technology Boundaaryless
Ratio Infrastructure as Index
Planned

Gambar 1.1 Pendekatan Balanced Scorecard untuk Perluasan Ukuran Kinerja Eksekutif ke
Perspektif Nonkeuangan: Customer, Proses, serta Pembelajaran dan Pertumbuhan

Pesan yang disampaikan kepada para eksekutif dengan penggunaan Balanced


Scorecard dalam pengukuran kinerja eksekutif adalah: “Kinerja keuangan yang
berkesinambungan tidak dapat dihasilkan melalui usaha-usaha yang semu (artificial). Jika
eksekutif bermaksud meningkatkan kinerja keuangan berkesinambungan, maksud tersebut
harus diwujudkan melalui usaha-usaha nyata dengan menghasilkan value bagi customer,
meningkatkan produktivitas dan cost effectiveness proses, serta meningkatkan kapabilitas
dan komitmen personel, ketersediaan infrastruktur teknologi informasi, dan kenirbatasan
struktur organisasi” Oleh karena itu, Balanced Scorecard memperluas ukuran kinerja
eksekutif ke perspektif customer, proses, serta pembelajaran dan pertumbuhan, karena di
ketiga perspektif itulah usaha-usaha sesungguhnya (bukan usaha semu atau artificial)
menjanjikan dihasilkannya kinerja keuangan yang berkesinambungan (sustainable).
Gambar 1.2 melukiskan posisi Balanced Scorecard dalam sistem manajemen strategik
(strategic management system) pada awal penerapan konsep Balanced Scorecard tersebut.

4
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada 5

Sistem Perumusan
Strategi

Sistem Perencanaan
Strategik

Sistem Penyusunan
Program

Sistem Penyusunan
Anggaran
Pada tahap awal
perkembangannya
(1990-1992), Balanced
Scorecard diterapkan untuk
Sistem pengukuran secara
Pengimplementasian komprehensif kinerja
eksekutif

Sistem Pemantauan

Gambar 1.2 Peran Balanced Scorecard dalam Sistem Manajemen Strategik pada Tahap
Awal Perkembangannya

Sistem manajemen strategik terdiri dari dua tahap utama: (1) perencanaan dan (2)
pengimplementasian rencana. Tahap utama perencanaan terdiri dari empat tahap: (1)
perumusan strategi (strategy formulation), (2) perencanaan strategik (strategic planning),
(3) penyusunan program (programming), dan (4) penyusunan anggaran (budgeting).
Tahap utama pengimplementasian rencana terdiri dari dua tahap: (1) pengimplementasian

5
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada 6

(implementation) dan (2) pemantauan (monitoring). Pada awal penerapannya, Balanced


Scorecard ditujukan untuk mengatasi problem dalam sistem manajemen strategik di tahap
pengimplementasian dan pemantauan. Dalam tahap pengimplementasian, pelaksanaan
rencana dipantau melalui penggunaan pendekatan Balanced Scorecard dalam pengukuran
kinerja eksekutif dalam empat perspektif: keuangan, customer, proses, serta pembelajaran
dan pertumbuhan. Pada tahap pemantauan, hasil pengukuran kinerja berdasarkan
pendekatan Balanced Scorecard tersebut dikomunikasikan kepada eksekutif untuk
memberikan umpan balik (feedback) tentang kinerja mereka, sehingga mereka dapat
mengambil keputusan atas pekerjaan yang menjadi tanggung jawab mereka.

Balanced Scorecard sebagai Rerangka Perencanaan Strategik


Setelah mencatat keberhasilan penerapan Balanced Scorecard sebagai perluasan kinerja
eksekutif, Balanced Scorecard kemudian diterapkan ke tahap manajemen yang lebih
strategik sebelum penilaian kinerja. Dalam sistem perencanaan, pengukuran kinerja terjadi
pada tahap pengimplementasian rencana. Personel tidak akan dapat dimintai
pertanggungjawaban atas kinerjanya jika pada tahap perencanaan, personel tersebut tidak
merencanakan kinerja yang akan diwujudkan di masa depan. Oleh karena itu, menyusul
keberhasilan penerapan Balanced Scorecard di tahun 1992, pendekatan Balanced
Scorecard kemudian diterapkan dalam proses perencanaan strategik.
Mulai pertengahan tahun 1993, Renaissance Solutions, Inc. (RSI) sebuah perusahaan
konsultansi yang dipimpin oleh David P. Norton (yang semula menjadi CEO Nolan
Norton Institute) menerapkan Balanced Scorecard sebagai pendekatan untuk
menerjemahkan dan mengimplementasikan strategi di berbagai perusahaan kliennya.
Mulai saat itu, Balanced Scorecard tidak lagi hanya berfungsi sebagai alat pengukur
kinerja eksekutif, namun berkembang menjadi inti sistem manajemen strategik (strategic
management system). Keberhasilan pemanfaatan Balanced Scorecard dalam sistem
manajemen strategik di berbagai perusahaan tersebut dilaporkan dalam artikel yang ditulis
oleh Robert S. Kaplan dan David P. Norton di Harvard Business Review (Januari-Februari
1996) berjudul “Using Balanced Scorecard as a Strategic Management System.
Gambar 1.3 melukiskan pemanfaatan Balanced Scorecard pada sistem perencanaan
strategik sebagai alat untuk menerjemahkan misi, visi, tujuan, keyakinan dasar, nilai dasar,
dan strategi perusahaan ke dalam sasaran-sasaran strategik dengan empat atribut:
komprehensif, koheren, terukur, dan berimbang.
Kekomprehensivan dan kekoherenan rencana strategik yang dihasilkan melalui
pendekatan Balanced Scorecard berdampak besar terhadap proses perencanaan berikutnya:
penyusunan program (programming) dan penyusunan anggaran (budgeting). Program dan
anggaran yang dimanfaatkan untuk menjabarkan lebih lanjut inisiatif strategik pilihan
akan berisi rencana laba jangka panjang dan rencana laba jangka pendek yang
komprehensif dan koheren pula.
Dalam Gambar 1.4 tersebut, kekoherenan di antara berbagai sasaran strategik
ditunjukkan dengan anak panah yang menghubungkan sasaran strategik yang satu dengan
sasaran strategik yang lain. Sebagai contoh, sasaran strategik “pertumbuhan pendapatan”
di perspektif keuangan, akan diwujudkan melalui pencapaian tiga sasaran strategik di
perspektif customer: (a) meningkatnya kualitas jasa, (b) meningkatnya kualitas hubungan
dengan customer, dan (c) meningkatnya citra organisasi. Contoh lain kekoherenan di
antara sasaran strategik ditunjukkan dengan anak panah yang menghubungkan antara

6
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada 7

“meningkatnya kualitas jasa” di perspektif customer dengan sasaran strategik


“terintegrasikannya proses layanan intern” dan “meningkatnya kecepatan proses inovasi”
di perspektif proses.
Pada tahap perkembangan ini Balanced Scorecard tidak hanya berkaitan dengan kartu
yang dipakai untuk mencatat skor eksekutif. Balanced Scorecard lebih dimanfaatkan
sebagai alat yang efektif untuk perencanaan strategik, yaitu sebagai alat untuk
menerjemahkan misi, visi, tujuan, keyakinan dasar, nilai dasar, dan strategi perusahaan ke
dalam rencana tindakan (action plans) yang komprehensif, koheren, terukur, dan
berimbang. Kekuatan sesungguhnya Balanced Scorecard bukan terletak pada
kemampuannya sebagai pengukur kinerja eksekutif, namun justru pada kemampuannya
sebagai alat perencanaan strategik. Pencipta Balanced Scorecard—Robert S. Kaplan dan
David P. Norton— membuat pernyataan pada tahun 1995 tentang kekuatan sesungguhnya
Balanced Scorecard berikut ini:

The real power of the Balanced Scorecard, however, occurs when it is transformed
from a measurement system to a management system.1 (Namun, kekuatan
sesungguhnya Balanced Scorecard terjadi pada saat Balanced Scorecard diubah dari
suatu sistem pengukuran kinerja menjadi sistem manajemen).

Pada tahun sama, kedua pencipta Balanced Scorecard tersebut menegaskan kembali
tentang perkembangan peran Balanced Scorecard yang tidak lagi sekadar sebagai sistem
pengukuran kinerja yang telah disempurnakan melalui pernyataan mereka berikut ini:

The Balanced Scorecard had evolved from an improved measurement system to a


core management system. (Balanced Scorecard telah berubah dari suatu sistem
pengukuran kinerja yang telah disempurnakan menjadi inti sistem manajemen).

7
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada 8

Sistem Perumusan Pada tahap perkembangan


Strategi berikutnya (1993-1995),
Balanced Scorecard diterapkan
untuk menghasilkan rencana
strategik dengan atribut:
komprehensif, koheren,
Sistem Perencanaan terukur, dan berimbang
Strategik

Sistem Penyusunan
Program

Sistem Penyusunan
Anggaran Pada tahap awal
perkembangannya
(1990-1992), Balanced
Scorecard diterapkan untuk
Sistem pengukuran secara
Pengimplementasian komprehensif kinerja
eksekutif

Sistem Pemantauan

Gambar 1.3 Perkembangan Peran Balanced Scorecard dalam Sistem Manajemen Strategik

Pada tahun 2004, banyak perusahaan yang menerapkan Balanced Scorecard sebagai
rerangka berpikir strategik dalam penyusunan peta strategi (strategy map). Contoh
strategy map dilukiskan pada Gambar 1.4.

8
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada 9

PERSPEKTIF SASARAN STRATEGIK YANG KOHEREN

Keuangan
Sustainable
Outstanding
Financial Returns

Pertumbuhan
Pendapatan Berkurangnya
Biaya

Customer Meningkatnya
Kualitas Hubungan
Meningkatnya Meningkatnya Citra
dengan Customer
Kualitas Jasa Organisasi

Proses
Meningkatnya Meningkatnya Meningkatnya
Terintegrasikannya Kualitas Proses Kualitas Layanan
Kecepatan Proses
Proses Layanan Layanan kepada Masyarakat
Inovasi Jasa
Intern Customer Lingkungan

Pembelajaran dan
Pertumbuhan Organisasi
Karyawan Sistem Informasi Nirbatas dan
Berdaya Terintegrasi Berkapabilitas

Gambar 1.4 Contoh Sasaran-Sasaran Strategik yang Koheren

Balanced Scorecard tidak lagi mempunyai arti harafiah (tersurat) sebagai pengukur
kinerja, namun telah mempunyai makna yang bersifat tersirat sebagai rerangka berpikir
(framework of thinking) dalam pengembangan peta strategi. Rerangka berpikir Balanced
Scorecard yang dilukiskan pada Gambar 1.5 diuraikan sebagai berikut:

Pada hakikatnya tujuan utama pengelolaan perusahaan adalah untuk menjadikan


perusahaan sebagai institusi pelipatganda kekayaan. Oleh karena itu, proses
pengelolaan diarahkan untuk menghasilkan kinerja keuangan luar biasa
berkesinambungan (perspektif keuangan). Untuk mencapai sasaran keuangan
tersebut, pengelolaan diarahkan untuk menghasilkan produk dan jasa yang mampu
memenangkan pilihan customer (perspektif customer). Untuk berkemampuan
memenangkan pilihan customer di pasar yang menjadi target perusahaan,
pengelolaan diarahkan untuk membangun kompetensi inti yang mengungguli
pesaing. Oleh karena itu, proses pengelolaan diarahkan untuk membangun
keunggulan proses (excellent processes) yang dimanfaatkan untuk menghasilkan

9
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada 10

produk dan jasa (perspektif proses) dan membangun keberdayaan sumber daya
manusia melalui pembangunan modal manusia, modal informasi dan modal
organisasi (perspektif pembelajaran dan pertumbuhan).

PERSPEKTIF RERANGKA BERPIKIR

KEUANGAN
Kinerja Keuangan
Luar Biasa
Berkesinambungan

CUSTOMER

Customer Value

PROSES
Proses yang
Produktif dan Cost
Effective

PEMBELAJARAN DAN
PERTUMBUHAN Modal Manusia
Modal Informasi
Modal Organisasi

Gambar 1.5 Rerangka Berpikir Balanced Scorecard dalam Penciptaan Kekayaan

Balanced Scorecard sebagai Basis Sistem Terpadu Pengelolaan Kinerja


Personel
Balanced Scorecard telah mengalami perkembangan pesat selama sekitar 18 tahun sejak
saat diujicobakan pertama kali pada tahun 1990. Pada awal tahun 2000, Balanced
Scorecard telah menjadi inti sistem manajemen strategik (strategic management system).

10
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada 11

Balanced Scorecard tidak lagi hanya dimanfaatkan oleh eksekutif untuk mengelola
perusahaan, namun telah dimanfaatkan oleh seluruh personel perusahaan (manajemen dan
karyawan) untuk mengelola perusahaan. Balanced Scorecard memberikan rerangka yang
jelas dan masuk akal bagi seluruh personel untuk menghasilkan kinerja keuangan melalui
perwujudan berbagai kinerja nonkeuangan. Dengan teknologi informasi, Balanced
Scorecard dikomunikasikan ke seluruh personel, dan dapat dilakukan koordinasi dalam
mewujudkan berbagai sasaran strategik perusahaan yang telah ditetapkan.
Mulai tahun 2007, Balanced Scorecard dikembangkan untuk mengintegrasikan dua
sistem: sistem manajemen strategik berbasis Balanced Scorecard dan sistem pengelolaan
kinerja personel. Jika pada tahap awal perkembangannya, Balanced Scorecard hanya
terbatas dimanfaatkan untuk memperbaiki pengukuran kinerja eksekutif, dalam
perkembangannya terkini, Balanced Scorecard sudah dimanfaatkan lebih luas sebagai
basis sistem terpadu pengelolaan kinerja seluruh personel (manajer dan karyawan).
Bagaimana sistem terpadu pengelolaan kinerja personel berbasis Balanced Scorecard
mengintegrasikan dua sistem (sistem manajemen strategik berbasis Balanced Scorecard
dan sistem pengelolaan kinerja personel)? Dasar pikiran yang melandasi pengintegrasian
kedua sistem tersebut diuraikan berikut ini:

Sistem manajemen strategik berbasis Balanced Scorecard adalah sistem yang


dimanfaatkan untuk mengelola secara strategik bisnis perusahaan. Dengan demikian
sistem ini berfungsi sebagai peta perjalanan dan sekaligus jalan yang harus dilalui
dalam mengelola bisnis perusahaan. Di lain pihak, sistem pengelolaan kinerja
personel adalah sistem yang dimanfaatkan untuk memotivasi seluruh personel
perusahaan dalam mewujudkan visi perusahaan melalui perilaku yang diharapkan.
Dengan demikian sistem pengelolaan kinerja personel dimanfaatkan untuk
menegakkan perilaku personel yang diharapkan dan mencegah perilaku personel
yang tidak diharapkan dalam mewujudkan visi perusahaan. Untuk memotivasi
personel dalam mengelola bisnis perusahaan melalui sistem manajemen strategik
berbasis Balanced Scorecard, sistem pengelolaan kinerja personel perlu didesain
sejalan dengan sistem manajemen strategik berbasis Balanced Scorecard. Gambar
1.6 melukiskan hasil pengintegrasian kedua sistem tersebut.

11
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada 12

SISTEM MANAJEMEN STRATEGIK SISTEM PENGELOLAAN KINERJA


BERBASIS BALANCED SCORECARD PERSONEL

Sistem Perumusan Strategi

Perencanaan Kinerja
yang Hendak Dicapai
Sistem Perencanaan Perusahaan
Strategik Berbasis Balanced
Scorecard
Penetapan Peran dan
Kompetensi Inti Personel

Sistem Penyusunan Program

Pendesainan Penghargaan
Berbasis Kinerja

Sistem Penyusunan Anggaran

Pengukuran dan
Sistem Pengimplementasian Penilaian Kinerja

Pendistribusian
Sistem Pemantauan Penghargaan Berdasarkan
Hasil Penilaian Kinerja

Gambar 1.6 Pengintegrasian Antara Sistem Manajemen Strategik Berbasis Balanced


Scorecard dengan Sistem Pengelolaan Kinerja

Sistem terpadu pengelolaan kinerja personel dibahas secara mendalam di Bab 5


Sistem Terpadu Pengelolaan Kinerja Personel Berbasis Balanced Scorecard.

12
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada 13

Pada kondisi tahun 2002, Balanced Scorecard telah dimanfaatkan oleh hampir
setengah jumlah perusahaan yang tergolong Fortune 1000 di U.S.A. Balanced Scorecard
yang pada awalnya dimanfaatkan oleh organisasi bermotif laba, dalam perkembangannya
terkini telah dimanfaatkan secara berhasil oleh organisasi nirlaba dan organisasi sektor
publik. Oleh Harvard Business Review, Balanced Scorecard dipilih sebagai salah satu dari
75 ide yang paling berpengaruh di Abad XX.3

KEUNGGULAN BALANCED SCORECARD


Dalam bagian ini disajikan berbagai keunggulan Balanced Scorecard untuk membuka
cakrawala pembelajar tentang berbagai peluang yang terkandung dalam Balanced
Scorecard untuk melipatgandakan kinerja keuangan perusahaan. Pengetahuan tentang
keunggulan Balanced Scorecard akan membuka peluang bagi pembelajar untuk
memanfaatkan secara optimum alat manajemen tersebut dalam melipatgandakan
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan kinerja keuangan.
Balanced Scorecard memiliki keunggulan di dua aspek: (1) meningkatkan secara
signifikan kualitas perencanaan, (2) meningkatkan kualitas pengelolaan kinerja personel.

Meningkatkan secara Signifikan Kualitas Perencanaan


Perencanaan yang baik merupakan cermin manajemen yang baik dan perencanaan yang
baik lah yang menjanjikan hasil baik. Dengan demikian setiap penciptaan alat yang
mampu meningkatkan kualitas perencanaan, akan memperbaiki manajemen, dan sebagai
akibatnya akan menjanjikan peningkatan hasil. Balanced Scorecard meningkatkan kualitas
perencanaan dengan menjadikan perencanaan yang bersifat strategik terdiri dari tiga tahap
terpisah yang terpadu: (a) sistem perumusan strategi, (b) sistem perencanaan strategik, )c)
sistem penyusunan program. Sistem perumusan strategi berfungsi sebagai alat
trendwatching, SWOT analysis, envisioning, dan pemilihan strategi. Sistem perencanaan
strategik berfungsi sebagai alat penerjemah misi, visi, keyakinan dasar, nilai dasar, dan
strategi ke dalam sasaran dan inisiatif strategik yang komprehensif, koheren, berimbang,
dan terukur. Sistem penyusunan program merupakan alat penjabaran inisiatif strategik ke
dalam program.
Balanced Scorecard juga memiliki keunggulan yang menjadikan sistem manajemen
strategik sekarang berbeda secara signifikan dengan sistem manajemen strategik dalam
manajemen tradisional. Perbedaan tersebut disajikan dalam Gambar 1.7.

Sistem Manajemen Strategik dalam Sistem Manajemen Strategik dalam


Manajemen Traditional Manajemen Kontemporer
Hanya berfokus ke perspektif keuangan Mencakup perspektif yang komprehensif:
keuangan, customer, proses, serta
pembelajaran dan pertumbuhan
Tidak koheren Koheren
Terukur
Berimbang
Gambar 1.7 Beda Sistem Manajemen Strategik dalam Manajemen Tradisional dengan
Sistem Manajemen Strategik dalam Manajemen Kontemporer

13
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada 14

Dari Gambar 1.7 tersebut dapat terlihat bahwa Balanced Scorecard dapat menjadikan
sistem manajemen strategik kontemporer memiliki karakteristik yang berbeda dengan
karakteristik sistem manajemen strategik tradisional. Manajemen strategik tradisional
hanya berfokus ke sasaran-sasaran yang bersifat keuangan, sedangkan sistem manajemen
strategik kontemporer mencakup perspektif yang luas: keuangan, customer, proses, serta
pembelajaran dan pertumbuhan. Berbagai sasaran strategik yang dirumuskan dalam sistem
manajemen strategik tradisional tidak koheren satu dengan lainnya, sedangkan berbagai
sasaran strategik dalam sistem manajemen strategik kontemporer dirumuskan secara
koheren. Di samping itu, Balanced Scorecard bahkan menjadikan sistem manajemen
strategik kontemporer memiliki karakteristik yang tidak dimiliki oleh sistem manajemen
strategik tradisional, yaitu dalam karakteristik keterukuran dan keseimbangan.
Keunggulan pendekatan Balanced Scorecard dalam sistem perencanaan strategik
adalah pada kemampuan Balanced Scorecard dalam menghasilkan rencana strategik yang
memiliki karakteristik sebagai berikut: (1) komprehensif, (2) koheren, (3) berimbang, (4)
terukur

Komprehensif. Balanced Scorecard memperluas perspektif yang dicakup dalam


perencanaan strategik, dari yang sebelumnya hanya terbatas pada perspektif keuangan,
meluas ke tiga perspektif yang lain: customer, proses, serta pembelajaran dan
pertumbuhan. Perluasan perspektif rencana strategik ke perspektif nonkeuangan tersebut
menghasilkan manfaat berikut ini:
a. Menjanjikan kinerja keuangan yang berlipatganda dan berkesinambungan, karena
dalam perencanaan, perhatian dan usaha personel difokuskan ke perspektif
nonkeuangan—perspektif yang di dalamnya terletak pemacu sesungguhnya kinerja
keuangan.
b. Memampukan perusahaan untuk memasuki lingkungan bisnis yang kompleks, karena
Balanced Scorecard menghasilkan rencana yang mencakup perspektif luas (keuangan,
customer, proses, serta pembelajaran dan pertumbuhan), sehingga rencana yang
dihasilkan mampu dengan kompleks merespon perubahan lingkungan.

Koheren. Balanced Scorecard mewajibkan personel untuk membangun hubungan sebab-


akibat (causal relationship) di antara berbagai sasaran strategik yang dihasilkan dalam
perencanaan strategik. Setiap sasaran strategik yang ditetapkan dalam perspektif
nonkeuangan harus mempunyai hubungan kausal dengan sasaran keuangan, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Sebagai contoh, sasaran strategik dalam perspektif
pembelajaran dan pertumbuhan harus menjadi penyebab diwujudkannya sasaran strategik
di perspektif proses atau customer atau secara langsung menjadi penyebab diwujudkannya
sasaran strategik di perspektif keuangan. Gambar 1.4 memperlihatkan tiga sasaran
strategik di perspektif pembelajaran dan pertumbuhan (1) karyawan berdaya, (2) sistem
informasi terintegrasi, dan (3) organisasi nirbatas dan berkapabilitas ditujukan untuk
mewujudkan empat sasaran strategik di perspektif proses: (1) terintegrasikannya proses
layanan intern, (2) meningkatnya kualitas proses layanan kepada customer, (3)
meningkatnya kecepatan proses inovasi, dan (4) meningkatnya kualitas layanan
masyarakat lingkungan. Ketercapaian sasaran strategik “terintegrasikannya proses layanan
intern” ditujukan untuk mewujudkan sasaran strategik “meningkatnya kualitas jasa” di
perspektif customer dan sasaran strategik “berkurangnya biaya di perspektif keuangan.

14
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada 15

Ketercapaian sasaran strategik “meningkatnya kualitas proses layanan kepada customer”


ditujukan untuk mewujudkan sasaran strategik “meningkatnya hubungan dengan
customer” di perspektif customer. Ketercapaian sasaran strategik “meningkatnya
kecepatan proses inovasi” ditujukan untuk mewujudkan sasaran strategik “meningkatnya
kualitas jasa” di perspektif customer. Ketercapaian sasaran strategik “meningkatnya
kualitas layanan masyarakat lingkungan” ditujukan untuk mewujudkan sasaran strategik
“meningkatnya citra organisasi” di perspektif customer. Akhirnya semua sasaran strategik
di berbagai perspektif nonkeuangan, baik secara langsung maupun tidak langsung, harus
bermuara di sasaran strategik di perspektif keuangan (pertumbuhan pendapatan,
berkurangnya biaya, dan sustainable outstanding financial performance), karena pada
hakikatnya perusahaan adalah institusi pencipta kekayaan.
Dengan demikian, kekoherenan sasaran strategik yang dihasilkan dalam sistem
perencanaan strategik memotivasi personel untuk bertanggung jawab dalam mencari
inisiatif strategik yang bermanfaat untuk menghasilkan kinerja keuangan. Sistem
perencanaan strategik yang menghasilkan sasaran strategik yang koheren akan
menjanjikan pelipatgandaan kinerja keuangan berkesinambungan, karena personel
dimotivasi untuk mencari inisiatif strategik yang mempunyai manfaat bagi perwujudan
sasaran strategik di perspektif pembelajaran dan pertumbuhan, proses, customer, atau
keuangan. Dalam pendekatan Balanced Scorecard, tidak ada inisiatif strategik yang tidak
bermanfaat untuk mewujudkan sasaran strategik tertentu. Kekoherenan sasaran strategik
yang menjanjikan pelipatgandaan kinerja keuangan sangat dibutuhkan oleh perusahaan
untuk memasuki lingkungan bisnis kompetitif. Dalam lingkungan bisnis kompetitif,
perusahaan dituntut untuk menjadi institusi pelipatganda kekayaan (wealth-multiplying
institution), bukan sekadar sebagai institusi pencipta kekayaan (wealth-creating
institution).
Kekoherenan juga berarti dibangunnya hubungan sebab-akibat antara keluaran yang
dihasilkan sistem perumusan strategi dengan keluaran yang dihasilkan sistem perencanaan
strategik. Sasaran strategik yang dirumuskan dalam sistem perencanaan strategik
merupakan penerjemahan visi, tujuan, dan strategi yang dihasilkan sistem perumusan
strategi. Gambar 1.4 melukiskan penerjemahan misi, visi, tujuan, keyakinan dasar, nilai
dasar, dan strategi yang telah ditetapkan dalam sistem perumusan strategi ke dalam
berbagai sasaran strategik di keempat perspektif.
Berbagai inisiatif strategik yang dihasilkan oleh sistem perencanaan strategik dipilih
untuk mewujudkan berbagai sasaran strategik dengan memperhatikan keyakinan dasar
(core belief) dan nilai dasar (core value) yang ditetapkan dalam sistem perumusan strategi.
Kekoherenan yang demikian menjanjikan diwujudkannya visi perusahaan berlandaskan
nilai dasar perusahaan.
Di samping itu, kekoherenan juga dituntut pada waktu menjabarkan inisiatif strategik
ke dalam program, dan penjabaran program ke dalam rencana laba jangka pendek
(budget). Kekoherenan di antara keluaran yang dihasilkan oleh setiap tahap perencanaan
dalam sistem manajemen strategik (perumusan strategi, perencanaan strategik,
penyusunan program, dan penyusunan anggaran) menjanjikan kecepatan respon
perusahaan terhadap setiap perubahan yang terjadi di lingkungan bisnis yang dimasuki
oleh perusahaan. Kecepatan respons ini sangat diperlukan oleh perusahaan untuk
memasuki lingkungan bisnis turbulen.

15
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada 16

Berimbang. Keseimbangan sasaran strategik yang dihasilkan oleh sistem perencanaan


strategik penting untuk menghasilkan kinerja keuangan berkesinambungan. Gambar 1.8
memperlihatkan garis keseimbangan yang perlu diusahakan dalam menetapkan sasaran-
sasaran strategik di keempat perspektif.
Dalam gambar tersebut terlihat empat sasaran strategik yang perlu diwujudkan oleh
perusahaan: (1) shareholder value—nilai bagi pemilik modal berupa financial returns
yang berlipatganda dan berkesinambungan (perspektif keuangan), (2) customer capital—
atribut produk dan jasa, hubungan berkualitas, dan citra yang mampu menghasilkan value
terbaik bagi customer (perspektif customer), (3) proses yang produktif dan cost effective
(perspektif proses), dan (4) modal manusia, modal informasi, dan modal organisasi
(human capital, information capital, dan organization capital)—sumber daya manusia
yang berdaya, ketersediaan sistem informasi sebagai pemampu (enabler), dan organisasi
yang memungkinkan modal manusia bekerja sama secara sinergistik (perspektif
pembelajaran dan pertumbuhan).

Process-Centric

Perspektif Proses Perspektif Keuangan

Productive and Cost Long-term


Effective Processes Shareholder Value

Internal Focus External Focus

Human Capital,
Information Capital, Customer Value
and Organization
Capital

Perspektif
Pembelajaran dan Perspektif Customer
Pertumbuhan
People-Centric

Gambar 1.8 Keseimbangan Sasaran-Sasaran Strategik yang Ditetapkan dalam Perencanaan


Strategik

Dalam gambar tersebut terlihat dua garis pemisah keseimbangan: garis vertikal dan
garis horisontal. Garis vertikal digunakan untuk mengukur keseimbangan antara
pemusatan ke dalam (internal focus) dan pemusatan ke luar (external focus). Sasaran
strategik yang lebih difokuskan ke perspektif proses dan perspektif pembelajaran dan

16
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada 17

pertumbuhan disebut terlalu berfokus ke intern, yang mengakibatkan perspektif customer


dan keuangan menjadi terabaikan. Hal ini akan mempengaruhi kepuasan customer dan
pemegang saham, sehingga dapat mempengaruhi kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan kinerja keuangan dalam jangka panjang. Sasaran strategik yang lebih
difokuskan ke perspektif keuangan dan perspektif customer disebut terlalu berfokus ke
ekstern, yang mengakibatkan perspektif proses dan perspektif pembelajaran dan
pertumbuhan menjadi terabaikan. Hal ini akan mempengaruhi kepuasan personel,
sehingga dapat mempengaruhi kemampuan perusahaan dalam menghasilkan kinerja
keuangan dalam jangka panjang.
Garis horisontal digunakan untuk mengukur keseimbangan antara pemusatan ke
proses (process centric) dan pemusatan ke orang (people centric). Sasaran strategik yang
lebih difokuskan ke perspektif pembelajaran dan pertumbuhan dan perspektif customer
disebut terlalu berfokus ke orang (people centric), yang mengakibatkan perspektif proses
dan perspektif keuangan menjadi terabaikan. Hal ini akan mempengaruhi kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan kinerja keuangan dalam jangka panjang. Sasaran
strategik yang lebih difokuskan ke perspektif keuangan dan perspektif proses disebut
terlalu berfokus ke proses (process centric), yang mengakibatkan perspektif customer dan
perspektif pembelajaran dan pertumbuhan menjadi terabaikan. Hal ini akan mempengaruhi
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan kinerja keuangan dalam jangka panjang.

Terukur. Keterukuran sasaran strategik yang dihasilkan oleh sistem perencanaan strategik
menjanjikan ketercapaian berbagai sasaran strategik yang dihasilkan oleh sistem tersebut.
Dalam Gambar 1.1 terlihat bahwa semua sasaran strategik ditentukan ukurannya, baik
untuk sasaran strategik di perspektif keuangan maupun sasaran strategik di perspektif
nonkeuangan. Semangat untuk menentukan ukuran dan untuk mengukur berbagai sasaran
strategik di keempat perspektif tersebut dilandasi oleh keyakinan berikut ini:

If we can measure it, we can manage it.


If we can manage it, we can achieve it.

Balanced Scorecard mengukur sasaran-sasaran strategik yang sulit untuk diukur.


Sasaran-sasaran strategik di perspektif customer, proses, serta pembelajaran dan
pertumbuhan merupakan sasaran yang tidak mudah diukur, namun dalam pendekatan
Balanced Scorecard, sasaran di ketiga perspektif nonkeuangan tersebut ditentukan
ukurannya agar dapat dikelola, sehingga dapat diwujudkan. Dengan demikian, keterukuran
sasaran-sasaran strategik di ketiga perspektif tersebut menjanjikan perwujudan berbagai
sasaran strategik nonkeuangan, sehingga kinerja keuangan dapat berlipatganda dan
berkesinambungan.

Meningkatkan Kualitas Pengelolaan Kinerja Personel


Pengelolaan kinerja personel ditujukan untuk meningkatkan akuntabilitas personel dalam
memanfaatkan berbagai sumber daya dalam mewujudkan visi perusahaan melalui misi
pilihan. Pengelolaan kinerja personel terdiri dari lima tahap terpadu berikut ini:
1. Perencanaan kinerja yang hendak dicapai perusahaan
2. Penetapan peran dan kompetensi inti personel dalam mewujudkan kinerja perusahaan
3. Pendesainan sistem penghargaan berbasis kinerja

17
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada 18

4. Pengukuran dan penilaian kinerja personel


5. Pendistribusian penghargaan berbasis hasil pengukuran dan penilaian kinerja personel.
Melalui lima tahap terpadu tersebut, kualitas pengelolaan kinerja personel
ditingkatkan secara signifikan berikut ini:
a. Pengelolaan kinerja personel mencakup kinerja karyawan, tidak hanya terbatas pada
kinerja manajer yang memegang posisi tertentu dalam jenjang organisasi. Dengan
demikian sistem pengelolaan kinerja mampu mengerahkan dan mengarahkan seluruh
personel perusahaan dalam memenangkan pilihan customer dan mewujudkan visi
perusahaan.
b. Pengelolaan kinerja personel dilaksanakan secara bersistem yang dipacu oleh
pemenuhan kebutuhan customer (customer-driven performance management system).
Dalam lingkungan yang di dalamnya customer memegang kendali bisnis, sistem
pengelolaan kinerja yang dipacu oleh pemenuhan kebutuhan customer akan
menjanjikan peningkatan daya saing perusahaan dalam memenangkan pilihan
customer.
c. Kinerja personel direncanakan melalui sistem perencanaan strategik berbasis Balanced
Scorecard. Sebagai hasilnya, kinerja yang dirumuskan berupa kinerja strategik dan
mencakup perspektif yang komprehensif. Kinerja strategik menjadikan setiap personel
berpikir jangka panjang dan kinerja komprehensif menjadikan personel berfokus ke
pemacu sesungguhnya kinerja keuangan.
d. Kinerja personel didefinisikan sebagai keberhasilan personel dalam mewujudkan
sasaran-sasaran strategik perusahaan dan sasaran strategik perusahaan ini merupakan
hasil penerjemahan misi, visi, keyakinan dasar, nilai dasar, dan strategi perusahaan.
Dengan demikian kinerja personel yang direncanakan berkaitan erat dengan visi dan
strategi perusahaan. Sistem pengelolaan kinerja yang mengaitkan secara erat kinerja
personel dengan strategi dan visi perusahaan akan menjanjikan kemampuan seluruh
personel untuk melakukan continuous alignment terhadap perubahan lingkungan bisnis
yang dimasuki oleh perusahaan.

FAKTOR APA YANG MEMACU KEBUTUHAN


PERUSAHAAN UNTUK MENGIMPLEMENTASIKAN
BALANCED SCORECARD?
Balanced Scorecard merupakan alat manajemen kontemporer (contemporary management
tool). Kebutuhan perusahaan untuk mengimplementasikan Balanced Scorecard dipacu
oleh faktor-faktor berikut ini:
1. Lingkungan bisnis yang dimasuki oleh perusahaan sangat kompetitif dan turbulen.
2. Sistem manajemen yang digunakan oleh perusahaan tidak pas dengan tuntutan
lingkungan bisnis yang dimasuki oleh perusahaan.
3. Sistem pengelolaan kinerja personel tidak selaras dengan sistem manajemen strategik

Lingkungan Bisnis yang Sangat Kompetitif dan Turbulen


Lingkungan bisnis yang dimasuki oleh perusahaan sangat kompetitif dan turbulen.
Lingkungan bisnis seperti ini menuntut kemampuan perusahaan untuk:
1. Membangun keunggulan kompetitif melalui distinctive capability.

18
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada 19

2. Membangun dan secara berkelanjutan memutakhirkan peta perjalanan untuk


mewujudkan masa depan perusahaan.
3. Menempuh langkah-langkah strategik dalam membangun masa depan perusahaan.
4. Mengerahkan dan memusatkan kapabilitas dan komitmen seluruh personel dalam
membangun masa depan perusahaan.

Membangun keunggulan kompetitif melalui distinctive capability. Di dalam


lingkungan bisnis kompetitif, produk dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan hanya akan
dipilih oleh customer jika memiliki keunggulan tertentu dibandingkan dengan persaingan.
Keunggulan hanya dapat diwujudkan melalui usaha cerdas, terencana, sistematik, dan
dengan langkah-langkah besar serta berjangka panjang. Balanced Scorecard menyediakan
rerangka untuk membangun keunggulan kompetitif melalui empat perspektif: keuangan,
customer, proses, dan pembelajaran dan pertumbuhan. Diperlukan usaha cerdas,
terencana, sistematik, dan waktu lama untuk membangun kepercayaan dan kepuasan
customer, hubungan kemitraan dengan pemasok, proses bisnis yang produktif dan cost
effective, kompetensi dan komitmen personel, sistem informasi yang mendukung proses
layanan bagi customer, dan organisasi nirbatas yang berkapabilitas untuk belajar,
berkapasitas untuk berubah, serta berakuntabilitas tinggi.

Membangun dan secara berkelanjutan memutakhirkan peta perjalanan untuk


mewujudkan masa depan perusahaan. Lingkungan bisnis kompetitif pasti akan
bergolak karena terjadinya berbagai perubahan yang diciptakan oleh para produsen untuk
menarik perhatian customer. Untuk memasuki lingkungan bisnis bergolak seperti itu,
perusahaan memerlukan peta perjalanan yang secara akurat mencerminkan kondisi
lingkungan bisnis yang akan dimasuki oleh perusahaan. Oleh karena lingkungan bisnis
senantiasa bergolak, peta perjalanan yang digunakan oleh perusahaan untuk membangun
masa depannya tidak akan berumur panjang; peta perjalanan perlu dimutakhirkan secara
berkelanjutan agar menggambarkan secara pas kondisi lingkungan bisnis yang akan
dimasuki oleh perusahaan. Manajemen memerlukan sistem untuk membangun dan secara
berkelanjutan memutakhirkan peta perjalanan untuk mewujudkan masa depan perusahaan.

Menempuh langkah-langkah strategik dalam membangun masa depan perusahaan.


Lingkungan bisnis kompetitif menuntut perusahaan untuk menempuh langkah-langkah
strategik dalam membangun masa depannya. Langkah-langkah kecil tidak akan mampu
menjadikan perusahaan mencapai keunggulan kompetitif yang dituntut oleh persaingan.
Untuk memotivasi personel dalam memikirkan dan melaksanakan langkah-langkah
strategik, perusahaan membutuhkan sistem manajemen strategik. Sistem manajemen ini
menjanjikan dihasilkannya sasaran strategik dan langkah strategik untuk membangun
masa depan perusahaan.

Mengerahkan dan memusatkan kapabilitas dan komitmen seluruh personel dalam


membangun masa depan perusahaan. Lingkungan bisnis turbulen menjadikan masa
depan perusahaan sangat kompleks dan sulit untuk diprediksi dengan tepat. Dibutuhkan
pemikiran dari banyak pihak dan banyak ahli untuk membuat skenario masa depan yang
diperkirakan akan terjadi. Perusahaan membutuhkan sistem manajemen yang mampu
menampung dan mensintesakan berbagai pemikiran dari seluruh personel untuk

19
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada 20

membangun skenario masa depan perusahaan. Masa depan perusahaan terlalu kompleks
untuk dipikirkan oleh sebagian kecil personel. Di samping itu, lingkungan bisnis
kompetitif menuntut kekohesivan seluruh personel dalam menghadapi lingkungan seperti
itu, sehingga perusahaan memerlukan sistem manajemen yang mampu mengerahkan dan
memusatkan kapabilitas dan komitmen seluruh personel dalam membangun masa depan
perusahaan.

Sistem Manajemen yang Tidak Pas dengan Tuntutan Lingkungan Bisnis


Sistem manajemen yang tidak pas dengan tuntutan lingkungan bisnis sebagaimana yang
digambarkan di atas memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Sistem manajemen yang digunakan hanya mengandalkan anggaran tahunan sebagai
alat perencanaan masa depan perusahaan.
2. Tidak terdapat kekoherenan antara rencana laba jangka panjang (atau dikenal dengan
istilah corporate plan) dengan rencana laba jangka pendek dan implementasinya.
3. Sistem manajemen yang digunakan tidak mengikutsertakan secara optimum seluruh
personel dalam membangun masa depan perusahaan.

Sistem manajemen yang digunakan hanya mengandalkan anggaran tahunan sebagai


alat perencanaan masa depan perusahaan. Jika dalam lingkungan bisnis kompetitif dan
turbulen sekarang ini perusahaan hanya mengandalkan anggaran tahunan sebagai alat
perencanaan masa depannya, perusahaan akan sangat rentan dalam persaingan. Anggaran
tahunan hanya akan menghasilkan langkah-langkah kecil ke depan yang hanya
mempunyai masa pelaksanaan satu tahun atau kurang. Langkah-langkah strategik hanya
dapat direncanakan dengan baik jika perusahaan menggunakan sistem perencanaan laba
jangka panjang yang didesain untuk itu. Sistem perumusan strategi, sistem perencanaan
strategik, dan sistem penyusunan program merupakan sistem manajemen yang sangat
dibutuhkan oleh perusahaan untuk memikirkan dan merumuskan langkah-langkah
strategik dalam membangun masa depan perusahaan.

Tidak terdapat kekoherenan antara rencana laba jangka panjang (atau dikenal
dengan istilah corporate plan) dengan rencana laba jangka pendek dan
implementasinya. Banyak perusahaan telah menyusun rencana laba jangka panjang
(berupa corporate plan), namun jarang sekali rencana laba jangka panjang tersebut
diterjemahkan ke dalam rencana laba jangka pendek. Terdapat matarantai yang hilang,
yang seharusnya menghubungkan antara penyusunan rencana laba jangka panjang dengan
rencana laba jangka pendek. Sebetulnya sistem manajemen dalam perusahaan-perusahaan
ini lebih baik dibandingkan dengan sistem manajemen perusahaan-perusahaan yang hanya
mengandalkan pada anggaran tahunan untuk membangun masa depan mereka. Namun,
karena rencana laba jangka panjang tidak koheren dengan rencana laba jangka pendek,
pada dasarnya perusahaan-perusahaan ini juga hanya mengandalkan anggaran tahunan
untuk membangun masa depan mereka. Ketidakkoherenan antara rencana laba jangka
panjang dengan rencana laba jangka pendek ini menyebabkan perusahaan tidak responsif
terhadap perubahan lingkungan bisnis yang diprakirakan akan terjadi.

Sistem manajemen yang digunakan tidak mengikutsertakan secara optimum seluruh


personel dalam membangun masa depan perusahaan. Dalam manajemen tradisional,

20
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada 21

masa depan perusahaan dirumuskan oleh manajemen puncak dengan bantuan staf
perencanaan. Manajemen menengah dan bawah serta karyawan mengimplementasikan
rencana laba jangka panjang dan rencana laba jangka pendek yang telah dirumuskan oleh
manajemen puncak dan staff tersebut. Sistem manajemen seperti ini cocok untuk
lingkungan bisnis yang stabil, yang di dalamnya prediksi masih dapat diandalkan untuk
memperkirakan masa depan perusahaan. Untuk menghadapi lingkungan bisnis kompetitif
dan turbulen, masa depan perusahaan sangat sulit untuk diprediksikan. Dibutuhkan
penginderaan secara terus menerus terhadap trend perubahan yang terjadi dalam
lingkungan bisnis dan diperlukan kecepatan respon terhadap trend perubahan yang
teridentifikasi. Penginderaan secara terus menerus dan kecepatan respon terhadap trend
perubahan hanya dapat dilakukan oleh perusahaan jika perusahaan menggunakan sistem
manajemen yang melibatkan secara optimum seluruh personel dalam membangun masa
depan perusahaan.

Sistem Manajemen Kinerja Personel tidak Selaras dengan Sistem


Manajemen Strategik Berbasis Balanced Scorecard
Semestinya sistem manajemen kinerja personel didesain sebagai bagian terpadu sistem
manajemen strategik berbasis Balanced Scorecard. Pengelolaan perusahaan untuk
memasuki lingkungan bisnis bergolak dan kompetitif perlu dilakukan secara bersistem
dengan Balanced Scorecard sebagai intinya. Melalui sistem manajemen strategik berbasis
Balanced Scorecard, perusahaan akan mampu beroperasi dengan sense and respond
mode—suatu mode operasi yang fit dengan tuntutan lingkungan bisnis bergolak dan
kompetitif. Oleh karena itu, seluruh personel (manajer dan karyawan) perusahaan perlu
diukur kinerja mereka, karena mereka mengelola perusahaan melalui sistem manajemen
strategik berbasis Balanced Scorecard. Dengan demikian sistem pengelolaan kinerja
personel semestinya didesain selaras dengan sistem manajemen strategik berbasis
Balanced Scorecard.
Namun, pada umumnya sistem pengukuran kinerja perusahaan-perusahaan Indonesia
memiliki keterbatasan berikut ini:
1. Basis yang digunakan untuk pemberian penghargaan adalah posisi (position-based
reward)—yaitu posisi seseorang dalam jenjang organisasi, bukan kinerja
(performance-based reward)—yaitu kinerja yang dihasilkan oleh personel dalam
mewujudkan sasaran-sasaran strategik yang telah disepakati melalui inisiatif strategik
yang telah ditetapkan. Position-based reward tidak memotivasi personel untuk
mengelola secara strategik perusahaan mereka, karena secara sederhana posisi
personel tidak mencerminkan kinerja yang dihasilkan melalui pengelolaan.
2. Job description digunakan sebagai basis untuk menentukan kinerja personel, padahal
job description merupakan pekerjaan (work) personel, bukan kinerja (performance)
personel. Balanced Scorecard disamakan dengan key performance indicator (KPI) dan
KPI ditentukan berdasarkan job description personel1. Job description personel

1
Semestinya Balanced Scorecard adalah KPI yang merupakan indikator ketercapaian sasaran-sasaran strategik yang
hendak diwujudkan oleh perusahaan. Kinerja adalah keberhasilan personel dalam mewujudkan sasaran-sasaran strategik
perusahaan dan kinerja ini diukur dengan menggunakan KPI. Kinerja tidak sama dengan job description personel, karena
job description merupakan uraian pekerjaan yang harus dilaksanakan oleh personel untuk menghasilkan kinerja
(performance).

21
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada 22

biasanya disusun terlepas dari strategi yang dipilih perusahaan untuk bersaing dalam
memperebutkan pilihan customer. Dengan pemberian penghargaan atas kinerja yang
ditetapkan berdasarkan job description, penghargaan tidak memotivasi personel dalam
mewujudkan strategi perusahaan, sehingga peluang terwujudnya strategi perusahaan
menjadi rendah. Dalam memasuki lingkungan bisnis kompetitif, strategi memegang
peran penting untuk mengerahkan dan mengarahkan seluruh kompetensi dan
komitmen personel dalam mewujudkan visi perusahaan. KPI ditetapkan pada proses
penyusunan anggaran, sehingga mencakup kinerja yang diharapkan dapat dihasilkan
oleh personel hanya untuk tahun anggaran yang akan datang. Sebagai akibatnya, KPI
yang dihasilkan tidak benar-benar bersifat kunci (key) karena hanya berupa kinerja
kecil yang dicapai dalam jangka pendek (setahun atau kurang).
3. Bahkan masih banyak perusahaan Indonesia yang memfokuskan ukuran kinerja
eksekutif mereka ke ukuran kinerja keuangan (rentabilitas, solvabilitas, dan likuiditas).
Ukuran kinerja ini memfokuskan perhatian dan usaha eksekutif ke pencapaian kinerja
jangka pendek, karena ukuran kinerja keuangan diambilkan dari informasi akuntansi
yang hanya menggunakan satu tahun sebagai periode laporannya. Sebagai akibatnya
eksekutif menjadi berpandangan jangka pendek dan mengabaikan pembangunan daya
saing perusahaan dalam jangka panjang. Sistem pengukuran kinerja eksekutif yang
berfokus ke kinerja keuangan ini tidak sejalan dengan sistem manajemen strategik
berbasis Balanced Scorecard.

BALANCED SCORECARD: MANAGEMENT STYLE BARU


DALAM PENGELOLAAN PERUSAHAAN DAN SISTEM
PENGELOLAAN KINERJA PERSONEL
Uraian tentang Balanced Scorecard telah disajikan di atas. Dari uraian tersebut dapat
disimpulkan bahwa Balanced Scorecard (1) bukan sekadar sistem pengukur kinerja
eksekutif, (2) bukan sekadar alat penerjemah misi, visi, tujuan, keyakinan dasar, nilai
dasar, dan strategi, (3) dan bukan panacea—obat yang mujarab untuk mengatasi segala
macam penyakit, seperti ketidakmampuan manajemen dalam memasarkan produk/jasa
yang dihasilkan perusahaannya. Balanced Scorecard merupakan perubahan gaya
manajemen terhadap organisasi, baik organisasi bermotif laba maupun organisasi nirlaba.
Balanced Scorecard bukan sekadar sistem pengukur kinerja eksekutif. Pada tahap
awal perkembangannya, memang Balanced Scorecard diterapkan untuk memperluas
ukuran kinerja eksekutif, dan berhasil memindah perhatian eksekutif ke usaha-usaha untuk
membangun pemacu sesungguhnya kinerja keuangan berkesinambungan. Namun,
perkembangan pemanfaatan Balanced Scorecard menunjukkan bahwa kekuatan
sesungguhnya Balanced Scorecard terletak pada pemanfaatannya sebagai alat perencanaan
strategik.
Balanced Scorecard bukan juga sekadar sebagai alat penerjemah misi, visi, tujuan,
keyakinan dasar, nilai dasar, dan strategi. Memang Balanced Scorecard merupakan alat
penerjemah misi, visi, tujuan, keyakinan dasar, nilai dasar, dan strategi ke dalam sasaran-
sasaran strategik yang komprehensif, koheren, terukur, dan berimbang. Namun untuk
mampu mewujudkan kinerja keuangan luar biasa dan berkesinambungan, Balanced
Scorecard memerlukan mindset dan skillset personel yang pas dengan alat tersebut.

22
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada 23

Balanced Scorecard juga bukan panacea. Kapabilitas dan komitmen manajemen yang
rendah tidak dapat digantikan dengan Balanced Scorecard. Perpaduan antara kapabilitas
dan komitmen manajemen dan Balanced Scorecard sebagai alat yang powerful dalam
perencanaan strategik dan pengelolaan kinerja personel menjanjikan kinerja keuangan luar
biasa berkesinambungan.
Gaya manajemen ditentukan oleh tiga faktor: (1) toolset, (2) mindset dan (3) skillset.
Balanced Scorecard merupakan alat yang sangat powerful untuk menerjemahkan misi,
visi, tujuan, keyakinan dasar, nilai dasar, dan strategi ke dalam sasaran-sasaran strategik
yang komprehensif, koheren, terukur, dan berimbang. Dengan demikian Balanced
Scorecard dapat berfungsi sebagai alat perencanaan strategik yang mampu menghasilkan
action plans yang menjanjikan pelipatgandaan kinerja keuangan berkesinambungan.
Namun, Balanced Scorecard sebagai toolset dalam perencanaan strategik hanya akan
efektif untuk melipatgandakan kinerja keuangan perusahaan jika dilandasi oleh mindset
dan skillset personel yang pas dengan alat tersebut. Balanced Scorecard harus dilandasi
oleh falsafah perencanaan creating the future from the future, leverage diletakkan pada
intangible assets, perencanaan merupakan kegiatan rule breaking, perencanaan berupa
multi-scenario planning, perencanaan dilaksanakan bersistem, terutama yang bersifat
strategik. Pelajari lebih lanjut tentang falsafah perencanaan ini di Bab 3 Konsep
Perencanaan dan Pergeseran Falsafah Perencanaan. Sebagai toolset, Balanced Scorecard
harus diisi dengan pengetahuan manajemen (management knowledge) yang dilandasi oleh
paradigma customer value strategy, continuous improvement, employee empowerment,
dan cross-functional team. Pelajari lebih lanjut tentang pengetahuan manajemen baru ini
di Bab 11 Pengetahuan Manajemen yang Diaplikasikan Ke Dalam Rencana Strategik
dengan Rerangka Balanced Scorecard.
Pengimplementasian Balanced Scorecard sebagai toolset (alat perencanaan strategik
dan sistem pengelola kinerja personel) yang dilandasi dengan falsafah perencanaan untuk
memasuki lingkungan bisnis kompetitif dan turbulen, serta diisi dengan pengetahuan
manajemen kontemporer akan menghasilkan gaya manajemen baru yang menjanjikan
pelipatgandaan kinerja keuangan berkesinambungan.

RANGKUMAN
Telah diuraikan dalam bab ini bahwa Balanced Scorecard merupakan hasil suatu
eksperimen di U.S.A. Pada awal perkembangannya eksperimen tersebut bertujuan untuk
mendongkrak kinerja eksekutif dengan memperluas ukuran kinerja eksekutif ke perspektif
nonkeuangan. Telah diuraikan pula dalam bab ini, bahwa keberhasilan eksperimen
tersebut kemudian memacu perusahaan-perusahaan di sana untuk menerapkan rerangka
Balanced Scorecard dalam menghasilkan rencana strategik yang komprehensif, koheren,
berimbang, dan terukur. Keseluruhan eksperimen tersebut memerlukan waktu lima tahun,
yang dimulai sejak awal tahun 1990-an.
Pada tahap perkembangan implementasi selanjutnya, rerangka Balanced Scorecard
telah dimanfaatkan sebagai inti sistem manajemen strategik, yang diterapkan dalam setiap
tahap sistem manajemen tersebut. Keberhasilan pengimplementasian Balanced Scorecard
ke semua tahap sistem manajemen strategik tersebut ditandai dengan peningkatan
signifikan kinerja keuangan perusahaan dalam jangka panjang.
Pada tahap perkembangannya terkini, Balanced Scorecard telah dimanfaatkan sebagai
basis sistem terpadu pengelolaan kinerja personel. Pada tahap perkembangan ini Balanced

23
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada 24

Scorecard dimanfaatkan untuk memperbaiki kualitas perencanaan strategik dan sekaligus


sebagai basis pengelolaan kinerja seluruh personel perusahaan.
Telah diuraikan dalam bab ini keunggulan yang terkandung dalam Balanced
Scorecard dalam pengelolaan perusahaan. Pengetahuan tentang keunggulan Balanced
Scorecard tersebut berguna untuk memanfaatkan secara optimum contemporary
management tool tersebut dalam melipatgandakan kinerja keuangan berkesinambungan
perusahaan.
Pengimplementasian Balanced Scorecard sebagai planning tool dan sistem terpadu
pengelolaan kinerja personel akan efektif jika dilandasi dengan pergeseran mindset
personel dan pengaplikasian contemporary management knowledge dalam pengelolaan.
Dengan kata lain, keberhasilan pengimplementasian Balanced Scorecard sebagai inti
sistem manajemen strategik dan sistem terpadu pengelolaan kinerja personel hanya dapat
dicapai jika manajemen memandang pengimplementasian Balanced Scorecard tersebut
sebagai perubahan gaya manajemen. Perubahan gaya manajemen ini mencakup perubahan
toolset (penggunaan seperangkat alat perencanaan kontemporer dan alat pengelolaan
kinerja personel), pergeseran mindset personel, dan perubahan skillset personel dalam
pengelolaan. Dalam memasarkan produknya, Harley Davidson menggunakan motto: “We
do not sell motorbike; we sell life-style.” Dan pemakai sepeda motor Harley Davidson
benar-benar mengubah gaya hidup mereka karena memakai sepeda motor tersebut.
Bahkan ada pemakai sepeda motor tersebut yang rela menggambarkan logo Harley
Davidson sebagai tattoo di tubuh mereka untuk menunjukkan bahwa sepeda motor
tersebut merupakan bagian tidak terpisahkan dari gaya hidup mereka. Pengimplementasi
Balanced Scorecard juga dapat menempuh cara yang sama sebagaimana yang ditempuh
oleh Harley Davidson. Pengimplementasi Balanced Scorecard kurang lebih akan membuat
pernyataan: “We do not provide management tool; we provide management style” dalam
mengimplementasikan Balanced Scorecard.
Dalam menghadapi suatu ide baru untuk melipatgandakan kinerja perusahaan (seperti
halnya dengan penggunaan Balanced Scorecard dalam sistem manajemen strategik dan
sistem pengelolaan kinerja personel ini), orang dapat dikategorikan menjadi tiga golongan:
(1) orang yang menolak, (2) orang yang menerima, namun....... (3) orang yang mencoba.
Golongan orang yang menolak adalah orang yang mempunyai keahlian khusus untuk
melihat the dark side of everything, sehingga setiap ide baru yang belum bisa dicerna oleh
akalnya, serta merta akan ditolak. Golongan orang ini akan bersikap menolak ide
pengimplementasian Balanced Scorecard dengan mengemukakan berbagai perusahaan
yang telah gagal dalam mengimplementasikan Balanced Scorecard. Bahkan mereka akan
mengemukakan bahwa perusahaan-perusahaan Indonesia belum siap untuk
mengimplementasikan contemporary management tool tersebut. Mereka sudah siap
menunjukkan daftar perusahaan Indonesia yang telah gagal dalam bisnis meskipun telah
menggunakan Balanced Scorecard. Mereka tidak mau dan tidak mampu melihat
keberhasilan yang dicapai oleh perusahaan-perusahaan yang mengimplementasikan
dengan berhasil Balanced Scorecard dalam melipatgandakan kinerja keuangan perusahaan
tersebut. Mereka akan dengan cepat pula memperlihatkan kemampuan mereka dalam
melihat sisi gelap keberhasilan perusahaan-perusahaan tersebut dengan mengemukakan
“Itu kan perusahaan Amerika; perusahaan Indonesia adalah lain, belum siap.” Mereka
tidak mampu menjelaskan mengapa perusahaan Indonesia belum siap untuk menerapkan

24
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada 25

Balanced Scorecard, dan persyaratan apa yang perlu dibangun untuk menjadikan
perusahaan Indonesia siap mengadopsi contemporary management tool tersebut.
Golongan kedua adalah orang yang menerima, namun masih ragu-ragu untuk
mengimplementasikan Balanced Scorecard dalam sistem manajemen perusahaan mereka.
Mereka ini mampu melihat manfaat yang dijanjikan oleh Balanced Scorecard untuk
melipatgandakan kinerja perusahaan, namun karena besarnya persyaratan yang dituntut
dalam mengimplementasikan secara berhasil Balanced Scorecard dalam sistem
manajemen, mereka gamang dalam mengadopsi Balanced Scorecard tersebut dalam
perusahaan mereka. Melalui komunikasi informasi tentang Balanced Scorecard dan
informasi keberhasilan perusahaan-perusahaan yang mengadopsi Balanced Scorecard,
golongan orang ini akan mampu menghilangkan keragu-raguan yang ada dalam diri
mereka. Golongan ini masih memiliki peluang untuk mengadopsi Balanced Scorecard,
karena mereka masih memiliki kemampuan untuk melihat “the bright side of everything.”
Golongan orang yang mencoba adalah orang yang memiliki semangat ”how to lead.”
Mereka melihat Balanced Scorecard sebagai suatu peluang untuk mendongkrak
kemampuan perusahaan dalam melipatgandakan kekayaan. Mereka mampu melihat “the
bright side” yang terkandung dalam contemporary management tool tersebut. Mereka
berani menanggung risiko untuk menghadapi kegagalan, karena mereka yakin pula bahwa
dibalik risiko tersebut terdapat peluang untuk memetik keberhasilan dari
pengimplementasian Balanced Scorecard. Mereka juga yakin bahwa pilihan apa pun yang
diputuskan selalu mengandung risiko, termasuk pilihan untuk tidak mengimplementasikan
Balanced Scorecard. Jika mereka tidak mencoba mengimplementasikan Balanced
Scorecard, mereka jelas tidak akan memperoleh manfaat yang dijanjikan oleh Balanced
Scorecard, yaitu pelipatgandaan kinerja keuangan perusahaan. Namun, jika mereka
mencoba menerapkan Balanced Scorecard, mereka memiliki peluang untuk
melipatgandakan kinerja keuangan perusahaan. Mereka mampu melihat peluang yang
terkandung dalam Balanced Scorecard, karena mereka memiliki kemampuan dalam
melihat the bright side of everything. Bagi golongan ini, kegagalan adalah hal yang biasa
mengikuti suatu eksperimen, dan merupakan suatu yang bermanfaat untuk dipelajari
dalam meraih keberhasilan. Kegigihan orang ini merupakan kekuatan yang mampu
mengatasi setiap kegagalan yang mereka jumpai dalam perjalanan untuk
mengimplementasikan Balanced Scorecard. Orang-orang sukses mampu menghadirkan
hasil-hasil besar berkat keyakinan dasar berikut ini: “tidak ada kata gagal dalam hidup ini;
yang ada hanyalah hasil (there is no such thing as failure; there are only results).”5

END NOTES
1. Robert S. Kaplan dan David P. Norton, The Balanced Scorecard: Translating Strategy
Into Action (Boston: Harvard Business School Press, 1996), p. 19.
2. Paul R. Niven, Balanced Scorecard Step by Step: Maximizing Performance and
Maintaining Results, (New York: John Wiley & Sons, Inc., 2002), p.117
3. Paul R. Niven, Balanced Scorecard Step by Step: Maximizing Performance and
Maintaining Results, (New York: John Wiley & Sons, Inc., 2002), p. 12
4. James A. Brimson dan John Antos, Driving Value Using Activity-Based Budgeting
(New York: John Wiley & Sons, Inc. 1999), p. 8.
5. Anthony Robbins, Unlimited Power: The New Science of Personal Achievement (New
York: Free Press, 2003), p. 72

25
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada 26

26

Anda mungkin juga menyukai