mengakibatkan apa yang telah terjadi di masa lalu tidak memiliki masa depan. Dengan
demikian perencanaan yang mendasarkan pada projeksi apa yang terjadi di masa lalu ke
masa depan tidak akan efektif, karena secara sederhana, masa depan sama sekali berbeda
dengan masa lalu. Lingkungan bisnis yang turbulen juga menyebabkan perencanaan yang
hanya dilaksanakan secara ad hoc tidak dapat mengindera perubahan terus menerus yang
terjadi di lingkungan bisnis, sehingga perusahaan tidak dapat merespon dengan cepat dan
efektif trend perubahan yang terjadi. Lingkungan bisnis turbulen menuntut perusahaan
dikelola dengan orientasi ke luar.
Lingkungan Bisnis Kompetitif
Lingkungan bisnis sekarang sangat kompetitif. Perusahaan bersaing di dua pasar
sekaligus: (1) pasar komersial (commercial market) dan (2) pasar modal (capital market).
Di pasar komersial, perusahaan bersaing memperebutkan pilihan customer. Perusahaan
yang tidak memiliki keunggulan tertentu sulit untuk memenangkan pilihan customer.
Keberhasilan perusahaan dalam bersaing di pasar komersial ditunjukkan dengan ukuran
RONA (return on net assets). Di pasar modal, perusahaan bersaing memperebutkan
pilihan investor. Perusahaan yang manajemennya tidak menunjukkan kemampuan dalam
menjadikan perusahaan mereka sebagai institusi pelipatganda kekayaan (yang ditunjukkan
dengan ukuran RONA) tidak akan mampu memenangkan pilihan investor. Kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan RONA akan menarik pilihan investor dan mereka
bersedia untuk membayar harga saham atau obligasi pada harga premium1. Dengan harga
premium ini, perusahaan mendapatkan sumber modal dengan cost of capital yang relatif
rendah. Daya saing perusahaan di pasar komersial dan pasar modal ditunjukkan oleh
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan spread (selisih positif antara RONA dengan
cost of capital).
Dalam lingkungan bisnis kompetitif, perusahaan memerlukan basis keuangan yang
kuat untuk mampu bersaing. Oleh karena itu untuk mampu bertahan dan bertumbuh di
lingkungan bisnis kompetitif, perusahaan perlu menggunakan alat perencanaan yang
khusus didesain untuk pelipatgandaan kinerja keuangan. Lingkungan bisnis kompetitif
menuntut perusahaan untuk melakukan inovasi berkelanjutan keunggulan kompetitifnya.
Perusahaan memerlukan alat perencanaan yang didesain untuk memampukan perusahaan
dalam bersaing di dua pasar sekaligus: pasar komersial dan pasar modal.
KONSEP PERENCANAAN
Sebelum diuraikan tentang dampak lingkungan bisnis yang telah berubah terhadap
perencanaan, berikut ini dijelaskan hakikat perencanaan dan alasan kuat mengapa
perencanaan diperlukan dalam memasuki lingkungan bisnis kompetitif dan turbulen.
Hakikat Perencanaan
Perencanaan adalah pemilihan sekarang masa depan yang kita kehendaki dan pemilihan
sekarang berbagai langkah yang akan kita tempuh untuk mewujudkan masa depan
tersebut. Definisi perencanaan tersebut mengandung dua frasa penting: (1) pemilihan
sekarang masa depan yang kita kehendaki (choosing our desired future today) dan (2)
pemilihan sekarang berbagai langkah yang akan kita tempuh untuk mewujudkan masa
1
Harga premium (premium price) adalah harga saham atau obligasi yang berada di atas nilai nominalnya.
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada 3
depan tersebut. Perencanaan merupakan wujud rasa tanggung jawab kita untuk melakukan
pemilihan, karena setiap pemilihan yang kita lakukan mengandung konsekuensi sebagai
akibat pemilihan tersebut. Kita hanya memiliki kebebasan untuk memilih, namun kita
tidak memiliki kebebasan dalam menerima konsekuensi yang timbul sebagai akibat
pemilihan yang telah kita lakukan. Konsekuensi diatur oleh hukum alam.1 Melalui
perencanaan, kita dapat belajar untuk menjadi manusia yang bertanggung jawab atas masa
depan kita, karena kita memilih masa depan yang kita kehendaki. Dengan melakukan
pemilihan, kita memikul tanggung jawab untuk menerima konsekuensi akibat pemilihan
yang telah kita lakukan.
Perencanaan juga berarti proses pembuatan peta perjalanan menuju ke masa depan.
Sebagai proses pembuatan peta perjalanan, perencanaan tidak berhenti setelah rencana
dihasilkan, namun merupakan proses yang terus-menerus dilaksanakan untuk
memutakhirkan, mengubah, dan mengganti peta selama perjalanan menuju ke masa depan
dilaksanakan. Sepanjang perjalanan menuju ke masa depan, perlu senantiasa dilakukan
pengamatan atas trend perubahan yang terjadi. Hasil pengamatan atas trend tersebut
digunakan untuk menyesuaikan peta perjalanan atau pelaksanaan rencana.
Pemilihan sekarang masa depan yang kita kehendaki. Pernyataan penting pertama
mengandung makna bahwa masa depan tidak kita biarkan terjadi karena kebetulan, namun
masa depan kita pilih sekarang melalui perencanaan. Mengenai masa depan, kita dapat
memilih di antara dua alternatif: (1) melakukan pemilihan sekarang atas masa depan yang
kita kehendaki atau (2) tidak melakukan pemilihan2 sekarang atas masa depan, sehingga
masa depan kita biarkan terjadi secara kebetulan, bukan sebagaimana yang kita kehendaki.
Dengan perencanaan, masa depan tidak kita biarkan terjadi secara kebetulan, namun kita
pilih sekarang sesuai dengan kehendak kita. Oleh karena kita memilih masa depan sebagai
suatu keadaan yang kita kehendaki, kita lalu berkepentingan untuk memilih cara yang
akan kita tempuh untuk mewujudkan masa depan tersebut. Jika kita tidak menentukan
masa depan sebagai suatu yang kita kehendaki, maka jalan mana pun yang akan kita
tempuh tidak merupakan hal penting, sebagaimana yang dilukiskan dalam dialog antara
Alice dengan Cat yang dicantumkan pada awal bab ini.
Hubungan sebab-akibat yang kita bangun dalam perencanaan adalah bahwa masa
depan merupakan hasil pemilihan yang kita lakukan sekarang. Melalui perencanaan, masa
depan yang kita wujudkan merupakan akibat pemilihan yang kita lakukan sekarang.
Dengan kata lain, pilihan yang kita lakukan sekarang menjadi penyebab apa yang akan
terjadi di masa depan. Masa depan bukan terjadi karena kebetulan, namun masa depan kita
bangun berdasarkan pemilihan yang kita lakukan sekarang.
Contoh 1
PT X dalam tahun 20X7 menghasilkan laba bersih sebelum pajak Rp5 milyar.
Timbul pertanyaan, apakah laba sebesar itu telah direncanakan sebelumnya oleh
manajemen PT X tersebut? Jika dalam tahun 20X7 PT X hanya merencanakan laba
Rp500 juta, maka sebagian besar laba yang diperoleh perusahaan dalam tahun 20X7
tersebut merupakan hasil keberuntungan bukan hasil pemilihan yang dilakukan oleh
manajemen. Namun jika manajemen PT X telah merencanakan laba sebesar Rp5
milyar tersebut dan ternyata perusahaan dapat membukukan laba bersih sebelum
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada 4
pajak sebesar Rp5 milyar tersebut, maka hasil usaha PT X itu merupakan hasil
pilihan yang dilakukan oleh manajemen.
Pemilihan sekarang berbagai langkah yang akan ditempuh untuk mewujudkan masa
depan. Pernyataan penting kedua mengandung makna bahwa dengan perencanaan, masa
depan kita wujudkan melalui usaha penuh (effortful)—yaitu pemilihan sekarang berbagai
langkah yang akan kita tempuh untuk mewujudkan masa depan yang kita kehendaki. The
purpose of the work on making the future is not to decide what should be done tomorrow,
but what should be done today to have tomorrow.3 Hubungan sebab-akibat yang kedua
adalah bahwa masa depan merupakan hasil langkah-langkah pilihan yang kita lakukan
sekarang. Melalui perencanaan, masa depan yang kita wujudkan merupakan akibat dari
usaha—yaitu berbagai langkah pilihan yang kita laksanakan untuk mewujudkan masa
depan pilihan tersebut. Dengan kata lain, langkah-langkah pilihan lah yang menjadi
penyebab apa yang akan terjadi di masa depan. Masa depan bukan terjadi karena
kebetulan, namun masa depan kita wujudkan melalui langkah-langkah pilihan yang kita
rencanakan dan laksanakan.
Contoh 2
PT X dalam tahun 20X7 menghasilkan laba bersih sebelum pajak Rp5 milyar. Jika
dalam tahun 20X7 PT X tidak membuat rencana dalam running the business, maka
laba yang diperoleh perusahaan dalam tahun 20X7 merupakan keberuntungan
karena manajemen PT X tidak menempuh langkah-langkah strategik, tactical, dan
operasional untuk mendapatkan laba tersebut. Namun jika manajemen PT X telah
merencanakan laba sebesar Rp5 milyar tersebut dengan cara memilih langkah-
langkah strategik, tactical, dan operasional untuk mewujudkan laba sebesar itu,
maka jika dalam tahun 20X7 perusahaan dapat membukukan laba bersih sebelum
pajak sebesar Rp5 milyar tersebut, laba itu merupakan hasil usaha yang dilakukan
oleh manajemen.
Melalui perencanaan, masa depan merupakan pilihan yang kita kehendaki dan pilihan
tersebut terwujud sebagai akibat langkah-langkah pilihan yang kita laksanakan. Dengan
demikian pada hakikatnya perencanaan merupakan usaha untuk memaksimumkan
hubungan sebab-akibat dan meminimumkan unsur kebetulan atau keberuntungan.
Mengapa Perencanaan?
Mengapa kita perlu merencanakan masa depan kita? Ada tiga jawaban atas pertanyaan
tersebut: (1) karena kita adalah manusia, (2) karena hanya masa depan lah yang dapat kita
pilih, (3) karena perencanaan lah yang menjanjikan hasil baik (good result), (4) karena kita
dapat memusatkan pikiran ke hal-hal penting secara tidak mendesak
Kita adalah manusia. Manusia adalah satu-satunya makhluk hidup di muka bumi ini
yang dilahirkan tanpa peta. Binatang, seperti singa dan gajah, dilahirkan ke dunia dengan
peta tertentu, sehingga selama kehidupan mereka, binatang menjalani kehidupan mereka
sesuai dengan peta yang telah dibuat oleh Sang Pencipta. Binatang tidak berkewajiban
untuk mempetakan perjalanan hidup mereka, karena secara sederhana, mereka dilahirkan
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada 5
dengan peta tertentu. Berbeda dengan binatang, manusia berkewajiban untuk memetakan
perjalanan hidupnya, karena mereka dilahirkan tanpa peta.
Pemetaan dunia yang tidak berpeta (charting the uncharting world) adalah tugas
utama kita sebagai manusia. Melalui proses pembuatan peta perjalanan, kita diberi
kebebasan oleh Sang Pencipta untuk melaksanakan pemilihan masa depan yang kita
kehendaki dan jalan yang akan kita tempuh untuk mewujudkannya. Oleh karena setiap
pemilihan mengandung konsekuensi, maka melalui proses pemilihan tersebut, kita belajar
bertanggung jawab atas masa depan kita. Dengan demikian perencanaan (yang merupakan
proses pembuatan peta perjalanan) adalah tugas utama yang menjadi inti kodrat kita
sebagai manusia, yang tidak dituntut dari makhluk hidup selain manusia. Jika kehidupan
ini kita lalui dengan perencanaan, kita akan menjadi manusia yang bertanggung jawab atas
kehidupan kita. Sebaliknya jika kehidupan ini kita jalani tanpa perencanaan (sehingga kita
membiarkan masa depan kita terjadi karena kebetulan), maka berarti kita menyia-nyiakan
keistimewaan yang kita miliki sebagai manusia untuk memilih masa depan kita.
Organisasi adalah sekumpulan manusia yang memiliki kompetensi yang berbeda-
beda, yang memutuskan untuk membangun saling ketergantungan di antara mereka dalam
mewujudkan tujuan bersama mereka. Seperti halnya dengan manusia secara individual,
organisasi sebagai sekumpulan manusia juga perlu membuat peta untuk membangun masa
depan bersama mereka. Melalui perencanaan, seluruh anggota organisasi secara bersama-
sama memilih jalan bersama yang mereka gunakan untuk menuju ke masa depan, memilih
masa depan yang mereka kehendaki untuk diwujudkan bersama, dan memilih strategi
bersama untuk mewujudkan masa depan yang mereka kehendaki tersebut. Dengan
demikian, organisasi yang terdiri dari manusia individual juga ditakdirkan untuk
memetakan perjalanan hidup mereka agar masa depan bersama mereka tidak terjadi secara
kebetulan, namun sebagai hasil proses pemilihan yang mereka lakukan bersama.
Hanya masa depan lah yang dapat kita pilih. Masa lalu telah lewat dan kita tidak dapat
berbuat apa pun terhadap apa saja yang telah berlalu. Satu-satunya keadaan yang dapat
dikendalikan oleh manusia adalah masa depannya. The future is a matter of choice, not
chance.4 Melalui perencanaan, kita mewujudkan tanggung jawab kita untuk memilih masa
depan yang kita kehendaki, dan tidak membiarkan masa depan kita terjadi karena faktor
keberuntungan, namun sebagai hasil pengimplementasian rencana yang kita buat.
Mengapa masa depan kita harus merupakan hasil pilihan kita? Karena kita akan
menjalani sisa hidup kita di sana. Terlalu berharga jika masa depan—yang merupakan
satu-satunya kondisi yang dapat kita pilih—kita biarkan terjadi karena kebetulan.
Perencanaan lah yang menjajikan hasil baik. Perusahaan pada hakikatnya adalah
institusi pencipta kekayaan. Dalam lingkungan bisnis kompetitif, hanya menjadi institusi
pencipta kekayaan saja tidak lah cukup; perusahaan harus menjadi institusi pelipatganda
kekayaan. Kinerja perusahaan diukur dari kemampuannya dalam melipatgandakan
kekayaan. Pelipatgandaan kekayaan hanya akan dapat diwujudkan melalui perencanaan
yang baik.
Good result without good planning comes from good luck, not good management
(David Jaquith). Lihat Gambar 8.1 yang melukiskan hubungan antara good management,
good planning, dan good result. Pada Gambar tersebut dilukiskan bahwa perencanaan
yang baik (good planning) merupakan cermin manajemen yang baik (good management)
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada 6
terhadap perusahaan, dan perencanaan yang baik ini lah yang menjanjikan hasil baik (good
result). Keberhasilan dalam pembangunan gedung hotel berlantai enam puluh misalnya,
sangat ditentukan oleh kualitas perencanaan yang dibuat sebelum aktivitas pembangunan
gedung itu sendiri dilaksanakan. Tidak mungkin kontraktor melakukan pengadaan semen
dan besi beton sebelum cetak biru (blue print) gambar konstruksi gedung tersebut selesai
dibuat. Pelaksanaan pembangunan gedung akan memboroskan sumber daya jika
perencanaan pembangunan tidak dilaksanakan dengan baik. Keberhasilan pembangunan
gedung tersebut merupakan hasil perencanaan yang baik, dan perencanaan yang baik ini
merupakan cermin manajemen yang baik.
Good Result
Good Planning
Good Management
Gambar 8.1 Hubungan Antara Good Management, Good Planning, dan Good Result
dengan memboroskan sumber daya yang kita miliki atau mengabaikan pertimbangan
jangka panjang.
Kuadran I Kuadran II
TIDAK
PENTING Hal tidak penting Hal tidak penting
dilaksanakan secara dilaksanakan secara
mendesak tidak mendesak
Gambar 8.2 Kuadran Waktu
Kegiatan penting sebaiknya dilaksanakan secara tidak mendesak, yaitu melalui
perencanaan yang baik. Melalui perencanaan dilakukan pemilihan kegiatan-kegiatan
penting yang akan dilaksanakan untuk mewujudkan kondisi masa depan yang
dikehendaki. Melalui perencanaan, kuadran waktu II diperluas dan kuadran waktu I
dipersempit. Kuadran III dan kuadran IV dihapus, karena orang melaksanakan proses
pemilihan kondisi masa depan yang dikehendaki. Gambar 8.4 melukiskan kuadran waktu
yang dihasilkan dari perencanaan yang baik. Melalui perencanaan, dipertimbangkan secara
seksama dan cerdas pemanfaatan sumber daya dalam pelaksanaan kegiatan untuk
mewujudkan hasil tertentu. Melalui perencanaan tersedia kesempatan untuk
mempertimbangkan aspek jangka panjang dalam pemilihan langkah-langkah yang akan
ditempuh untuk mewujudkan masa depan perusahaan.
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada 8
TIDAK
MENDESAK MENDESAK
Kuadran I Kuadran II
PENTING
Hal penting
Hal penting dilaksanakan secara mendesak dilaksanakan
secara
terencana,
tidak
mendesak.
Kuadran IV
TIDAK Kuadran III
Hal tidak
PENTING penting
Hal tidak penting dilaksanakan secara mendesak dilaksanakan
secara tidak
mendesak
Timbul pertanyaan, apa yang dapat dijadikan sebagai acuan untuk membedakan
penting atau tidak pentingnya suatu kegiatan yang akan dilaksanakan oleh perusahaan?
Misi, visi, keyakinan dasar, nilai dasar, dan strategi perusahaan merupakan acuan yang
semestinya dijadikan sebagai dasar untuk mempertimbangkan penting atau tidak
pentingnya suatu kegiatan. Oleh karena itu, perencanaan pada hakikatnya merupakan
penerjemahan misi, visi, keyakinan dasar, nilai dasar, dan strategi perusahaan ke dalam
action plans. Itulah sebabnya, sebagaimana dilukiskan pada Gambar 8.4, perencanaan
menjadikan kuadran waktu hanya digunakan untuk melaksanakan hal-hal yang penting,
dan sebagian besar hal yang penting tersebut dilaksanakan secara tidak mendesak.
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada 9
Kuadran I Kuadran II
PENTING
Well planned
Gambar 8.4 Kuadran Waktu dengan Perencanaan yang Baik
SIKAP MENTAL YANG MELANDASI PERENCANAAN
Perencanaan yang efektif hanya dapat dihasilkan oleh perusahaan yang anggotanya
memiliki kesadaran tinggi tentang pentingnya perencanaan dalam membangun masa depan
mereka. Ada tiga sikap mental yang perlu dimiliki oleh anggota organisasi perusahaan
agar efektif perencanaan yang dibuat untuk membangun masa depan bersama mereka.
Setiap anggota perusahaan perlu: (1) memiliki kesadaran bahwa mereka lah yang menjadi
pencipta masa depan mereka sendiri, (2) memiliki rasa tanggung jawab untuk menuliskan
gambaran masa depan yang mereka kehendaki dan langkah-langkah yang akan mereka
tempuh untuk mewujudkannya, dan (3) memiliki integritas, yaitu kemampuan untuk
mewujudkan apa yang telah mereka rencanakan. Gambar 8.5 melukiskan tahap-tahap
perencanaan dan pengimplementasian rencana serta sikap mental yang melandasi setiap
tahap tersebut.
Kesadaran diri bahwa “we are the creator of our own future” akan menjadi pemicu
proses perencanaan. Rasa tanggung jawab bahwa “we are responsible for writing our own
script” berfungsi sebagai pemacu proses penyusunan rencana. Integritas yang
dimanifestasikan dalam pernyataan “we have an obligation to live our own script”
berfungsi sebagai pemacu perwujudan rencana ke dalam kenyataan.
TRENDWATCHING DAN
SWOT ANALYSIS
Trend Perubahan Lingkungan
Peluang, Ancaman, Kekuatan,
dan Keterbatasan
ENVISIONING DAN
PEMILIHAN STRATEGI
SENSE OF RESPONSIBILITY
Diterjemahkan
“We are responsible for writing our own script.”
PENERJEMAHAN DAN
PENJABARAN KE
ACTION PLANS
Action Plans
INTEGRITY
Diwujudkan
“We have an obligation to live our own script.”
PERWUJUDAN KE
ACTUAL ACTIONS
Actual Actions
Gambar 8.5 Tahap Perencanaan dan Pengimplementasian Rencana, serta Sikap Mental
yang Melandasi Setiap Tahap Tersebut
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada 11
dalam rencana. Integritas menjadi sikap mental yang sangat dibutuhkan dalam
mewujudkan apa yang telah direncanakan. Integritas menumbuhkan kewajiban bahwa
“kita lah yang berkewajiban untuk mewujudkan apa yang telah kita rencanakan (we have
an obligation to live our own script).” Jika kesadaran diri merupakan pemicu perencanaan,
dan tanggung jawab untuk menyusun rencana merupakan pemacu perencanaan, integritas
merupakan pemacu implementasi rencana.
Dalam perusahaan, good planning juga ditentukan oleh integritas anggota perusahaan
dalam mewujudkan apa yang telah mereka rencanakan menjadi suatu kenyataan. Integritas
anggota perusahaan menjadi pemacu implementasi rencana. Tanpa integritas anggota
perusahaan, suatu rencana—bagaimanapun baiknya—tidak akan terwujud menjadi
kenyataan, dan akan tetap tinggal sebagai ilusi.
PERGESERAN FALSAFAH PERENCANAAN
Setelah dibahas kondisi lingkungan bisnis dan konsep perencanaan, timbul pertanyaan:
“Apakah perencanaan masih diperlukan oleh perusahaan yang memasuki lingkungan
bisnis kompetitif dan turbulen?” Bukankah dalam lingkungan bisnis kompetitif dan
turbulen, masa depan sulit untuk diprediksi, sehingga perencanaan akan menghasilkan
prediksi yang salah?
Untuk menjawab kedua pertanyaan tersebut di atas, perlu direnungkan kembali
hakikat perencanaan sebagaimana yang telah diuraikan di atas. Perencanaan pada
hakikatnya adalah pemilihan sekarang kondisi masa depan yang kita kehendaki beserta
langkah-langkah yang kita perlukan untuk mewujudkan kondisi tersebut. Dengan
demikian perencanaan tidak berkaitan dengan turbulensi lingkungan bisnis yang sulit
untuk diprediksi. Semakin turbulen lingkungan, justru semakin kita perlukan kepastian
pilihan kita tentang kondisi masa depan yang kita kehendaki. Perencanaan juga berarti
proses pembuatan peta perjalanan menuju ke masa depan. Semakin turbulen lingkungan
bisnis yang kita hadapi, semakin diperlukan proses pembuatan peta yang canggih, yang
menjanjikan dihasilkannya peta perjalanan yang secara akurat mencerminkan kondisi
masa depan yang akan terjadi.
Perencanaan sangat ditentukan oleh karakteristik lingkungan bisnis yang dimasuki
oleh perusahaan. Dalam manajemen tradisional, lingkungan bisnis memiliki karakteristik
stabil, sehingga masa depan mudah diprediksi. Berbeda dengan manajemen tradisional,
manajemen modern menghadapi lingkungan bisnis yang sangat kompetitif dan turbulen.
Lingkungan bisnis yang sangat berbeda tersebut menuntut penggeseran falsafah yang
mendasari perencanaan yang digunakan dalam manajemen modern. Pergeseran falsafah
perencanaan tersebut disajikan dalam Gambar 8.6.
peristiwa yang terjadi di masa lalu tersebut diharapkan berulang kembali di masa depan.
Oleh karena itu, dalam perencanaan, pola kejadian di masa lalu diprojeksikan ke masa
depan untuk menggambarkan apa yang diprakirakan akan terjadi di masa depan.
MANAJEMEN TRADISIONAL MANAJEMEN KONTEMPORER
1 Perencanaan pada dasarnya merupakan 1 Perencanaan pada dasarnya merupakan
proses: creating the future from the past proses creating the future from the future
2 Leverage diletakkan pada tangible assets 2 Leverage diletakkan pada intangible
assets
3 Perencanaan masa depan merupakan 3 Perencanaan masa depan merupakan
kegiatan rule keeping kegiatan rule breaking
4 Perencanaan berupa single-scenario 4 Perencanaan berupa multi-scenario
planning planning
5 Perencanaan tidak bersistem, terutama 5 Perencanaan dilaksanakan bersistem,
yang bersifat strategik terutama yang bersifat strategik
Apakah perencanaan dengan falsafah “creating the future from the past” dapat efektif
dalam membawa perusahaan untuk memasuki lingkungan bisnis yang turbulen?
Lingkungan bisnis yang turbulen menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan yang
bersifat discontinuous, sehingga perubahan-perubahan sekarang tidak memiliki kaitan
dengan kondisi masa lalu. Keadaan demikian menjadikan perencanaan dengan falsafah
“creating the future from the past” tidak menjanjikan masa depan, karena terjadinya
keterputusan masa lalu dengan masa depan.
Berdasarkan falsafah “creating the future from the future”, perencanaan pada
dasarnya merupakan charting the uncharting world. Perencanaan dimulai dari pengamatan
terhadap trend perubahan lingkungan makro dan industri, dan hasil pengamatan ini
kemudian digunakan untuk SWOT analysis—pengidentifikasian peluang dan ancaman
yang terdapat di lingkungan bisnis serta kekuatan dan kelemahan yang terdapat dalam
lingkungan intern. SWOT analysis kemudian dipakai sebagai basis untuk melakukan
envisioning—perumusan misi, visi, tujuan, keyakinan dasar, dan nilai dasar. Perencanaan
dimulai dari perumusan dengan jelas hal-hal yang bersifat kualitatif dan mendasar seperti
misi, visi, tujuan (goals), keyakinan dasar, nilai dasar, strategi, sasaran strategik, dan
inisiatif strategik. Dengan falsafah baru ini, perencanaan pada hakikatnya merupakan
penerjemahan misi, visi, tujuan (goals), keyakinan dasar, nilai dasar, dan strategi
perusahaan ke dalam action plans. Dengan demikian perusahaan memerlukan alat yang
baik untuk menerjemahkan misi, visi, tujuan (goals), keyakinan dasar, nilai dasar, dan
strategi perusahaan ke dalam action plans yang komprehensif, koheren, terukur, dan
berimbang. Gambar 8.7 melukiskan total business planning yang menggunakan falsafah
“creating the future from the future.”
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada 14
SISTEM
PERENCANAAN
STRATEGIK Sasaran Strategik Inisiatif Strategik
K C P PP C P PP
SISTEM
PENYUSUNAN Program
PROGRAM
C P PP
SISTEM
PENYUSUNAN Anggaran
ANGGARAN (Budget)
C P PP
Gambar 8.7 Total Business Planning yang Didesain untuk Mewujudkan Falsafah
“Creating the Future from the Future” atau Plan Backward
Berdasarkan falsafah ini “creating the future from the future”, kelangsungan hidup
dan kemampuan tumbuh perusahaan ditentukan oleh empat sistem perencanaan berikut
ini:
a. Sistem perumusan strategi yang berfungsi untuk melakukan trendwatching, SWOT
analysis, envisioning, dan pemilihan strategi
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada 15
b. Sistem perencanaan strategik yang berfungsi sebagai penerjemah misi, visi, tujuan,
keyakinan dasar, nilai dasar, dan strategi ke dalam sasaran dan inisiatif strategik yang
komprehensif, koheren, terukur , dan berimbang
c. Sistem penyusunan program yang berfungsi untuk menjabarkan inisiatif strategik ke
dalam program.
d. Sistem penyusunan anggaran yang berfungsi untuk menjabarkan program ke dalam
anggaran tahunan.
Dari Gambar 8.7 tersebut terlihat bahwa falsafah “creating the future from the future”
menuntut manajemen untuk menggeser perencanaan masa depannya dari yang bersifat
tactical—hanya mengandalkan pada anggaran tahunan, ke perencanaan yang bersifat
strategik—perencanaan yang dimulai dari perumusan strategi (strategy formulation),
perencanaan strategik (strategic planning), dan penyusunan program (programming).
Leverage Diletakkan pada Intangible Assets
Untuk menghadapi lingkungan bisnis kompetitif, perusahaan dituntut untuk mampu
menghasilkan sustainable outstanding financial performance. Untuk itu, perusahaan harus
memanfaatkan sistem perencanaan yang didesain untuk memotivasi personel dalam
menempuh langkah-langkah strategik. Di samping itu, perusahaan perlu memanfaatkan
sistem perencanaan yang memotivasi personel dalam meletakkan leverage pada aktiva
yang menjadi pemacu sesungguhnya kinerja keuangan.
Langkah strategik adalah langkah besar yang berdampak jangka panjang ke depan.
Langkah ini menjanjikan hasil besar dan memerlukan pengorbanan sumber daya dengan
nilai besar pula. Oleh karena itu diperlukan perencanaan seksama dan cerdas atas langkah-
langkah strategik yang akan dilaksanakan oleh perusahaan.
Dalam perusahaan manufaktur, manajemen menciptakan nilai melalui pemanfaatan
aktiva berwujud (tangible assets), yaitu dengan mengubah bahan baku menjadi produk
jadi. Survai yang dilakukan oleh Brooking Institute8 terhadap kinerja keuangan
perusahaan-perusahaan manufaktur di U.S.A. menunjukkan fakta sebagai berikut:
a. Tahun 1982: persentase nilai buku aktiva berwujud perusahaan manufaktur di U.S.A.
adalah 62 persen dari nilai pasar perusahaan.
b. Tahun 1992: persentase tersebut menurun drastis menjadi hanya sebesar 38%.
c. Tahun 2000: persentase tersebut hanya berkisar 10% sampai dengan 15% dari nilai
pasar perusahaan.
Nilai pasar perusahaan ditunjukkan oleh harga pasar saham dikalikan dengan jumlah
saham yang beredar. Nilai pasar perusahaan mencerminkan harapan pasar atas
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba.
Data survai di U.S.A. tersebut menunjukkan adanya trend semakin menurunnya peran
aktiva berwujud dalam penciptaan nilai. Penciptaan nilai lebih banyak berasal dari
pengelolaan terhadap aktiva tidak berwujud (intangible assets) seperti:
a. Hubungan berkualitas dengan customer, inovasi produk dan jasa baru, kecepatan
respon perusahaan dalam memenuhi kebutuhan customer.
b. Produktivitas dan cost-effectiveness proses yang digunakan oleh perusahaan dalam
menghasilkan produk dan jasa bagi customer.
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada 16
Keuangan
Long-term Shareholder Value
Customer
Customer Value
Proses Leverage
diletakkan
Operation Customer Regulatory pada pemacu
Innovation sesungguhnya
Management Management and Social
Processes kinerja
Processes Processes Processes
keuangan
Pembelajaran dan
Pertumbuhan Human Information Organization
Capital Capital Capital
Gambar 8.8 Peletakan Leverage pada Pemacu Sesungguhnya Kinerja Keuangan
Gambar 8.8 juga melukiskan proses pengubahan intangible assets menjadi tangible
assets. Intangible assets berupa human capital, information capital, dan organization
capital diubah melalui empat golongan proses: operation management processes,
customer management processes, innovation processes, dan regulatory and social
processes menjadi customer capital untuk menghasilkan kinerja keuangan berjangka
panjang (long-term shareholders value).
Pergeseran peletakan leverage ke intangible assets tersebut menyebabkan pergeseran
alat yang digunakan untuk mengukur keberhasilan perusahaan. Dalam manajemen
tradisional, keberhasilan perusahaan diukur dengan menggunakan ukuran return on
investment (ROI) atau return on assets (ROA). Kedua macam ukuran tersebut hanya
menggunakan tangible assets yang tercantum dalam laporan keuangan untuk mengukur
keberhasilan perusahaan. Dalam manajemen kontemporer, keberhasilan perusahaan diukur
dari perspektif yang lebih komprehensif, yang tidak hanya terbatas pada perspektif
keuangan, namun mencakup ukuran tentang produktivitas, kecepatan respons, inovasi,
kapabilitas perusahaan untuk belajar, dan kemampuan perusahaan dalam menjadikan
produktif pengetahuan yang dikuasai oleh seluruh personelnya. Perusahaan menggunakan
ukuran return on people (ROP) untuk mengukur keberhasilan perusahaan, karena ROP-lah
yang menjadi penyebab utama keunggulan kompetitif perusahaan.10 Perusahaan dikatakan
menggunakan ukuran ROP jika kinerjanya diukur dengan menggunakan ukuran kinerja di
perspektif keuangan, yang dijelaskan dengan ukuran kinerja di perspektif customer,
perspektif proses, serta perspektif pembelajaran dan pertumbuhan.
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada 18
Single-point forecast
Kisar
Ketidakpastian
Sekarang Trends
Timing
Gambar 8.9 Single and Multi-Scenario Planning13
Dengan multi-scenario planning, masa depan yang kompleks dapat didekati melalui
berbagai kemungkinan masa depan yang direncanakan, sehingga rencana masa depan yang
dibuat menjadi lebih efektif.
Perencanaan Dilaksanakan Bersistem, Terutama yang Bersifat Strategik
Dalam manajemen tradisional, perencanaan yang bersifat strategik hanya disusun oleh
sedikit orang dalam perusahaan, terutama oleh manajemen puncak. Bahkan seringkali
misi, visi, dan strategi hanya ditentukan oleh direktur utama, tanpa melibatkan manajer
lain, sehingga masa depan perusahaan sangat tergantung pada pikiran seseorang.
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada 20
Perencanaan yang bersifat strategik berkaitan dengan perumusan hal-hal yang sangat
abstrak, namun sangat mendasar bagi kelangsungan hidup dan kemampuan tumbuh
perusahaan. Terlalu kompleks jika masa depan perusahaan hanya diserahkan
pemikirannya kepada satu atau beberapa orang. Diperlukan sistem manajemen yang
mensintesakan berbagai pemikiran dari banyak personel tentang pembangunan masa
depan perusahaan.
Sebagaimana telah disebutkan di muka, untuk menghadapi lingkungan bisnis
kompetitif dan turbulen, perusahaan memerlukan tiga golongan sistem manajemen berikut
ini;
a. Sistem manajemen untuk mengamati trend perubahan yang terjadi di lingkungan bisnis
dan untuk meredefinisi misi, visi, tujuan, keyakinan dasar, nilai dasar, dan memilih
strategi perusahaan.
b. Sistem manajemen untuk menerjemahkan misi, visi, tujuan, keyakinan dasar, nilai
dasar, dan strategi ke dalam sasaran dan inisiatif strategik yang komprehensif, koheren,
terukur, dan berimbang.
c. Sistem pengelolaan sumber daya yaitu sistem manajemen untuk mewujudkan action
plans ke dalam actual actions sehingga perusahaan mampu menjadi institusi
pelipatganda kekayaan.
Dua golongan sistem manajemen yang pertama merupakan sistem manajemen yang
bersifat strategik, sedangkan sistem manajemen yang terakhir merupakan sistem
manajemen yang bersifat tactical dan operational.
Perencanaan, terutama yang bersifat strategik, perlu dilaksanakan secara bersistem
karena berbagai alasan berikut ini:
a. Sistem merupakan cara untuk menjadikan realitas masa depan terstruktur (ways of
structuring future realities). Tidak ada satu atau hanya satu-satunya kebenaran tentang
realitas masa depan (there is no the one and only truth about future realities).
b. Sistem menyediakan sarana pengambilan keputusan sistematik untuk membangun masa
depan perusahaan.
c. Sistem menjadikan eksplisit pemilihan dan pengimplementasian strategi, sehingga
mampu mengundang pemikiran (provoking thought).
d. Sistem menyediakan sarana untuk mensintesakan berbagai ide personel dalam
membangun masa depan perusahaan.
Sistem merupakan cara untuk menjadikan realitas masa depan terstruktur.
Lingkungan bisnis kompetitif dan turbulen menjadikan realitas masa depan tidak
terstruktur, terdapat berbagai kemungkinan yang akan terjadi di masa depan (tidak hanya
ada satu dan satu-satunya realitas yang akan terjadi di masa depan), sehingga apa yang
akan terjadi di masa depan sangat sulit untuk diprediksi. Oleh karena itu, diperlukan alat
canggih untuk menggambarkan realitas masa depan yang akan terjadi, jika perusahaan
menghadapi lingkungan bisnis kompetitif dan turbulen. Perusahaan memerlukan sistem
yang dapat digunakan untuk menjadikan masa depan terstruktur, sehingga perusahaan
dapat mengelola dengan baik kegiatan yang digunakan untuk mewujudkan masa depan
tersebut. Melalui sistem perumusan strategi, manajemen perusahaan (1) mengidentifikasi
trend perubahan yang terjadi di lingkungan makro dan lingkungan industri dan (2)
melakukan analisis ekstern dan intern untuk menafsirkan dampak trend perubahan tersebut
terhadap bisnis perusahaan. Dua langkah dalam sistem perumusan strategi ini digunakan
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada 21
untuk membuat masa depan yang akan dituju oleh perusahaan menjadi terstruktur dengan
melakukan envisioning—merumuskan misi, visi, keyakinan dasar, dan nilai dasar
perusahaan, serta strategi untuk mewujudkan visi tersebut.
BALANCED SCORECARD MEWUJUDKAN FALSAFAH BARU
PERENCANAAN
Balanced Scorecard mampu mewujudkan empat falsafah baru perencanaan sebagaimana
yang telah diuraikan di atas:
1. Perencanaan didasarkan pada: “creating the future from the future.”
2. Leverage diletakkan pada intangible assets.
3. Perencanaan dilaksanakan bersistem, terutama yang bersifat strategik
4. Perencanaan masa depan merupakan kegiatan rule breaking
5. Perencanaan dilaksanakan bersistem, terutama yang bersifat strategik
dan tidak tampak dalam neraca perusahaan). Penggeseran peletakan leverage dari tangible
assets ke intangible assets inilah yang menyebabkan perencanaan strategik yang
memanfaatkan rerangka Balanced Scorecard dapat menjanjikan pelipatgandaan kinerja
keuangan berkesinambungan, karena di intangible assets itulah terdapat pemacu
sesungguhnya kinerja keuangan perusahaan.
yang baik? Gambar 8.10 melukiskan berbagai faktor yang menentukan perencanaan yang
baik. Dari gambar tersebut terlihat bahwa orang dan alat merupakan dua faktor yang
menentukan perencanaan yang baik.
Good Planning
Wise men
Good Information Strong men
Good planning tool. Perencanaan yang baik memerlukan alat perencanaan yang baik. Alat
perencanaan yang baik memerlukan informasi yang baik—yaitu informasi yang
menjelaskan hubungan sebab-akibat. Sebagaimana telah disebutkan di atas perencanaan
merupakan proses minimalisasi unsur keberuntungan dan maksimalisasi unsur hubungan
sebab-akibat. Itulah sebabnya perencanaan memerlukan alat perencanaan yang mampu
memaksimalkan unsur hubungan sebab-akibat, sehingga hasil keuangan dapat dengan
jelas diketahui sebabnya.
Pada awal tahun 1990-an, di U.S.A. telah dilakukan eksperimen yang berhasil
menciptakan planning tools yang sangat powerful untuk membangun hubungan sebab-
akibat dalam perencanaan: Balanced Scorecard dan Activity-Based Cost System.
Ekperimen Balanced Scorecard dilakukan oleh Robert S. Kaplan dan David P.
Norton. Eksperimen awal Balanced Scorecard diarahkan ke perbaikan ukuran kinerja
eksekutif. Pada perkembangan selanjutnya, Balanced Scorecard telah menjadi powerful
planning tool di tingkat manajemen strategik. Balanced Scorecard merupakan strategic
planning tool yang mampu menghasilkan hubungan sebab-akibat antara sasaran strategik
di perspektif nonkeuangan dengan sasaran strategik di perspektif keuangan. Hubungan
sebab-akibat ini mengungkapkan dengan jelas darimana kinerja keuangan perusahaan
diperoleh.
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada 26
Good people. Perencanaan yang baik hanya dapat dilaksanakan oleh orang yang baik.
Perencanaan merupakan proses penciptaan mental (mental creation process). Perencanaan
hanya dapat dilakukan oleh orang yang kuat berpikir, yang meyakini hubungan sebab-
akibat. Perencanaan yang baik hanya dapat dilakukan oleh orang yang memiliki mindsets
sebagaimana dilukiskan pada Gambar 8.5 Tahap Perencanaan dan Pengimplementasian
Rencana, serta Sikap Mental yang Melandasi Setiap Tahap Tersebut dan falsafah
perencanaan sebagaimana yang dicantumkan pada Gambar 8.6 Perbedaan Falsafah
Perencanaan dalam Manajemen Tradisional dengan Manajemen Kontemporer. Gambar
8.11 melukiskan berbagai persyaratan kualitas personel yang dibutuhkan dalam setiap
tahap perencanaan dan pengimplementasian rencana.
Perencanaan yang baik hanya dapat dihasilkan oleh personel yang memiliki:
1. Mindsets sebagaimana yang dilukiskan pada Gambar 8.5 Tahap Perencanaan dan
Pengimplementasian Rencana, serta Sikap Mental yang Melandasi Setiap Tahap
Tersebut
2. Falsafah perencanaan yang fit dengan lingkungan bisnis yang dimasuki oleh
perusahaan sebagaimana yang dilukiskan pada Gambar 8.6 Pergeseran Falsafah
Perencanaan
3. Keterampilan dalam menggunakan contemporary planning tools (Balanced Scorecard
dan activity-based budgeting)
4. Kemampuan untuk mengaplikasikan pengetahuan manajemen yang fit dengan
lingkungan bisnis yang dimasuki oleh perusahaan.
RANGKUMAN
Old ways die hard. Mengapa demikian? Cara lama yang kita gunakan untuk membangun
masa depan perusahaan sulit kita tinggalkan jika kita tidak berani mempertanyakan
kembali falsafah yang mendasari perencanaan. Perencanaan yang biasa digunakan dalam
manajemen tradisional untuk membangun masa depan perusahaan sesungguhnya
didasarkan pada falsafah tertentu berikut ini: (1) creating the future from the past, (2)
leverage diletakkan pada tangible assets, (3) perencanaan merupakan kegiatan rule
keeping, (4) perencanaan berupa single-scenario planning, (5) perencanaan tidak
dilaksanakan bersistem, terutama yang bersifat strategik. Dalam bab ini falsafah yang
melandasi perencanaan dalam manajemen tradisional tersebut dipertanyakan kembali
efektivitasnya untuk memasuki lingkungan bisnis kompetitif dan turbulen.
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada 27
Diterjemahkan
Tingginya kemampuan personel dalam
SWOT ANALYSIS mengidentifikasi peluang dan ancaman
yang terdapat dalam trend perubahan
Peluang, Ancaman, Kekuatan, dan lingkungan di masa depan serta
Keterbatasan kekuatan dan keterbatasan intern
organisasi
Diterjemahkan
Diwujudkan
PENGIMPLEMENTASIAN DAN
PEMANTAUAN Tingginya integritas personel
Actual Actions
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada 28
END NOTES
1 Stephen R. Covey, The Seven Habits of Highly Effective People: Restoring Character Ethic (New York:
Simon & Schuster, 1990), p. 91.
2 Pada hakikatnya, jika kita tidak melakukan pemilihan atas masa depan, itu berarti kita memilih untuk
tidak memilih. Tindakan memilih untuk tidak memilih masa depan membawa konsekuensi masa depan
terjadi secara kebetulan (by chance), bukan hasil dari pemilihan yang kita lakukan. Jika nasib baik, masa
depan dapat sesuai dengan yang kita kehendaki, namun jika nasib sial, masa depan dapat jauh
menyimpang dari kehendak kita.
3 Peter F. Drucker, Executive in Action: Managing Results, Innovation and Entrepreneurship, The
Effective Executive (New York: HarperBusiness, 1996) p. 185.
4 Wolfgang Grulke, Ten Lessons from the Future: Tomorrow Is a Matter of Choice. Make It Yours.
(London: Prentice Hall, 2001), p. 205.
5 Stephen R. Covey, The Seven Habits of Highly Effective People: Restoring Character Ethic (New York:
Simon & Schuster, 1990), p. 151.
6 Greg Bounds, Lyle Yorks, Mel Adams, Gipsie Ranney, Beyond Total Quality Management: Toward the
Emerging Paradigm (New York: McGraw-Hill, Inc., 1994), p. 219.
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada 29
7 Wolfgang Grulke, Ten Lessons from the Future: Tomorrow Is a Matter of Choice. Make It Yours.
(London: Prentice Hall, 2001), p. xi.
8 Robert S. Kaplan dan David P. Norton, The Strategy-Focused Organization: How Balanced Scorecard
Companies Thrive in the New Business Environment (Boston: Harvard Business School Press, 2001), p.
2.
9 Dave Ulrich, Jack Zenger, Norm Smallwood, Results-Based Leadership: How Leaders Build the
Business and Improve the Bottom Line (Boston: Harvard Business School Press, 1999) pp. 53, 82, 107,
139.
10 Bon Nelson dalam Frances Hesselbein dan Paul M. Cohen (Eds.). Leader to Leader: Enduring Insights
on Leadership from the Drucker Foundation’s Award-Winning Journal (San Francisco: Jossey-Bass
Publishers, 1999), p. 266.
11 Tom Peters, It’s I-n-n-o-v-a-t-i-o-n Stupid, (World Executive’s Digest, July, 1998), p. 20.
12 Tom Peters, It’s I-n-n-o-v-a-t-i-o-n Stupid, (World Executive’s Digest, July, 1998), p. 24.
13 Gill Ringland, Scenario Planning: Managing for the Future (Chichester: John Wiley & Sons, 1998), p.
47.