Anda di halaman 1dari 65

REFERAT

Infeksi Menular Seksual

Disusun oleh:
Meisy Handayani (1765050062)

Pembimbing:

KEPANITERAAN KLINIK KULIT DAN KELAMIN


PERIODE
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
JAKARTA
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah S.W.T atas berkah dan rahmat-Nya
sehingga referat dengan judul “……………………….” dapat diselesaikan penulis
dengan baik dan tepat waktu. Penyusunan referat ini merupakan salah satu syarat untuk
mengikuti ujian akhir Kepaniteran Stase Bedah Fakultas Kedokteran Universitas
Kristen Indonesia. Penulis menyadari, begitu banyak bantuan yang diberikan dalam
penelitian ini. Oleh karena itu, ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya ditujukan
kepada:
1. ……………………………….. selaku dokter pembimbing referat, penulis
berterimakasih atas bimbingannya dan saran yang membangun selama proses
penulisan referat.
2. Seluruh dosen pembimbing stase bedah di FK UKI yang telah memberi ilmu
yang tak ternilai untuk penulis.
3. Seluruh dosen pembimbing stase bedah di RSUD Cibinong atas segala ilmu
dan bimbingannya selama penulis berada di RS.
Akhir kata, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun terkait
dengan referat ini, karena penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari
kesempurnaan

Jakarta, 20 Agustus 2018


Penulis,

(Meisy Handayani)
NIM: 1765050181

i
BAB I
PENDAHULUAN

Infeksi menular seksual disebabkan oleh berbagai macam patogen. Infeksi


menular seksual terutama ditularkan melalui hubungan seksual, tetapi tidak hanya
hubungan seksual saja, dapat juga terjadi dari ibu kepada janin dalam kandungan atau
saat kelahiran, lalu dari produk darah atau transfer jaringan yang telah tercemar seperti
handuk, thermometer, jarum suntik, atau darah, cairan vagina, sperma, saliva).
Perdarahan saluran cerna dibagi menjadi dua yaitu perdarahan saluran cerna bagian
atas dan perdarahan saluran cerna bagian bawah. Perdarahan saluran cerna bagian atas
adalah perdarahan saluran makanan diatas ligamentum Treitz sedangkan perdarahan
saluran cerna bagian bawah adalah perdarahan saluran makanan dibawah Ligamentum
Treitz.1

Mortalitas akibat perdarahan saluran cerna bagian atas adalah 3,5-7%,


sementara akibat perdarahan saluran cerna bagian bawah adalah 3,6%. Perdarahan
saluran cerna dapat menyebabkan kematian karena dapat menimbulkan anemia
defisiensi besi pada seseorang.2

Perdarahan saluran cerna menimbulkan gejala yaitu BAB berdarah. Bab


berdarah, yang dimaksud yaitu terdapat darah pada feses atau tinja ketika BAB (buang
air besar). Buang air besar berdarah yang ditandai dengan terdapatnya darah dalam
feses atau tinja itu artinya terdapat perdarahan disuatu tempat pada saluran pencernaan.
2,3

Perdarahan saluran cerna bagian atas ditandai dengan Hematokezia dan


perdarahan saluran cerna bagian bawah ditandai dengan Melena. Hematokezia adalah
darah segar yang keluar dari anus dan merupakan manifestasi klinis dari perdarahan
saluran cerna bagian bawah. Melena diartikan sebagai tinja yang berwarna hitam

1
dengan bau yang khas, Melena terjadi karena hemoglobin dikonversi menjadi hematin
atau hemokrom lainnya oleh bakteri setelah 14 jam.2,4

Pada kasus perdarahan saluran makanan dilakukan langkah awal yaitu


enentukan beratnya perdarahan dengan memfokuskan pada status hemodinamik.
Pemeriksaannya meliputi: 1. Tekanan darah dan nadi posisi baring, 2. Perubahan
ortostik tekanan darah dan nadi, 3. Ada tidaknya vasokontriksi perifer (akral dingin),
4. Kelayakan nafas, 5. Tingkat kesadaran, 6. Produksi urin. 2

Perdarahan akut pada saluran cerna melebihi 20% volume intravaskular akan
mengabikatkan hemodinamik tidak stabil, dengan tanda-tanda sebagai berikut: 11.
Hipotensi (<90/60 mmHG) dengan frekuensi nadi >100x/menit, 2. Tekanan diastolic
ortostatik turun >10 mmHG atau sistolik turun >20 mmHG), frekuensi nadi ortostatik
dapat meningkat >15x/menit. 4. Akral dingin, 5. Kesadaran menurun, 6. Anuria atau
oliguria (produksi urin <30ml/jam).2

2
BAB II
ISI
II.1 Anatomi Saluran Pencernaan
Pencernaan adalah proses makanan dipecah menjadi bagian yang lebih kecil
sehingga tubuh dapat menggunakannya untuk membangun dan menyehatkan sel dan
menyediakan energi. Pencernaan melibatkan pencampuran makanan, gerakannya
melalui saluran pencernaan, dan pemecahan kimia dari molekul yang lebih besar
menjadi molekul yang lebih kecil.5,6,7,8
Sistem pencernaan terdiri dari saluran pencernaan. Ini terdiri dari tabung panjang organ
yang mengalir dari mulut ke anus dan termasuk esophagus, gaster, usus halus, dan usus
besar, bersama dengan hati, kandung empedu, dan pankreas, yang menghasilkan
sekresi penting untuk pencernaan yang mengalir ke usus halus.5,6,7,8
1. Mulut dan Glandula Saliva
Pencernaan dimulai di mulut, di mana pencernaan kimia dan mekanik terjadi. Air liur
atau ludah, diproduksi oleh kelenjar saliva (terletak di bawah lidah dan dekat rahang
bawah), dilepaskan ke dalam mulut. Saliva mulai memecah makanan,
melembapkannya dan membuatnya lebih mudah untuk menelan. Enzim pencernaan
(amilase) dalam saliva mulai memecah karbohidrat (pati dan gula). Salah satu fungsi
terpenting mulut adalah mengunyah. Mengunyah memungkinkan makanan untuk
dihaluskan menjadi massa lunak yang lebih mudah ditelan dan dicerna kemudian.
Gerakan oleh lidah dan mulut mendorong makanan ke bagian belakang tenggorokan
untuk ditelan. Flap fleksibel yang disebut epiglotis menutup di atas trakea untuk
memastikan bahwa makanan masuk ke esofagus dan bukan saluran udara untuk
mencegah tersedak.
2. Esofagus
Setelah makanan ditelan, makanan memasuki esophagus. Esofagus terletak di antara
tenggorokan dan gaster. Kontraksi mirip gelombang otot yang dikenal sebagai gerakan
peristaltik mendorong makanan melalui esofagus ke gaster.

3
3. Gaster
Gaster memiliki 3 fungsi utama: untuk menyimpan makanan dan cairan yang tertelan;
untuk mencampur makanan, cairan, dan cairan pencernaan yang diproduksi oleh
gaster; dan perlahan-lahan mengosongkan isinya ke dalam usus kecil.
Hanya beberapa zat, seperti air dan alkohol, yang dapat diserap langsung dari gaster.
Zat-zat makanan lainnya harus menjalani proses pencernaan gaster. Dinding otot gaster
yang kuat mencampur dan mengocok makanan dengan asam dan enzim, memecahnya
menjadi bagian-bagian yang lebih kecil. Makanan diolah menjadi bentuk semiliquid
yang disebut chyme. Setelah makan, chyme perlahan dilepaskan sedikit demi sedikit
melalui pyloric sphincter, sebuah cincin otot menebal antara gaster dan bagian pertama
dari usus halus yang disebut duodenum. Sebagian besar makanan meninggalkan perut
hingga empat jam setelah makan.
4. Usus halus
Sebagian besar pencernaan dan penyerapan makanan terjadi di usus halus. Usus halus
adalah tabung sempit yang berbentuk memutar yang menempati sebagian besar perut
bagian bawah antara gaster dan awal usus besar. Usus halus terdiri dari tiga bagian:
duodenum (bagian berbentuk C), jejunum (bagian tengah melingkar), dan ileum
(bagian terakhir).
Usus halus memiliki dua fungsi penting.
- Proses pencernaan selesai di usus halus oleh enzim dan zat lain yang dibuat
oleh sel usus, pankreas, dan hati. Kelenjar di dinding usus mengeluarkan enzim
yang memecah pati dan gula. Pankreas mengeluarkan enzim ke dalam usus
halus yang membantu pemecahan karbohidrat, lemak, dan protein. Hati
menghasilkan empedu, yang disimpan di kantong empedu. Empedu membantu
membuat molekul lemak (yang jika tidak tidak larut dalam air) dapat larut,
sehingga dapat diserap oleh tubuh.
- Usus halus menyerap nutrisi dari proses pencernaan. Dinding bagian dalam dari
usus halus ditutupi oleh villi. Vili ditutupi dengan proyeksi lebih kecil yang
disebut microvilli. Kombinasi vili dan mikrovili meningkatkan luas permukaan

4
usus halus yang memungkinkan penyerapan nutrisi terjadi. Bahan yang tidak
dicerna berjalan ke usus besar.
5. Usus Besar (Colon)
Colon adalah tabung yang menghubungkan usus halus ke rectum. Colon
terdiri atas: sekum, colon ascenden, colon transversus, colon descenden, dan colon
sigmoid, yang terhubung ke rektum. Apendiks adalah tabung kecil yang melekat pada
sekum. Sekum adalah kantung di awal colon. Area ini memungkinkan makanan lewat
dari usus halus ke usus besar. colon adalah tempat cairan dan garam diserap dan
memanjang dari sekum ke rektum. Bagian terakhir dari usus besar adalah rektum, yang
mana kotoran (bahan limbah) disimpan sebelum meninggalkan tubuh melalui anus.
Tugas utama dari usus besar adalah membuang air dan garam (elektrolit) dari bahan
yang tidak tercerna dan membentuk limbah padat yang dapat dikeluarkan. Bakteri di
usus besar membantu memecah bahan yang tidak tercerna. Sisa isi usus besar
dipindahkan ke arah rektum, di mana tinja disimpan sampai mereka meninggalkan
tubuh melalui anus sebagai gerakan usus.
Dinding usus besar memiliki empat lapisan utama. Lapisan dalam yang
bersentuhan dengan feses disebut mukosa. Mukosa terdiri dari tiga sublayer, yaitu
epitelium, lamina propria, dan mukosa muskularis. Epitelium menyerap air dari tinja
dan membuat mucus. Mucus adalah cairan yang lengket dan tebal yang melindungi
usus besar dan membantu memindahkan tinja melalui usus besar. Lamina propria
adalah lapisan tipis dari jaringan ikat. Mukosa muskularis adalah strip tipis otot.
Lapisan kedua dari dinding usus besar disebut submukosa. Ini terdiri dari jaringan ikat,
darah dan kelenjar getah bening, dan sel-sel saraf. Getah bening adalah cairan bening
yang memberi sel air dan makanan dan juga memiliki sel darah putih yang melawan
kuman. Darah dan getah bening mengalir dari jaringan usus ke dalam pembuluh yang
ada di submukosa dan kemudian pergi ke tempat lain. Lapisan ketiga dari dinding usus
besar disebut propra muskularis. Sebagian besar terbuat dari serat otot. Otot-otot ini
membantu memindahkan tinja melalui usus besar. Lapisan keempat adalah bagian
paling luar dari dinding usus besar. Ini terdiri dari adventitia atau serosa. Adventitia

5
adalah jaringan ikat yang mengikat kolon ke struktur lain. Serosa, juga disebut
peritoneum viseral, adalah membran.Serosa mengandung lapisan tipis jaringan ikat.
Jaringan ini disebut subserosa dan ditutupi oleh satu baris sel yang membuat cairan.
Cairan ini memungkinkan usus besar bergerak dengan lancar melawan organ lain.9

II.2 Fisiologi Saluran Pencernaan


Fungsi utama sistem pencernaan adalah memindahkan nutrien, air dan elektrolit
dari makanan yang kita telan ke dalam lingkungan internal tubuh. Makanan yang
ditelan merupakan sumber energi atau bahan bakar yang esensial. Bahan bakar
tersebut digunakan oleh sel untuk menghasilkan ATP (Adenosina trifosfat) untuk

6
melaksanakan berbagai aktivitas yang memerlukan energi, makanan merupakan
sumber bahan baku untuk memperbaharui dan menambah jaringan tubuh. Makanan
mula – mula harus di cerna atau diuraikan secara biokimiawi, menjadi molekul –
molekul kecil sederhana yang dapat diserap dari saluran cerna kedalam sistem
sirkulasi untuk didistribusikan ke sel – sel tubuh. Dalam keadaan normal 95% dari
makanan yang tertelan dapat digunakan oleh tubuh.9
Sistem pencernaan melakukan empat proses pencernaan dasar: motalitas,
sekresi, pencernaan dan penyerapan.
1. Motalitas
Motalitas merujuk kepada kontraksi otot yang mencampur dan mendorong
maju isi saluran cerna, seperti otot polos pembuluh darah, otot polos di dinding
saluran cerna mempertahankan suatu kontraksi tingkat rendah yang menetap
dikenal sebagai tonus. Tonus penting untuk mempertahankan tekanan tetap
pada isi saluran cerna serta untuk mencegah dindingnya teregang permanen
setelah mengalami distensi. Pada aktivitas tonus yang tetap ini terdapat dua tipe
dasar motalitas saluran cerna : gerakan mendorong dan gerakan mencampur.
Gerakan mendorong maju isi saluran cerna dan kecepatan pergerakan bervariasi
bergantung pada fungsi yang dilakukan oleh berbagai bagian saluran
cerna.sedangkan gerakan mencampur memiliki fungsi ganda. Pertama , dengan
mencampur makanan dengan getah pencernaan, gerakan ini meningkatkan
pencernaan makanan. Kedua , gerakan ini mempermudah penyerapan dengan
memajankan semua bagian isi saluran cerna ke permukaan serap saluran cerna.
2. Sekresi
Sejumlah getah pencernaan disekresikan ke dalam lumen saluran cerna oleh
kelenjar eksokrin di sepanjang perjalanan, masing-masing dengan produk
sekretorik spesifik. Setiap sekresi pencernaan terdiri dari air, elektrolit, dan
konsituen organik spesifik yang penting dalam proses pencernaan, misalnya
enzim, garam empedu, atau mukus. Selain itu sel-sel endokrin yang terletak di

7
dinding saluran cerna mensekresikan hormon pencernaan ke dalam darah yang
membantu pengontrolan motilitas pencernaan dan sekresi kelenjar eksokrin.
3. Pencernaan
Kata pencernaan merujuk kepada penguraian biokimiawi struktur kompleks
makanan menjadi satuan-satuan yang lebih kecil dan dapat diserap oleh enzim
enzim yang diproduksi didalam sistem pencernaan.Manusia mengonsumsi tiga
kategori biokimiawi bahan makanan kaya energi : karbohidrat, protein, dan
lemak.
a. Bentuk paling sederhana karbohidrat adalah gula sederhana atau
monosakarida misalnya glukosa,fruktosa dan galaktosa yang dalam
keadaan normal sangat sedikit ditemukan dalam makanan. Sebagian besar
karbohidrat yang kita telan berada dalam bentuk polisakarida yang molekul
banyak gula, yang terdiri dari rantai-rantai molekul glukosa yang saling
berikatan. Melalui proses pencernaan, glikogen dan disakarida diubah
menjadi monsakarida konsituen-konsituennya, terutama glukosa dengan
sejumlah kecil fruktosa dan galaktosa. Monosakarida ini adalah satuan
karbohidrat yang dapat diserap.
b. Protein dalam makanan terdiri dari berbagai kombinasi asam amino yang
disatukan oleh ikatan peptida. Melalui proses pencernaan, protein diuraikan
terutama menjadi asam- asam amino konstituennya serta beberapa
polipeptida kecil (beberapa asam amino yang disatukan oleh ikatan
peptida). Keduanya adalah satuan protein yang dapat diserap.
c. Sebagian besar lemak dalam makanan berada didalam bentuk trigliserida
yaitu lemak netral yang terdiri dari satu molekul gliserol dengan tiga asam
lemak. Selama pencernaan, dua atau tiga molekul asam lemak tersebut
terpisah, meninggalkan satu monogliserida, satu molekul gliserol dengan
satu molekul asam lemak. Karena itu produk akhir pencernaan lemak adalah
monogliserida dan asam lemak bebas yaitu satuan lemak yang dapat
diserap.

8
4. Penyerapan
Di usus halus, pencernaan telah tuntas dan terjadi sebagian besar penyerapan.
Melalui proses penyerapanm unit-unit kecil makanan yang dapat diserap yang
dihasilkan oleh pencernaan, bersama dengan air, vitamin dan elektrolit,
dipisahkan dari lumen saluran cerna ke dalam darah atau limfe.

II.3 Histologi Saluran pencernaan.


Dinding saluran cerna memiliki struktur umun yang sama di seluruh
panjangnya dari esofagus sampai anus. Terdapat empat lapisan dari dalam ke luar yaitu
mukosa, submukosa, muskularis eksterna, serosa. 9
1. Mukosa
Mukosa melapisi permukaan luminal saluran cerna. Bagian ini dibagi menjadi
tiga lapisan:
 Komponen primer mukosa adalah membran mukosa, suatu lapisan epitel
sebelah dalam yang berfungsi sebagai permukaan protektif. Membran
mukosa mengandung kelenjar eksokrin untuk sekresi getah pencernaan. Sel
kelenjar endokrin untuk sekresi hormon pencernaan ke dalam darah, dan sel
epitel yang khusus untuk menyerap nutrien yang telah dicerna
 Lamina propria adalah lapisan tengah tipis jaringan ikat tempat epitel
berada. Lapisan ini mengandung gut-associated lymphoid tissue (GALT)
yang penting dalam pertahanan terhadap bakteri usus penyebab penyakit.
 Muskularis mukosa, lapisan otot polos yang jarang, adalah lapisan mukosa
terluar yang terletak disamping submukosa.
2. Submukosa
Submukosa adalah lapisan tebal jaringan ikat yang menentukan daya regang
dan elastisitas saluran cerna. Bagian ini mengandung pembuluh darah besar dan
pembuluh limfe, dimana keduanya membentuk cabang-cabang ke arah dalam ke

9
lapisan mukosa dan ke arah luar ke lapisan otot tebal disekitarnya. Didalam
submukosa juga terdapat anyaman saraf yang dikenal sebagai pleksus submukosa.
3. Muskularis Eksterna
Ini merupakan selubung otot polos utama saluran cerna, mengelilingi
submukosa. Disebagian besar saluran cerna, muskularis eksterna terdiri dari dua
lapisan : lapisan sirkular dalam dan lapisan longitudinal luar. Serat- serat di lapisan
otot polos dalam (disamping submukosa) mengelilingi saluran. Kontraksi serat-
serat melingkar ini mengurangi garis tengah lumen, mempersempit saluran di titik
kontraksi. Kontraksi serat di lapisan luar, yang berjalan longitudinal di sepanjang
saluran cerna, memperpendek saluran. Bersama-sama, pleksus submukosa dan
mienterikus, disertai hormon dan mediator kimiawi lokal, membantu mengatur
aktivitas usus lokal.
4 . Serosa
Jaringan ikat paling luar yang menutupi saluran cerna adalah serosa, yang
mengeluarkan cairan encer licin (cairan serosa) yang melumasi dan mencegah
gesekan antara organ-organ pencernaan dan visera disekitarnya. Hampir diseluruh
panjang saluran cerna, serosa bersambungan dengan mesenterium, yang
menggantung organ-organ pencernaan dari dinding dalam rongga abdomen seperti
ambin. Perlekatan ini menghasilkan fiksasi relatif, menopang organ-organ
pencernaan diposisinya yang sesuai.

Motilitas dan sekresi pencernaan diatur secara cermat untuk memaksimalkan


pencernaan dan penyerapan mukosa yang masuk. Empat faktor berperan dalam
mengatur fungsi sistem pencernaan
(1) fungsi otonom otot polos
(2) pleksus saraf intrinsik
(3) saraf ekstrinsik dan
(4) hormon pencernaan.9

10
1. Fungsi otonom otot polos
Seperti sel – sel otot jantung yang dapat tereksitasi sendiri, sebagian dari
sel-sel otot polos adalah sel pemacu yang memperlihatkan variasi ritmik
spontan potensial membran. Jenis utama aktivitas listrik spontan di otot polos
pencernaan adalah irama listrik dasar saluran cerna. Sel – sel mirip sel otot
tetapi tidak berkontraksi yang dikenal sebagai sel interstisium Cajal adalah sel
pemacu yang memicu aktivitas gelombang lambat siklik. Sel sel pemacu ini
terletak di batas antara lapisan otot polos longitudinal dan sirkular.
2. Pleksus Saraf Intrinsik
Pleksus saraf intrinsik adalah serat utama saraf pleksus submukosa dan pleksus
mienterikus yang seluruhnya berada didalam dinding saluran cerna dan berjalan
di sepanjang saluran cerna. Pleksus intrinsik mempengaruhi semua aspek
aktivitas saluran cerna. Pleksus intrinsik mengandung berbagai jenis neuron.
Sebagian adalah neuron sensorik, yang memiliki reseptor yang berespons
terhadap rangsangan lokal tertentu di saluran cerna. Neuron lokal lain
menpersarafi sel otot polos serta kelenjar eksokrin dan endokrin saluran cerna
untuk secara langsung mempengaruhi motilitas saluran cerna, sekresi getah
pencernaan dan sekresi hormon pencernaan. Neuron yang mengeluarkan
asetilkolin sebagai neurotransmitter mendorong kontraksi otot polos saluran
cerna, sementara neurotransmitter nitrat oksida dan vasoaktif intestinal peptide
(peptide usus vasoaktif) bekerja bersama untuk menyebabkan relaksasi.
Anyaman saraf intrinsik ini terutama mengoordinasikan aktivitas lokal di dalam
saluran cerna. Contoh jika sepotong besar makanan terganjal di esofagus maka
pleksus-pleksus intrinsik mengoordinasikan respons lokal untuk mendorong
maju makanan. Aktivitas saraf intrinsik selanjutnya dapat dipengaruhi oleh
saraf ekstrinsik.

11
3. Saraf Ekstrinsik
Saraf ekstrinsik adalah serat – serat saraf dari kedua cabang sistem saraf otonom
yang berasal dari luar saluran cerna dan menpersarafi berbagai organ
pencernaa. Saraf otonom mempengaruhi motilitas dan sekresi saluran cerna
dengan memodifikasi aktivitas yang sedang berlangsung di pleksus intrinsik,
mengubah tingkat sekresi hormon pencernaan. Sistem saraf simpatis cenderung
menghambat atau memperlambat kontraksi dan sekresi saluran cerna. Sistem
saraf parasimpatis, meningkatkan motilitas otot polos dan mendorong sekresi
enzim dan hormon pencernaan. Tujuan utama pengaktifan persarafan ekstrinsik
adalah untuk memadukan aktivitas antara berbagai bagian saluran cerna.
4. Hormon Pencernaan
Didalam mukosa bagian-bagian tertentu saluran cerna terdapat sel – sel kelenjar
endokrin yang pada stimulasi yang sesuai mengeluarkan hormon kedalam
darah. Hormon – hormon pencernaan ini dibawa oleh darah ke bagian – bagian
saluran cerna, tempat hormon – hormon tersebut menimbulkan efek eksitatorik
atau inhibitorik pada otot polos dan kelenjar eksokrin.

12
13
II.4. Pemeriksaan penunjang
1. Tes darah samar.
Preparat guaiac seperti hemmoccult cards, merupakan tes yang sering
digunakan untuk menilai darah samar di feses karena mudah dan praktis. Meskipun
demikian makanan-makanan yang mengandung peroksidase juga dapat mengubah
warna, demikian juga halnya dengan obat-obatan (sukralfat, cimetidine), halogens.
Besi menyebabkan perubahan warna menjadi hijau bukan biru. Sebaliknya asam
ascorbate, antacid, pH yang asam menghambat reaktivitas dari guaiac sehingga
memberikan hasil negative palsu. Secara umum hemoccult cards dapat mendeteksi
perdarahan samar yang melebihi 10ml/hari (normalnya <2ml/hari). Tes imunokemikal
sangat sensitive terhadap darah segar.
2. Pemeriksaan defisiensi besi
Anemia hipokrom mikrositer dapat diperiksa secara visual dan merupakan
bukti adanya perdarahan samar saluran cerna. Anisocytosis atau bentuk sel yang
beragam merupakan petunjuk adanya defisiensi besi. Disamping itu pemeriksaan darah
perifer lengkap dan kadar besi serum serta transferrin perlu dilakukan. Kadar besi
serum akan turun pada anemia insufisiensi besi dan sebagai kompensasi akan terjadi
peningkatan konsentrasi transferrin dan akhirnya persentasi saturasi transferrin
menurun.
3. Endoskopi dan radiografi
Pada pasien dengan tes darah samar feses guaiac positif walaupun tak ada
anemia dari kadar ferritin normal, sebaiknya dilakukan pemeriksaan kolonoskopi,
pemeriksaan kolonoskopi yang dilaksanakan setelah pembersihan kolon singkat
merupakan alat diagnostik yang baik dengan akurasi yang menyamai angiografi. Pada
perdarahan saluran cerna yang diduga berasal dari distal ligamentum Treitz dan dengan
pemeriksaan kolonoskopi memberikan hasil negatif maka dapat dilakukan
pemeriksaan enteroskopi atau endoskopi kapsul yang dapat mendeteksi jejas
angiodisplasia di usus halus.

14
4. Scintigraphy dan angiografi
Kasus dengan perdarahan yang berat tidak memungkinkan pemeriksaan dengan
kolonoskopi maka dapat dilakukan dengan pemeriksaan angiografi dengan perdarahan
lebih dari ½ ml permenit. Sebelum pemeriksaan angiografi dilakukan sebaiknya
periksa terlebih dahulu dengan scintigraphy bilamana lokasi perdarahan tidak dapat
ditemukan.

II.5. Diagnosis Perdarahan Saluran Cerna2


Anamnesis
Dalam anamnesis perlu ditekankan :
1) Sejak kapan terjadinya perdarahan dan berapa perkiraan darah yang keluar
2) Riwayat perdarahan sebelumnya
3) Riwayat perdarahan pada keluarga
4) Ada tidaknya perdarahan di bagian tubuh lain
5) Penggunaan obat terutama anti inflamasi nonsteroid dan anti koagulan
6) Kebiasaan minum alcohol
7) mencari kemungkinan adanya penyakit hati kronik, demam berdarah, demam
tifoid, gagal ginjal kronik, diabetes melitus, hipertensi, alergi obat-obatan,
Pemeriksaan Fisik
1) Tanda-tanda vital (denyut nadi, tekanan darah, suhu, pernafasan)
2) Kesadaran
(3) Suhu badan dan perdarahan di tempat lain
(4) Konjungtiva (pucat/tidak)
(5) Waktu pengisian kapiler (melambat/tidak)
(6) Nyeri dibagian perut
(7) Kemerahan pada daerah kulit.
Pemeriksaan Penunjang
(1) Elektrokardiogram terutama pada pasien berusia >40 tahun
(2) Blood Urea Nitrogen, kreatinin serum

15
(3) Elektrolit (Na, K,Cl)
(4) Pemeriksaan lainnya tergantung pada kasus yang terjadi
- Karakteristik klinik dari perdarahan saluran cerna bagian bawah :
Hematokezia adalah darah segar yang keluar melalui anus dan merupakan
manifestasi tersering dari perdarahan saluran cerna bagian bawah. Hematokezia dapat
juga berasal dari saluran cerna bagian atas, usus halus, transit darah yang cepat.
Melena adalah tinja yang berwarna hitam dengan bau yang khas. Melena timbul
jika hemoglobin dikonversi menjadi hematin atau hemokrom lainnya oleh bakteri
setelah 14 jam. Umumnya melena menunjukan perdarahan di saluran cerna bagian atas
atau usus halus namun melena juga dapat berasal dari perdarahan dari saluran cerna
bagian bawah
Darah samar adalah timbul jika ada perdarahan ringan namun tidak sampai
merubah warna feses. Perdarahan jenis ini dapat diketahui dengan tes guaiac.

II.6 Differensial Diagnosis BAB Berdarah


1. Hemoroid10
a. Definisi
Hemoroid adalah jaringan normal yang terdapat pada semua orang, yang terdiri
atas pleksus arteri-vena berfungsi sebagai katup didalam saluran anus untuk
membantu sistem sfingter anus, mencegah inkontinensia flatus dan cairan.
Apabila hemoroid ini menyebabkan keluhan atau penyulit baru dilakukan
tindakan.
b. Klasifikasi
Hemoroid dibedakan antar interna dan eksterna. Hemoroid interna adalah
pleksus vena homoroidalis superior diatas garis mukokutan dan ditutupi oleh
mukosa, hemoroid interna ini merupakan bantalan vaskular di dalam jaringan
submukosa. Hemoroid eksterna yang merupakan pelebaran dan penonjolan
pleksus hemoroid inferior terdapat di sebelah distal garis mukokutan didalam
jaringan dibawah epitel usus. Pleksus hemoroid internus mengalrkan darah ke

16
vena homoridalis superior dan selanjutnya ke vena porta. Pleksus hemoroid
eksternus mengalirkan darah ke peredaran sistemik melalui daerah perineum
dan lipat paha ke vena iliaka.
Derajat hemoroid :
Derajat I : Hemoroid (+), prolaps (keluar dari dubur)(-).
Derajat II : Prolaps waktu mengejan, yang masuk lagi secara spontan.
Derajat III : Prolaps yang perlu dimasukkan secara manual.
Derajat IV : Prolaps yang tidak dapat dimasukkan kembali.
c. Patofisiologi
Bab berdarah terjadi pada hemoroid dikarenakan adanya trauma oleh feses yang
keras mengenai permukaan halus hemoroid sehingga hemoroid menjadi rusak
dan terjadi perdarahan.Darah yang keluar berwarna merah segar karena kaya
akan zat asam dan berasal dari vena.
d. Diagnosis
- Anamnesis
Pasien mengeluh saat mengalami penyakit ini adalah perdarahan pada saat
buang air besar , nyeri, pembengkakan atau penonjolan didaerah anus, sekret
atau keluar cairan melalui dubur, rasa tidak nyaman didaerah anus.
- Pemeriksaan Fisik
Pada inspeksi ditemukan lokasi hemoroid pada jam 12,3,6, dan jam 9,
permukaan berwarna sama dengan mukosa sekitar. Terdapat bekas darah
yaitu seperti bercak – bercak kemerahan.
- Pemeriksaan Penunjang
Anorektoskopi untuk dapat ditentukan derajat hemoroid.
Proktosigmoidoskopi untuk memastikan keluhan bukan disebabkan oleh
proses radang atau proses keganasan.

17
2. Tumor Kolon11
a. Definisi
Neoplasia adalah perkembangan massa jaringan abnormal yang tidak
responsif terhadap mekanisme kontrol pertumbuhan normal. Neoplasma
adalah suatu kelompok sel neoplastik. Istilah tersebut biasanya sinonim
dengan tumor. Tumor dapat bersifat jinak (benigna) atau ganas
(maligna/kanker).
b. Klasifikasi
- Tumor jinak (benigna)
Tumor jinak adalah sel-sel neoplastik yang tidak menginvasi jaringan
sekitar dan tidak bermetastasis. Metastasis adalah kemampuan sel kanker untuk
menyebar, menyusup, dan membangun pertumbuhan pada area tubuh lain yang
jauh dari tempat asalnya. Tumor jinak (benigna) terdiri dari sel-sel yang serupa
dengan struktur pada sel asalnya. Sel-sel tersebut lebih kohesif daripada sel-sel
tumor ganas. Pertumbuhan terjadi secara perlahan dari bagian tengah massa
benigna, biasanya mengakibatkan batas tegas. Oleh karena tumbuh dan
menekan perlahan – lahan maka biasanya dibatasi jaringan ikat yang tertekan
disebut kapsul atau simpai, yang memisahkan jaringan tumor dari jaringan
sehat sekitarnya. Simpai sebagian besar timbul dari stroma jaringan sehat diluar
tumor, karena sel parenkim atropi akibat tekanan ekspansi tumor. Tumor jinak
menimbulkan efek-efek berupa obstruksi, tekanan, dan sekresi. Obstruksi usus
dapat diakibatkan dari pertumbuhan tumor jinak dalam lokasi tersebut.

18
Gambar 3. Tumor jinak (benigna). Anak panah menunjukkan ekspansi
seimbang dari bagian tengah.

- Tumor ganas (maligna)


Tumor ganas mempunyai strukur selular atipikal, dengan pembelahan dan
kromosom nuklear abnormal. Sel maligna kehilangan diferensiasinya atau tidak
sama dengan sel asal. Sel tumor tersebut tidak kohesif, sehingga pola
pertumbuhan tidak teratur, tidak terbentuk kapsul, dan perbedaan separasi dari
jaringan sekitar sulit terlihat.
Tumor ganas tumbuh progresif, invasif, dan merusak jaringan sekitarnya. Pada
umumnya terbatas tidak tegas dari jaringan sekitarnya. Pada pemeriksaan
histologis, masa yang tidak berkapsul menunjukkan cabang – cabang invasi
seperti kaki kepiting mencengkeram jaringan sehat sekitarnya. Kebanyakan
tumor ganas invasif dan dapat menembus dinding dan alat tubuh berlumen
seperti usus,dinding pembuluh darah,limfe atau ruang perineural. Pertumbuhan
demikian menyebabkan reseksi pengeluaran tumor sangat sulit. Tumor ganas
menimbulkan metastasis sedangkan tumor jinak tidak. Invasi sel kanker
memungkinkan sel kanker menembus pembuluh darah, pembuluh limfe dan
rongga tubuh,kemudian terjadi penyebaran.

19
Gambar 4. Tumor ganas (maligna) dengan batas tidak teratur dan tidak
jelas dari jaringan sekitar.

c. Metabolisme Sel Neoplasma


Sel-sel neoplasma mendapat energi terutama dari glikolisis anaerob
karena kemampuan sel untuk oksidasi berkurang, walaupun mempunyai enzim-
enzim lengkap untuk oksidasi. Berbeda dengan sel-sel jaringan normal yang
susunan enzimnya berbeda-beda maka susunan enzim semua sel neoplasma
ialah lebih kurang sama (uniform). Sel neoplasma lebih mengutamakan
pembiakan daripada melakukan fungsinya sehingga susunan enzim
katabolisme menjadi tidak penting lagi.
Banyak pasien kanker yang menderita anemia yang diikuti kelemahan
tubuh yang sangat atau disebut dengan cachexia. Sel-sel neoplasma agaknya
diberikan prioritas untuk mendapat asam-asam amino sehingga sel-sel tubuh
lainnya akan mengalami kekurangan. Juga karena penderita kanker kehilangan
lemak tubuh dan masa tubuh yang progresif, penggunaan kalori Hal ini dapat
menerangkan mengapa penderita tumor ganas stadium akhir mengalami
komplikasi. Penyebabnya sangat faktorial, seperti intake makanan yang
berkurang karena abnormalitas indera perasa dan control nafsu makan dari
pusat. Ada juga kemungkinan terlibatnya faktor TNF dan IL-1 yang dihasilkan

20
oleh makrofag yang teraktivasi. Disini TNF menekan nafsu makan dan
menginhibisi aksi lipoprotein lipase, menginhibisi pelepasan asam lemak bebas
dari lipoprotein.
Suatu tumor dikatakan jinak bila ciri-ciri makroskopik dan sitologinya
tergolong relative tidak berbahaya, yaitu diantaranya tetap di lokasinya, tidak
dapat menyebar ke tempat lain, oleh karena itu biasanya mudah diangkat
dengan pembedahan lokal dan tidak menyebabkan kematian penderita. Tetapi
harus diperhatikan tumor jinak juga dapat menghasilkan bukan hanya satu
benjolan di lokasinya dan kadang-kadang dapat menyebabkan penyakit yang
nyata.
Suatu neoplasma dikatakan ganas bila dapat menembus dan
menghancurkan struktur yang berdekatan dan menyebar ke tempat yang jauh
(metastasis) dan dapat menyebabkan kematian. Memang tidak semua kanker
mempunyai perjalanan penyakit yang demikian ganas.
Pertumbuhan tumor dikontrol oleh keseimbangan antara faktor
angiogenik dan faktor yang menghambat proses angiogenesis. Faktor anti
angiogenesis adalah antara lain trombosponsdin 1, angiostatin, endostatin dan
vaskulostatin. Sedangkan faktor angiogenesis adalah HIF-1 (Hypoxia-
inducible factor).

d. Tumor Kolon Jinak


Polip berasal dari epitel mukosa dan merupakan neoplasma jinak terbanyak di
kolon dan rectum. Terdapat polip yang bertangkai dan tidak bertangkai. Diantara polip
kolon ada yang berpotensi ganas. Hematokezia dan anemia umum terjadi karena
pendarahan dari tumor. Banyak pasien mengalami perubahan kebiasaan buang air
besar, di usus besar kanan, cairan kotoran bisa melewati massa eksofitik, sedangkan di
kolon kiri, kotoran padat lebih sering terhenti oleh tumor annular sehingga konstipasi
lebih sering terjadi. Mungkin ada hubungan distensi abdomen. Lesi rektosigmoid dapat

21
menghasilkan tenesmus. Gejala lainnya termasuk demam, malaise, penurunan berat
badan, dan nyeri perut. Beberapa pasien mengalami komplikasi obstruksi atau
perforasi.
Teknik pencitraan modern memungkinkan deteksi noninvasive dan stadium klinis.
Enema barium konvensional mendeteksi besar tumor, sedangkan air-contrast
radiography meningkatkan visualisasi lesi. Sementara itu, perkembangan endoskopi
memiliki dampak besar pada diagnosis dan pengobatan. Kolonoskopi memungkinkan
pengamatan permukaan mukosa seluruh usus besar dengan biopsi lesi yang
teridentifikasi. Chromoendoscopy menggunakan pewarna untuk memperbaiki
visualisasi lesi dan pembesaran yang tidak menonjol. Endoskopi terapeutik, termasuk
polipektomi snare dan mukosektomi endoskopik, dapat digunakan untuk
menghilangkan neoplasma kolorektal, terutama adenoma, dan karsinoma dengan
invasi submukosa minimal. Neoplasma yang menonjol biasanya dapat dihilangkan
dengan polipektomi snare. Lesi superfisial (datar dan tertekan) dan beberapa lesi
menonjol dapat diangkat dengan reseksi mukosa endoskopik.
Polip juvenile terdapat pada anak berusia sekitar 5 tahun dan ditemukan diseluruh
kolon. Biasanya, tumor mengalami regresi spontan dan tidak bersifat ganas. Gejala
klinis utamanya adalah perdarahan spontan dari rectum yang kadang disertai lendir.
Karena selalu bertangkai, polip dapat menonjol keluar dari anus sewaktu defekasi.
Karena bisa mengalami regresi spontan tidak diperlukan terapi yang agresif.
Polip hiperplastik merupakan polip kecil yang berdiameter 1-3 mm dan berasal
dari epitel mukosa yang hiperplastik dan metaplastik. Umumnya, polip ini tidak
bergejala tetapi harus dibiopsi untuk menegakan diagnosis histologik.
Polip adenomatosa adalah polip asli yang bertangkai dan jarang ditemukan pada
usia dibawah 21 tahun. Insidens nya meningkat sesuai dengan meningkatnya usia.
Gambaran klinisnya umumnya tidak ada, kecuali perdarahan dari rectum dan prolaps
polip dari anus disertai anemia. Letaknya 70% di sigmoid dan rektum. Polip ini bersifat
pra-maligna sehingga harus diangkat setelah ditemukan. Karena polip adenomatosa
dapat berkembang menjadi kelainan pra-maligna dan kemudian menjadi karsinoma,

22
setiap adenoma yang ditemukan harus dikeluarkan. Berdasarkan kemungkinan ini,
dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan berkala seumur hidup pada penderita polip
adenomatosa multiple atau mereka yang pernah menderita polip adenomatosa.
Adenomavilosa terjadi pada mukosa berupa perubahan hyperplasia yang
berpotensi ganas, terutama pada usia tua. Adenomavilosa mungkin didapatkan agak
luas dipermukaan selaput lendir rektosigmoid sebagai rambut halus. Polip ini kadang
memproduksi banyak sekali lendir sehingga menimbulkan diare berlendir yang
mungkin disertai hypokalemia.
Polip semu (pseudopolip) atau polip sekunder dapat timbul sebagai proliferasi radang
pada setiap colitis kronik terutama colitis ulserosa.
Poliposis kolon atau polyposis familial merupakan penyakit herediter yang jarang
ditemukan gejala pertamanya timbul pada usia 13-20 tahun. Frekuensinya sama pada
pria atau wanita. Polip yang tersebar pada seluruh kolon dan rectum ini umumnya tidak
bergejala. Kadang timbul rasa mulas atau diare disertai perdarahan perani. Biasanya
sekum tidak terkena. Resiko keganasan nya 60% dan sering multiple.
Sedapat mungkin segera dilakukan kolektomi disertai anastomosis ileorectal
dengan kantong ileum atau reservoir. Pada penderita ini, harus dilakukan pemeriksaan
endoskopi seumur hidup Karena masih terdapat sisa mukosa rectum. Setelah kolektomi
total, dapat dilakukan ileocutaneostomi (biasanya disingkat ileostomy) yang
merupakan anus prenaturalis pada ileum. Karena kanalis anus tidak dihinggapi
polyposis, dapat juga dilakukan anastomosis ileoanal (anoileostomi) dengan dibuat
reservoir dan ileum terminal.
Sebagai pencegahan, semua anggota keluarga sebaiknya menjalani pemeriksaan
genetik untuk mencari adanya perubahan kromosom dan menjalani pemeriksaan
endoskopi atau foto enemabarium berkala untuk mengurangi resiko karsinoma kolon.
Peran endoskopi sangat besar dalam penanganan polyposis. Biopsy jaringan dan
polipektomi biasanya dikerjakan secara bersamaan.

23
e. Tumor Kolon Lainnya
Tumor karsinoid jarang ditemukan dan jika ada, biasanya direktum. Tumor
karsinoid kecil umumnya tidak bertanda, sedangkan karsinoid yang lebih besar di
kolon kanan atau rectum menyebabkan tanda lokal dan bermetastasis ke hati.
Keadaan ini memerlukan tindak bedah baku. Pada 5% penderita ditemukan
sindrom karsinoid. Tumor karsinoid dapat ditanggulangi dengan eksisi lokal.
1. Limfoma
Limfoma merupakan tumor ganas selain karsinoma yang agak jarang
ditemukan di kolon. Limfoma non-Hodgkin agak sering disertai defisiensi
imun. Tumor Kaposi umunya didapat pada penyakit AIDS.
2. Lipoma
Secara radiografi, lipoma biasanya sukar dibedakan dari tumor ganas, tetapi
secara endoskopik, mukosa terlihat utuh. Lipoma umumnya asimtomatik
tetapi dapat menyebabkan obstruktif. Eksisi dilakukan bila bergejala.
3. Leiomioma
Leiomioma jarang ditemukan di kolon dan jarang berdarah. Sebagian
leiomioma dapat berubah menjadi ganas. Tumor lain yang mungkin ditemukan
ialah neurofibroma (pada morbus Recklinghausen), limfangioma,
hemangioma dan melanoma di bagian anorectal.

F. Tumor Kolon Ganas


Secara makroskopis, terdapat 3 tipe karsinoma colon, dan rectum. Tipe polypoid
atau vegetative tumbuh menonjol ke dalam lumen anus, berbentuk bunga kol dan
ditemukan terutama disekum dan kolon ascenden. Tipe skirus mengakibatkan
penyempitan sehingga terjadi stenosis dan gejala obstruksi, terutama ditemukan
dikolon descenden, sigmoid, dan rectum. Bentuk ulseratif terjadi karena nekrosis
dibagian sentral terdapat direktum. Pada tahap lanjut, sebagian besar karsinoma kolon
mengalami ulserasi menjadi tukak maligna. Karsinoma kolon dan rectum mulai
berkembang di mukosa dan tumbuh menembus dinding dan meluas secara sirkuler

24
kearah oral dan aboral. Didaerah rectum, penyebaran kearah anal jarang melebihi 2 cm.
penyebaran percontinuitatum menembus jaringan sekitar atau organ sekitarnya
misalnya ureter, buli-buli, uterus, vagina, atau prostat. Penyebaran limfogen terjadi ke
kelenjar parailiaca, mesenterium, dan paraorta. Penyebaran hematogen terutama ke
hati. Penyebaran peritoneal menyebabkan peritonitis karsinomatosa dengan atau tanpa
asites. Penyebaran intralumen dapat terjadi, sehingga pada saat didiagnosis terdapat 2
atau lebih tumor yang sama didalam kolon dan rectum.

G. Faktor risiko dan pencegahan


Secara umum perkembangan KKR (kanker kolorektal) merupakan interaksi
antara faktor lingkungan dan faktor genetik. Faktor lingkungan multipel beraksi
terhadap predisposisi genetik atau defek yang didapat dan berkembang menjadi KKR.
Terdapat banyak faktor yang dapat meningkatkan atau menurunkan risiko
terjadinya KKR; faktor resiko dibagi menjadi dua yaitu faktor yang dapat dimodifikasi
dan yang tidak dapat dimodifikasi. Termasuk di dalam faktor risiko yang tidak dapat
dimodifikasi adalah riwayat KKR atau polip adenoma individual dan keluarga, dan
riwayat individual penyakit kronis inflamatori pada usus. Faktor risiko yang dapat
dimodifikasi antara lain, inaktivitas, obesitas, konsumsi tinggi daging merah, merokok
dan konsumsi alkohol moderat-sering.
Pencegahan kanker kolorektal dapat dilakukan mulai dari fasilitas kesehatan
layanan primer melalui program KIE di populasi/masyarakat dengan menghindari
faktor-faktor risiko kanker kolorektal yang dapat di modifikasi dan dengan melakukan
skrining atau deteksi dini pada populasi, terutama pada kelompok resiko tinggi.

2.1 Faktor Genetik


Sekitar 20% kasus KKR memiliki riwayat familial. Anggota keluarga tingkat
pertama (first-degree) pasien yang baru didiagnosis adenoma kolorektali atau kanker
kolorektal invasifii memiliki peningkatan risiko kanker kolorektal. Suseptibilitas
genetik terhadap KKR meliputi sindrom Lynch (atau hereditary nonpolpyposis

25
colorectal cancer [HNPCC]) dan familial adenomatous polyposis. Oleh karena itu,
riwayat keluarga perlu ditanyakan pada semua pasien KKR.
2.2 Diet
Beberapa studi, termasuk studi yang dilakukan oleh American Cancer Society
menemukan bahwa konsumsi tinggi daging merah dan/atau daging yang telah diproses
meningkatkan risiko kanker kolon dan rektum. Risiko tinggi KKR ditemukan pada
individual yang mengkonsumsi daging merah yang dimasak pada temperatur tinggi
dengan waktu masak yang lama. Selain itu individual dengan konsumsi rendah buah
dan sayur juga mempunyai faktor risiko KKR yang lebih tinggi.
2.3 Vitamin D
Beberapa studi menunjukan bahwa individual dengan kadar vitamin D yang
rendah dalam darah mempunyai risiko KKR yang meningkat. Namun hubungan antara
vitamin D dan kanker belum diketahui secara pasti
2.4 Obat-obatan dan hormon
Aspirin, nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAID) serta hormon post-
menopausal dikatakan dapat mencegah KKR. Bukti-bukti penelitian kohort mulai
mendukung pernyataan bahwa penggunaan aspirin dan NSAID secara teratur dan
jangka panjang dapat menurunkan risiko KKR. Namun saat ini American Cancer
Society belum merekomendasi penggunaan obat- obat ini sebagai pencegahan kanker
karena potensi efek samping perdarahan saluran cerna.
Terdapat bukti ilmiah yang cukup kuat mengenai wanita yang menggunakan
hormon post-menopausal mempunyai angka KKR yang lebih rendah dibandingkan dari
yang tidak. Penurunan risiko terbukti terutama pada wanita yang menggunakan hormon
dalam jangka panjang, walaupun risiko kembali meningkat seperti wanita yang tidak
menggunakan hormon terapi; setelah tiga tahun setelah penghentian terapi.
Penggunaan terapi hormon post-menopausal tidak dianjurkan untuk mencegah KKR
karena dapat meningkatkan risiko kanker payudara dan penyakit kardiovaskular.

26
Saat ini American Cancer Society tidak merekomendasikan obat- obat atau
suplemen apapun untuk mencegah KKR karena efektivitas, dosis yang tepat dan
potensi toksik yang belum diketahui secara pasti.

H. Diagnosis KKR
Berikut ini adalah gejala dan tanda yang menunjukkan nilai prediksi tinggi akan
adanya KKR
a. Keluhan utama dan pemeriksaan klinis:
 Perdarahan per-anum disertai peningkatan frekuensi defekasi dan/atau diare
selama minimal 6 minggu (semua umur)
 Perdarahan per-anum tanpa gejala anal (di atas 60 tahun)
 Peningkatan frekuensi defekasi atau diare selama minimal 6 minggu (di atas
60 tahun)
 Massa teraba pada fossa iliaka dekstra (semua umur)
 Tanda-tanda obstruksi mekanik usus.
 Setiap pasien dengan anemia defisiensi Fe
b. Pemeriksaan colok dubur
Pemeriksaan colok dubur dilakukan pada setiap pasien dengan gejala ano-
rektal. Pemeriksaan ini bertujuan untuk menetapkan keutuhan sfingter ani dan
menetapkan ukuran dan derajat fiksasi tumor pada rektum 1/3 tengah dan distal. Ada 2
gambaran khas pemeriksaan colok dubur, yaitu indurasi dan penonjolan tepi, yang
dapat berupa:
 Suatu pertumbuhan awal yang teraba sebagai indurasi seperti cakram yaitu
suatu plateau kecil dengan permukaan yang licindan berbatas tegas.
 Suatu pertumbuhan tonjolan yang rapuh, biasanya lebih lunak, tetapi umumnya
mempunyai beberapa daerah indurasi dan
 Suatu bentuk khas dari ulkus maligna dengan tepi noduler yang menonjol
dengan suatu kubah yang dalam (bentuk ini paling sering)

27
 Suatu bentuk karsinoma anular yang teraba sebagai pertumbuhan bentuk cincin
Pada pemeriksaan colok dubur ini yang harus dinilai adalah:
 Keadaan tumor: Ekstensi lesi pada dinding rektum serta letak bagian terendah
terhadap cincin anorektal, cervix uteri, bagian atas kelenjar prostat atau ujung
os coccygis. Pada pasien perempuan sebaiknya juga dilakukan palpasi melalui
vagina untuk mengetahui apakah mukosa vagina di atas tumor tersebut licin
dan dapat digerakkan atau apakah ada perlekatan dan ulserasi, juga untuk
menilai batas atas dari lesi anular. Penilaian batas atas ini tidak dapat dilakukan
dengan pemeriksaan colok dubur.
 Mobilitas tumor: Hal ini sangat penting untuk mengetahui prospek terapi
pembedahan. Lesi yang sangat dini biasanya masih dapat digerakkan pada
lapisan otot dinding rektum. Pada lesi yang sudah lebih lanjut umumnya
terfiksir karena penetrasi atau perlekatan ke struktur ekstrarektal seperti
kelenjar prostat, buli-buli, dinding posterior vagina atau dinding anterior uterus.
 Ekstensi dan ukuran tumor dengan menilai batas atas, bawah, dan sirkuler.
c. Pemeriksaan penunjang
Kolonoskopi memberikan keuntungan sebagai berikut:
 Tingkat sensitivitas di dalam mendiagnosis adenokarsinoma atau polip
kolorektal adalah 95%
 Kolonoskopi berfungsi sebagai alat diagnostik (biopsi) dan terapi (polipektomi)
 Kolonoskopi dapat mengidentifikasi dan melakukan reseksi synchronous polyp
 Tidak ada paparan radiasi.
Kelemahan kolonoskopi adalah:
 Pada 5 – 30 % pemeriksaan tidak dapat mencapai sekum
 Sedasi intravena selalu diperlukan
 Lokalisasi tumor dapat tidak akurat
 Tingkat mortalitas adalah 1: 5000 kolonoskopi.

28
Enema barium dengan kontras ganda
Pemeriksaan enema barium yang dipilih adalah dengan kontras ganda karena
memberikan keuntungan sebagai berikut:
 Sensitivitasnya untuk mendiagnosis KKR: 65-95%
 Aman
 Tingkat keberhasilan prosedur sangat tinggi
 Tidak memerlukan sedasi
 Telah tersedia di hampir seluruh rumah sakit.

Kelemahan pemeriksaan enema barium:


 Rendahnya akurasi untuk mendiagnosis lesi di rekto-sigmoid dengan
divertikulosis dan di sekum;
 Rendahnya akurasi untuk mendiagnosis lesi tipe datar;
 Rendahnya sensitivitas (70-95 %) untuk mendiagnosis polip < 1 cm;
 Ada paparan radiasi.
CT colonography (Pneumocolon CT)
Pemeriksaan CT kolonografi dipengaruhi oleh spesifikasi alat CT scan dan
software yang tersedia serta memerlukan protokol pemeriksaan khusus. Modalitas CT
yang dapat melakukan CT kolonografi dengan baik adalah modalitas CT scan yang
memiliki kemampuan rekonstruksi multiplanar dan 3D volume rendering.
Kolonoskopi virtual juga memerlukan software khusus. Keunggulan CT kolonografi
adalah:
 Dapat digunakan sebagai skrining setiap 5 tahun sekali (level of evidence 1C,
sensitivitas tinggi di dalam mendiagnosis KKR)
 Toleransi pasien baik,
 Dapat memberikan informasi keadaan di luar kolon, termasuk untuk
menentukan stadium melalui penilaian invasi lokal, metastasis hepar, dan
kelenjar getah bening.

29
Sedangkan kelemahannya adalah:
 Tidak dapat mendiagnosis polip < 10 mm;
 Memerlukan radiasi yang lebih tinggi;
 Tidak dapat menetapkan adanya metastasis pada kelenjar getah bening apabila
kelenjar getah bening tidak mengalami pembesaran;
 Tidak dapat dilakukan biopsi atau polipektomi.
 Modalitas CT scan dengan perangkat lunak yang mumpuni masih terbatas;
 Jika persiapan pasien kurang baik, maka hasilnya sulit diinterpretasi;
 Permintaan CT scan abdomen dengan diagnosis klinis yang belum terarah ke
keganasan kolorektal akan membuat protokol CT scan abdomen tidak
dikhususkan pada CT colonography

3. Varises Esofagus12
a. Definisi
Terjadinya distensi vena submukosa yang diproyeksikan ke dalam lumen
esofagus pada pasien dengan hipertensi portal. Hipertensi portal adalah
peningkatan tekanan aliran darah portal lebih dari 10 mmHg yang menetap.
b. Gejala
Pada penyakit Varises Esofagus ditemukan gejala yaitu perdarahan
gastrointestinal, sakit perut, muntah darah (hematemesis), tinja berwarna hitam
disertai darah (melena), pusing dan bahkan kehilangan kesadaran, mengalami
gejala penyakit liver seperti sakit kuning, penumpukan cairan dalam perut.
c. Patofisiologi
Vaskularisasi esofagus mengikuti pola segmental. Pada esofagus bagian atas
disuplai oleh cabang-cabang arteria tiroidea inferio dan subklavia, bagian tengah
disuplai oleh cabang-cabang segmental aorta dan arteria bronkialis, sedangkan
bagian subdiafragmatika disuplai oleh arteria gastrika sinistra dan frenika inferior.

30
Vena – vena esofagus daerah leher mengalirkan darah ke vena azigos dan
hemiazigos, yang selanjutnya ke vena kava superior, dan dibawah diafragma vena
esofagus mengalir ke vena gastrika sinistra, yang selanjutnya ke vena porta.
Pembuluh darah sistem gastrointestinal meliputi aliran darah dari usus, limpa,
pankreas dan hati melalui vena porta. Bila ada obstruksi aliran darah vena porta,
akan mengakibatkan naiknya tekanan vena porta. Jika tekanan pada vena terlalu
tinggi maka akan terjadi pecahnya varises.
d. Diagnosis
- Anamnesis
Pada pemeriksaan anamnesis dapat ditemukan keluhan yang disampaikan
pasien yaitu sakit perut, muntah darah (hematemesis), tinja berwarna hitam
disertai darah (melena), pusing bahkan kehilangan kesadaran, lemas, dan
mual.
- Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik ditemukan Mengalami gejala peyakit liver seperti
sakit kuning, penumpukan cairan dalam perut, kulit pucat, tekanan darah
rendah, detak jantung cepat.
- Pemeriksaan Penunjang
Esofagogastroduodenoskopi (EGD) untuk menilai lokasi (esofagus atau
lambung) dan besar varises, tanda-tanda adanya perdarahan yang akan
terjadi, perdarahan pertama atau perdarahan yang berulang, ditemukan
gambaran :
Derajat 1 : Terjadi dilatasi vena (<5mm) yang masih berada pada
sekitar esofagus
Derajat 2 : Terjadi dilatasi vena (>5mm) menuju kedalam lumen
esofagus tanpa adanya obstruksi.
Derajat 3 : Dilatasi yang lebih besar, berkelok-kelok dan pembuluh
darah menuju lumen esofagus yang cukup menimbulkan obstruksi.
Derajat 4 : Terdapat obstruksi lumen esofagus, terjadi perdarahan.

31
Perdarahan varises didiagnosis atas dasar ditemukannya satu dari penemuan
pada endoskopi yaitu tampak adanya perdarahan aktif, white nipple, bekuan
pada darah varises. Sedangkan adanya red wale markings atau cherry red
spots yang menandakan baru saja mengeluarkan darah.

4. Ulkus Peptikum
- Definisi
Ulkus peptikum adalah putusnya kontinuitas mukosa lambungan yayng
meluas sampai dibawah epitel. Kerusakan mukosa yang tidak meluas sampai
kebawah epitel disebut erosi14,15,16.
Ulkus Peptikum merupakan kerusakan atau hilangnya jaringan mukosa,
sub mukosa sampai lapisan otot dari saluran cerna.15
- Etiologi
Penyebab dari ulkus peptikum yang paling sering adalah infeksi dari
bakteri Helicobacter Pylori dijumpai pada sekitar 90% pada penderita ulkus
peptikum duodenum. Helicobacter Pylori Infeksi dan Non-steroid Anti
Inflamatory Drugs (NSAID) adalah penyebab tersering dari ulkus
peptikum. Angka kejadian di Amerika itu 75% pada pasien tanpa
penggunaan NSAID. Angka kejadian Helicobacter Pylori yang mempunyai
komplikasi lebih kecil dari ulkus tanpa komplikasi. Meskipun kebanyakan
orang yang terinfeksi Helicobacter Pylori tidak menjadi ulcer, namun pada
beberapa kejadian itu dapat menyebabkan peningkatan dari jumlah asam
dan merusak lapisan pelindung mukus dan mengiritasi saluran
pencernaan.14,15
Penyebab yang lain adalah penggunaan obat Non-Steroid Anti
Inflamatory Drugs (NSAID) dalam jangka waktu panjang. Penggunaan
obat NSAID seperti ibuprofen, asam mefenamat dapat memberikan efek
pencegahan pengeluaran dari lapisan mukus untuk melindungi mukosa

32
lambung, selain itu penggunaan aspirin low dose jangka panjang juga bisa
menyebabkan ulkus peptikum.14,15
Penggunaan tembakau juga merupakan faktor resiko untuk ulkus
duodenum. Dimana merokok dapat menyebabkan lambung kosong dan
menurunkan produksi dari bicarbonat. Dalam sebuah studi prospektid
dimana dilakukan pada 47.000 laki – laki dengan ulkus duodenum, Etanol
juga dapat menyebabkan iritasi mukosa dan nonspesifik gastritis.14,15
- Manifestasi Klinis
Gejala yang biasa terjadi pada ulkus peptikum adalah perasaan panas
dan tidak nyaman di ulu hati, mual, muntah, bab hitam. Biasanya ulkus kecil
tidak menyebabkan gejala, namun kamu harus berhati – hati jika
menemukan gejala tersebut15
- Patogenesis
Sel epitel di lambung dan duodenum mensekresikan mukus sebagai
respon terhadap iritasi dinding epitel dan sebagai hasil dari stimulasi
kolinergik. Lapisan superfisial dari lambung dan duodenum dalam bentuk
lapisan gel yang dapat menahan asam dan pepsin. Selain itu lambung dan
duodenum mensekresikan bicarbonate yang mana asam dapat di tahan untuk
mencegah sampai ke mukosa. Prostaglandin mempunyai peran yang sangat
penting karena memproduksi bicarbonate dan lapisan mukus.14,16
Saat asam dan pepsin memasuki sel epitelial, mekanisme awal adalah
dengan memperkecil kerusakan. Dengan epitelial sel, ion dipompakan
melalui basolateral cell membran untuk membantu regulasi ph antar sel
dengan menghilangkan H+. Melalui proses pemulihan. Aliran darah mukosa
menghilangkan asam yang dapat berdifusi melalui mukosa yang rusak dan
dapat menyertakan bikarbonat di lapisan epitel sel.14,16
Dalam kondisi normal terjadi keseimbangan antara sekresi asam dan
lapisan defensif mukosa. Ulkus peptikum terjadi akibat ketidakseimbangan

33
antara sekresi asam dan produksi lapisan defensif mukosa. Faktor yang
mempengaruhi produksi asam seperti penggunaan obat NSAID (Non-
steroid Anti Inflamatory Drugs). H. Pylori infeksi, alkohol, asam.
- Diagnosis
Pasien biasanya mengeluhkan perasaan panas, tidak nyaman, seperti
ditusuk - tusuk di ulu hati, mual, muntah, bab hitam. Perlu ditanyakan juga
riwayat konsumsi obat – obatan dan jamu – jamuan. Pada pemeriksaan fisik
pasien merasakan nyeri tekan pada daerah epigastrium. Pemeriksaan
penunjang yang dapat dilakukan adalah endoscopy untuk melihat ulkus dan
melakukan pemeriksaan menemukan bakteri H. Pylori, selain itu bisa
dilakukan Breath Urea Test.14,15
- Tatalaksana
Tatalaksana untuk kasus ulkus peptikum adalah sesuai dengan faktor
penyebabnya. Jika ulkus peptikum disebabkan oleh penggunaan obat maka
harus digunakan penggunaan obat golongan NSAID dan di gunakan pilihan
lain 14,15,16.
Jika penyebabnya adalah bakteri H. Pylori maka perlu memakai
algoritma H. Pylori yaitu PPI(Proton Pump Inhibitor) 2 x 20 mg +
Amoxicillin 1000 mg + Claritromisin 250 mg. Jika alergi pada amoxicillin
bisa diganti dengan metronidazole. Terapi diteruskan selama 7 hari.

5. Invaginasi
- Definisi17,18,19
Intususepsi adalah proses dimana suatu segmen usus bagian
proksimal masuk ke dalam lumen usus bagian distalnya sehingga
menyebabkan obstruksi usus dan dapat berakhir dengan strangulasi.
Umumnya bagian yang proksimal (intususeptum) masuk ke bagian
distal intussussipien. Dengan diagnosis dini, resusitasi cairan yang

34
tepat, dan terapi, tingkat kematian dari intususepsi pada anak-anak
kurang dari 1%. Jika tidak ditangani, kondisi ini secara seragam fatal
dalam 2-5 hari.
Intususepsi dibagi menjadi 2 bentuk yaitu intususepsi idiopatik,
yang biasanya dimulai pada persimpangan ileokolik dan mempengaruhi
bayi dan balita, dan intususepsi enteroenteral (jejunojejunal, jejunoileal,
ileoileal), yang terjadi pada anak yang lebih tua. Pada kasus anak yang
lebih tua ini terkait dengan penyakit tertentu (misalnya, Henoch-
Schönlein purpura [HSP], fibrosis kistik, hematologi diskrasia) dan
kadang-kadang terjadi pada periode pasca operasi.
- Etiologi
Sebagian besar etiologi invaginasi pada anak tidak dapat ditentukan
atau disebut juga invaginasi primer. Faktor presipitasi invaginasi pada anak
dapat berupa infeksi virus dan pertumbuhan tumor intestinum.
Dahulu,beberapa kasus invaginasi berhubungan dengan vaksin rotavirus.
Rotavirusadalah virus yang dapat menyebabkan infeksi yang dapat
mengakibatkan5terjadinya diare, vomitus, demam, dan dehidrasi. Pada
orang dewasainvaginasi dapat disebabkan oleh tumor jinak maupun ganas
saluran cerna,parut (adhesive) usus, luka operasi pada usus halus dan kolon,
IBS ( Irritable Bowel Syndrome), dan Hirschsprung. Hipertrofi Payer’s
patch di ileum dapat merangsang peristaltik usussebagai upaya
mengeluarkan massa tersebut sehingga menyebabkaninvaginasi. Invaginasi
sering terjadi setelah infeksi saluran napas bagian atasdan serangan episodik
gastroenteritis yang menyebabkan pembesaran jaringan limfoid.
Adenovirus ditemukan pada 50% kasus invaginasi. Invaginasi idiopatik
umumnya terjadi pada anak berusia 6 -36 bulan karena tingkat
kerentanannya tinggi terhadap virus. Pada sekitar 5-10% penderita, dapat
dikenali hal-hal pendorong untuk terjadinya intususepsi, seperti appendiks

35
terbalik, divertikulum Meckel, polipusus, duplikasi atau limfosarkoma.
Intususepsi juga dapat terjadi pada penderita kistik fibrosis yang mengalami
dehidrasi.
Intususepsi dibedakan dalam 4 tipe :
 Enterik : usus halus ke usus halus
 Ileosekal : valvula ileosekalis mengalami invaginasi prolaps ke
sekumdan menarik ileum di belakangnya. Valvula tersebut merupakan
apex dari intususepsi.
 Kolokolika : kolon ke kolon.
 Ileokoloika : ileum prolaps melalui valvula ileosekalis ke kolon.
Umumnya para penulis menyetujui bahwa paling sering intususepsi
mengenaivalvula ileosekalis. Namun masih belum jelas perbandingan
insidensi untukmasing-masing jenis intususepsi. Perrin dan Linsay
memberikkan gambaran : 39%ileosekal, 31,5 % ileokolika, 6,7%
enterik, 4,7 % kolokolika, dan sisanya adalahbentuk-bentuk yang jarang
dan tidak khas (Tumen 1964).
- Patofisiologi
Invaginasi akan menimbulkan gangguan pasase usus ( obstruksi )
baik partiilmaupun total dan stranggulasi ( Boyd, 1956 ). Proses terjadinya
invaginasi dimulaidengan hiperperistaltik usus bagian proksimal yang lebih
mobil menyebabakan→usus masuk ke dalam lumen usus distal
→kemudian berkontraksi → terjadi edema → mengakibatkan terjadinya
perlekatan yang tidak dapat kembali normal sehingga terjadi
invaginasi.Sedangkan pada orang dewasa biasanya di awali adanya
gangguan motilitas ususlainnya yang terfiksir/ atau kurang bebas
dibandingkan bagian lainnya,karena arah peristaltik adalah dari oral ke anal
sehingga bagian yang masuk ke lumen usus adalah yang arah oral atau
proksimal, keadaan lainnya karena suatu disritmik peristaltik usus. Akibat

36
adanya segmen usus yang masuk ke segmen usus lainnya akan
menyebabkan dinding usus yang terjepit sehingga akan mengakibatkan
aliran darah menurun dan keadaan akhir adalah akan menyebabkan nekrosis
dinding usus.
- Manifestasi Klinis
Gejala yang timbul cenderung bersifat tiba - tiba karena anak
biasanya dalam keadaan gizi yang baik lalu secara tiba - tiba menangis
kesakitan sehingga bayi akan cenderung menarik lutut ke arah perut yang
berlangsung beberapa menit. Serangan nyeri tersebut kemudian berulang
dengan jarak 10 – 20 menit. Serangan juga diikuti dengan muntah, lalu
diluar serangan penderita akan terlihat lemas dan tertidur namun terbangun
kembali saat serangan datang. Pada awalnya saat belum terjadi gangguan
pasase usus secara total feses yang terlihat masih dalam batas normal namun
saat terjadi gangguan total feses mulai bercampur darah segar dan lendir
yang lama kelamaan tinggal darah segar dan lendir. Pada pemeriksaan
abdomen yang biasa ditemukan adalah adanya suatu massa berbentuk
seperti sosis yang membentang dari daerah hipokondrium kanan dan
membentang sepanjang colon transversum yang dapat teraba saat pasien
dalam keadaan tenang. Pada kuadran kanan bawah biasanya terdapat daerah
yang kosong dan cekung yang biasa disebut ‘dance’s sign’, dan jika
invaginasi terus berjalan sampai melewati kolon desendens dan sigmoid
dapat teraba massa yang prolaps pada daerah anus. Pembuluh darah
mesenteri um yang terjepit mengakibat kan gangguan vonous return dan
mengakibatkan terjadinya kongesti. akibat dari kongesti vena yang dapat
terlihat jelas adalah adanya peradarahan rektum. Jika cedera pada pembuluh
darahsudah besar perdarahan biasanya berwarna merah kehitaman dan
disertai dengan lendir yang biasa disebut sebagai “ red currant jelly ”.
Perdarahan yang masih relative sedikit biasanya dapat ditemukan pada saat

37
melakukan rectal touche. Setelah terjadi sumbatan total terdapat tanda -
tanda obstruksi seperti perut kembung dengan gambaran peristaltik yang
jelas serta muntah yang berwarna kehijauan. Dari pemeriksaan rectal touche
didapatkan tonus sphincter yang melemah dan saat jari ditarik keluar
terdapat darah yang bercampur dengan lendir juga dikenal trias invaginasi
yaitu Anak mendadak kesakitan episodic, menangis dan angkat kaki
(Crapingpain), bila lanjut sakitnya kontinyu· Muntah warna hijau (cairan
lambung)· Defekasi feses campur lendir (kerusakan mukosa) atau darah
(lapisan dalam) = currant jelly stool
- Diagnosis
Diagnosis invaginasi ditegakkan berdasarkan anamnesa,
pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang. Terdapat gejala khas yang
biasa disebut sebagai trias gejala yaitu nyeri perut tiba - tiba yang hilang
timbul dengan periode serangan setiap 10 – 20 menit. Teraba masa tumor
di daerah hipokondrium kanan dan membentang sepanjang colon
transversum yang dapat teraba saat pasien dalam keadaan tenang. Buang air
besar bercampur darah dan lendir. Namun ada pula yang mengganti
terabanya massa dengan muntah yang berwarna kehijauan, karena sulitnya
meraba massa tumor saat penderita terlambat memeriksakan diri
Kriteria mayor pada invaginasi yakni :
1. Bukti adanya obstruksi saluran cerna.
 Riwayat muntah kehijauan.
 Distensi abdomen dan tidak adanya bising usus atau bising usus
abnormal
 Foto polos abdomen menunjukkan adanya level air dan dilatasi usus
halus
2. Inspeksi : massa di abdomen, massa di rectal, Prolapsus intestinal, Foto
polos abdomen menunjukkan invaginasi atau massa dari jaringan lunak

38
3. Gangguan vaskuler intestinal dan kongesti venaa.
 Keluarnya darah per rectal.
 Keluarnya feses yang berwarna red currant jelly
 Adanya darah ketika pemeriksaan rektum
Adapun kriteria minor untuk invaginasi pada usia < 1 Tahun : nyeri perut, muntah,
letargi, syok hipovolemik, foto polos abdomen menunjukkan gambaran usus yang
abnormal.
a. Foto polos abdomen
Pada foto polos abdomen didapatkan distribusi udara di dalam usus yang tidak
merata usus Cenderung terdesak ke kiri atas dan dalam keadaan lanjut terlihat
gambaran obstruksi usus pada posisi tegak dan lateral dekubitus berupa gambaran air
fluid level serta dapat terlihat free air jika sudah terjadi perforasi.
b. Barium enema
Barium enema selain dapat berfungsi sebagai alat diagnostik juga dapat
berfungsi sebagai terapi. Sebagai alat diagnostik barium enema berfungsi jika gejala
klinik yang terlihat sedikit meragukan. Dengan kontras gambaran yang akan terlihat
berupa gambaran cupping ataucoiled spring appearance.
c. Ultrasonography
Gambaran invaginasi yang dapat terlihat pada USG berupa target lesion atau
bisa juga disebut doughnut sign.
- Tatalaksana
Tatalaksana invaginasi secara umum mencakup beberapa hal penting sebagai
berikut
 Resusitasi Cairan dan elektrolit
 Dekompresi maksudnya menghilangkan peregangan usus dan muntah dengan
selang nasogastrik dan pemberian antibiotik
 reposisi bisa dilakukan dengan konservatif non operatif dan operatif. Setelah
keadaan umum baik dilakukan tindakan pembedahan, bila jelas telah tampak

39
tanda - tanda obstruksi usus dilakukan tindakan reposisi bila tidak terdapat
kontraindikasi. Dasar pengobatan pada invaginasi ialah reposisi usus yang masuk
ke lume nusus lainnya. Reposisi dapat dicapai dengan barium enema, reposisi
pneumostatik atau melalui pembedahan.

6. Penyakit Crohn20
- Definisi
Penyakit Crohn adalah proses inflamasi kronik idiopatik yang dapat
mempengaruhi bagian manapun dan saluran pencernaan dari mulut ke anus.
Individu dengan kondisi ini sering mengalami periode gejala kambuh dan
remisi. Gejala yang khas pada penyakit crohn adalah nyeri perut
- Etiologi
Penyebab penyakit Crohn masih belum diketahui. Bisa genetik, sistem
imun, rokok, pemakaian oral kontrasepsi, NSAID. Perkembangan penyakit
ini diperlukan interaksi antara factor genetik, presdiposisi, factor
lingkungan, factor pejamu dan peristiwa pemicu.
Genetik yang pertama Chromosome 16, agent mycobacterium para
tuberculosis, pseudomonas species dan listeria species dan menyebabkan
disfungsi oral dan infeksi.
- Manifestasi Klinis
Gejala yang terjadi ketika terkena penyakit Crohn adalah demam,
penurunan berat badan, Hematochezia, kelelahan, mual. Diare kronik,
massa intraabdomen.
- Patofisiologi
Setelah diaktivasi oleh antigen, respon T1 helper tidak dapat dikendalakan
pada Chron disease karena ada kerusakan regulasi. Sitokin Th1 seperti IL2
dan TNF Alfa menstimulasi respon inflamasi, Sel inflamasi dibentuk oleh
sitokin melepaskan substansi inflamasi non spesifik seperti asam

40
arakhidonat, protease dan radikal bebas yang menyebabkan kerusakan pada
intestisial.
- Diagnosis
Anamnesis :
 Pada anamnesis perlu ditanyakan apakah ada keluarga yang sakit seperti
ini
 Tanyakan pada pasien mengenai gejala : nyeri perut dan keram, rasa
sakit dideket anus, kelelahan, demam, kurangnya nafsu makan, demam,
penurunan berat badan.
 Pemeriksaan fisik :
Pada pemeriksaan tanda –tanda vital terdapat kenaikan suhu, nadi
meningkat. Lalu ditemukan juga nyeri tekan pada abdomen dan bisa
didapatkan tahanan pada perut.
 Pemeriksaan Penunjang :
- Pemeriksaan laboratorium :
 Test antibodi: Membedakan antara ulcerative colitis dengan Penyakit
Crohn
o Anti-Saccharomyces cerevisiae antibody test (ASCA): Pasien
yang terdeteksi memiliki antibodi ini menandakan terkena
penyakit Crohn
o Perinuclear anti-neutrophil cytoplasmic antibody test
(pANCA):Pasien yang terdeteksi memiliki antibodi ini
menandakan terkena penyakit ulcerative colitis
 Complete blood count (CBC): untuk mengetahun anemia dan infeksi.
 C-reactive protein: ini seperti protein, tanda dari inflamasi.
 Electrolyte panel: menandakan rendah mineral jika terkena diare akibat
penyakit Crohn

41
- Pemeriksaan Radiologi :
Penyakit Crohn bisa muncul dimana saja disepanjang saluran cerna
sehingga dibutuhkan juga pemeriksaan penunjang meliputi :
 Barium X-rays : Barium X-ray dapat menunjukkan di mana dan
seberapa parah penyakit Crohn. Barium X-ray adalah pemeriksaan
radiografi saluran cerna. Sinar-X barium juga disebut seri
Gastrointestinal atas dan bawah digunakan untuk mendiagnosis
kelainan saluran pencernaan, seperti tumor,dan kondisi peradangan,
polip, hernia.
 Colonoscopy or sigmoidoscopy: Colonoscopy dan sigmoidoscopy
dapat melihat langsung ke usus besar yang merupakan bagian terendah
saluran pencernaan. Teknik ini dapat memberikan informasi yang
paling akurat. Teknik ini lebih baik dalam mencari ulkus atau inflamasi
dibandingkan dengan teknik lain. Colonoscopy dan sigmoidoscopy
digunakan untuk menentukan tingkat keparahan suatu inflamasi.
Colonoscopy adalah suatu teknik yang paling penting untuk
mendiagnosis Crohn’s disease. Computed tomography (CT) scan: CT
scan memberikan gambaran abdomen dan pelvis yang lebih detail
dibandingkan dengan gambaran foto X-rays konvensional. CT scans
dapat membantu menemukan abses yang mungkin tidak terlihat pada
gambaran x-rays lainnya. Abses adalah sebuah kantung kecil yang
berisi infeksi.
 Magnetic resonance imaging (MRI): Saat ini MRI sering dipakai
untuk diagnosis penyakit Crohn’s. MRI memberikan gambaran tubuh
yang baik, tetapi tidak memberikan paparan radiasi terhadap tubuh.
MRI dapat memberikan gambaran usus halus dan menunjukkan adanya
abses di rectum atau fistula.

42
- Tatalaksana
Pengobatan yang dilakukan pada penyakit Crohn hanya bertujuan
untuk meringankan gejala yang dialami serta mempertahankan masa remisi.
Hingga saat ini, belum ada penanganan atau obat yang bisa menyembuhkan
penyakit Crohn sepenuhnya.
Berikut ini adalah beberapa pengobatan yang dilakukan untuk meringankan
gejala yang muncul, yaitu:
 Obat Antiinflamasi. Obat antiinflamasi seringkali digunakan sebagai
pengobatan pertama yang diberikan kepada penderita penyakit Crohn.
Beberapa jenis obat antiinflamasi tersebut meliputi:
 5-Aminosalisilat oral. Obat jenis ini diberikan kepada penderita
penyakit Crohn pada usus besar namun tidak dapat mengobati
penyakit Crohn pada usus kecil. Contoh obat ini adalah
sulfasalazine dan mesalamine.
 Kortikosteroid. Kortikosteroid diberikan jika penderita tidak
merespons berbagai pengobatan yang diberikan untuk mengatasi
penyakit Crohn. Kortikosteroid dapat menurunkan reaksi
peradangan di berbagai bagian tubuh. Namun perlu diingat bahwa
kortikosteroid memiliki berbagai efek samping seperti
pembengkakan wajah, diabetes, hipertensi, keringat malam,
insomnia, dan hiperaktivitas. Kortikosteroid tidak disarankan untuk
digunakan pada pengobatan jangka panjang. Waktu pemberian
maksimum kortikosteroid pada penderita penyakt Crohn adalah 3-4
bulan.
 Imunosupresan. Dalam mengobati penyakit Crohn, imunosupresan
bekerja dengan cara menekan kerja sistem imun sehingga reaksi
peradangan pada saluran pencernaan dapat diredakan.

43
 Infliximab, adalimumab, dan certolizumab pegol. Ketiga
obat ini digunakan sebagai peghambat tumor necrosis factor
(TNF) yang diduga menjadi penyebab utama penyakit Crohn.
 Cyclosporine dan tacrolimus. Kedua obat ini dapat digunakan
untuk mengatasi fistula yang disebabkan oleh penyakit Crohn.
 Natalizumab dan vedolizumab. Dalam mengobati penyakit
Crohn, kedua obat ini bekerja dengan cara menghentikan
respons sel imun terhadap integrin. Dengan pemberian
natalizumab dan vedolizumab, sel-sel imun dapat dicegah dari
menempel pada dinding usus sehingga mengurangi inflamasi.
Perlu diperhatikan bahwa natalizumab dan vedolizumab hanya
digunakan pada penyakit Crohn berat yang tidak dapat diatasi
dengan obat lain.
 Antibiotik. Antibiotik dapat mengurangi pengeluaran cairan pada
fistula serta mengobati abses yang diakibatkan oleh penyakit Crohn.
Antibiotik juga diperkirakan dapat memperingankan penyakit Crohn
dengan cara mengurangi populasi bakteri yang merangsang respons
sistem imun pada usus. Perlu diingat bahwa tujuan pemberian antibiotik
adalah untuk mencegah terjadinya infeksi pada penderita penyakit
Crohn jika dirasa penderita memiliki risiko tersebut. Dua jenis
antibiotik yang umumnya digunakan pada penderita penyakit Crohn
adalah metrodinazole dan ciprofloxacin.

Untuk meringankan gejala penyakit Crohn dan menurunkan risiko


komplikasi akibat penyakit tersebut, dokter juga dapat merekomendasikan
beberapa obat seperti:
 Antidiare, misalnya psyllium atau metilselulosa. Untuk diare yang
lebih berat dapat diberikan loperamide.

44
 Penghilang rasa sakit. Untuk nyeri ringan, dokter biasanya akan
menyarankan paracetamol. Sedangkan ibuprofen dan sodium naproxen
tidak diperbolehkan karena dapat memperparah gejala penyakit Crohn.

7. Disentri21,22
- Definisi
Disentri merupakan kumpulan gejala penyakit seperti diare berdarah,
lendir dalam tinja, dan nyeri saat mengeluarkan tinja.
- Etiologi
Faktor lingkungan • Faktor makanan & minuman • Faktor malabsorpsi • Faktor
infeksi : 1. amoeba (Entamoeba hystolitica) 2. basiler (Shigella Disentri)
- Manifestasi Klinis
Infeksi yang disebabkan oleh bakteri dikenal sebagai disentri basiler dan
merupakan penyebab tersering disentri pada anak. Shigella dilaporkan sebagai
penyebab tersering disentri basiler pada anak. Sedangkan infeksi yang
disebabkan oleh amuba dikenal sebagai disentri amuba. Selain diare berdarah,
anak juga mengalami demam, nyeri perut terutama menjelang buang air besar,
pada pemeriksaan tinja rutin didapatkan jumlah leukosit dan eritrosit yang
meningkat, dan pada pemeriksaan biakan tinja dapat dijumpai kuman
penyebab. Nyeri perut saat buang air besar (tenesmus).
- Patofisiologi
Bakteri Shigella masuk kedalam tubuh manusia di membrane sel epitel usus,
didalam membran sel epitel usus shigella melakukan multiplikasi dan menyebar
dari sel ke sel. Didalam sel shiggel shiggela menghasilkan toksin shiga yang
mengakibatkan merusak dinding sel dan mengganggu fungsi absorbsi, sel dan
makrofag mengalami kematian dan pelepasan mediator inflamasi dan aktivasi
leukosit sehingga terjadi kenaikan leukosit.

45
Mikroorganisme menembus lapisan muskularis sehingga mikroorganisme
bersarang di submukosa setelah itu membuat kerusakan yang luas di mukosa
usus yang mengakibatkan ulkus (luka), jika dibiarkan akan melebar ke lateral
sepanjang sumbu usus yang mengakibatkan kerusakan menjadi semakin luas,
ulkus saling berhubungan dan terbentuk sinus dibawah mukosa jika dibiarkan
mikroorganisme ditemukan dalam jumlah besar di dasar dan dinding ulkus,
karena peristaltik usus, mikroorganisme dikeluarkan besama isi ulkus ke
rongga usus sehingga jika dikeluarkan menjadi tinja yang disertai dengan darah.
- Diagnosis
a. Anamnesis
Disentri Basiler/Shigellosis : menyebabkan 3 bentuk diare sebagai keluhan
utama yaitu diare dengan tinja yang konsisten lembek disertai darah, lendir.
Watery diarrhea= diare dengan volume yang besar tanpa ada lendir/tinja,
kombinasi. Keluhan tambahan : demam/ panas, nyeri abdomen (sakit perut)
pada daerah rectum, kolom descendens, dan kolon sigmoid, tenesmus ani.
Disentri Amuba/Amebiasis : Keluhan bersifat asimptomatik dapat berupa
diare dengan tinja berdarah, lembek dan berlendir. Frekuensi diare
10kali/hari, terdapat nyeri perut dan berat badan menurun
b. Pemeriksaan Fisik
 Inspeksi : badan terlihat kurus,
 Palpasi : turgor menurun karena dehidrasi.
 Perkusi : hipertimpani karena indikasi adanya udara bebas yang terdapat
didalam rongga usus
 Auskultasi : hiperperistaltik disebabkan karena adanya radang/obstruksi
pada usus.
c. Pemeriksaan Penunjang
 bahan : apusan tinja -> Hasil terdapat peningkatan jumlah sel leukosit
(neutrophil >50) dan juga beberapa sel darah.

46
 Enzim immunoassay -> mendeteksi toksin melalui tinja.
 Endoscopy -> gambaran mukosa hemoragik yang terlepas, kadang
kadang tertutup eksudat, lesi pada distal kolon.
- Tatalaksana :
a. Antibiotik untuk diare infeksi bakteri
Organisme Campylobacoter, Shigella atau Salmonella spp. Lini
pertama Siprofloksasin 500mg oral 2x sehari, 3-5hari, lini kedua Cefriaxone
1gr/IM/IV sehari. TMP-SMX DS oral 2x sehari, Azithromycin 500mg oral
2xsehari, Eritromisin 500mg oral 2x sehari
Organisme Vibrio cholera : lini pertama Tetrasiklin 500mg oral,
doksisiklin 300mg, lini kedua siprofloksasin 1gr oral 1x, eritromisin 250mg
oral, Traveler diarrhea: lini pertama siprofloksasin
b. Antimikroba
Amoebiasis : metronidazole 10mg/kgbb 3xsehari. Kolera :tetracycline
12,5mg/kgBB
c. Pengganti cairan dan elektrolit
Skor Daldiyono

47
d. Kelompok Opiat
Dalam kelompok ini tergolong kodein fosfat, loperamid HCl, serta kombinasi
difenoksilat dan atropin sulfat. Penggunaan kodein adalah 15-60 mg 3x sehari,
loperamid 2-4 mg/3-4 kali sehari. Efek kelompok obat tersebut meliputi
penghambatan propulsi, peningkatan absorbsi cairan, sehingga dapat
memperbaiki konsistensi feses dan mengurangi frekuensi diare.

8. Kolitis Ulserative23,24
a. Definisi
Colitis ulseratif adalah peradangan penyakit usus besar dengan etiologi yang
tidak diketahui,yang secara klinis bermanifestasi dengan perdarahan
rektum,diare, sakit perut, dan penurunan berat badan. Penyakit ini bersifat akut
dan kronis. Lesi terbatas pada usus besar dan memanjang ke proksimal dari
mukosa rektum untuk melibatkan berbagai bagian usus besar
b. Gejala
Gejala utama colitis ulseratif adalah diare berdarah, dengan atau tanpa
lendir. Gejala terkait juga termasuk tenesmus, nyeri perut, malaise, penurunan
berat badan, dan demam, tergantung pada tingkat dan keparahan penyakit. Onset
penyakit biasanya bertahap, dan pasien mungkin akan mengalami periode remisi
spontan dan kambuh berikutnya. Faktor-faktor yang biasanya memperburuk
kolitis ulserativa penggunaan obat anti-inflamasi nonsteroid.
Ada beberapa manifestasi ekstraintestinal (EIMs) yang juga ada pada
10% hingga 30% pasien dengan kolitis ulserativa. Manifestasi ekstraintestinal
yang terkait dengan aktivitas penyakit termasuk episcleritis, skleritis, dan
uveitis, artropati perifer, erythema nodosum, dan pyoderma gangrenosum.
Manifestasi ekstraintestinal independen dari aktivitas kolitis termasuk
arthropathies aksial, sakroiliitis, dan ankylosing spondylitis. Manifestasi
ekstraintestinal hepatik signifikan dari kolitis ulserativa termasuk kolangitis
sklerosis primer dan dikaitkan dengan risiko kanker kolorektal yang lebih besar.

48
c. Patofisiologi
Patofisiologi kolitis ulseratif melibatkan defek pada penghalang epitel,
respon imun, rekrutmen leukosit, dan mikroflora usus besar.
Kolitis ulserativa (UC) adalah penyakit inflamasi nonspesifik yang difus
yang etiologinya tidak diketahui. Mukosa kolon proksimal dari rectum terus-
menerus terkena, sering menyebabkan erosi dan / atau bisul, serta melibatkan
siklus berulang relaps dan remisi dan manifestasi ekstraintestinal potensial.
Pembatas epitel memiliki defek pada musin kolon, dan mungkin
persimpangan yang ketat, yang menyebabkan peningkatan pengambilan antigen
luminal. Lamina propria dari mukosa juga telah meningkatkan jumlah sel
dendritik aktif dan matang yang mencakup sejumlah besar reseptor Toll-like
(TLR), khususnya TLR2 dan TLR4. Tampaknya juga ada respons sel T-helper
(Th) yang tidak khas pada pasien dengan kolitis ulseratif, khususnya Th2, yang
memberikan respon sitotoksik terhadap sel-sel epitel. Faktor-faktor terkait
kekebalan lainnya yang berperan dalam patofisiologi kolitis ulserativa termasuk
tumor necrosis factor alpha (TNF-alfa), Interleukin 13, dan sel T pembunuh
alami. Tingkat IgM, IgA, dan IgG meningkat pada penyakit radang usus;
Namun, peningkatan antibodi IgG1 yang tidak proporsional ditemukan pada
pasien yang didiagnosis dengan kolitis ulseratif.
Rekrutmen leukosit dipengaruhi pada dua front. Ada rilis teregulasi dari
CXCL8 chemoattractant dalam kolitis ulseratif sehingga Leukosit direkrut ke
mukosa dari sirkulasi sistemik. Selain itu, ada peningkatan regulasi mucosal
addressin seluler adhesi molekul-1 (Mad-CAM1) pada endotelium pembuluh
darah mukosa yang mempromosikan adhesi leukosit dan ekstravasasi ke dalam
jaringan mukosa.
Penelitian telah menunjukkan bahwa mikroflora enterik penting dalam
patogenesis dan keparahan peradangan dan fenotipe penyakit. Kolitis ulseratif
tampaknya juga menghasilkan, sebagian, dari ketidakseimbangan homeostasis

49
antara mikroflora enterik dan imunitas mukosa inang. Ini menghasilkan respons
yang menyimpang terhadap bakteri non-patogenik.
d. Diagnosis
Diagnosis kolitis ulseratif dibuat secara klinis dengan temuan yang
mendukung pada endoskopi, biopsi, dan dengan pemeriksaan tinja negatif untuk
penyebab infeksi. Karena infeksi kolon dapat menghasilkan temuan klinis yang
tidak dapat dibedakan dari kolitis ulseratif idiopatik, studi mikrobiologi untuk
infeksi bakteri dan infestasi parasit harus dimasukkan dalam evaluasi awal.
Pemeriksaan radiologis tidak penting untuk diagnosis tetapi mungkin
berguna. Pasien dengan kolitis ulserativa lama dapat menunjukkan tanda
"cerobong asap" pada barium enema kontras ganda (DCBE).
Kolonoskopi atau proctosigmoidoscopy mungkin mengungkapkan
hilangnya pola vaskuler khas, granularitas, kerapuhan, dan ulserasi yang
melibatkan rektum distal dan berlangsung proksimal dalam pola simetris,
kontinyu, dan keliling. Penyakit ini dapat berkisar dari penyakit yang diisolasi
ke rektum dan kolon sigmoid (proctitis) hingga penyakit pada seluruh kolon
(pancolitis).
Evaluasi laboratorium biasanya akan mengungkapkan peningkatan
faktor inflamasi (ESR, CRP, leukositosis), terutama selama fase akut. Terlepas
dari stadium penyakit, 60% hingga 70% pasien kolitis ulseratif positif untuk
antibodi sitoplasmik antineutrofil perinuklear (P-ANCA). P-ANCA juga
ditemukan pada sejumlah kecil pasien dengan penyakit Crohn. Selain P-ANCA,
antibodi anti-saccharomyces cerevisiae (ASCA) ditemukan pada kedua penyakit
Crohn dan kolitis ulserativa tetapi lebih prevalen pada penyakit Crohn, oleh
karena itu pengujian untuk kedua P-ANCA dan ASCA memiliki beberapa
utilitas dalam membedakan jenis. Pengujian untuk antigen karbinoembrionik
(CEA) juga dapat membantu dalam kolitis ulseratif karena tingkat yang lebih
tinggi dapat menunjukkan adanya flare.

50
Pengujian untuk calprotectin tinja juga memiliki beberapa kegunaan
dalam diagnosis kolitis ulseratif, meskipun tidak spesifik. Tinja calprotectin
berkorelasi dengan peningkatan neutrofil di usus dan karena itu dapat membantu
dalam mengesampingkan penyakit radang usus. Studi menunjukkan bahwa
kurang dari 1% pasien dengan calprotectin tinja rendah cenderung menderita
penyakit radang usus.
e. Tatalaksana
Pilihan pengobatan untuk pasien dengan kolitis ulseratif didasarkan
pada luasnya penyakit dan tingkat keparahannya. Prognosis selama dekade
pertama setelah diagnosis sering umumnya baik, dan sebagian besar pasien
mengalami remisi. Terapi medis aplikasi rektum, melalui supositoria atau
enema, biasanya tepat untuk penyakit distal terisolasi (proktitis); Namun,
aplikasi dubur biasanya digunakan dalam kombinasi dengan terapi sistemik
untuk membantu menargetkan kolon distal dan oleh karena itu mengurangi
tenesmus.
Pengobatan lini pertama adalah sulfasalazine dan 5-aminosalicylates,
diberikan secara oral atau rektal, yang memiliki tingkat remisi sekitar 50%.
Glukokortikoid, oral atau rektal, dapat ditambahkan bagi mereka yang gagal
mencapai remisi dalam waktu dua minggu. Kecuali untuk glukokortikoid,
semua obat ini dapat digunakan dalam pemeliharaan remisi. Selain itu, ada
beberapa bukti bahwa probiotik bermanfaat dalam mencapai remisi.
Transplantasi mikrobiota tinja juga menunjukkan janji dalam pengobatan
kolitis ulseratif untuk membantu membentuk mikrobiota usus yang sehat.
Jika pasien refrakter terhadap glukokortikoid, thiopurine atau obat
biologis dapat ditambahkan ke terapi. Thiopurines adalah imunosupresan
seperti azathioprine atau 6-mercaptopurine. Obat biologis termasuk obat anti-
TNF-alpha, seperti infliximab, adalimumab, dan golimumab. Infliximab adalah
yang paling banyak digunakan untuk kolitis ulserativa dan dapat digunakan
pada kasus-kasus berat selama dirawat di rumah sakit. Kelas terbaru dari obat

51
biologis adalah penghambat molekul anti-adhesi, seperti vedolizumab, yang
memblokir integrin alpha-4-beta-7.
Karena pasien dengan kolitis ulserativa telah mengurangi ekspresi
peroxisome proliferator-activated receptor gamma (PPAR-gamma) dalam
kolonosit mereka, pengobatan masa depan mungkin termasuk (PPAR-gamma)
aktivitas agonistik. PPAR-gamma adalah pengatur negatif dari peradangan
tergantung NF-KB. Novel 5-aminosalicylic acid (5-ASA) analog sedang
dikembangkan yang memiliki aktivitas PPAR-gamma yang lebih besar.
Cardiotoxicity dan toksisitas metabolik membatasi penggunaan agonis PPAR-
gamma yang ada.
Kolektomi bersifat kuratif pada pasien dengan kolitis ulserativa karena
penyakit ini terbatas pada usus besar. Indikasi untuk pembedahan adalah
kegagalan terapi medis, kolitis fulminan yang sulit dipecahkan, megacolon
beracun, perforasi, perdarahan yang tidak terkendali, efek samping obat yang
tidak dapat ditoleransi, striktur, displasia derajat tinggi atau multifokal yang
tidak dapat dioperasi, kanker, atau retardasi pertumbuhan pada anak-anak.
Prosedur pilihan adalah proctocolectomy dengan ileal pouch-anal anastomosis
(IPAA); Namun, pada pasien yang tidak memenuhi syarat untuk IPAA
proctocolectomy dengan ileostomy adalah alternatif yang layak.

9. Angiodisplasia25
a. Definisi
Angiodysplasia adalah kondisi yang ditandai oleh kelainan pembuluh darah
kecil di saluran usus yang menyebabkan perdarahan hebat.Tingkat keparahan
ditentukan dari seberapa besarnya lesi.
b. Etiologi
Angiodisplasia, suatu malformasi vaskular penyebab paling umum dari
perdarahan saluran usus pada pasien gagal ginjal. Lesi sering terletak pada
gaster dan duodenum tapi juga dapat di kolon dan jejenum. Etiologi

52
sesungguhnya dari angiodisplasia tidak diketahui, tapi beberap teori termasuk
perubahan degenerative pada pembuluh darah vena yang berhubungan dengan
penuaan dan hipooksigenasi lokal yang lama dari mikrosirkulasi dari jantung,
pembuluh darah atau penyakit paru adalah teori yang dapat diterima.
c. Manifestasi Klinis
Pasien yang memiliki penyakit angiodisplasia akan mengalami gejala mudah
lelah, detak jantung cepat, kulit pucat, pusing, pernafasan yang dangkal.
d. Patofisiologi
Menurut teori obstruksi vena kronis diakibatkan oleh episode berulang dari
distensi colon yang dikaitkan dengan peningkatan tekanan dan besar lumen.
Yang mana hasil dari hal tersebut meningkatkan tekanan dinding dengan
obstruksi dari pembuluh darah vena. Perkembangan teori angiodisplasia
merupakan klinis berat dengan patologik klinis termasuk ditemukan pada orang
tua dimana lokasi di caecum dan prosimal kanan kolon.Sebagai awal untuk
perubahan lesi patologis berupa perubahan suplai dari arteri ectasies dan lesi
mukosa. Perubahan menyebabkan pelebaran vena sehingga cincin kapiler
membesar, setelah membesar kapiler akan pecah.
e. Diagnosis :
- anamnesis : nyeri dibgian perut, sesak nafas, jantung berdebar debar, mudah
lelah, nyeri dibagian perut, pusing
- pemeriksaan fisik : nyeri tekan di abdomen, nyeri lepas pada abdomen,
frekuensi pernafasan meningkat,
- pemeriksaan penunjang :
 Darah rutin
10% dengan angidisplasia mengalami anemia
 Angiography Mesenterika Selektif
Perdarahan massif yang sulit didiagnosis. Sensitifitas berkisar 58%-
86%, deteksi perdarahan pada tingkat perdarahan, teknik, waktu yang

53
dilaksanakan dalam kaitannya dalam periode perdarahan.Tanda
angiography yang paling sering dan awal adalah aliran vena yang padat,
dilatasi dan perlahan-lahan mengosongkan dalam dinding usus. Seiring
dengan perkembangan lesi, vaskular dapat terlihat jelas. Tanda terakhir
pengisian vena awal dapat diamati dalam fase arteri hal ini menunjukan
komunikasi arteriovenosa lebih berkembang melalui lesi
angiodisplastik.
 Endoskopi
Digunakan untuk memeriksa lapisan esofagus dan gaster, dimana dapat
terlihat lesi.
 Kolonoskopi
Digunakan untuk melihat lapisan pada kolon dan melihat adanya
perdarahan atau kelainan lainnya.

10. Diverticulosis26,27
a. Definisi
Diverticula adalah perubahan structural dalam dinding kolon
membentuk kantong- kantong kecil. Divertikula terbentuk dari herniasi
mukosa dan submukosa colon melalui kerusakan pada lapisan otot circular
dalam dinding kolon. Seringkali terjadi tempat-tempat penetrasi pembuluh
darah di kolon. Kondisi dimana seseorang memiliki diverticula disebut
diverticulosis. Diverticulosis adalah yang paling sering terdeteksi pada
kolonoskopi. Penyakit ini bisa asimtomatik, atau bisa muncul dengan
perdarahan (yaitu, perdarahan divertikular) atau peradangan (yaitu,
diverticulitis). Secara keseluruhan tingkat komplikasi perdarahan cukup
rendah, dan sebagian besar kasus akan menghilang secara spontan. Sebaliknya,
diverticulitis dapat dikaitkan dengan infeksi, sepsis, dan perforasi.

54
b. Etiologi
- Genetika memainkan peran penting dalam perkembangan penyakit
divertikular. A Twin Registry Swedia yang terdiri dari 104.452 kembar
mencatat penyakit divertikular terjadi pada 2.296 kembar. Gen spesifik,
seperti TNFSF15, juga telah terlibat dalam pengembangan diverticulitis dan
komplikasi penyakit.
- Teori motilitas bergantung pada degradasi saraf yang terjadi berdasarkan
usia di pleksus myenteric dan di sel glial myenteric dan sel interstitial cajal.
Hilangnya neuron menghasilkan kontraksi yang tidak terkoordinasi, dan
tekanan berikutnya yang meningkat dapat mengakibatkan penyakit
diverticular.
- Inflamasi berhubungan dengan penyakit divertikular simtomatik dan
komplikasi penyakit divertikular. Pada penyakit divertikular, terjadi
peningkatan peradangan mikroskopis dari infiltrasi limfositik kronis dan
infiltrasi neutrofilik aktif serta ekspresi peningkatan faktor nekrosis tumor
.
c. Manifestasi Klinis
Kebanyakan orang tidak memiliki gejala yang nyata diverticulosis
sampai berkembang menjadi diverticulitis. Gejala yang paling umum dari
diverticulitis adalah sakit perut, biasanya di sekitar sisi kiri perut bagian bawah
(perut). Jika area tersebut terinfeksi, kemungkinan juga mengalami demam,
mual, muntah, menggigil, kram, sembelit, atau pendarahan.
d. Patofisiologi
Berbagai arteriol kolon menembus dinding otot dalam perjalanan ke
mukosa kolon. Kadang-kadang arteriol ini dapat membelah, dengan satu
cabang menembus dinding di lokasi diverticulum dan cabang lain melewati
lapisan otot dan berakhir di atas kubah divertikulum. Tampaknya faktor
traumatic luminal, termasuk cedera kronis dan fecalith yang berdampak yang

55
menyebabkan abrasi pembuluh darah, menyebabkan pembentukan ulserasi dan
erosi yang pada akhirnya menghasilkan perdarahan. Perubahan struktural
terjadi di dinding pembuluh yang terkena, dengan penebalan atenuasi intima
dan fokus media. Dasar anatomi untuk perdarahan dianggap sebagai ruptur
asimetris dari cabang-cabang intramural (vasa recta) dari arteri marginal baik
di kubah divertikulum atau pada margin antimesenternya. Gangguan
pembuluh darah terjadi pada sisi mukosa arteri, karena perdarahan terjadi ke
lumen, bukan ke rongga peritoneum. Peradangan tidak lagi merupakan
penyebab yang mendasari pendarahan divertikular karena sedikit atau tidak
ada peradangan ditemukan pada spesimen yang reseksi dan perdarahan jarang
terlihat pada pengaturan diverticulitis akut.
Perdarahan divertikular diperkirakan terjadi pada 3 hingga 5% dari
semua pasien dengan diverticulosis kolon, namun tampaknya berhenti secara
spontan pada hingga 90% pasien. Transfusi lebih dari empat unit sel darah
merah yang dikemas jarang terjadi, dengan beberapa data yang menunjukkan
bahwa ketika perdarahan terbatas hingga kurang dari empat unit / hari,
perdarahan berhenti hingga 99% kasus. Setelah episode awal perdarahan,
perdarahan ulang mungkin terjadi pada 10% pasien pada tahun pertama;
setelah itu, risiko perdarahan ulang meningkat menjadi 25% pada 4 tahun.13
Beberapa penulis telah berhipotesis bahwa perdarahan mungkin lebih
sering dari divertikula yang timbul di sisi kanan usus besar. Para penulis
merasa bahwa kelebihan sisi kanan kurang didokumentasikan dan
dipertanyakan oleh banyak orang karena kesulitan dalam menetapkan
penyebab sebenarnya untuk hematokezia masif. Kejadian yang lebih besar ini
telah dipostulasikan sebagai akibat dari divertikula ini cenderung memiliki
leher dan kubah yang lebih luas, mengekspos area permukaan yang lebih besar
dari vasa recta mereka untuk cedera. Dengan demikian, perdarahan dari lesi
kolon kanan mungkin lebih serius dan dengan tingkat perdarahan lebih dari 0,5
mL / menit, mereka cenderung lebih sering divisualisasikan pada angiografi.

56
Faktanya, tanpa konfirmasi melalui visualisasi langsung, episode-episode
perdarahan sisi kanan ini mungkin disebabkan oleh sumber-sumber alternatif
seperti malformasi arteri.
e. Diagnosis
Penyakit divertikular dapat didiagnosis secara klinis dengan gejala
yang muncul atau lebih sering dengan tes konfirmasi dilakukan secara
radiologis atau melalui kolonoskopi.
Diagnosis Radiologis
Secara umum, barium enema digunakan untuk diagnosis penyakit
divertikular. Namun, saat ini, computed tomography (CT) menjadi standar
untuk mendiagnosis diverticular. CT abdomen dan pelvis dan CT
colonography efektif dalam mendiagnosis penyakit, tingkat penyakit, dan
komplikasi penyakit. Sensitivitas untuk diverticulitis akut adalah 94%, dengan
spesifisitas dari 99%.
Diagnosis Endoskopi
Colonoscopy adalah alat diagnostik utama untuk mendiagnosis
penyakit divertikular. Diverticular tanpa gejala sering ditemukan pada
screening colonoscopy.
f. Tatalaksana
Resusitasi
Prioritas awal untuk penanganan kehilangan darah akut adalah
stabilisasi pasien. Akses intravena besar harus dilakukan untuk memungkinkan
infus resistansi rendah dengan bantuan kantong tekanan dan transfusers cepat.
Penempatan kateter Foley akan membantu memandu resusitasi. Darah harus
dikirim ke laboratorium untuk pemeriksaan hematokrit, trombosit, profil
koagulasi, dan elektrolit sementara spesimen harus dikirim ke bank darah
untuk pencocokan silang. Setelah pemberian kristaloid awal, perdarahan
berikutnya atau ketidakstabilan hemodinamik harus diobati dengan sel darah
merah. Produk lain harus diberikan sesuai dengan situasi klinis; pasien yang

57
menggunakan warfarin dengan rasio normalisasi internasional yang tinggi
(INR) mungkin memerlukan vitamin K intravena dan / atau plasma beku segar
sementara pasien dengan hemodialisis dengan uremia mungkin memerlukan
desmopresin. Pertimbangan awal harus dibuat mengenai disposisi pasien,
karena pasien ini sering membutuhkan tingkat perawatan dan pemantauan di
unit perawatan intensif.
Lokalisasi dan Perawatan
Ada perdebatan besar dan kontroversi seputar cara optimal untuk
mendiagnosis dan mengobati pasien yang datang dengan perdarahan
gastrointestinal yang lebih rendah. Tiga opsi untuk pengujian diagnostik
primer adalah kolonoskopi, angiografi viseral, dan pencitraan radionuklida.
Pendekatannya bervariasi, seringkali berdasarkan pengalaman institusional,
sumber daya yang tersedia, dan keahlian dokter yang peduli. Terlepas dari
modalitas yang digunakan, lokalisasi cepat dari sumber perdarahan
menghindari peningkatan episode perdarahan, kebutuhan transfusi yang lebih
besar, dan prognosis yang lebih buruk.
Kolonoskopi
"Urgent Colonoscopy" selesai dalam waktu 6 hingga 12 jam setelah
masuk, diindikasikan pada pasien yang telah berhenti memiliki perdarahan
signifikan yang sedang berlangsung dan pada siapa resusitasi dan stabilitas
hemodinamik telah tercapai. Identifikasi situs perdarahan difasilitasi dengan
membersihkan bekuan di kolon, tinja, dan darah dengan pembersihan volume
besar, paling sering diberikan 5 sampai 6 L larutan polietilen glikol 3 sampai
4 jam sebelum kolonoskopi. Pasien yang datang dengan perdarahan
gastrointestinal yang lebih besar yang sedang berlangsung, yang sering
membahayakan hemodinamik pasien, adalah kandidat yang buruk untuk
"urgent colonoscopy" karena prosedur ini secara teknis sulit karena
ketidakmampuan untuk membersihkan permukaan mukosa dari perdarahan

58
lama atau baru. Menemukan pembuluh darah yang diskrit dan aktif di usus
yang tidak siap sulit bahkan untuk endoskopi yang paling berpengalaman.
Operasi
Pembedahan diindikasikan untuk pasien dengan perdarahan baik
berkelanjutan atau berulang. Transfusi lebih dari 6 unit sel darah merah,
persyaratan transfusi yang sedang berlangsung, atau ketidakstabilan
hemodinamik persisten adalah indikasi untuk kolektomi pada perdarahan akut.
Kembalinya perdarahan setelah satu episode telah diperkirakan 20 hingga
30%, dengan kejadian> 50% setelah episode kedua. Sebuah kontroversi
berlanjut dalam memutuskan waktu yang optimal untuk intervensi bedah:
apakah seseorang harus melanjutkan setelah episode kedua atau menunda
sampai perdarahan ketiga terjadi. Keputusan akhir sangat bergantung pada
skenario klinis spesifik dan kondisi medis pasien individu.

59
BAB III
KESIMPULAN

Perdarahan saluran cerna dibagi menjadi dua yaitu perdarahan saluran cerna
bagian atas dan perdarahan saluran cerna bagian bawah. Perdarahan saluran cerna
bagian atas adalah perdarahan saluran makanan diatas ligamentum Treitz sedangkan
perdarahan saluran cerna bagian bawah adalah perdarahan saluran makanan dibawah
Ligamentum Treitz.
Perdarahan saluran cerna menimbulkan gejala yaitu BAB berdarah. Bab
berdarah, yang dimaksud yaitu terdapat darah pada feses atau tinja ketika BAB (buang
air besar). Buang air besar berdarah yang ditandai dengan terdapatnya darah dalam
feses atau tinja itu artinya terdapat perdarahan disuatu tempat pada saluran pencernaan.
Perdarahan saluran cerna bagian atas ditandai dengan Hematokezia dan
perdarahan saluran cerna bagian bawah ditandai dengan Melena. Hematokezia adalah
darah segar yang keluar dari anus dan merupakan manifestasi klinis dari perdarahan
saluran cerna bagian bawah. Melena diartikan sebagai tinja yang berwarna hitam
dengan bau yang khas, Melena terjadi karena hemoglobin dikonversi menjadi hematin
atau hemokrom lainnya oleh bakteri setelah 14 jam.
Penyebab buang air besar berdarah dan gejala lain dalam setiap penyakit
berbeda-beda, sehingga membuat pemeriksaan fisik dan penunjang yang dilakukan
juga sesuai dengan yang diperlukan dan tatalaksana yang diberikan untuk dapat
mengobati penyakit tersebut juga berbeda. Perdarahan saluran cerna dapat
menyebabkan kematian karena dapat menimbulkan anemia defisiensi besi pada
seseorang. Diagnosis yang tepat dan cepat dapat membuat penyakit lebih mudah
disembuhkan dan tidak terjadi komplikasi.

60
DAFTAR PUSTAKA

1. Medscape : Upper GI tract Anatomy. Kapoor Kumar 18 agustus 2018.


https://emedicine.medscape.com/article/1899389-overview
2. Aji Pangestu. Pengelolaan perdarahan saluran cerna bagian atas. Ilmu Penyakit
Dalam. 2010 :1873-1880
3. Elisa, et al.Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Reksopradjo Soelarto. Editors. 2002
4. H Ali.Perdarahan Akut Saluran Cerna Bagian Atas. 19 Agustus 2018
http://pustaka.unpad.ac.id/wp
content/uploads/2011/03/pendarahan_akut_saluran_cerna_ bagian_atas.pdf
5. Sandeep Mukherjee, Anatomy of Digestive System. Cunha John. 20 Agustus 2018
https://www.emedicinehealth.com/anatomy_of_the_digestive_system/article_em.
htm#large_intestine
6. Griffin P. Digestive System & How it Works. National Digestive Diseases. 21
Agustus 2018
https://www.niddk.nih.gov/health-information/digestive-diseases/digestive-
system-how-it-works
7. Cleveland Clinic. Article.The Structure and Function Of The Digestive System. 21
Agustus 2018. https://my.clevelandclinic.org/health/articles/7041-the-structure-
and-function-of-the-digestive-system
8. Ruiz R. Overview Of The Digestive System. Md Jr. 21 Agustus 2018
https://www.merckmanuals.com/home/digestive-disorders/biology-of-the-
digestive-system/overview-of-the-digestive-system?qt=digestive&alt=sh
9. Sherwood, L. 2014. Fisiologi manusia : dari sel ke sistem. Edisi 8. Jakarta: EGC
10. Sjamsuhidajat R, Warko Karnadiharja, Prasetyono Theddeus, Rudiman Reno.
Edisi 3. Jakarta:EGC
11. Hamilton, S.R., B. Vogelstein., S. Kudo., E. Riboli., S. Nakamura., P. Hainaut.,
C.A. Rubio., L.H. Sobin., F. Fogt., S.J. Winawer., D.E. Goldgar & J.R. Jass.
Tumours of the colon and rectum. 104—143 hlm.

61
12. Sri Herawati. Varises Esofagus. 24 Agustus 2018
www. journal.unair.ac.id/download-fullpapers-VARISES%20ESOFAGUS
13. Price A, Lorraine. Patofisiologi konsep klinis proses – proses penyakit. Edisi 6.
EGC : 2006
14. Blahd W. What is a peptic Ulcer ? . diunduh dari www.webmd.com : 2017
15. Al Benson. Colon Cancer. Alan Venook. 22 Agustus 2018
https://www.nccn.org/patients/guidelines/colon/files/assets/common/downloads/f
iles/colon.pdf
16. BS Anand, MD. Peptic Ulcer. Philip O. 23 agustus 2018
https://emedicine.medscape.com/article/181753-overview
17. Irish M, Grewald H. Pediatric Intussusception Surgery. diunduh dari
https://emedicine. medscape.com/article/937730-overview#a6. Updated 2017
18. Chahine A. Intussusception . diunduh dari
https://emedicine.medscape.com/article/930708-overview#a5. Updated 2017
19. Syamsuhidajat. R. Buku Ajar Ilmu Bedah . Penerbit Buku Kedokteran EGC : 2014
20. Webmedicine. Crohn’s Disease Overview. Diunduh dari
https://www.webmd.com/ibd-crohns-disease/crohns-disease/crohns-disease-
diagnosis#4
21. Lukman Zulkifli. Tatalaksana diare akut. Diunduh dari dari :
http://www.kalbemed.com/Portals/6/08_230CME-
Tatalaksana%20Diare%20Akut.pdf
22. Badriul Hegar.Disentri. diunduh dari : http://www.idai.or.id/artikel/seputar-
kesehatan-anak/disentri
23. Whitney D. Lynch; Ronald Hsu. Colitis Ulserative. Univ Of Caliv. Tahun 2018.
diunduh dari : https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK459282/
24. Adam Schoenfel. Ulcerative Colitis.Jay W. diunduh dari :
https://www.medicinenet.com/
ulcerative_colitis/article.htm#what_are_the_symptoms_of _ulcerative_colitis

62
25. Husein A,Roberto M. Angiodysplasia of the Colon Clinical Presentation. 2016.
Diunduh dari :
https://emedicine.medscape.com/article/170719-clinical
26. Fact sheet Diverticulosis . 30 agustus 2018. diunduh dari :
https://intermountainhealthcare. org/ext/Dcmnt?ncid=520402364
27. Joseph D, Kenenth R. Diverticulosis and Diverticulitis. CrossMark. 2016;9 1094-
1104. Diunduh dari : https://www.mayoclinicproceedings.org/article/S0025-
6196(16)30067-2/pdf

63

Anda mungkin juga menyukai