Anda di halaman 1dari 10

NAMA : Awaludin Nur Khoiron

NIM : 18210140

KELAS :E

MATA KULIAH : Hukum Perdata

Pertemuan Pertama

A. Istilah Hukum Perdata


Untuk pembahasan awal dalam istilah hukum perdata hal ini pertama kali
dicetuskan oleh Professor Djoyodiguno1, pada masa kependudukan Jepang di Indonesia.
Dalam istilah Hukum Perdata inipun mempunyai istilah lain yang bisa dikenal dengan
civielrecht dan privatrecht hal ini berasal dari bahasa Jerman yang jika diartikan ke
Indonesia mempunyai pengertian yang sama dengan Hukum Perdata.

B. Pengertian Dan Ruang Lingkup Hukum Perdata


Hukum Perdata merupakan sebuah wadah hukum yang didalamnya mengatur
hukum yang berhubungan antar orang, yang biasa dipahami sebagai hukum yang
mengatur perorangan, layaknya kewenangan dan kecakapan seseorang dalam bertindak. 2
Hal ini sering terjadi pada kasus seperti mengatur tentang kewarisan, pernikahan dan hal
lain sebagainya. Para ahli pada abad ke-19 memberikan batasan pada hukum perdata ini
dengan hukum publik yakni “Suatu peraturan yang dalam hal ini mengatur tentang
sesuatu yang sangat esensial bagi individu, diantaranya adalah orang dan keluarganya,
hak milik dan perikatan. Sedangkan hukum publik merupakan hukum yang memberikan
jaminan yang minimal bagi kehidupan pribadi itu sendiri. Professor Subekti dalam
menyampaikan pendapatnya bahwa hukum perdata dalam arti luas adalah semua yang
mencangkup hukum privat yang bersifat materiil, atau bisa disebut dengan hukum yang
mengatur kepentingan-kepentingan perseorangan.3 Tokoh Kansil pun juga mempunyai
pengertian mengenai tentang hukum Perdata yaitu peraturan-peraturan yang
menitikberatkan pada kebutuhan ataupun kepentingan perseorangan.4
Dapat ditarik kesimpulan dari pernyataan para ahli tentang hukum perdata, bahwa
setiap hukum, aturan, ataupun kaidah yang didalamnya mengatur tentang urusan antara
subjek hukum dalam hubungan keluarga ataupun pergaulan dalam lingkup masyarakat.

Ruang lingkup hukum perdata itu sendiri ada empat diantaranya adalah:5

1
Salim HS, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW) (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), 5.
2
Djoko Imbawani Atmadjadja, Hukum Perdata (Malang: Setara Press, 2016), 1.
3
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata (Jakarta: Intermasa, 2010), 9.
4
Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1989),
5
Djoko Imbawani Atmadjadja, Hukum Perdata (Malang: Setara Press, 2016), 4.
1. Hukum Diri Seseorang, hal ini mengatur tentang bagaimana kecakapan
seseorang dalam bertindak, mengatur masalah sebagai subjek hukum.
2. Hukum Manusia dalam Keluarga, seperti halnya mengatur tentang hubungan
Orang tua dengan Anak, suami dengan Istri dan lain sebagainya.
3. Hukum tentang Kekayaan, dalam konteks hal ini termasuk semua hak dan
kewajiban seseoran gyang jika dilihat dapat dinilai dengan uang.
4. Hukum Kewarisan, Hal ini mengatur hampir sama dengan kekeluargaan
namun dalam hal ini penyebabnya adalah adanya kematian seseorang yang
berakibat dalam hubungan keluarga.

C. Keadaan Hukum Perdata di Indonesia


Dalam Negara Indonesia sendiri Hukum Perdata bersifat Pluralistis, banyak
beraneka ragam ketentuan hukum, yang kemudian hal ini menyebabkan tiap penduduk di
Negara Indonesia mempunyai sistem hukum masing-masing. Di Indoneia sendiri para
penduduknya ada yang taat pada Hukum Adat, Hukum Islam, ada pula yang taat kepada
Hukum Perdata Barat, hal ini sudah berlaku sejak zaman kedudukan Belanda di
Indonesia sampai sekarang. Dan bisa dilihat bahwa pluralitas dalam Hukum Perdata di
Indonesia disebabkan oleh adanya campur tangan politik dari pemerintah Hindia
Belanda, dan dikarenakan belum adanya ketentuan hukum yang berlaku secara nasional.6
Sejak diberlakukannya RR 1854, yang kemudian diganti denan Indische
Staatsregeling (IS) pada tahun 1925, hukum perdata di Indonesia dibagi menjadi tiga
yakni7 :

1. Hukum Perdata yang didberlakukan kepada golongan eropa.


2. Hukum perdata yang diperuntukkan kepada orang pribumi;
3. Dan Hukum perdata yang berdasar dari hukum agama serta hukum kebiasaan
yang dilakukan oleh golongan Timur asing.

Hukum Perdata yang diberlakukan kepada golongan eropa dinilai mempunyai


posisi yang baik, maka dari hal itu hukum perdata ini menjadi referensi dalam pembuatan
hukum dari segi profesionalitas itu sendiri. Dan hal ini mendominasi dalam hal hukum
dikarenakan adanya dukungan dari pendidikan hukum, seperti di Indonesia misalnya
lebih paham akan hukum perdata barat dibanding hukum perdata adat. Perubahan dalam
hukum perdata yang termasuk dalam warisan kolonial baru dilakukan perubahan pada
tahun 1960, hal ini dimulai dengan adanya perundangan hukum yang berkaitan dengan
tanah yang lebih tepatnya dalam UU No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok
Agraria yang mengubah hak-hak atas tanah yang terdapat dalam BW. Dalam bidang
administrasi kependudukan, dan perkawinan juga telah diatur dalam undang-undang
tersendiri.8

6
Salim HS, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW) (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), 8.
7
Atmadjadja, Hukum Perdata, 1-2.
8
Djoko Imbawani Atmadjadja, Hukum Perdata (Malang: Setara Press, 2016), 5.
D. Sejarah Hukum Perdata di Indonesia
Telah sedikit disinggung pada keadaan hukum perdata di Indonesia bahwa Hukum
perdata yang ada di Indonesia merupakan peninggalan ketentuan produk dari dulu yakni
pemerintah Hindia Belanda, hal ini diberlakukan atas dasar asas Konkordansi. Yang
berarti ketentuan hukum yang berada pada negara jajahan berlaku sama dengan ketentuan
hukum yang berada di Belanda.
Pada tahun 1814 terdapat panitia yang dirancang dan dibentuk untuk membuat
hukum perdata, kepanitiaan ini diketuai oleh J.M Kemper.yang kemudian mengajukan
rancangannya tersebut berdasarkan hukum belanda kuno, akan tetapi rancangannya ini
ditolak oleh P.Th Nicolai yang merupakan anggota parlemen berkebangsaan Belgia dan
Presiden Pengadilan di Belgia. Setelah J.M Kemper meninggal pada tahun 1824
kepanitiaan dipindahtangan kepada P.Th Nicolai. Setelah dipegang oleh Nicolai maka
emudian untuk rancangan Hukum perdata diganti Berdasarkan Code Civil Prancis yang
kemudian juga mengadaptasi dari hukum romawi, dan yang lain. Bisa dimpulkan bahwa
hukum perdata yang ada merupakan perpaduan antara hukum kebiasaan dengan code
civil prancis. Dan setelah selesainya rancangan hukum perdata maka pada tahun 1848
Kodifikasi hukum perdata diberlakukan di Indonesia.9

E. Penggolongan Penduduk
Jika dilihat pada zaman Hundia Belanda sendiri penduduk di Indonesia dibagi
menjadi tiga golongan yang mempunyai Hukum Perdata tersendiri hal tersebut
menyebabkan dijumpainya pluralisme hukum. Tiga golongan tersebut diatur dalam Pasal
163 ayat (1) I.S (Indische Staatsregeling) yakni 10:
1. Golongan Eropa, didalam pasal 163 ayat (2) I.S disebutkan bahwa yang
termasuk dari golongan eropa adalah ; Semua warga Belanda. Orang Eropa,
Warga Negara Jepang, Orang-orang yang berasal dari negara asing yang
didalam hukum kekeluargaannya sama dengan hukum yang berlaku di
keluarga Belanda, terutama azas monogami, Keturunan mereka yang tersebut
di atas.
2. Golongan Pribumi, hal ini terletak pada pasal 163 ayat (3) I.S menyebutkan
bahwa termasuk didalamnya yakni Orang Indonesia asli, dan Orang yang
sebelumnya masuk dalam golongan lain akan tetapi membaurkan dirinya
kedalam orang Indonesia asli.
3. Golongan Timur Asing, didalam pasal 163 ayat (4) I.S golongan ini terdiri dari
Golongan timur asing Tionghoa (Cina), dan Golongan timur asing bukan
Tionghoa (seperti : Arab, India, Pakistan, dan Negara timur lain sebagainya).
Untuk penggolongan Hukum Perdata sama berdasar dengan golongan penduduk
yang telah dijelaskan diatas, diantaranya adalah 11:

9
Salim HS, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW) (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), 12.
10
Simanjuntak, P.N.H, Pokok-Pokok Hukum Perdata Indonesia, (Jakarta, Djambatan, 1999), 1-2.

11
Simanjuntak, P.N.H, Pokok-Pokok Hukum Perdata Indonesia, (Jakarta, Djambatan, 1999), 2.
1. Golongan Pribumi (Bumiputera), golongan ini memberlakukan hukum perdata
adat yang sudah berlaku sejak dulu dan hal ini pun tiap daerah bisa berbeda
untuk hukum adat yang berlaku, akan tetapi oleh pemerintah belanda ada
peraturan yang dibuat secara khusus untuk golongan Pribumi ini, yang
diantaranya adalah Ordonasi Perkawinan bangsa Indonesia Kristen (Stb 1933
No.74), Ordonasi tentang Maskapai Andie Indonesia atau disebut IMA (Stb
1939 No. 509 jo 717), dan Ordonasi tentang perkumpulan bangsa Indonesia
(Stb 1939 No 570 jo 717).
2. Golongan Eropa, untuk golongan eropa ini sendiri hukum perdata yang
digunakan merupakan kitab undang-undang Perdata dan dagang yang
diseleraskan dengan Burgelijk Wetbook dan Wetbook Van Koophandel yang
berlaku di negara Belanda itu sendiri.
3. Golongan Timur asing, dikarenakan untuk golongan Timur asing ini sendiri
dibagi menjadi dua maka hukum perdata yang dipakai juga berbeda antara dua
pembagian tersebut.
a. Golongan Tionghoa (Cina), pada golongan ini berlaku KUHPerdata dan
KUHD yang didalamnya terdapat pengecualian tentang pencatatan sipil,
cara perkawinan, dan adopsi anak.
b. Golongan Timur Asing kecuali Tionghoa, berlaku sebagian dari
KUHPerdata dan KUHD mengenai hukum harta kekayaan, dan untuk
Hukum waris, hukum kepribadian, dan hukum keluarga berlaku pada
negara mereka sendiri.

F. Relevansi Materi Hukum Perdata dengan Prodi Al Ahwal Al Syaksiyyah


Didalam sistematika hukum perdata berdasarkan dari ilmu pengetahuan antara
lain yaitu tentang : hukum tentang orang, hukum kekeluargaan, dan hukum harta
kekayaan serta hukum kewarisan.12 Dan untuk Prodi Al Ahwal Syakhsiyyah itu sendiri Di
Indonesia, telah diatur dalam Inpres No.1/1991 dan Kep. Menag No.154/1991 tentang
Kompilasi Hukum Islam. Dan jika dilihat dalam Prodi Al Ahwal Al syakhsiyyah ini
materi ataupun kodifikasi hukum yang dibahas meliputi tentang hukum pernikahan,
perceraian, waris, dan lain sebagainya. Jika melihat kedua materi yang terdapat dalam
Hukum Perdata dan Prodi Jurusan Al Ahwal Al Syakhsiyyah maka bisa disimpulkan
relevansi dalam kedua hal tersebut ada.
Pertemuan Kedua

A. Lembaga Penundukkan diri di zaman Kolonial


Pemerintah Hindia belanda pada tahun 1917 membuat peraturan khusus yang
bertujuan agar memungkinkan golongan pribumi (bumi putera), dan Timur asing untuk
tunduk kepada hukum perdata barat secara sukarela tanpa mengganti status golongan
hukum. Peraturan Hukum ini dijumpai dalam Regeling nopens de Vrijwillige
onderwerping aan het Euripeensch Privaatrecht yang hal ini diumumkan pada Stb. 1917
12
Salim HS, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW) (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), 12.
No 12 berhubung dengan No 528 dan hal ini mulai berlaku pada tanggal 1 Oktober 1917.
Pada peraturan tersebut dijelaskan empat kemungkinan penundukkan diri kepada hukum
perdata eropa bagi bumi putera dan timur asing, yakni :13
1. Penundukkan untuk seluruhnya baik dalam Hukum Perdata ataupun Hukum
Dagang Eropa, dalam persengketaan perdata golongan bumi putera sebagai
tergugat menghadap pengadilan eropa, tetapi dalam perkara pidana tetap
sebagai golongan bumi putera.
2. Penundukkan untuk sebagian, hanya kepada bagian-bagian dari hukum
perdata eropa yang menurut uu diberlakukan kepada golonga timur asing
bukan tionghoa.
3. Penundukkan untuk suatu perbuatan hukum tertentu, hanya berlaku pada
ketentuan hukum perdata yang mengatur perbuatan hukum tersebut.
4. Penundukkan Anggapan, jika golongan Bumi Putera melakukan suatu hukum
yang belum berada pada hukum adat dan didalam hukum perdata eropa maka
dianggap Golongan Bumi Putera tersebut menundukkan diri secara sukarela
atau atas kemauan sendiri kepada Hukum Perdata Eropa.

B. Sumber dan Sistematika Hukum Perdata ; sistematika BW


Jika dilihat dari sejarah pembentukan hukum perdata sendiri maka disebutkan
bahwa sumber dari pembentukan hukum perdata itu sendiri berasal dari adopsi hukum
yang dibuat pada masa Napoleon yang berasal dari hukum Romawi.14
Dalam perkembangan selanjutnya Vollmar membagi Sumber Perdata menjadi
kedalam empat macam, yakni KUH Perdata, traktat, yurispundensi dan kebiasaan.
Adapun dalam sumber hukum perdata tertulis di Indonesia ada beberapa macam antara
lain :15
1. Algemene Bepalingen van Wetgeving (AB), dalam sumber ini terdapat
ketentuan-ketentuan umum dari pemerintahan Hindia Belanda yang telah
diberlakukan sejak 30 April 1847 didalam Stb.1847 Nomor 23 yang terdiri
dari 36 pasal didalamnya.
2. KUH Perdata (BW), hal ini pun berasal dari pemerintah Hindia Belanda yang
diundangkan mulai 1848 dan diberlakukan atas asas konkordansi
3. KUH Dagang, hal ini diatur dalam Stb.1847 No.23, terdiri atas dua buku yang
pertama membahas tentang Dagang pada umumnya, dan yang kedua
membahas tentang Hak dan Kewajiban yang timbul dalam pelayaran, terdapat
754 pasal yang terdapat dalam buku tersebut.
Untuk sistematika Hukum Perdata (BW) itu sendiri jika dilihat berdasar ilmu
pengetahuan maka bisa ditulis seperti berikut : (1) Hukum tentang orang; (2) Hukum

13
Rachmadi Usman, Aspek-aspek hukum perorangan & kekeluargaan di Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika, 2006),
29-30
14
Djoko Imbawani Atmadjadja, Hukum Perdata (Malang: Setara Press, 2016), 2.
15
Salim HS, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW) (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), 9-10.
Kekeluargaan; (3) Hukum Harta Kekayaan; (Hukum Warisan).16 Sedangkan dalam
penulisan sistematika hukum perdata berdasarkan urutan pembagian kitab Undang-
undang adalah sebagai berikut.17
Buku I : tentang Orang.
Buku II : tentang Hukum Benda.
Buku III : tentang Perikatan.
Buku IV : tentang Pembuktian dan Daluwarsa.
Dalam Sistematika hukum Peradata berdasar pembagian Kitab Undang-Undang
tersebut terjadi perubahan, pada tanggal 3 Desember 1987 Stb. 590 sistematika hukum
perdata diundangkan dan diberlakukan mulai 1 April 1988 Hukum Perdata dibagi
menajdi lima buku dalam sistematikanya, yaitu sebagai berikut:
Buku I : tentang Orang dan Keluarga (Personen-en-Famili-erecht).
Buku II : tentang Badan Hukum (Rechtpersoon).
Buku III : tentang Hak Kebendaan (Van Zaken).
Buku IV : tentang Perikatan (Van Verbintenissen).
Buku V : tentang Daluwarsa (Van Verjaring).

C. Faktor Penyebab Hukum Perdata BW masih berlaku di Indonesia


Hukum Perdata BW hingga saat ini masih digunakan dalam praktek hukum
perdata di Indonesia hal ini dikarenakan memang belum ada perubahan untuk mengganti
Hukum Perdata tersebut, hal dasar inipun tertuang pada pasal 2 aturan peralihan UUD
1945 yang berbunyi “Semua lembaga negara yang ada masih tetap berfungsi sepanjang
untuk melaksanakan ketentuan Undang-Undang Dasar dan belum diadakan perubahan
menurut Undang-Undang Dasar ini” hal tersebut mengindikasikan setiap peraturan yang
belum ada penggantinya maka akan dipakai terus, hal ini bertujuan untuk mengisi
kekosongan hukum dalam bidang hukum keperdataan atau biasa disebut dengan
rechtvacuum, Tokoh Mertokusumo juga mengatakan bahwa selama hal ini tidak
bertentangan dengan UUD 1945, Pancasila, dan peraturan Perundang-undangan yang lain
maka tidak masalah.18
Setelah Belanda menyerah kepada Jepang kekuasaan Indonesia berpindah ke
tangan kekuasaan jepang, dan seiring berjalannya waktu pada tanggal 7 Maret 1942
jepang mengatakan bahwa hukum perdata yang sebelumnya tetap dipergunakan ketetapan
ini dikeluarkan pada tanggal 7 maret 1942 yakni UU No 1 Tahun 1942 yang dalam hal ini
berada pada pasal 3 menentukan : semua badan-badan pemerintah yang dulu, tetap
diakui sah buat sementara waktu asal tidak bertentangan dengan pemerintahan
Balatentara Jepang. Setelah sampai kemerdekaan pun berdasarkan ketentuan Pasal II
Aturan Peralihan UUD 1945, semua hukum dan perundang undangan yang dibuat pada
masa hindia belanda dinyatakan masih tetap berlaku.19
16
Salim HS, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), 13.
17
Salim HS, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), 14.
18
Salim HS, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW) (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), 12-13.
19
Rachmadi Usman, Aspek-aspek hukum perorangan & kekeluargaan di Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika, 2006),
31-33
Pertemuan Ketiga

A. Subjek Hukum : Orang


Orang jika dilihat sebagai subjek hukum diberikan hak sebagai orang yang
merdeka dalam hal yang berhubungan dengan pengambilan keputusan sendiri serta
mampu bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya sendiri tersebut. Ketika ada orang
yang mempunyai status sebagai budak maka bisa disamakan budak tersebut dengan
barang karena tidak mempunyai kebebasan atas dirinya sendiri dan bukan termasuk
subjek hukum. Walaupun dimata hukum semua orang dinilai sama keciuali budak yang
disebutkan tadi, akan tetapi jika dilihat dari segi sosial maka hal ini berbeda lagi karena
memang setiap pandangan orang akan selalu mebeda-bedakan antara satu dengan yang
lain, dan memang hak kebebasan orang itu terbatasi dengan hak dari orang lain.20
Tidak semua orang bisa dinilai mempunyai Kecakapan bertindak dalam Hukum,
dan orang sebagai subjek hukum yang dinilai tidak cakap dalam hukum disebutkan dalam
undang-undang sebagai berikut :21
1. Orang-orang yang belum mencapai dewasa atau bisa dibilang belum cukup
umur (kurang dari 18 tahun) dibawah pasal 330 KUH Perdata atau tidak lebih
dulu melangsungkan perkawinan.
2. Orang-orang yang di bawah pengampunan, orang-orang dewasa yang
mengalami mudah lupa ingatan, orang sakit jiwa, mata gelap, serta pemboros,
hal tersebut berada pada Pasal 1130 KUH perdata juncto Pasal 433 KUH
Perdata.
3. Semua orang yang kepada siapa UU telah melarang melakukan perbuatan
hukum tertentu, seperti putusan pernyataan pailit mengubah status hukum
seseorang menjadi tidak cakap dalam Hukum Perdata (Pasal 1330 KUH
Perdata juncto UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang).
Pendewasaan diatur dalam KUH Perdata pada Lembaga handlichting yang
merupakan sebuah tindakan dari hukum yang menjadikan seseorang belum dewasa
(minderjarigheid) menjadi boleh dinyatakan telah dewasa atau diberikan hak kedewasaan
dalam hak tertentu, sumber pendewasaan ini diatur dalam KUH Perdata pada buku kesatu
judul ke enam belas dari pasal 419 sampai 432. Dan sedangkan untuk pengampunan atau
Curatele adalah keadaan seseorang dimana menjadikannya dianggap tidak cakapp dalam
bertitndak di dalam Hukum. Hal ini diatur dalam KUH Perdata buku kesatu judul ke
tujuh belas dari pasal 433 hingga 462 didalam tersebut terdapat seseorang yang sudah
dewasa namun harus di bawah pengampunan yakni: 22

20
Djoko Imbawani Atmadjadja, Hukum Perdata (Malang: Setara Press, 2016), 6.
21
Rachmadi Usman, Aspek-aspek hukum perorangan & kekeluargaan di Indonesia, 84.

22
Rachmadi Usman, Aspek-aspek hukum perorangan & kekeluargaan di Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika, 2006),
87.
1. Dalam keadaan dungu (onnozelheid).
2. Keadaan sakit jiwa ataupun kurang ingatan.
3. Seseorang yang terkadang cakap dalam menggunakan pikirannya;
4. Karena keborosannya.

B. Subjek Hukum : Badan Hukum


Pengertian dari badan Hukum itu sendiri jika dilihat dari bahasa belanda berarti
Rechtpersoon, yang merupakan suatu badan yang bisa mempunyai harta kekayaan, hak
serta kewajiban seperti orang biasa hal ini disampaikan oleh jendral purnawirawan:
Soemitro. Tokoh Sri Soedewi Masjchoen mmberi pengertian tentang Hukum perdata
yakni Kumpulan orang-orang yang bersama-sama bertujuan untuk mendirikan suatu
badan, yakni (1) berwujud himpunan, dan (2) harta kekayaan yang dimiliki sendiri guna
tujuan tertentu, dan hal tersebut dikenal dengan yayasan.23
Dalam mendirikan badan hukum itu sendiri diharuskan memenuhi beberapa
persyaratan agar dapat diakui benar sebagai badan hukum yang resmi dikarenakan
adanya persyaratan materiil seperti Harta kekayaan yang terpisah, ada tujuan tertentu
dalam pembuatan tertentu, adanya kepentingan tersendiri yang dimiliki oleh badan
hukum, dan yang terakhir jalannya organisasi yang teratur.
Teori badan hukum, dalam pengakuan badan hukum subjek hukum antara lain
adalah :24
1. Teori Fictie, Teori ini dikemukakan oleh Friedrich Carl von Savigny yang
menyatakan bahwa badan hukum hanya buatan pemerintah atau negara saja,
tidak ada badan hukum yang sebenarnya semua itu hanya fiksi karena apa
yang didalam badan hukum adalah orang-orang yang kemudian bermain
sebagai bayangan dibelakang sebuah badan hukum tersebut.
2. Teori Orgaan, Otto von Gierke mengatakan bahwa Badan Hukum bukanlah
hal yang fiksi, bukan hal abstrak, kan tetapi badan hukum benar-benar ada.
Badan hukum merupakan organisme yang nyata, tujuan dari badan hukum itu
sendiri adalah menjadi kolektivitas dan lepas dari sebuah individu.
3. Teori Propirte, dikembangkan oleh Marcel Planiol dan Molengraaff, teori ini
mengatakan bahwa badan hukum adalah kumpulan manusia, kepentingan
badan hukum merupakan kepentingan dari anggota bersama dan semua hak
dan kewajiban yang dimiliki oleh sebuah dbadan hukum adalah hak dan
kewajiban seluruh anggota, seluruh anggota badan hukum membentuk satu
kesatuan yang menghasilkan badan hukum itu sendiri.
4. Teori Zweckvermorgen, teori ini dikemukakan oleh A Brinz dan didukung oleh
van der heijden, mengatakan bahwa yang hanya menjadi subjek hukum adalah
manusia, dan badan hukum bukanlah sebuah subjek hukum, dlam teori ini
yang terpenting adalah kekayaan hak dalam badan hukum digunakan atau
ditunjukkan kepada tujuan tertentu.
23
Salim HS, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW) (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), 25.
24
Rachmadi Usman, Aspek-aspek hukum perorangan & kekeluargaan di Indonesia, 95-97
5. Teori juridische Realiteis, Meijers mengemukakan dalam teori ini bahwa
badan hukum adalah suatu realitas, konkret, dan riil, teori ini juga disebut
dengan teori kenyataan yang sederhana (eenoudige reliteit)
6. Teori Ambtelijk Vermogen, dipelopori oleh Holder dan Binder di Belanda,
dalam teori ini dikatakan bahwa tidak mungkinmempunyai hak jika tidak
dapat melakukan hak tersebut.
7. Teori Leon Duguit, dalam teori ini dikatakan bahwa tidak adanya persoon-
persoon lainnya dari manusia individu, tidak mengakui adanya hak hukum
yang diberikan kepada subjek hukum, manusia dianggap hanyalah subjek
hukum dan tanpa mendukung hak.
Pembagian badan Hukum disebutkan pada KUH Perdata Pasal 1653 yang
berbunyi : “Selainnya perseroan yang sejati oleh undang-undang diakui juga
perhimpunan orang sebagai perkumpulan baik perkumpulan itu diakui (erkend) dan
diadakan sebagai demikian oleh penguasa langsung (op openbaar gezag ingesteld),
ataupun yang sudah diperbolehkan (geoorfold toegelaten) atau didirikan oleh suatu tujuan
yang tidak bertentangan dengan undang-undang maupun kesusilaan”, jika dilihat dari
jenis badan hukum dibedakan menjadi :25
1. Badan hukum publik, hal ini layaknya kementrian agama, lembaga-lembaga
negara lainnya, perusahaan milik suatu daerah, lembaga pemerintahan non-
departemen.
2. Badan Hukum Privat, seperti perseroan terbatas, koperasi, yayasan dan lain
sebagainya.
Sedangkan jika dilihat berdasarkan sifatnya Badan hukum dibagi menjadi dua
yakni :
1. Korporasi (corporatie), kumplan dari orang-orang yang mempunyai hak
berbeda beda untuk mencapai tujuan bersama ; membuat kebijakan badan
hukum atas persetujuan bersama-sama.
2. Yayasan (stichting), badan hukum yang tidak memiliki anggota selain
pengurus, didalam hal ini hanya kumpulan dari harta kekayaan yang terpisah
yang kemudian nantinya akan digunakan sebagai tujuan tertentu yang bersifat
sosial.
Selain berdasarkan jenis badan hukum dan sifat, badan hukum dibagi lagi
berdasar tujuan keperdataan yang ingin dicapai, yakni:
1. Badan hukum yang ingin mendapatkan laba, badan hukum ini terdiri dari
perusahaan negara.
2. Badan Hukum yang ingin menyejahterakan para anggota; koperasi dan
sebagainya.
3. Badan hukum yang bersifat sosial, pendidikan, ilmu kebudayaan, dan
keagamaan.

25
Rachmadi Usman, Aspek-aspek hukum perorangan & kekeluargaan di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006
98-100.
Daftar Pustaka

Atmadjadja, Djoko Imbawani Hukum Perdata. Malang: Setara Press, 2016.


HS, Salim. Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW). Jakarta: Sinar Grafika, 2011.
Kansil. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1989.
Simanjuntak, P.N.H. Pokok-Pokok Hukum Perdata Indonesia. Jakarta, Djambatan, 1999.
Subekti. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta: Intermasa, 2010.
Usman, Rachmadi. Aspek-aspek hukum perorangan & kekeluargaan di Indonesia.
Jakarta: Sinar Grafika, 2006.

Anda mungkin juga menyukai