Anda di halaman 1dari 40

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Auditing
2.1.1 Pengertian Auditing
Menurut Arens et al (2012:24) definisi auditing adalah sebagai berikut:
“Auditing is the accumulation and evaluation of evidence about information
to determine and report on the degree of correspondence between the
information and extablishedcriteria. Auditing should be done by a competent,
independent person”.
Maksud dari kutipan diatas, audit didefinisikan sebagai suatu proses
pengumpulan dan evaluasi bukti tentang informasi untuk menentukan dan
melaporkan derajat kesesuaian antara informasi dan kriteria yang telah ditetapkan.
Audit harus dilakukan oleh orang yang independen.
Definisi menurut Agoes (2012:4) adalah:
“Suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis, oleh pihak
yang independen, terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh
manajemen, beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti
pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenai
kewajaran laporan keuangan tersebut”.
Audit harus dilakukan oleh orang yang independen dan
berpengalaman.Auditor harus memiliki kualifikasi untuk memahami kriteria yang
digunakan dan setidaknya harus berpengalaman untuk dapat mengevaluasi bukti serta
menyampaikan hasilnya dengan baik. Auditor juga harus memiliki sikap mental
indpenden yang berarti sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan
oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang lain (Mulyadi, 2010).
Auditing adalah pengumpulan dan pengevaluasian bukti tentang informasi
untuk menentukan dan melaporkan tingkat kesesuaian antara informasi itu dan
kriteria yang telah ditetapkan.Auditing harus dilakukan oleh orang yang kompeten
dan indpenden.(Islahuzzaman, 2012:47).

7
8

Pengertian auditing menurut Tuanakotta (2011:52) adalah:


“Auditing is analytical, not contructive, it is critical, investigative, concerned
with the basis for accounting measurements and assertions”.
Dalam pengertian auditing yang bersifat analitikal, tidak bersifat menyusun
atau membangun. Auditing lebih bersifat kritikal (mempertanyakan) akan
keberadaan, ketepatan, kelengkapan, kebenaran, menilai atau mengalokasi, presentasi
dan penyimpangan pada objek yang diaudit, investigatif (menyelidiki), berurusan
dengan dasar-dasar pengukuran dan asersi accounting. Definisi auditing secara umum
memiliki unsur-unsur penting yang diuraikan sebagai berikut:
a. Suatu proses sistematik
Merupakan suatu proses sistematik, yaitu berupa rangkaian langkah atau
prosedur yang logis, berkerangka, dan teroganisir.
b. Untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif
Proses sistematik tersebut ditunjukan untuk memperoleh bukti yang
mendasari pernyataan yang diuat oleh individu atau badan usaha, serta
untuk mengvaluasi tanpa memihak atau berprasangka terhadap bukti-bukti
tersebut.
c. Pernyataan mengenai kegiatan dan kejadian ekonomi
Yang dimaksud dengan pernyataan mengenai kegiatan dan kejadian
ekonomi disini adalah hasil proses akuntansi. Akuntansi merupakan proses
pengidentifikasian, pengukuran, dan penyampaian informasi ekonomi
yang dinyatakan dalam satuan uang. Proses akuntansi inilah yang
menghasilkan suatu pernyataan yang disajikan dalam laporan keuangan.
d. Menetapkan tingkat kesesuaian
Pengumpulan bukti mengenai persyaratan dan evaluasi terhadap hasil
pengumpulan bukti tersebut dimaksudkan untuk menetapkan kesesuaian
pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan.Tingkat
kesesuaian antara pernyataan dengan kriteria tersebut kemungkinan dapat
dikuantifikasikan, kemungkinan pula bersifat kualitatif.
e. Kriteria yang telah ditetapkan
Kriteria atau standar yang dipakai sebagai dasar untuk menilai pernyataan
(yang berupa hasil proses akuntansi) dapat berupa:
1. Peraturan yang ditetapkan oleh suatu badan legislatif.
2. Anggaran atau ukuran prestasi lain yang ditetapkan oleh manajemen.
3. Prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia (generally accepted
accounting priciples).
f. Penyampaian hasil
Penyampaian hasil auditing sering disebut dengan atestasi
(attestation).Penyampaian hasil dilakukan secara tertulis dalam bentuk
laporan audit (audit report).Atestasi dalam bentuk laporan tertulis ini
dapat menaikan atau menurunkan tingkat kepercayaan pemakai informasi
keuangan atas asersi yang dibuat oleh pihak yang diaudit.
g. Pemakai yang berkepentingan
Dalam dunia bisnis, pemakai yang berkepentingan terhadap laporan audit
adalah para pemakai informasi keuangan seperti: pemegang saham,
manajemen, kreditur, calon investor dan kreditur, organisasi buruh, dan
kantor pelayanan pajak.
2.1.2 Jenis-jenis Auditor
Menurut Islahuzzaman (2012), auditor (pemeriksa), yaitu orang yang
melakukan pemeriksaan terhadap kliennya. Pemeriksaan ini dilakukan dengan surat
penugasan/perikatan/perjanjian/pemeriksaan dalam audit, pihak yang melakukan atau
memberikan jasa audit adalah auditor dari Kantor Akuntan Publik (KAP).
a. Auditor Independen atau Akuntan Publik Bersertifikat (Independent
Auditor atau BAP-CPA)
Akuntan publik bersertifikat berkerja di Kantor Akuntan Publik (KAP)
melaksanakan audit bagi entitas keuangan baik yang bersifat komersial
maupun non komersial. Akuntan publik yang melaksanakan penugasan
10

audit atas laporan keuangan historis atau laporan keuangan prospektif dan
menyediakan jasa audit dan jasa lainnya atas dasar standar auditing yang
tercantum dalam Standar Professional Akuntan Publik (SPAP).
b. Auditor Intern (Internal Auditor)
Auditor yang dipekerjakan oleh satu perusahaan untuk mengaudit bagi
kepentingan direksi dan/atau komisaris.
c. Auditor Pemerintah
Auditor yang bekerja bagi pemerintah, bisa yang bekerja di BEPEKA,
BPKP, atau Inspektorat Jendral.
2.1.3 Jenis Opini Auditor
Di dalam penyajian laporan keuangan, salah satu hal terpenting yang
mempengaruhi kualitas dari laporan keuangan adalah pernyataan atau pendapat
auditor mengenai simpulan dari sisi laporan keuangan tersebut dimana pendapat
tersebut menggambarkan keadaan dan hasil-hasil yang diperoleh selama pelaksanaan
audit berlangsung. Pernyataan atau pendapat auditor atas pelaksanaan dan hasil audit
tertuang pada paragraf ketiga di dalam laporan audit yang diterbitkan oleh auditor
yang bersangkutan. Opini auditor merupakan pendapat yang diberikan oleh auditor
tentang kewajaran penyajian laporan keuangan lembaga/perusahaan tempat auditor
melakukan audit (Sukrisno Aguoes, 2012:74).
Menurut Mulyadi (2010) ada lima tipe pokok laporan audit yang diterbitkan
oleh auditor:
a. Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified Opinion)
Pendapat wajar tanpa pengecualian diberikan oleh auditor jika teradi
pembatasan dalam lingkup audit dan tidak terdapat pengecualian yang
signifikan mengenai kewajaran dan penerapan prinsip akuntansi berterima
umum dalam penyusunan laporan keuangan, konsistensi penerapan prinsip
akuntansi berterima umum tersebut, serta pengungkapan memadai dalam
laporan keuangan. Laporan audit yang berisi pendapat wajar tanpa
pengecualian adalah laporan yang paling dibutuhkan oleh semua pihak,
baik oleh klien, pemakai informasi keuangan, maupun oleh auditor.
b. Laporan Yang Berisi Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian dengan
Bahasa Penjelasan (Unqualified Opinion Report With Explanatory
Language)
Jika terdapat hal-hal yang memerlukan bahasa penjelasan, namun laporan
keuangan tetap menyajikan secara wajar posisi keuangan dan hasil usaha
perusahaan klien, auditor dapat menerbitkan laporan audit baku ditambah
dengan bahasa penjelasan.
c. Pendapat wajar dengan pengecualian (qualified opinion)
Jika auditor menjumpai kondisi-kondisi berikut ini, maka ia memberikan
pendapat wajar dengan pengecualian dalam laporan audit.
1. Lingkup audit dibatasi oleh klien
2. Auditor tidak dapat melaksanakan prosedur audit penting atau tidak
dapat memperoleh informasi penting karena kondisi-kondisi yang
berada diluar kekuasaan klien maupun auditor.
3. Laporan keuangan tidak disusun sesuai dengan prinsip akuntansi
berterima umum.
4. Prinsip akuntansi berterima umum yang digunakan dalam penyusunan
laporan keuangan tidak diterapkan secara konsisten.
d. Pendapat tidak wajar (adverse opinion)
Pendapat tidak wajar merupakan kebalikan pendapat wajar tanpa
pengecualian.Akuntan memberikan pendapat tidak wajar jika laporan
keuangan klien tidak disusun berdasarkan prinsip akuntansi berterima
umum sehingga tidak menyajikan secara wajar posisi keuangan, hasil
usaha, perubahan ekuitas, dan arus kas perusahaan klien. Auditor
memberikan pendapat tidak wajar jika ia tidak dibatasi lingkup auditnya,
sehingga ia dapat mengumpulkan bukti kompeten yang cukup untuk
mendukung pendapatnya. Jika laporan keuangan diberi pendapat tidak
wajar oleh auditor, maka informasi yang disajikan oleh klien dalam lapran
keuangan sama sekali tidak dapat dipercaya, sehingga tidak dapat dipakai
oleh pemakai informasi keuangan untuk pengambilan keputusan.
e. Peryataan tidak memberikan pendapat (disclaimer of opinion)
Jika auditor tidak menyatakan pendapat atas laporan keuangan auditan,
maka laporan audit ini disebut dengan laporan tanpa pendapat (no opinion
report). Kondisi yang menyebabkan auditor menyatakan tidak
memberikan pendapat adalah:
1. Pembatasan yang luar biasa sifatnya terhadap lingkup audit.
2. Auditor tidak independen dalam hubungannya dengan kliennya.

2.1.4 erumusan Opini Audit

Berikut adalah kutipan ISA 700 yang relevan dengan perumusan opini audit,
yaitu:
Tabel 2.1
ISA 700 – Perumusan Opini Auditor
ISA Pokok Bahasan Penjelasan
Auditor wajib merumuskan opini mengenai apakah laporan
Sesuai Kerangka
700.10 keuangan dibuat, dalam segala hal yang material, sesuai
Pelaporan
dengan kerangka pelaporan keuangan yang berlaku umum.
Untuk merumuskan opini, auditor wajib menyimpulkan
mengenai apakah auditor telah memperoleh asurans yang
memadai/wajar tentang apakah laporan keuangan secara
keseluruhan bebas dari salah saji material, apakah karena
Kesimpulan kecurangan atau kesalahan. Kesimpulan ini akan
Untuk memperhitungkan:
700.11 a) Kesimpulan auditor, sesuai ISA 330, apakah bukti audit
Merumuskan
Opini yang cukup dan tepat telah diperoleh
b) Kesimpulan auditor, sesuai ISA 450, apakah salah saji
yang belum dikoreksi, secara terpisah atau tergabung,
adalah material.
c) Evaluasi atas laporan keuangan.
Auditor wajib mengevaluasi apakah laporan keuangan
dibuat, dalam segala hal yang material, sesuai dengan
Evaluasi Atas ketentuan/persyaratan kerangka pelaporan keuangan yang
700.12 Laporan berlaku. Evaluasi ini harus meliputi pertimbangan mengenai
Keuangan aspek kualitatif dari praktik akuntansi entitas itu, termasuk
indikator mengenai kemungkinan bias dalam pandangan dan
pemikiran manajemen.
Secara khusus, auditor wajib mengevaluasi apakah, dengan
mempertimbangkan persyaratan dalam kerangka pelaporan
keuangan yang berlaku:
a) Laporan keuangan cukup mengungkapkan kebijakan
akuntansi yang signifikan yang dipilih dan diterapkan.
b) Kebijakan akuntansi yang dipilih dan yang diterapkan
Pertimbangan konsisten dengan kerangka pelaporan keuangan yang
Persyaratan berlaku dan memang tepat.
700.13 Dalam Kerangka c) Estimasi akuntansi yang dibuat manajemen adalah wajar.
Pelaporan d) Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan adalah
Keuangan relevan, andal, dapat dibandingkan, dan dapat dipahami.
e) Laporan keuangan memberikan cukup disclosures yang
memungkinkan pemakai memahami dampak transaksi
dan peristiwa yang material terhadap informasi yang
disampaikan dalam laporan keuangan.\
f) Terminologi dalam laporan keuangan, termasuk judul
setiap laporan keuangan, sudah tepat.
Ketika laporan keuangan dibuat sesuai dengan kerangka
penyajian yang wajar (fair presentation framework), evaluasi
yang diwajibkan pada alinea 12-13 juga termasuk apakah
laporan keuangan memenuhi syarat penyajian yang wajar.
Apakah Laporan Evaluasi auditor mengenai apakah laporan keuangan
Keuangan memenuhi syarat penyajian yang wajar akan meliputi
700.14 Memenuhi Syarat pertimbangan mengenai:
Penyajian Yang a) Presentasi, struktur, dan isi secara keseluruhan dari
Wajar? laporan keuangan.
b) Apakah laporan keuangan, termasuk catatan atas laporan
keuangan mencerminkan transaksi dan peristiwa yang
mendasarinya, dengan cara yang mencapai penyajian
yang wajar.
Merujuk Auditor wajib mnegevaluasi apakah laporan keuangan
Kerangka merujuk atau menjelaskan dengan cukup, kerangka
700.15
Pelaporan Yang pelaporan keuangan yang berlaku.
Berlaku?
Auditor wajib memberikan opini yang tidak dimodifikasi
(WTP) ketika auditor menyimpulkan bahwa laporan
700.16 WTP
keuangan dibuat, dalam segala hal yang material, sesuai
dengan kerangka pelaporan keuangan yang berlaku.
Jika auditor:
a) Menyimpulkan, berdasarkan bukti audit yang diperoleh,
laporan keuangan secara keseluruhan tidak bebas dari
salah saji yang material; atau
b) Tidak dapat memperoleh bukti audit yang cukup dan
700.17 Bukan WTP
tepat untuk menyimpulkan bahwa laporan keuangan
secara keseluruhan bebas dari salah saji yang material;
c) Auditor wajib memodifikasi opini (artinya memberikan
opini yang bukan WTP) dalam laporan auditor sesuai
dengan ISA 705.
Jika laporan keuanga dibuat sesuai dengan kerangka
penyajian yang wajar, tidak mencapai penyajian yang wajar,
Perlu Modifikasi auditor wajib membahas hal ini dengan manajemen dan,
700.18 Opini Sesuai ISA tergantung pada persyaratan kerangka pelaporan keuangan
705 yang berlaku dan bagaimana masalah itu diselesaikan,
auditor wajib menentukan apakah perlu memodifikasi opini
dalam laporan auditor sesuai ISA 705.
Ketika laporan keuangan dibuat sesuai dengan kerangka
kepatuhan (compliance framework), auditor tidak harus
mengevaluasi apakah laporan keuangan mencapai penyajian
Laporan
yang wajar. Namun, jika dalam situasi yang sangat jarang,
700.19 Keuangan
auditor wajib membahas hal ini dengan manajemen dan,
Menyesatkan
tergantung pada bagaimana masalah itu diselesaikan, auditor
wajib menentukan apakah dan bagaimana
mengkomunikasikannya dalam laporan auditor.

2.1.5 Standar Auditing


Standar auditing menurut Arens et al. (2010) yaitu:
“auditing standards are general guidelines to aid auditors in fulfilling their
professional responsibilities in the audit of historical financial statements”.
Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa standar auditing merupakan
pedoman umum untuk membantu auditor memenuhi tanggung jawab profesionalnya
dalam audit atas laporan keuangan historis.Standar ini mencakup pertimbangan
mengenai kualitas professional seperti kompetensi dan independensi, persyaratan
pelaporan, dan bukti (Arens et al. 2012).
Standar auditing berkaitan dengan kriteria atau ukuran kinerja auditor
independen dan pertimbangan yang digunakan dalam pelaksanaan audit dan
penyusunan laporan audit. Menurut Arens et al (2012) standar auditing yang berlaku
umum dibagi menjadi tiga kategori, yaitu:
a. Standar Umum
1. Audit harus dilakukan oleh orang yang sudah mengikuti pelatihan dan
memiliki kecakapan teknis yang memadai sebagai seorang auditor.
2. Auditor harus mempertahankan sikap dan mental yang independen
dalam semua hal yang berhubungan dengan audit
3. Auditor harus menerapkan kemahiran professional dalam
melaksanakan audit dan menyusun lapran.
b. Standar Pekerjaan Lapangan
1. Auditor harus merencanakan pekerjaan secara memadai dan
mengawasi semua asisten sebagaimana mestinya.
2. Auditor harus memperoleh pemahaman yang cukup mengenai entitas
serta lingkungannya. Termasuk pengendalian internal, untuk menilai
risiko salah saji yang material dalam laporan keuangan karena
kesalahan atau kecurangan, dan untuk merancang sifat, waktu, serta
luas prosedur audit selanjutnya.
3. Auditor hanya memperoleh cukup bukti audit yang tepat dengan
melakukan prosedur audit agar memiliki dasar yang layak untuk
memberikan pendapat menyangkut laporan keuangan yang di audit.
c. Standar Pelaporan
1. Auditor harus menyatakan dalam laporan auditor apakah laporan
keuangan telah disajikan sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang
berlaku umum.
2. Auditor harus mengidentifikasi dalam laporan auditor mengenai
keadaan dimana prinsip-prinsip tersebut tidak secara konsisten diikuti
selama periode berjalan jika dikaitkan dengan periode sebelumnya.
3. Jika auditor menetapkan bahwa pengungkapan yang informative
belum memadai, auditor harus menyatakannya dalam laporan auditor.
4. Auditor harus menyatakan pendapat mengenai laporan keuangan
secara keseluruhan, atau menyatakan bahwa suatu pendapat tidak bias
diberikan, dalam laporan auditor. Jika tidak dapat menyatakan satu
pendapat secara keseluruhan, audit harus menyatakan alasan-alasan
yang mendasarinya dalam laporan auditor. Dalam semua kasus, jika
nama seorang dikaitkan dengan laporan keuangan, auditor itu harus
jelas menunjukan sifat pekerjaan auditor, jika ada, serta tingkat
tanggung jawab yang dipikul auditor, dalam laporan auditor.

Karena Indonesia telah melakukan konvergensi terhadap IFRS (International


Financial Reporting Standard) yang telah diterbitkan dengan nama SAK Juni
2013,dan dengan adanya penerbitan ISA (International Standard on Audit) tahun
2013 di Indonesia, maka auditor harus mengikuti Standar audit menurut ISA sebagai
berikut:
Tabel 2.2 International

Standards on Auditing

ISA/IS
QC 1
ISQC 1 Kontrol mutu untuk perusahaan yang melakukan audit dan review atas
laporan keuangan dan jaminan lainnya dan jasa terkait.
200 Tujuan keseluruhan auditor independen dan pelaksanaan suatu audit
berdasarkan standar audit
210 Persetujuan syarat-syarat perikatan audit
220 Pengendalian mutu untuk audit atas laporan keuangan
230 Dokumen audit
240 Tanggung jawab auditor terkait dengan kecurangan dalam suatu audit atas
laporan keuangan
250 Pertimbangan atas peraturan perundang-undangan dalam audit laporan
keuangan
260 Komunikasi dengan pihak yang bertangungjawab atas tata kelola
265 Pengomunikasian defisiensi dalam pengendalian internal kepada pihak
yang bertanggungjawab atas tata kelola dan manajemen
300 Perencanaan suatu audit atas laporan keuangan
315 Pengidentifikasian dan penilaian risiko salah saji material melalui
pemahaman atas entitas dan lingkungannya
320 Materialitas dalam tahap perencanaan dan pelaksanaan audit
330 Respons auditor terhadap risiko yang dinilai
402 Pertimbangan audit terkait dengan entitas yang menggunakan suatu
organisasi jasa
450 Pengevaluasian atas kesalahan penyajian yang diidentifikasi selama audit
500 Bukti audit
501 Bukti audit – pertimbangan spesifik atas unsur pilihan
505 Konfirmasi eksternal
510 Perikatan audit tahun pertama – saldo awal
520 Prosedur analitis
530 Sampling audit
540 Audit atas estimasi akuntansi, termasuk estimasi akuntansi nilai wajar dan
pengungkapan yang bersangkutan
550 Pihak relasi
560 Peristiwa kemudian
570 Kelangsungan usaha
580 Representasi tertulis
600 Pertimbangan khusus – audit atas laporan keuangan grup (termasuk
pekerjaan auditor komponen)
610 Penggunaan pekerjaan auditor eksternal
620 Penggunaan pekerjaan seorang pakar auditor
700 Perumusan suatu opini dan pelaporan atas laporan keuangan
705 Modifikasi terhadap opini dalam laporan auditor independen
710 Informas kompratif – dalam laporan keuangan kompratif
720 Tanggung jawab auditor atas informasi lain dalam laporan auditor
independen
800 Pertimbangan khusus – audit atas laporan keuangan yang disusun sesuai
dengan kerangka bertujuan khusus
805 Pertimbangan khusus – audit atas laporan keuangan tunggal dan unsur,
akun, atau pos spesifik dalam suatu laporan keuangan
810 Perikatan untuk melaporkan ikhtisar laporan keuangan
Standar-standar diatas dalam banyak hal saling berhubungan dan saling
tergantung satu sama lain. Keadaan yang berhubungan erat dengan penentuan
dipenuhi atau tidaknya suatu standar dapat berlaku juga untuk standar yang lain.
2.1.6 Prosedur Audit
International Standards on Auditing (ISA) dalam Tuanakotta (2013)
menyebutkan ada tiga tahap dalam prosedur audit, yaitu:
A. Tahap 1: Penilaian Risiko (Risk Assessment)
a) Memutuskan untuk menerima (jika ini merupakan penugasan atau
perikatan audit yang pertama), melanjutkan (jika ini merupakan
penugasan atau perikatan audit ulangan), atau menolak penugasan atau
perikatan audit.
b) Merencanakan audit: menentukan materialitas, melakukan pertemuan
dengan tim audit dalam rangka perencanaan, dan merumuskan strategi
audit yang menyeluruh.
c) Melaksanakan prosedur penilaian risiko, yang bertujuan untuk menilai
risiko salah saji (karena kecurangan dan / atau kesalahan) ditingkat
laporan keuangan dan tingkat asersi. Menentukan dan menilai risiko
bawaan, menentukan dan menilai risiko pengendalian, dan
mengkomunikasikan kelemahan dan kekurangan yang ditemukan
sebagai hasil pelaksanaan prosedur penilaian risiko.
d) Dokumentasi temuan dan segala perubahan atas rencana audit semula.
B. Tahap 2: Menanggapi Risiko (Risk Responses)
Tahap ini bertujuan untuk memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat
mengenai risiko yang dinilai (assessed risk). Hal ini dapat dicapai dengan
merancang dan mengimplementasi tanggapan yang tepat (appropriate
responses) terhadap risiko salah saji material uang dinilai, pada tingkat lapran
keuangan maupun tingkat asersi. Auditor dapat melakukannya dengan cara
sebagai berikut:
20

a) Menangani setiap risiko yang dinilai, secara bergantian sesuai dengan


sifatnya (misalnya : ketika perekonomian sedang menurun) dan
dengan merancang tanggapan audit yang tepat dalam bentuk prosedur
audit selanjutnya.
b) Menangani setiap risiko yang dinilai, sesuai dengan materialitas dari
area laporan keuangan atau disclosure yang terkena dampak risiko
tersebut. Auditor kemudian merancang tanggapan dalam bentuk
prosedur audit selanjutnya yang tepat.
c) Memulai dengan daftar prosedur audit baku untuk setiap area laporan
keuangan dan asersi yang material dan membuat penyesuaian
(menambah, memodifikasi, dan mengeliminasi prosedur) untuk
merancang tanggapan yang tepat terhadap risiko yang dinilai.
Prosedur audit selanjutnya: prosedur substansif dapat dilaksanakan
auditor untuk :
1. Mengumpulkan bukti tentang asersi yang menjadi dasar dan
merupakan bagian yang tidak terpisahkan (embedded) dalam saldo
akun danjenis transaksi.
2. Mendeteksi salah saji yang material.
Prosedur substansif meliputi pemilihan sampel (saldo akun atau
transaksi) yang representatif (artinya mewakili seluruh populasi) untuk :
1. Menghitung ulang (recalculate) angka-angka untuk memastikan
ketelitian (accuracy).
2. Meminta konfirmasi saldo (piutang, rekening bank, investasi, dan
lain-lain)
3. Memastikan transaksi dicatat dalam periode yang benar (cut-off
test atau uji pisah batas).
4. Membandingkan angka-angka antar periode atau dengan
harapan/ekspektasi (analytical procedures)
5. Menginspeksi dokumen pendukung (seperti invoices atau kontrak
penjualan)
6. Mengamati eksistensi fisik dari aset yang dicatat (misalnya
mengamati perhitungan persediaan) dan
7. Menelaah kecukupan penyisihan untuk penurunan nilai seperti
piutang ragu-ragu atau persediaan yang usang (obsolete inventory).
C. Tahap 3: Melaporkan (Reporting)

Tahap terakhir proses audit ini terdiri atas dua bagian utama, yakni
mengevaluasi bukti audit yang sudah dikumpulkan dan membuat laporan
auditor. Mengevaluasi Bukti Audit:

a) Selesaikan semua review yang harus dilakukan.


b) Perhatikan salah saji yang ditemukan.
c) Selesaikan semua masalah dengan manajemen.
d) Komunikasikan semua temuan audit dengan TCWG (Those Charged
With Governance, mereka yang bertanggungjawab atas pengawasan
secara umum dan menyeluruh dalam entitas tersebut).
Membuat laporan auditor:
e) Selesaikan semua dokumentasi audit.
f) Dokumentasikan keputusan-keputusan (audit) yang penting.
g) Rumuskan pendapat/opini.
h) Terbitkan laporan auditor.

2.2 Independensi
Independensi (independence), bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh
pihak lain, tidak bergantung pada pihak lain. Auditor yang independen adalah auditor
yang tidak dipengaruhi oleh berbagai kekuatan yang berasal dari luar diri auditor
dalam mempertimbangkan fakta yang yang dijumpainya dalam audit.Independensi
lebih banyak ditentukan oleh faktor di luar diri auditor. (Islahuzzaman 2012:179).
Menurut Standar Auditing Seksi 220.1 SPAP (2011) menyebutkan bahwa:
“auditor harus bersikap independence, artinya tidak mudah dipengaruhi,
karena ia melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum.”
Dengan demikian ia tidak dibenarkan memihak kepada kepentingan siapapun,
sebab bagaimanapun seumpamanya keahlian teknis yang ia miliki, ia akan kehilangan
sikap tidak memihak, yang justru sangat penting untuk mempertimbangkan
kebebasan pendapatnya.
Menurut Arens et al. (2012:111) independensi dalam auditing adalah:
“A member in public practice shall be independence in the performance a
professional service as require by standards promulgated by bodies
designated by a council.”
Independensi berarti sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak
dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang lain. Independensi juga
berarti adanya kejujuran dalam diri auditor dalam diri mempertimbangkan fakta dan
adanya pertimbangan yang objektif tidak memihak dalam merumuskan dan
menyatakan pendapatnya, maka audit yang dihasilkan akan sesuai dengan fakta tanpa
ada pengaruh dari luar.
International Standard on Auditing (ISA) (200, alinea 14) dalam Tuanakotta
(2013) mengatakan:
“auditor wajib mematuhi kewajiban etika yang relevan, termasuk yang
berkenaan dengan independensi, sehubungan dengan penugasan audit atas laporan
keuangan.”
Tuanakotta (2013) Code of ethics mengklarifikasi ketentuan, kewajiban, dan
persyaratan dan secara signifikan memperketat ketentuan mengenai independensi,
sebagai berikut:
1. Memperluas ketentuan mengenai independensi untuk audit listed entities
(perusahaan yang terdaftar di pasar modal) kesemua PIE (Public-Interest
Entities atau entitas dengan kepentingan umum).
2. Mengharuskan adanya “periode pembekuan” (cooling-off period) sebelum
“orang” tertendtu dalam KAP bergabung dengan public-interest audit
clients dalam posisi tertentu.
3. Memperluas kewajiban partner-rotation untuk semua key audit partners.

4. Memperketat ketentuan mengenai pemberian jasa non-asurans kepada

audit clients, seperti tax planning dan jasa konsultasi lain. Beberapa

larangan berlaku untuk kasus-kasus non-public interest entities audits

(audit untuk entitas dengan yang tidak ada kepentingan umum) untuk tax

planning dan jasa konsultasi lain, maupun bantuan dalam penyelesaian

masalah perpajakan (assistance in resolution of tax services).

5. Mewajibkan pre-or-post-issuance review jika total fees dari public-

interest clients audit melampaui 15% total fees dari KAP tersebut untuk

dua tahun berturut-turut.

6. Melarang keyaudit partners dievaluasi kinerjanya terhadap (atau


menerima imbalan untuk) menjual saham non-asurans kepada audit
clients.
2.2.1 Klarifikasi Independensi
Arens et al (2012:134) mengklarifikasikan independensi dalam dua aspek,
yaitu:
1. Independence in fact (Independensi dalam fakta)
Artinya auditor harus mempunyai kejujuran yang tinggi dan keterkaitan
yang erat dengan objektifitas.Independensi dalam fakta aka nada apabila
kenyataanya auditor mampu mempertahankan sikap yang tidak memihak
sepanjang pelaksanaan auditnya.
2. Independence in appearance (Independensi dalam penampilan)
Artinya pandangan pihak lain terhadap diri auditor sehubungan dengan
pelaksanaan audit. Meskipun auditor telah menjalankan auditnya dengan
baik secara independen dan objektif, pendapat yang dinyatakan melalui
laporan audit tidak akan dipercaya oleh para pemakai jasa auditor
independen bila ia tidak mampu mempertahankan independensi dalam
penampilan sangat penting bagi perkembangan profesi auditor.

IFAC (2013) dalam Tuanakotta (2013) menggunakan istilah independensi


yang didefinisikan dalam IESBA (International Ethics Standards Board
ForAccountant) Code Of Ethics For Profesional Accountant sebagai berukut:
1. Independensi dalam pikiran (Independence of mind).
Independensi dalam pikiran adalah hal-hal yang ada didalam pikiran
(the state of mind) auditor yang memungkinnya memberikan pendapat
(opinion) tanpa dipengaruhi hal-hal yang mengompromikan
(compromise) kearifan profesioan atau profesional judgement, dan
dengan demikian orang dapat bertindak dengan integrits penuh,
tidakberpihak, dan melaksankan skeptisme profeisonal (profesional
scepticism)
2. Independensi dalam penampilan (Indpendence in appearance).
Independence dalam penampolan adalah penghindaran fakta dan
kondisi yang sedemikian signifikan sehingga pihak ketiga yang paham
dan berfikir rasional dengan memiliki pengetahuan akan semua
informasi yang relevan, ternasuk pencegahan yang diterapkan akan
tetap dapat menarik kesimpulan bahwa skeptisme
profesional,objektivitas, dan integritas anggota firma, atau tim
penjamin (assurance team) telah dikompromikan. Prinsip-prinsip
fundamental etika tidak dapat dinegosiasikan atau dikompromikan bila
seorang akuntan ingin menjaga citra profesinya yang luhur.
2.2.2 Ancaman terhadap independensi
IFAC dalam Tuanakota (2013), menjelaskan tentang ancaman terhadap
independensi dapat terbentuk dari hal berikut:

a. Kepentingan Diri (Self-Interest)


Kepentingan diri (self-interest) adalah wujud sifat yang lebih
mengutamakan pribadi atau keluarga dibandingkan dengan kepentingan
publik yang lebih luas. Contoh langsung kepentingan diri untuk akuntan
publik,antara lain:
1. Kepentingan keuangan dalam perusahaan klien, atau kepentingan
keuangan bersama pada suatu perusahaan klien.
2. Kekhawatiran berlebihdan bila kehilangan suatu klien.
b. Review Diri (Self-Review)
Contoh ancaman review diri untuk akuntan publik antara lain:
1. Temuan kesalahan material saat dilakukan evaluasi ulang.
2. Pelaporan operasi sistem keuangan setelah terlibat dalam perancangan
dan impelementasi sistem tersebut.
c. Advokasi (Advocacy)
Ancaman advokasi dapat timbuk bila akuntan profesional mendukung
suatu posisi atau pendapat sampai titik dimana objektivitas dapat
dikompromikan. Contoh langsung ancaman untuk akuntan publik antara
lain:
1. Mempromosikan saham perusahaan publik dari klien, dimana
perusahaan tersebur merupakan klien audit.
2. Bertindak sebagai pengacara (penasihat hukum) untuk klien
penjaminan dalam suatu litigasi atau perkara perselisihan dengan
pihak ketiga.
d. Kekerabatan (Familiarity)
Ancaman kekerabatan (familiarity) timbul dari kedekatan hubungan
sehingga akuntan profesional menjadi terlalu bersimpati terhadap
kepentingan orang lain yang mempunyai hubungan dekat dengan akuntan
tersebut. Contoh langsung ancaman kekerabatan untuk akuntan publik,
antara lain:
1. Anggota tim mempunyai hubungan keluarga dekat dengan seorang
direktur atau pejabat perusahaan klien.
2. Anggota tim mempunyai hubungan dekat dengan seorang karyawan
klien yang memiliki jabatan yang berpengaruh langsung dan signifikan
terhadap pokok dari penugasan.
e. Intimidasi (Intimidation)
Ancaman intimidasi (intimidation) dapat timbul jika akuntan profesional
dihalang untuk bertindak objektif, baik secara nyata maupun
dipersepsikan. Contoh ancaman intimidasi untuk akuntan publik, antara
lain:
1. Diancam dipecat atau diganti dalam hubungannya dengan penugasan
klien.
2. Diancam dengan tuntutan hukum.
3. Ditekan secara tidak wajar untuk mengurangi ruang lingkup pekerjaan
dengan maksud untuk mengurangi fee.
2.2.3 Pengaruh Independensi Auditor Terhadap Kualitas Audit
Independensi murapakan sikap yang diharapkan dari seorang akuntan publik
untuk tidak mempunyai kepentingan pribadi dalam melaksanakan tugasnya yang
bertentangan dengan prinsip integritas dan objektivitas.Oleh karena itu, cukuplah
beralasan bahwa untuk menghasilkan audit yang berkualitas diperlukan sikap
independen dari auditor. Karena jika auditor kehilangan independensinya maka
laporan audit yang dihasilkan tidak sesuai dengan kenyataan yang ada sehingga tidak
dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan. Kemudian dengan sikap
independensinya maka auditor dapat melaporkan dalam laporan auditan jika terjadi
pelanggaran dalam laporan keuangan kliennya.Sehingga berdasarkan uraian tersebut,
dapat dikatakan bahwa semakin tinggi independensi yang dimiliki auditor maka
semakin tinggi pula kualiat audit yang dihasilkan.
Alim et al. (2007) dan Christiawan (2002) menemukan bahwa independensi
berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit. Auditor harus dapat mengumpulkan
setiap informasi yang dibutuhkan dalam pengambilan keputusan audit di mana hal
tersebut harus didukung dengan sikap independen.

2.3 Kompetensi
Kompetensi menurut Gondodiyoto (2007:35) artinya yang bersangkutan
terlatih (melalui suatu pendidikan formal) untuk mengerjakan dan keterampilan
tinggi.
Mulyadi (2010) mengatakan bahwa:
“kompetensi menunjukan terdapatnya pencapaian dan pemeliharaan suatu
tingkatan pemahaman dan pengetahuan yang memungkinkan seorang anggota
untuk memberikan jasa dengan kemudahan dan kecerdikan.”
Berdasarkan pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa kompetensi auditor
adalah auditor yang dengan pengetahuan, pengalaman, pendidikan, dan pelatihan
yang cukup dan eksplisit dapat melakukan audit secara objektif, cermat, dan seksama.
Maka, audit yang dilaksanakan dengan objektif, cermat, dan seksama akan
menghasilkan audit yang berkualitas tinggi.
Standar umum pertama menurut SA seksi 201 SPAP (2011) menyebutkan
bahwa audit harus dilaksanak oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan
pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor.
Prinsip-prinsip fundamental IFAC menyebutkan bahwa:
“seorang akuntan professional mempunyai kewajiban untuk memelihara
pengetahuan dan keterampilan professional secara berkelanjutan pada tingkat
yang diperlukan untuk menjamin seorang klien atau atasan perkembangan
praktik, legislasi, dan teknik.”
Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) (2000) mengemukakan bahwa
kompetensi adalah sebagai kewenangan (kekuasaan) yang dimaksud dalam
pengertian tersebut muncul karena akuntan tersebut memiliki kemampuan keahlian
dan pengetahuan yang bersumber dari pendidikan formal dan pendidikan
berkelanjutan, pengalaman yang memadai, serta di dukung dengan disiplin ilmu yang
sesuai.
2.3.1 Jenis-jenis Kompetensi
Menurut De Angelo (1981) dalam Tjun Tjun et al (2012) komptensi dapat
dilihat dari berbagai sudut pandang yakni sudut pandang auditor individual, audit tim
dan Kantor Akuntan Publik (KAP). Masing-masing sudut pandang akan dibahas lebih
mendetail berikut ini:

1. Kompetensi Auditor Individual


Ada banyak factor yang mempengaruhi kemampuan auditor, antara lain
pengetahuan dan pengalaman untuk melakukan tugas pengauditan, auditor
memerlukan pengatahuan pengauditan (umum dan khusus) dan pengetahuan
mengenai bidang pengauditan, akuntansi dan industry klien. Selain itu diperlukan
juga pengalaman dalam melakukan audit.Seperti yang dikemukakan oleh Libby dan
Frederick (1990) bahwa auditor yang berpengalaman mempunyai pengalaman yang
lebih baik atas laporan keuangan sehingga keputusan yang diambil bisa lebih baik.
2. Kompetensi Audit Tim
Standar pekerjaan lapangan yang kedua menyatakan bahwa jika pekerjaan
menggunakan asisten maka harus disupervisi degan semestinya. Dalam suatu
penugasan, satu tim audit biasanya terdisi dari auditor yunior, auditor senior, manajer
dan partner. Tim audit ini dipandang sebagai factor yang lebih menentukan kualitas
audit (Wooten, 2003). Kerjasama yang baik antar anggota tim, profesionalisme,
presistensi, skeptisme, proses kendali mutu yang kuat, pengalaman dengan klien,
pengalaman insdustri yang baik akan menghasilkan tim audit yang berkualitas tinggi.
Selain itu, adanya perhatian dari partner dan manajer pada penugasan ditemukan
memiliki kaitan dengan kualitas audit.
3. Kompetensi dari sudut pandang KAP
Besaran KAP menurut Deis & Giroux (1992) diukur dan jumlah klien
dan persentase dari audit fee dalam usaha mempertahankan kliennya untuk tidak
berpindah pada KAP yang lain. Berbagi penelitian menemukan hubungan positif
antara besaran KAP dan kualitas audit. KAP yang besar menghasilkan kualitas audit
yang lebih tinggi karena ada insentig untuk menjaga reputasi dipasar. Selain itu, KAP
yang besar sudah mempunyai jaringan klien yang luas dan banyak sehingga mereka
tidak tergantung atau tidak kehilangan klien.Selain itu KAP yang besar biasanya
mempunyai sumber daya yang lebih banyak dan lebih baik untuk melatih auditor
mereka, membiayai auditor ke berbagai pendeidikan profesi berkelanjutan, dan
melakukan pengujian audit daripada KAP kecil.

Berdasarkan uraian di atas, maka kompetensi dapat dilihat melalui berbagai


sudut pandang. Namun dalam penelitian ini akan digunakan kompetensi dari sudut
auditor individual, hal ini dikarenakan auditor adalah subyek yang melakukan audit
secara langsung dan berhubungan langsung dalam proses audit sehingga berdasarkan
konstruk yang dikemukakan oleh De Angelo (1981) dalam Tjun Tjunet al (2012),
kompetensi diproksikan dalam dua hal yaitu pengetahuan dan pengalaman.

2.3.2 Indikator Kompetensi


1. Pengetahuan
Standar Profesi Akuntan Publik (IAI ; 2011) tentang standar umum,
menjelaskan bahwa dalam melakukan audit, auditor harus memiliki keahlian dan
struktur pengetahuan yang cukup. Pengetahuan diukur dari seberapa tinggi
pendidikan seorang auditor karena dengan demikian auditor akan mempunyai
semakin banyak pengetahuan (pandangan) mengenai bidang yang digelutinya
30

sehingga dapat mengetahui berbagai masalah secara lebih mendalam, selain itu
auditor akan lebih mudah dalam mengikuti perkembangan yang semakin kompleks.
Untuk melakukan tugas pengauditan, auditor memerlukan pengetahuan
pengauditan (umum dan Khusus) dan pengetahuan mengenai bidang pengauditan,
akuntansi dan perusahaan.
Adapun secara umum ada 5 pengetahuan yang harus dimiliki oleh seorang
auditor (Kusharyanti, 2003), yaitu:
a. pengetahuan umum;
b. pengetahuan area fungsional;
c. pengetahuan mengenai isu-isu akuntansi yang paling baru;
d. pengetahuan mengenai industri khusus;
e. pengetahuan mengenai bisnis umum serta penyelesaian masalah.

Penelitian yang dilakukan oleh Tjun, Indrawati dan Setiawan (2012)


menyatakan bahwa pengetahuan berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit. Hal
ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ilmiyati dan Suhardjo (2012)
bahwa pengetahuan berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit dengan arah
koefisien positif. Hal ini merupakan harapan bahwa akuntan memiliki pengetahuan
mengenai auditing yang lebih banyak menggambarkan tingginya tingkat kompetensi
profesionalnya dan akan menghasilkan audit yang lebih berkualitas.

2. Pengalaman
Pengalaman seseorang ditunjukan dengan telah dilakukannya berbagai
pekerjaan atau lamanya seseorang dalam bekerja untuk mendapatkan ilmu yang
sebenarnya selain dari pendidikan formal. Semakin lama masa kerja dan pengalaman
yang dimiliki oleh auditor maka akan semakin baik dan meningkatkan kualitas audit
yang dihasilkan. Auditor yang berpengalaman lebih memiliki ketelitian dan
kemampuan yang aik dalam menyelesaikan pekerjaannya.
Pada waktu menentukan kompetensi auditor, auditor harus memperoleh
atau memutakhirkan informasi dari audit tahun sebelumnya mengenai faktor-faktor
berikut:

a. Tingkat pendeidikan dan pengalaman profesional auditor.


b. Ijazah profesional dan pendidikan profesional berkelanjutan.
c. Kebijakan, program, dan prosedur audit.
d. Praktik yang bersangkutan dengan penugasan auditor.
e. Supervise dan riview terhadap aktivitas auditor.
f. Mutu dokumentasi dalam kertas kerja, laporan, dan rekomendasi.
g. Penilaian atas kinerja auditor

Menurut Indah (2010) pengalaman dalam melaksanakan audit


berpengaruh positif terhadap kualitas audit, sehingga semakin berpengalaman
seorang auditormaka akan semakin baik kualitas audt yang dilakukannya.

Berbeda dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Singgih, Muliani dan
Bawono (2010), bahwa pengalaman tidak berpengaruh terhadap kualitas audit
mungkin disebabkan karena sebagian besar responden dalam penelitiannya adalah
auditor yang menjabat sebagai junior dan masa kerjanya tidak lebih dari 3 tahun
sehingga respon para responden untuk menjawab pertanyaan berkaitan dengan
variabel pengalaman cenderung menghasilkan jawaban tidak bernilai positif.

3. Keahlian khusus
Keahlian berasal dari kata ahli yang artinya dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) adalah orang yang mahir, paham sekali di suatu ilmu sedangkan
khusus memiliki arti tidak umum.Jadi keahlian khusus merupakan kemahiran
seseorang dalam suatu ilmu dalam bidang tertentu/tidak umum.
Di dalam SPAP seksi 210 PSA No.04 (2001:210.1) yang tercantum dalam
standar umum pertama berbunyi : “audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih
yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor”. Standar
umum pertama ini menegaskan bahwa betapapun kemampuan seseorang dalam
bidang-bidang lain, termasuk dalam bidang bisnis dan keuangan, ia tidak dapat
memenuhi persyaratan yang dimaksudkan dalam standar auditing ini, jika tidak
memiliki pendidikan serta pengalaman memadai dalam bidang auditing.
2.3.3 Pengaruh Kompetensi Auditor Terhadap Kualitas Audit
Kompetensi auditor adalah auditor dengan pengetahuan dan pengalamannya
yang cukup dan eksplisit dapat melakukan audit secara objektif, cermat dan seksama.
Kualitas audit merupakan segala kemungkinan (probability) dimana auditor pada saat
mengaudit laporan keuangan klien dapat menemukan pelanggaran yang terjadi dalam
sistem akuntansi klian dan melaporkannya dalam laporan keuangan klien, dimana
dalam melaksanakan tugasnya tersebut auditor berpedoman pada standar auditing dan
kode etik akuntan publik yang relevan. Oleh karena itu, dapat dipahami bahwa
seorang auditor yang memiliki pengetahuan dan pengalman yang memadai akan lebih
memahami dan mengetahui berbagai masalah secara lebih mendalam dan lebih
mudah dalam mengikuti perkembangan peraturan yang telah ditetapkan oleh
pemerintah. Semakin tinggi kompetensi yang dimiliki auditor maka semakin tinggi
pula kualitas audit yang dihasilkan.
Kompetensi yang dibutuhkan dalam melakukan audit yaitu pengetahuan dan
kemampuan. Auditor harus memiliki pengetahuan untuk memahami entitas yang
diaudit kemudian auditor harus memiliki kemampuan untuk bekerja sama dalam tim
serta kemampuan dalam menganalisis permasalahan. Alim et al (2007) dan
Christiawan (2002) menyatakan bahwa semakin tinggi kompetensi auditor akan
semakin baik kualitas hasil pemeriksanya.

2.4 Kualitas Audit


Berdasarkan Standar Professional Akuntan Publik (SPAP) (IAI,2011), audit
yang dilaksanakan oleh seorang auditor dapat dikatakan berkualitas jika memenuhi
ketentuan atau standar auditing yang berlaku umum (Generally Accepted Auditing
Standards = GAAS) dan standar pengendalian mutu. Standar auditing tersebut
dijadikan acuan auditor dalam memenuhi tanggung jawab profesionalnya dalam
melaksanakan audit atas laporan keuangan.
Dalam Financial Reporting Council (2006), menyatakan definisi kualitas
audit sebagai:
“memberikan pendapat yang professional yang didukung oleh bukti audit dan
keputusan yang dihasilkan bersifat objektif. Sehingga pada akhirnya auditor
dapat memeberikan pelayanan yang berkualitas kepada pemegang saham jika
para akuntan publik menyediakan laporan audit yang independen, dapat
diandalkan dan didukung oleh bukti audit yang memadai.”
Ikatan Akuntan Indoneisa (IAI) menyatakan bahwa audit yang dilakukan
auditor dikatakan berkualitas, jika memenuhi standar auditing dan standar
pengendalian mutu. Menurut De Angelo (1981) dalam Tjun Tjun et al (2012)
mendefinisakan kulitas audit sebagai kemungkinan (probability) dimana auditorakan
menemukan dan melaporkan pelanggaran yang ada dalam sistem akuntansi klien.
Adapaun kemampuan untuk menemukan salah saji yang material dalam laporan
keuangan perusahaan tergantung dari kompetensi auditor sedangkan kemauan untuk
melaporkan temuan salah saji tersebut tergantung pada independensinya.
Akuntan publik atau auditor independen dalam menjalankan tugasnya harus
memegang prinsip-prinsip profesi. Menurut Simamora (2002:47) dalam Tjun
Tjunet al (2012) ada 8 prinsip yang harus dipatuhi akuntan publik yaitu:
1. Tanggungjawab profesi
Setiap anggota harus menggunakan pertimbangan moral dan professional
dalam semua kegiatan yang dilakukannya.
2 Kepentingan publik
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka
pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik dan
menunjukan komitmen atas profesionalisme.
3. Integritas
Setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan
integritas setinggi mungkin

4. Objektivitas
Setiap anggota harus menjaga objektivitasnya dan bebeas dari benturan
kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.
5. Kompetensi dan kehati-hatian professional
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan hati-hati,
kompetensi dan ketekunan serta mempunyai kewajiban untuk
mempertahankan pengetahuan dan keterampilan professional.
6. Kerahasiaan
setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh
selama melakukan jasa professional dan tidak boleh memakai atau
mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan.
7. Perilaku professional.
Setiap anggota harus berprilaku yang konsisten dengan reputasi profesi
yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.
8. Standar teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya pada standar
teknis dan standar profeional yang relevan.

Selain itu akuntan publik juga harus berpedoman pada Standar Professional
Akuntan Publik (SPAP) yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Publik (IAI) dalam hal
ini adalah standar auditing.

Menurut Singgih dkk (2010) auditor yang kompeten adalah auditor yang
“mampu” menemukan adanya pelanggaran sedangkan auditor yang independen
adalah auditor yang “mau” mengungkapkan pelanggaran tersebut.
Auditor harus memiliki kualitas audit yang memadai sehingga dapat
mengurangi ketidakselarasan yang terjadi antara manajemen dengan pemegang
saham, karena pengguna laporan keunagan terutama pemegang saham akan
mengambil keputusan berdasarkan pada laporan yang telah diaudit oleh auditor.

Dari pengertian tentang kualitas audit diatas maka dapat disimpulkan bahwa
kualitas audit merupakan kemungkinan auditor menemukan pelanggaran dalam
sistem akuntansi dan pencatatannya pada laporan keuangan yang disajikan oleh pihak
manajemen. Dan auditor mampu mengungkapkan atas pelanggaran tersebut dalam
laporan keuangan auditan demi mempertahankan indpendensinya, dalam hal ini
auditor berpedoman kepada standar auditing dankode etik akuntan publik yang
relevan.

Kualitas audit ditentukan oleh dua hal yaitu kompetensi dan independensi.
Kompetensi berkaitan dengan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki oleh
akuntan publik secara memadai dibidang auditing dan akuntansi.Sedangkan,
independensi suatu prinsip etika yang harus dijaga dan diterapkan oleh akuntan
publik. Independen berarti tidak memihak siapapun, tidak mudah dipengaruhi, tetapi
mengungkapkan kejujuran sesuai dengan fakta, karena ia dalam melaksanakan
pekerjaannya demi kepentingan umum.

2.4.1 Unsur-unsur Kualitas Audit


Kualitas audit dipengaruh oleh beberapa faktor. Menurut Wooten (2003) dan
SPAP (2011), factor-faktor tersebut antara lain:
1. Deteksi salah saji
“detecting material misstatement is influenced by how well the audit team
performs the audit, wich in turn is influenced by the quality control system
and management resources of the audit firm. Many studies have used firm
size as a surrogate for these audit firm and audit team factors, and their
findings have been controversial”(Wooten,2003).
Audit yang berkualitas adalah audit yang dapat menemukan salah saji
yang material pada laporan keuangan. Mendeteksi salah saji material dipengaruhi ileh
seberapa baik tim audit melakukan audit, yang dipengaruhi oleh system pengendalian
kualitas dan sumber daya manajemen KAP.
2. Berpedoman pada standar
Anggita KAP yang melaksanakan penugasan jasa auditing, atestasi,
review, komplikasi, konsultasi manajemen, perpajakan atau jasa professional lainnya
wajib mematuhi standar yang dikeluarkan oleh badan pengatur standar yang telah
ditetapkan oleh IAI (Ikatan Akuntan Indonesia).
3. Komitmten yang kuat terhadap jasa audit yang diberikan kepada klien
Klien membutuhkan jasa audit dari auditor, sebagai auditor maka harus
mampu dan dapat memenuhi kebutuhan jasa untuk klien. Komitmen yang kuat dari
auditor terhadap jasa audit yang diberikan direspon dengan baik oleh klien.
4. Prinsip kehati-hatian
Para ahli mengindikasikan integritas individual yang ditugaskan dalam
perikatan sebagai factor dalam mendeteksi salah saji material. Auditor sebaiknya
memberikan perhatian dan berhati-hati kepada semua aspek dari audit, termasuk
evaluasi risiko audit, formulasi dan tuhuan audit, menetapkan scope atau luas dan
tanggung jawab audit, seleksi uji audit, dan evaluasi hasil audit.sehingga auditor perlu
bersikap hati-hati dan mengacu pada standar professional. Apabila auditor
menerapkan prinsip kehati-hatian dalam semua aspek audit maka hal ini akan
mengingkatkan hasil audit.
5. Review dan pengendalian oleh supervisor
“panels og expert also associate high quality with a firm has strong
controls in place over its audit process. GAAS reqires a fitm to maintain a
quality-control system and requires auditors to adequately plan their
audits. There is match leeway, however, in determining how formal and
perspective these systems need to be. Firms with a more rigorous quality-
control systems need to be. Firms with a more systematic audit
methodology process are less likely to have material misstatement go
undetected by their audit procedures”(Wooten,2003)
para ahli juga mengaitkan kualitas tinggi dengan perusahaan yang
memiliki control yang kuat di tempat selama proses audit. SPAP mensyaratkan
perusahaan untuk memperthankan perusahaan untuk mempertahankan kualitas
system pengendalian dan membutuhkan auditor untuk merencanakan audit yang
memadai. Perusahaan dengan kualitas system pengendalian yang lebih baik dan
proses metodologi audit yang lebih sistematis cenderung memiliki salah saji material
yang tidak terdeteksi oleh prosedur audit mereka.
6. Perhatian yang diberikan oleh manajer dan partner
“the expert reported that partner and manager attention to tje engagement
is associated with audit quaility. GAAS requres that audits be properly
supervised and assigned. He availability during filedwork of the seasoned
judgement of an experienced auditor provides authoriative respones to
technical and procedural questions”(Wooten, 2003)
Para ahli melaporkan bahwa perhatian manajer dan partner untuk
keterlibatan yang terkait dengan kualitas audit. SPAP mensyaratkan bahwa audit
harus disupervisi dengan cukup. Perhatian manajer dan partner yang memadai mulai
saat perencanaan audit sampai dengan pelaporan audit akan memberikan jaminan
bahwa semua aspek-aspek harus dilakukan dalam mencapai audit yang berkualitas
akan dipenuhi oleh auditor.
Kualitas audit dapat ditingkatkan jika akuntan publik atau auditor
independen dalam menjalankan tugasnya memegang prinsip profesi. Prinsip etika
menurut Mulyadi (2010) meliputi:
1. Tanggung jawab profesi
dalam melaksanakan tangung jawabnya sebagai profesional, setiap
anggota harus senantiasa mengunakan pertimbangan moral dan
profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya.
2. Kepentingan publik
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam
kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik,
dan menunjukan komitmen atas profesionalisme.
3. Integritas
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap
anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan
integritas setinggi mungkin.
4. Obyektivitas
Setiap anggota harus menjaga obyektivitas dan bebas dari benturan
kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesinalnya.
5. Kompetensi dan kehati-hatian profesional
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan kehati-
hatian, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk
mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesional pada
tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi
kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional yang kompeten
berdasarkan perkembangan praktik, legislasi dan teknik yang paling
mutakhir.
6. Kerahasiaan
Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang
diperoleh selama melakukan jasa profesionalnya dan tidak boleh
memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan,
kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk
mengungkapkannya.
7. Perilaku profesional
Setiap angggota harus berprilaku yang konsisten dengan reputasi
profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan
profesi.
8. Standar teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan
standar teknis dan standar profesionalnya yang relevan.Sesuai dengan
keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban
untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan
tersebut sejalan dengan prinsip ingtegritas dan objektivitas.

Kualitas auditor memliki peranan yang sangat penting dalam menghasilkan


audit yang berkualitas sehingga dapat mengurangi penyimpangan yang dilakukan.
Menurut Alim dkk. (2007). Pada dasarnya, tidak ada definisi yang pasti mengenai
bagaimana dan apa kualitas audit itu. Hal itu menyebabkan tidak terdapatnya
pemahaman secara umum mengenai faktor-faktor dalam penyusunan kualitas audit
dan sering terjadi konflik peran antara berbagai pengguna laporan audit.

Menurut Irahandayani (2003) dalam skripsi Rahmatia Kamba (2009), kualitas


hasil audit dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu:
1. Kesesuaian pemeriksaan dengan standar audit
Auditor melaksanakan pemeriksaan sesuai dengan SA dan mematuhi
kode etik yang telah ditetapkan dan melaksanakanrangkaian proses
dan prosedur yang bersifat logis terstruktur dan terorganisir untuk
menghimpun bukti-bukti yang mendasari asersi-asersi yang dibuat
oleh individu maupun entitas.
2. Kualitas laporan hasil pemeriksaan audit
Auditor mampu menemukan, mengungkapkan dan melaporkan apabila
terjadi pelanggaran yang dilakukan klien.

2.4.2 Pengaruh Independensidan Kompetensi Auditor Terhadap Kualitas


Audit
Ketika melaksanakan proses audit, auditor membutuhkan pengetahaun dan
pengalaman yang baik kaena dengan keuda hal tersebut auditor menjadi lebih mampu
memahami kondisi keuangan dan laporan keuangan kliennya. Kemudian dengan
40

sikap independensinya maka auditor dapat melaporkan dalam laopran auditan jika
terjadi pelanggaran dalam laporan keuangan kliennya.Maka kompetensi dan
independensi memiliki pengaruh dakam menghasilkan audit yang berkualitas baik itu
proses maupun output-nya.
Independensi berarti adanya kejujuran dalam diri akuntan dalam
mempertimbangkan fakta-fakta dan adanya pertimbangan yang objektif, tidak
memihak dalam diri akuntan dalam meurumuskan dan mengungkapkan
pendapatnya.Sedangkan kompetensi dalam praktik akuntan publik menyangkut
masalah kualitas teknik dari anggota dan stafnya serta kemampuan untuk mengawasi
dan menilai mutu tugas yang telah dikerjakan. Dalam menjalankan praktiknya sehari-
hari, auditor independen menghadapi berbagai situasi dan kondisi yang berbeda
dalam mengaudit kliennya, karena kemungkinan ada manajemn perusahaan yang
memberikan data yang tidak sebenarnya terjadi, karena itu auditor diminta untuk
melakukan audit dan memberikan kualitas audit yang baik terhadap perusahaan klien
yang diauditnya karena melalui :pendidikan; pelatihan; pengalaman; dan
profesionalnya auditor menjadi orang yang ahli dalam bidang akuntansi dan auditing,
serta memiliki kemampuan untuk menilai secara objektif dan menggunakan
pertimbangan yang tidak memihak terhadap informasi yang diungkapkan melalui
auditnya.
Adanya konflik kepentingan antara pihak internal dan eksternal perusahaan
menuntut akuntan publik untuk menghasilkan laporan auditan yang berkualitas yang
dapat digunakan oleh pihak-pihak tersebut. Selain itu, dengan menjamurnya skandal
keuangan baik domestik maupun manca negara, sebagaian besar bertolak dari laporan
keuangan yang pernah dipublikasikan oleh perusahaan ke laporan keuangan yang
sudah diaudit oleh akuntan publik dikarenakan laporan yang sudah diaudit akan
menghasilkan laporan audit yang akurat dan dapat dipercaya. Berbagai penelitian
tentang kualitas audit sudah pernah dilakukan dan menghasilkan temuan yang
berbeda mengenai faktor pembentuk kualitas audit. Oleh karena itu, dapat
disimpulkan bahwa untuk menghasilkan audit yang berkualitas, seorang akuntan
publik yang bekerja dalam suatu tim audit dituntut untuk memiliki kompetensi yang
cukup dan independensi yang tinggi.
2.5 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu tentang kualitas audit adalah sebagai berikut:
1. Nur Samsi (2013), pada penelitian ini peneliti meneliti Pengaruh
Pengalaman Kerja, Independensi, dan Kompetensi Terhadap Kualitas
Audit: Etika Auditor Sebagai Variabel Pemoderasi. Penelitian ini
menghasilkan bahwa pengalaman kerja, independensi, dan kompetensi
terhadap kualitas audit baik secara simultan maupun parsial.
2. Indra Agustia Saputra (2013) penelitian ini meneliti mengenai Pengaruh
Pengalaman dan Etika Profesi Auditor Terhadap Kualitas Audit. Secara
garis besar berdasarkan penelitian yang dilakukan ditarik kesimpulan
bahwa adanya pengaruh positif secara simultan antara pengalaman etika
profesi auditor terhadap kualitas audit.
3. Tjun Tjun et al (2012) melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh
Kompetensi dan Independens Auditor Terhadap Kualitas Audit”.
Penelitian ini mengambil sampel para auditor kantor akuntan publik
(KAP) di Jakarta pusat. Dalam penelitian ini, peneliti menguji kompetensi
dimana diproksikan dengan 2 sub variabel yaitu pengalaman dan
pengetahuan. Dan pada independensi diproaksikan 4 sub variabel yaitu
lama hubungan dengan klien, tekanan dari klien, telaah dari rekan auditor,
jasa non audit. Kesimpulan dari penelitian ini bahwa, kompetensi auditor
berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas audit, sedangkan
independensi auditor tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas
audit, dan kompetensi dan independensi auditor berpengaruh terhadap
kualitas audit. Hal ini dilihat dari hasil pengujian regresi.
4. Ilmiyati dan Suhardjo (2012)Mengangkat judul “Pengaruh Akuntanbilitas
dan Kompetensi Auditor Terhadap Kualitas Audit (Studi Empiris Pada
Kantor Akuntan Publik di Bandung)”. Dalam penelitiannya sampel yang
digunakan untuk penyebaran kuisioner ke 52 responden dan berdasarkan
analisis penelitiannya dapat disimpulkan bahwa akuntanbilitas dan
kompetensi auditor berpengaruh positif terhadap kualitas audit. Motivasi
dan implementasi pertanggungjawaban sosial dalam diri auditor yang
lebih besar serta kompetensi yang terdri dari pengalaman dan pengetahuan
seorang auditor berpengaruh positif terhadap kualitas audit yang
dihasilkan.
5. Sari (2012) judul penelitianyaitu “Pengaruh Kompetensi dan Independensi
Auditor Terhadap Kualitas Audit”. Populasi dalam penelitannya adalah
auditor yang bekerja di kantor akuntan publik di semarang, dengan sampel
penelitian menggunakan teknik purposive sampling sebganyak 42 auditor
dan alat uji hipotesisnya adalah regresi berganda. Hasil kesimpulan dari
penelitiannya bahwa kompetensi dan independensi auditor berpengaruh
terhadap kualitas audit.
Tabel 2.3
Penelitian Terdahulu
No Nama Peneliti Judul Penelitian Variabel Penelitian Hasil Penelitian
Pengaruh Pengalaman kerja,
Pengalaman Kerja, Variabel independen: independensi, dan
Independensi, Dan pengalaman kerja, kompetensi
Nur Samsi Kompetensi independensi, dan berpengaruh
1
(2013) Terhadap Kualitas kompetensi. terhadap kualitas
Audit: Etika Auditor Variabel dependen: audit baik secara
Sebagai Variabel kualitas audit simultan maupun
Pemoderisasi parsial.
Pengalaman dan
etika profesi auditor
Pengaruh Variabel independen: terhadap kualitas
Indra Agustia Pengalaman Dan pengalaman, etika audit secara
2. Saputra Etika Profesi profesi. simultan
(2013) Auditor Terhadap Variabel dependen: berpengaruh positif
Kualitas Audit kualitas audit. dan signifikan
terhadap kualitas
audit.
Pelaksanaan tugas
audit memang harus
senantiasa
Variabel independen:
meningkatkan
kompetensi yang
pengetahuan yang
diproksikan dalam 2
telah dimiliki dan
sub variabel:
pengalaman yang
pengetahuan dan
cukup agar
pengalaman,
Pengaruh penerapannya dapat
sedangkan
Kompetensi Dan maksimal dalam
Tjun Tjun et independensi
3. Independensi praktiknya.
al (2012) diproksikan dalam 4
Auditor Terhadap Independensi tidak
sub variabel: lama
Kualitas Audit mempunyai
hubungan dengan
hubungan dengan
klien, tekanan dari
kualitas audit,
klien, telaah dari rekan
disebbkan ketika
auditor, jasa non audit.
mengukur
Variabel dependen:
independensi auditor
kualitas audit
tidak diturunkan
dari sikap auditor.

Semakin tinggi
Variabel independen: motivasi yang
akuntan bilitas yang dimiliki auditor dan
diproksikan dalam 2 kewajiban sosial
sub variabel: motivasi maka akan semakin
Pengaruh
dan kewajiban sosial, baik kualitas audit
Ilmiyati dan Akuntanbilitas Dan
dan kompetensi yang dihasilkannya.
4. Suhardjo Kompetensi Auditor
diproksikan dalam 2 Dan semakin dalam
(2012) Terhadap Kualitas
sub variabel yaitu: pengetahuan auditor
Audit
pengetahuan dan dan juga
pelaman kerja. berpengalaman
Variabel dependen: maka akan semakin
kualitas audit baik kualitas audit
yang dihasilkan.
Pengaruh Variabel independensi: Kompetensi dan
Kompetensi Dan kompetensi dan independensi auditor
5. Sari (2012) Independensi independensi. berpengaruh
Auditor Terhadap Variabel dependen: terhadap kualitas
Kualitas Audit kualitas audit audit
2.6 kerangka Pemikiran
Kualitas audit sangat dipengaruhi oleh pengalaman auditor. Auditor harus
memiliki kualiifikasi untuk memahami kriteria yang digunakan dan harus kompenten
untuk mengetahui jenis serta jumlah bukti yang akan dikumpulkan guna mencapai
kesimpulan yang tepat setelah memeriksa bukti itu (Arens, 2011)
kualitas audit yang baik pada prinsipnya dapat dicapai jika auditor
menerapkan standar-standar dan prinsip-prinsip audit, bersikap bebas tanpa memihak
(independen), patuh kepada hukum serta mentaati kode etik profesi. Standar
Profeional Akuntan Publik (SPAP) adalah pedoman yang mengatur standar umum
pemeriksaan akuntan publik.
Manfaat dari jasa akuntan publik adalah memberikan informasi yang akurat
dan dapat dipercaya untuk pengambilan keputusan.Laporan keuangan yang telah
diaudit oleh akuntan publik kewajarannya lebih dapat dipercaya dibandingkan
laporan keuangan yang tidak atau belum diaudit.Audit harus dilakukan oleh orang
yang kompeten dan independen (Arens et al, 2012). Independensi munurut Mulyadi
(2010) dapat diartikan sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan
oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang lain. Sedangkan kompetensi menurut
Tuanakotta (2011) yaitu keahlian seorang auditor diperoleh dari pengetahuan,
pengalaman, pelatihan.Setiap auditor wajib memenuhi persyaratan tertentu untuk
menjadi auditor.
Dengan mempertanyakan dan selalu melakukan evaluasi secara kritis terhadap
bukti audit, hasil audit yang dihasilkan pun akan lebih bisa di pertanggung jawabkan
karena semua keputusan yang diambil dipertimbangkan berdasarkan data dan bukti
audit yang ditemukan sehingga auditor dapat menghasilkan laporan audit yang
berkualitas tinggi.
Untuk mengukur kualitas audit maka diperlukan suatu kriteria. Standar
auditing merupakan salah satu ukuran ukuran kualitas audit. Standar ini dapat
diterapkan tanpa memandang besar kecilnya usaha klien, bentuk organisasi bisnis,
jenis industri maupun sifat organisasi.
Dalam melaksanakan proses audit, auditor membutuhkan sikap independensi
karena dengan sikao tersebut auditor dapat terbebas dari pengaruh eksternal saat
kegiatan audit berlangsung. Kemudian dengan kompentesi auditor akan lebih mampu
mendeteksi kesalahan maupun kecurangan yang terjadi. Sehingga berdasarkan logika
diatas maka independensi auditor, dan kompetensi auditor memilik pengaruh terhadap
kualitas audit dan dirumuskan kerangka pemikiran sebagai berikut:

Gambar 2.1

Kerangka pemikiran

INDEPENDENSI
Intimdasi
Advokasi
KUALITAS AUDIT
Kekerabatan
H1
Riview diri Kesesuaian
Kepentingan diri pemeriksaan dengan standar audit
Kualitas Laporan hasil pemeriksaan audit

KOMPETENSI H2
Pengetahuan
Pengalaman
Keahlian Khusus

H3
Keteragan:
: hubungan parsial
: hubungan simultan
Berdassarkan kerangka pemikiran di atas. Maka penulis merumuskan
hipotesis penelitian sebagai berikut:
H1 : independensi secara parsial berpengaruh terhadap kualitas audit
H2 : kompetensi secara parsial berpengaruh terhadap kualitas audit
H3 : independensi dan kompetensi secara simultan berpengaruh terhadap
kualitas audit.

Anda mungkin juga menyukai