tajam pada dekade terakhir ini. Pesatnya bisnis properti ini didorong oleh kebutuhan
pokok manusia akan papan, disamping pangan dan sandang. Dan kebutuhan ini
termasuk kebutuhan utama yang secara naluri harus terpenuhi. Maka, sudah
Disamping itu dalam rangka keperluan usaha, seseorang atau badan usaha
kantor, ruko ataupun gudang. Disamping itu, properti juga menjadi alternatif utama
untuk berinvestasi. Disamping harga yang relatif selalu naik dimasa yang akan datang,
penghasilan bagi negara dengan cara menarik pajak dari sektor ini lebih besar lagi.
Pajak digunakan untuk membiayai negara dalam banyak hal, baik itu pembangunan
maupun hal-hal yang terkait dengan kesejahteraan rakyat. Pajak merupakan sumber
utama dalam Anggaran Pembangunan dan Belanja Negara (APBN) yang dari tahun ke
tahun mengalami peningkatan. Jika dilihat dari peningkatan jumlah penerimaan yang
demikian besar, nyata bahwa pajak merupakan sokoguru pembangunan negara kita.
Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau
dan peran serta Wajib Pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan
kewajiban perpajakan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Sesuai falsafah
merupakan hak dari setiap warga Negara untuk ikut berpartisipasi dalam bentuk peran serta
kenegaran di bidang perpajakan berada pada anggota masyarakat sendiri untuk memenuhi
kewajiban tersebut. Hal tersebut sesuai dengan sistem self assessment yang dianut dalam
Sistem Perpajakan Indonesia. Pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak, sesuai
sebaik mungkin memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai visi dan misi Direktorat
Jenderal Pajak.
Pajak merupakan sumber utama penerimaan negara. Tanpa pajak, sebagian besar kegiatan
negara sulit untuk dapat dilaksanakan. Penggunaan uang pajak meliputi mulai dari belanja
umum seperti jalan-jalan, jembatan, sekolah, rumah sakit/puskesmas, kantor polisi dibiayai
Uang pajak juga digunakan untuk pembiayaan dalam rangka memberikan rasa aman
bagi seluruh lapisan masyarakat. Setiap warga negara mulai saat dilahirkan sampai dengan
meninggal dunia, menikmati fasilitas atau pelayanan dari pemerintah yang semuanya dibiayai
dengan uang yang berasal dari pajak. Pajak juga digunakan untuk mensubsidi barang-barang
yang sangat dibutuhkan masyarakat dan juga membayar utang negara ke luar negeri. Pajak
juga digunakan untuk membantu UMKM baik dalam hal pembinaan dan modal. Dengan
demikian jelas bahwa peranan penerimaan pajak bagi suatu negara menjadi sangat dominan
fungsi budgeter (fungsi penerimaan) di atas, pajak juga melaksanakan fungsi redistribusi
pendapatan dari masyarakat yang mempunyai kemampuan ekonomi yang lebih tinggi kepada
masyarakat yang kemampuannya lebih rendah. Oleh karena itu tingkat kepatuhan Wajib Pajak
dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya secara baik dan benar merupakan syarat
kesenjangan ekonomi dan sosial yang ada dalam masyarakat dapat dikurangi secara
maksimal.
Dalam paper ini menggunakan metode penelitian normatif karena ada kekaburan normative,
1. Teori Asuransi
Teori ini mengibaratkan pembayarn pajak seperti pembayarn premi dalam perjanjian
asuransi. Hal tersebut ditujukan untuk mengganti biaya yang dikeluarkan Negara
warga negaranya. Teori ini banyak ditentang karena Negara tidak boleh disamkan
2. Teori Kepentingan
Menurut teori ini, dasar pemungutan pajak adalah adanya kepentingan dari masing-
masing warga Negara, termasuk kepentingan dalam perlindungan jiwa dan harta.
Semakin tinggi tingkat kepentingan perlindungan, maka semakin tinggi pula pajak
Beban Pajak yang dibayar harus disesuaikan dengan daya pikul masing-masing
orang. Untuk mengukur daya pikul dapat digunakan dua pendekatan: (1) Unsur
objektif, dilihat dari besarnya penghasilan dan kekayaan yang dimiliki seseorang, (2)
dipenuhi.
4. Teori Bakti
negaranya. Sebagai warga Negara yang berbakti, rakyat harus selalu menyadari
PEMBAHASAAN
dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu Pajak Pusat dan Pajak Daerah. Pajak Pusat adalah pajak-
pajak yang dikelola oleh Pemerintah Pusat yang dalam hal ini sebagian besar dikelola oleh
Direktorat Jenderal Pajak - Kementerian keuangan. Sedangkan Pajak Daerah adalah pajak-
pajak yang dikelola oleh Pemerintah Daerah baik di tingkat Propinsi maupun Kabupaten/Kota.
Segala pengadministrasian yang berkaitan dengan pajak pusat, akan dilaksanakan di Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP)
dan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak serta di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak.
Kantor Dinas Pendapatan Daerah atau Kantor Pajak Daerah atau Kantor sejenisnya yang
PPh adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan atas penghasilan
yang diterima atau diperoleh dalam suatu Tahun Pajak. Yang dimaksud dengan
diperoleh Wajib Pajak baik yang berasal baik dari Indonesia maupun dari luar
Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib
Pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun. Dengan demikian
maka penghasilan itu dapat berupa keuntungan usaha, gaji, honorarium, hadiah, dan
lain sebagainya.
PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena
Pajak di dalam Daerah Pabean (dalam wilayah Indonesia). Orang Pribadi, perusahaan,
maupun pemerintah yang mengkonsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak
dikenakan PPN. Pada dasarnya, setiap barang dan jasa adalah Barang Kena Pajak atau
tergolong mewah, juga dikenakan PPnBM. Yang dimaksud dengan Barang Kena Pajak
tinggi; atau
4. Bea Meterai
Bea Meterai adalah pajak yang dikenakan atas pemanfaatan dokumen, seperti surat
perjanjian, akta notaris, serta kwitansi pembayaran, surat berharga, dan efek, yang
memuat jumlah uang atau nominal diatas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan.
PBB adalah pajak yang dikenakan atas kepemilikan atau pemanfaatan tanah dan atau
bangunan. PBB merupakan Pajak Pusat namun demikian hampir seluruh realisasi
Kabupaten/ Kota.
Pajak-pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota
e. Pajak Rokok.
a. Pajak Hotel;
b. Pajak Restoran;
c. Pajak Hiburan;
d. Pajak Reklame;
g. Pajak Parkir;
PPnBM disandarkan pada Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang
Pajak Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah,
dengan beberapa kali perubahan, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009
Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak
Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (untuk
selanjutnya disebut dengan UU PPN dan PPnBM) yang berlaku pada 1 April 2010,
dalam Pasal 4 ayat (1), dikenai juga Pajak Penjualan atas barang Mewah terhadap:
a. Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) yang tergolong mewah, yang dilakukan oleh
pengusaha yang menghasilkan barang tersebut di dalam Daerah Pabean, dalam kegiatan
(1) UU PPN dan PPnBM mengatur bahwa, “Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas:
a. Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh
Pengusaha.
c. Penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh
Pengusaha.
d. Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam
Daerah Pabean.
e. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.
g. Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak.
Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia, yang meliputi wilayah darat, perairan
dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Ekslusif dan
landas kontinen yang didalamnya berlaku undang-undang yang mengatur kepabeanan (Pasal
1 angka 1 UU PPn dan PPnBM). PPN dan PPnBM diatur dalam undang-undang yang sama,
Pajak atau Jasa Kena Pajak dalam peredarannya dari produsen ke konsumen. Hampir semua
barang konsumsi dikenakan PPN, maka PPN ditetapkan bertarif tunggal, 10% dari harga jual.
Sedangkan PPnBM lebih spesifik lagi, dikenakan hanya pada saat penyerahan Barang Kena
Pajak dan Jasa Kena Pajak yang berkategori mewah, dengan tarif beragam, sesuai jenis
barang.
Aturan pelaksana terakhir, pada PMK Nomor: 253/PMK.03/2008 Tentang Wajib Pajak
Badan Tertentu Sebagai Pemungut Pajak Penghasilan Dari Pembeli Atas Penjualan Barang
Yang Tergolong Sangat Mewah, sebagaimana diubah dengan PMK Nomor: 90/PMK.03/2015
Wajib Pajak Badan Tertentu Sebagai Pemungut Pajak Penghasilan Dari Pembeli Atas Penjualan
Barang Yang Tergolong Sangat Mewah (untuk selanjutnya disebut dengan PMK 90/2015).
PMK yang diundangkan pada 30 April 2015 dan berlaku efektif 30 Mei 2015 ini, berisi besaran
nilai barang yang masuk sebagai Barang kena Pajak tergolong mewah, sebagai panduan bagi
Pengusaha Kena Pajak untuk memungut PPnBM dari produk yang mereka hasilkan.
Segala sesuatu ditentukan oleh nilai. Nilai barang tergolong mewah ditentukan dengan
memperhatikan lima poin diatas dan diimplementasikan dalam Pasal 1 ayat (2) PMK 90/2015
yang saya sajikan dalam tabel dibawah ini, bergandengan dengan peraturan sebelumnya,
5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) atau luas bangunan lebih dari 400 m2 (empat
lebih dari Rp 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) atau luas bangunan lebih dari 150
E. Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang, berupa
sedan, jeep, sport utility vehicle (suv), multi purpose vehicle (mvp), minibus, dan
sejenisnya, dengan harga jual lebih dari Rp 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah) atau
F. Kendaraan bermotor roda dua dan tiga, dengan harga jual lebih dari Rp
300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) atau dengan kapasitas silinder lebih dari 250
cc.
Harga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tersebut diatas, merupakan batasan
harga jual sehubungan dengan pembelian barang yang tergolong sangat mewah, yaitu
jumlah yang dibayarkan oleh pembeli kepada penjual, demikian Pasal 1 ayat (3) PMK
90/2015 menyebutkan.
PPJB dibuat untuk melakukan pengikatan sementara sebelum pembuatan AJB resmi di
hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Secara umum isi PPJB adalah kesepakatan
penjual untuk mengikatkan diri akan menjual kepada pembeli dengan disertai pemberian uang
tanda jadi atau uang muka berdasarkan kesepakatan. Demikian juga dalam PPJB tersebut
• Subjek Yang Saling Berikatan, dalam hal ini adalah penjual dan pembeli. Jika penjual dan
pembeli adalah orang pribadi maka subjek perjanjian diwakili oleh data-data yang ada dalam
Kartu Tanda Penduduk (KTP) masing-masing pihak. Jika subjeknya adalah Badan Hukum,
maka dalam PPJB diwakili oleh pihak yang berwenang mewakili Badan Hukum untuk menanda
tangani akta, sesuai dengan Akta Pendirian Badan Hukum tersebut dan Surat Keputusan dari
Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia tentang pengesahan sebagai Badan Hukum.
• Objek Yang Diperjanjikan, dalam hal ini objek perjanjian adalah tanah dan bangunan seperti
yang tertulis dalam sertifikat haknya. Mungkin saja sudah dalam bentuk Sertifikat Hak Milik
(SHM). Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) atau jenis sertifikat lainnya seperti disyaratkan
lokasi objek terebut dengan mencantumkan alas haknya. Mungkin saja alas haknya adalah
• Pasal Tentang Tata Cara Pembayaran, pada pasal ini disepakati tata cara pembayaran dari
pembeli ke penjual. Apakah ada pembayaran uang tanda jadi, uang muka, termasuk besarnya
dan kapan pembayaran tersebut dilakukan. Selanjutnya disepakati juga tentang tahapan
pembayaran dan besarnya pembayaran tiap tahapan. Termasuk kapan pembayaran dilunasi.
• Pasal-Pasal Tentang Hak Dan Kewajiban, pasal inilah yang mengatur seluruh perjanjian
secara umum. Misalnya hak dari penjual adalah menerima penjualan sesuai dengan jadwal
yang sudah disepakati, demikian juga hak dari pembeli adalah menerima objek sesuai dengan
perjanjian.
• Pasal Tentang Sanksi, pasal ini memuat sanksi yang diberikan kepada para pihak apabila
ada salah satu pihak yang wanprestasi (cidera janji). Untuk penjual, wanprestasinya bisa
dalam bentuk tanahnya ada permasalahan di kemudian hari sehingga pembeli tidak dapat
menikmati apa yang dibelinya. Sanksi untuk penjual bisa jadi dia diminta untuk
mengembalikan uang yang sudah diterimanya ditambah dengan denda yang besarnya
keterlambatan pembayaran cicilan kepada penjual. Sanksi yang bisa diberikan kepada pembeli
pelunasan.
menyelesaikan dispute antar para pihak. Biasanya penyelesaian sengketa untuk tahap
pertama dilakukan secara kekeluargaan, namun jika secara kekeluargaan tidak bisa
diselesaikan maka akan dilakukan melalui peradilan perdata di mana tempat para pihak
berada atau di pengadilan yang disepakati. Umumnya PPJB dibuat di bawah tangan saja,
PJB adalah kesepakatan antara penjual untuk menjual properti miliknya kepada
pembeli yang dibuat dengan akta notaris. PJB bisa dibuat karena alasan tertentu seperti belum
lunasnya pembayaran harga jual beli dan belum dibayarkannya pajak-pajak yang timbul
karena jual beli. PJB ada dua macamnya yaitu PJB lunas dan PJB tidak lunas.
• PJB Lunas, dibuat apabila harga jual beli sudah dibayarkan lunas oleh pembeli kepada
penjual tetapi belum bisa dilaksanakan jual beli, karena antara lain, sertifikat masih dalam
pengurusan atau sebab lainnya yang menyebabkan Akta Jual Beli belum bisa dilaksanakan.
Dalam pasal-pasal PJB tersebut dicantumkan kapan AJB akan dilaksanakan dan
persyaratannya. Di dalam PJB lunas juga dicantumkan kuasa dari penjual kepada pembeli
penjual.
• PJB Belum Lunas, dibuat apabila pembayaran harga jual beli belum lunas diterima oleh
penjual. Didalam pasal-pasal PJB tidak lunas sekurang-kurangnya dicantumkan jumlah uang
muka yang dibayarkan pada saat penandatanganan akta PJB, cara atau termin pembayaran,
kapan pelunasan dan sanksi-sanksi yang disepakati apabila salah satu pihak wanprestasi. Jadi
secara umum pasal-pasal yang ada dalam PJB tidak lunas sama dengan pasal-pasal yang ada
dalam PPJB. Nantinya PJB tidak lunas juga harus ditindaklanjuti dengan AJB pada saat
pelunasan.
AJB adalah akta otentik yang dibuat oleh PPAT untuk peralihan hak atas tanah dan
bangunan. Pembuatan AJB sudah diatur sedemikian rupa melalui Peraturan Kepala Badan
Pertanahan Nasional (Perkaban) No. 08 Tahun 2012 Tentang Pendaftaran Tanah, sehingga
Pembuatan AJB dilakukan setelah seluruh pajak-pajak yang timbul karena jual beli
sudah dibayarkan oleh para pihak sesuai dengan kewajibannya masing-masing. Pajak penjual
berupa Pajak Penghasilan (PPh) final sementara pajak pembeli berupa Bea Perolehan Hak
atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Besarnya PPh final adalah 2,5% dari nilai perolehan hak,
sementara besarnya BPHTB adalah 5% dari nilai peroleh hak setelah dikurangi dengan Nilai
Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) yang besarnya berbeda untuk masing-
masing wilayah.
Pada proses jual-beli rumah ada biaya lebih yang perlu dikeluarkan baik oleh pihak
pembeli ataupun penjual. Kebanyakan dari para pembeli atau penjual rumah baru kurang
mengetahui hal ini, sehingga tidak mendapatkan (saat jual) atau pun mengeluarkan (saat
Hal ini kurang dipahami karena biasanya persoalan ini diurus oleh developer selaku penjual
rumah baru. Akibatnya, ketika proses jual–beli rumah seken kedua belah pihak kurang
memahaminya.
Nah, daripada merasa tertipu nantinya, ada baiknya Anda mengenal 10 biaya tambahan dalam
jual–beli rumah, baik yang dibebankan kepada pembeli, atau pun yang dibebankan kepada
penjual.
Berikutdi antaranya:
1. PPh
Umumnya biaya ini dibebankan kepada penjual dengan biaya yang sudah ditentukan, yakni
5% dari harga jual. Contoh, jika Anda menjual rumah seharga Rp 1.000.000.000, maka biaya
2. BPHTB
BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan merupakan pajak jual–beli yang
dibebankan kepada pembeli. Hanya saja, besaran BPHTB agak berbeda, yakni 5% dari harga
beli dikurangi NJOPTKP/NPTKP (Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak). Besaran NJOPTKP
Contoh, jika Anda membeli rumah seharga Rp 500.000.000 dengan NJOPTKP/NPTKP senilai
Rp 60.000.000, maka biaya BPHTB yang dikeluarkan pembeli adalah Rp 22.000.000 (5% x
3. PPN
Pajak Pertambahan Nilai dibebankan kepada pembeli untuk properti primary (rumah baru)
senilai 10% dari harga rumah. Properti yang kena PPN nilainya di atas Rp 36 juta.
Contoh, jika Anda membeli rumah seharga Rp 500.000.000, maka biaya PPN yang dikeluarkan
4. PPnBM
PPnBM (Pajak Penjualan Barang Mewah) dibebankan kepada pembeli properti yang tergolong
barang mewah. Untuk saat ini, properti yang tergolong PPnBM adalah bila luas bangunannya
di atas 150 m2. Besarannya adalah 20% dari harga jual. Perlu diketahui, PPnBM tidak berlaku
untuk jual-beli rumah/tanah antar perorangan, PPnBM hanya berlaku jika pihak pembeli
Tujuannya untuk mengetahui bahwa properti Anda tidak berada di atas lahan sengketa.
Dilakukan di kantor BPN, sarat pengajuannya adalah sertifikat asli dan kondisi rumah yang
dibeli tidak dalam sengketa (catatan blokir, sita dari bank, sertifikat ganda, dan sebagainya).
Nilai biaya yang dibebankannya pun berbeda–beda tergantung dari wilayahnya. Namun,
6. Biaya AJB
Sebelum mengurus AJB (Akta Jual Beli), ada beberapa prosedur yang harus dipenuhi. Seperti
pemeriksaan sertifikat, pembayaran PBB, melunasi PPh, BPHTB dan syarat lainnya dengan
besaran yang juga tak bisa ditentukan. Biasanya adalah 0,5%-1% dari harga jual. Biaya AJB
ditanggung oleh pembeli, tapi bisa juga melalui kesepakatan antar penjual dan pembeli
7. PNBP
PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) biasanya dibayarkan sekaligus saat pengajuan BBN
dengan anggaran (1/1000 x harga jual rumah) + Rp 50.000. Peraturan Pemerintah (PP)
Nomor 13 Tahun 2010 tentang Jenis dan Tarif Atas Penerimaan Negara Bukan Pajak yang
8. Biaya Notaris
Ada beberapa hal terkait jual–beli rumah yang perlu melibatkan notaris, di antaranya adalah:
Biaya SKHMT (Surat Kuasa Hak Membebankan hak Tanggungan), bila kredit Rp 250.000
Jika ditotal, semua biaya untuk notaris sekitar Rp 5.000.000. Namun, biaya ini tergantung dari
notaris yang ditunjuk. Biaya bisa saja lebih mahal dari itu, atau bahkan lebih murah.
9. Biaya Asuransi
Biaya ini dibebankan untuk memberi rasa aman kepada pembeli kalau-kalau terjadi bencana
pada rumah tersebut. Misalnya kebakaran dan lain sebagainya. Meski besar biaya preminya
tak bisa ditentukan, namun secara umum, polis standar kebakaran sekitar 0,5% dari nilai total
aset.
Contoh, premi untuk rumah seharga Rp 500.000.000 adalah Rp 250.000 (Rp 500.000.000 x
0,5%).
10. BBN
BBN (Biaya Balik Nama) diurus oleh PPAT setempat bersamaan dengan AJB. Proses balik nama
baru bisa dikeluarkan jika masing-masing dari pembeli dan penjual telah melunasi PPh,
Umumnya, balik nama paling cepat 2 minggu dan paling lama 3 bulan karena kantor PPAT
mengurus balik nama sertifikat ke kantor BPN secara kolektif. Besar biayanya adalah (1/1000
x NJOP) + Rp 50.000. Besar NJOP (Nilai Jual Obyek Pajak) berbeda-beda tergantung dari
Dengan selesainya balik nama sertifikat maka hak yang melekat pada tanah dan
bangunan sudah berpindah dari penjual kepada pembeli. “Masyarakat atau calon konsumen
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Daftar Pustaka
https://finance.detik.com/properti/3172063/10-biaya-tambahan-dalam-jual-beli-rumah