Anda di halaman 1dari 7

KONEKSI

Standar Proses Menurut NCTM untuk Siswa Kelas 9-12

Saat siswa dapat memahami hubungan (koneksi) diantara konten-konten matematika


yang berbeda, mereka mengembangkan pandangannya terkait matematika yaitu sebagai
keseluruhan ilmu yang terintegrasi. Seperti yang mereka bangun pada pemahaman
matematika sebelumnya pada saat mempelajari konsep baru, siswa menjadi lebih mudah
mengetahui koneksi diantara berbagai topik matematika. Seperti pengetahuan matematika
siswa, kemampuannya untuk menggunakan representasi yang lebih luas serta akses mereka
terhadap tekhnologi dan software yang semakin canggih, koneksi yang mereka buat dengan
disiplin ilmu yang lain, terutama sains dan sains sosial, memberikan mereka kemampuan
berpikir matematis yang semakin kuat.

Bagaimana Seharusnya Koneksi untuk Siswa Kelas 9-12?


Siswa Kelas 9-12 seharusnya mengembangkan kapasitasnya untuk menghubungkan ide-
ide matematis serta pemahaman yang lebih mendalam terkait bagaimana pendekatan yang
berbeda (lebih dari satu pendekatan) terhadap suatu permasalahan matematika dapat
menghasilkan hasil akhir yang sama, meskipun pendekatan-pendekatan tersebut terlihat
sangat berbeda. Siswa dapat menggunakan pengetahuan dan wawasan yang telah
didapatkannya sebelumnya dalam satu konteks untuk menyelidiki (prove dan disprove)
dugaannya, dan dengan menghubungkan ide-ide matematis, mereka dapat mengembangkan
pemahaman yang kuat terkait suatu permasalahan matematika.
Perhatikan contoh berikut!
Pak Robinson memulai kelas matematika dengan memberikan suatu cerita dan semua
siswa di dalam kelas antusias untuk mendengarkannya. Berikut cerita Pak Robinson.
“Saya saat ini sedang dilema. Seperti yang kalian tahu semua, saya memiliki anjing
yang sangat setia di rumah dan saya juga memiliki halaman rumah yang bentuknya
seperti segitiga siku-siku. Pada saat saya akan bepergian dari rumah untuk beberapa
waktu, saya ingin Fido, anjing saya dapat menjaga rumah saya di halaman rumah.
Karena saya juga tidak ingin kehilangan Fido, saya ingin membuatkannya rumah di
halaman, kemudian saya ikat dia dengan tali, dan tali tersebut saya kunci (gembok) di
rumahnya. Saya akan membuatkan rumah Fido halaman rumah saya. Saya ingin
menggunakan tali yang paling pendek untuk Fido. Namun tali itu juga harus dapat
memungkinkan Fido untuk mencapai sudut-sudut halaman rumah. Oleh karena itu, di
bagian mana seharusnya saya mengunci tali Fido (membuat rumah Fido)?”

Sesaat setelah Pak Robinson bercerita, beberapa anak banyak yang bertanya dan
mengomentari hal-hal yang di luar konteks pembahasan, seperti
“Apa benar Bapak punya anjing?”
“Anjing yang Bapak punya itu jenis apa?”
“Sepertinya hanya guru matematika yang memiliki halaman runah segitiga siku-siku,
atau bentuk segitiga sembarang”
Pak Robinson memberi instruksi siswa untuk berkelompok 2 hingga 3 anak satu
kelompok untuk mendiskusikan jawaban dari permasalahan tersebut dan setiap kelompok
diperbolehkan menggunakan alat matematika apapun.
Kelompok Jenifer memustuskan untuk menggunakan software komputer untuk
mengilustrasikan permasalahan tersebut dan hasilnya yaitu sebagai berikut.

Pak Robinson berkeliling kelas untuk melihat progres masing-masing kelompok. Pada
saat pertaman ia menghampiri kelompok Jenifer, kelompok tersebut menaruh titik yang
dimaksud secara semabarang di dalam segitiga (kurang terstruktur). Namun pada saat kedua
kalinya Pak Robinson menghampiri kelompok tersebut, pekerjaannya semakin sistematik.
Untuk memastikan pemahaman anggota kelompok, pak R bertanya,
Ro : Joe, bisa kamu jelaskan progres kelompok kamu?
Jo : kita mencoba untuk mencari dimana kita harus meletakkan titik tersebut.
Je : kita tidak ingin titik tersebut lebih dekat ke salah satu sudut segitiga, agar dapat
menjangkau sudut segitiga yang lain.
Jen : Wah saya mengerti! Kita brarti meletakkan titik tersebut sedemikian hingga jarak
ke masing-masing sudut itu sama.
Pak R memastikan pemahaman kelompok tersebut sehingga menghasilkan kesimpulan
bahwa mereka harus mampu menemukan posisi titik D sedemikian hingga panjang DA, DB,
dan DC sama. Pada saat pak R kembali ke kelompok ini lagi, kelompok tersebut telah
mendapatkan hasilnya yaitu titik D merupakan titik tengah dari sisi miring, sebaliknya ia
berkata ini tidak akan memberi jarak sama dari B dan C.
R : Apa lagi kalian perlu ketahui?
Je : kita tidak yakin titik D memiliki jarak yang sama ke masing-masing titik sudut
segitiga.
Jen : Iya sepertinya sama. D itu seperti titik pusat lingkaran.
Kelompok lainpun juga ada yang menduga hal yang sama dengan kelompoknya jennifer.
Lalu pak R menuliskan di papan tulis:
Dugaan : titik tengah dari sisi miring memiliki jarak yang sama ke tiga sudut pada
segitiga.
Setiap kelompok menyelediki dugaan tersebut untuk memastikan letak titik yang
dimaksud pada permasalahan awal.
Pedro menyajikan solusi kelompoknya yang menampilkan bagaimana mereka
membangun sebuah persegi panjang yang mencakup tiga titik simpul (vertices) pada segitiga
siku-siku (gambar.7.37c) dan menalar tentang sifat-sifat diagonal-diagonal dari sebuah
persegi panjang. Anna menyajikan sebuah solusi yang menggunakan transformasi geometri
(gambar 7.37 d). Karena M dan M′adalah titik tengah AB dan A′B′, masing-masing, segitiga
MAM′ mirip dengan segitiga BAB′, dengan masing-masing sisi pada segitiga yang lebih
kecil setengah panjang sisi yang bersesuaian pada segitiga yang lebih besar. Hubungan yang
sama berlaku untuk segitiga BMC dan BAB′. Menggunakan fakta ini dan fakta bahwa BAB′
adalah segitiga sama kaki (karena BA mencerminkan ke B′A), Anna menunjukkan bahwa
MAM′ adalah segitiga yang kongruen dengan segitiga CMB, sehingga diikuti bahwa CM dan
MA memiliki panjang yang sama.
Pak Robinson mengucapkan selamat kepada siswa atas kualitas hasil kerja mereka dan
atas berbagai pendekatan yang mereka digunakan. Dia menunjukkan bahwa beberapa ide
dasar matematika seperti kongruensi sebenarnya bagian dari matematika dalam sejumlah
solusi yang mereka tulis dan beberapa pemikiran mereka, seperti komentar Alfonse tentang
teorema Pythagoras, menyorot koneksi pada ide-ide matematika lainnya. Mengambil langkah
mundur untuk mencerminkan, siswa mulai melihat bagaimana pendekatan yang berbeda-
menggunakan koordinat geometri, geometri Euclid, dan geometri transformasi - semua saling
terhubung. Pak Robinson mencatat bahwa baik untuk memiliki semua cara berpikir dalam
"tool kit” matematika mereka. Salah satunya mungkin kunci untuk memecahkan masalah
berikutnya yang mereka hadapi.
Meskipun siswa belajar banyak dari pengerjaan pada masalah, kelas belum selesai hanya
dengan itu. Pak Robinson telah memilih masalah ini untuk anak-anak di kelas kerjakan
karena masalah tersebut mendukung sejumlah eksplorasi yang menarik dan karena siswa
akan mengeksplorasi sifat segitiga dan lingkaran ketika mereka mengerjakannya. Dan
memang, saat siswa mengerjakan permasalahan yang diajukan pak Robinson, mereka
mengatakan bahwa mereka "melihat lingkaran di mana-mana." (Pembahasan berikut ini
terinspirasi oleh Goldenberg, Lewis, dan O'Keefe [1992].)
Satu kelompok memutuskan untuk melihat kumpulan semua segitiga siku-siku yang
mereka dapat temukan, diberikan sebuah hypotenusa (sisi miring). Seorang anggota
kelompok memulai dengan membangun sebuah segitiga siku-siku dengan sisi miring yang
diberikan dan kemudian menarik sudut siku-siku (Gambar 7.38a). Kelompok lain
memutuskan untuk memperbaiki posisi sudut siku-siku dan melihat kumpulan segitiga siku-
siku yang panjang sisi miringnya telah diberikan (gambar. 7.38b). Mereka mengamati bahwa
Plot titik tengah sisi miring segitiga siku-siku muncul untuk melacak busur lingkaran.
Pada awalnya siswa siap untuk mengabaikan pola melingkar sebagai kebetulan. Tapi Pak
Robinson, melihat potensi untuk membuat koneksi, mengajukan pertanyaan-pertanyaan
seperti,
"Mengapa kamu berpikir kamu mendapatkan pola itu?" dan "Apakah lingkaran di
polamu ada hubungannya dengan lingkaran pada solusi kelompok Jennifer?" Saat masing-
masing kelompok mulai memahami pertanyaan Pak Robinson, mereka mulai melihat koneksi
antara lingkaran pada gambar baru mereka, definisi dari sebuah lingkaran, dan fakta bahwa
masalah mereka berurusan dengan titik yang sama jauh dari titik ketiga (titik di sudut siku-
siku segitiga).
Pak Robinson menambahkan sebuah tantangan akhir untuk pekerjaan rumah: dapatkah
siswa menghubungkan masalah ini (atau masalah-masalah yang terkait dengan hal tersebut)
dalam situasi dunia nyata atau matematika lainnya? Siswa membuat poster-poster yang
menggambarkan hubungan matematis yang mereka lihat. Sebagian besar poster
menggambarkan situasi yang mirip dengan masalah asli dimana sesuatu, untuk beberapa
alasan, perlu diposisikan dengan jarak yang sama dari setiap sudut pada sebuah segitiga siku-
siku. Satu grup, bagaimanapun, menciptakan sebuah eksperimen yang mereka tunjukkan
untuk kelas yang gelap, ruang tanpa jendela di gedung.
Mereka meletakkan di atas lantai selembar kertas grafik putih besar dengan segitiga siku-
siku digambar di atasnya, letakkan lilin (semua dengan ketinggian yang sama) di setiap titik
sudut, dan letakkan sebuah obyek yang lebih pendek daripada lilin di dalam segitiga. Siswa
melihat bayang-bayang objek berubah saat satu anggota grup menggerakkannya di sekitar
dalam segitiga. Tiga bayangan memiliki panjang yang sama hanya ketika objek ditempatkan
pada titik tengah dari sisi miring — fenomena yang menggembirakan bagi Pak Robinson dan
murid-muridnya. Kegiatan diskusi ini menyimpulkan tentang segitiga siku-siku, tapi itu jauh
dari akhir tugas kelas mereka. Pak Robinson mengingatkan para siswa tentang masalah yang
mengawali diskusi mereka dan menanyakan mereka bagaimana masalah dapat diperluas.
"Setelah semuanya," katanya, "tidak semua halaman belakang rumah memiliki sudut
siku-siku atau bentuknya segitiga." Komentar ini membangun abstraksi dan
menggeneralisasikan beberapa pekerjaan mereka-dan untuk membuat lebih banyak koneksi.

Apa seharusnya peran guru dalam mengembangkan koneksi di kelas 9 sampai 12?
Kisah kelas Pak Robinson menunjukkan banyak cara dimana guru dapat membantu
siswa mencari dan membuat penggunaan koneksi matematika. Masalah pilihan ini terutama
penting karena siswa tidak mungkin untuk belajar membuat hubungan kecuali jika mereka
bekerja pada masalah atau situasi yang memiliki potensi untuk menyarankan keterkaitan
tersebut.
Guru perlu mengambil inisiatif khusus untuk menemukan masalah integratif (memuat
beberapa konten matematika yang berbeda dalam pengerjaannya) ketika bahan pengajaran
fokus terutama pada konten area dan ketika pengaturan kurikulum memisahkan studi konten
seperti bidang geometri, aljabar, dan statistik. Bahkan ketika kurikulum menawarkan masalah
yang mengabaikan batas-batas konten yang tradisional, guru akan perlu untuk
mengembangkan keahlian dalam membuat koneksi matematika dan dalam membantu siswa
mengembangkan kapasitas mereka sendiri untuk melakukannya. Salah satu aspek penting
dalam membantu siswa membuat koneksi adalah membangun suasana kelas yang mendorong
siswa untuk mengejar ide-ide matematis selain untuk memecahkan masalah yang mereka
punya. Pak Robinson memulai dengan sebuah masalah yang memperbolehkan untuk
menggunakan beberapa pendekatan dan solusi. Sementara siswa mengerjakan masalah,
mereka didorong untuk mengejar berbagai petunjuk.
Pernyataan yang salah tidak hanya dinilai salah dan ditolak; Pak Robinson membantu
siswa menemukan inti dari ide-ide yang benar tentang apa yang mereka katakan, dan ide-ide
tersebut kadang-kadang mengarahkan pada solusi dan koneksi baru. Para siswa didorong
untuk merenungkan dan membandingkan solusi mereka sebagai sarana untuk membuat
koneksi. Ketika mereka telah melakukan semampu mereka dalam menyelesaikan masalah
yang diberikan, mereka didorong untuk menggeneralisasi apa yang mereka lakukan. Masalah
yang kaya, suasana yang mendukung pemikiran matematis, dan akses ke berbagai macam alat
matematika semua berkontribusi terhadap kemampuan siswa untuk melihat matematika
sebagai sebuah keseluruhan yang terhubung.

Anda mungkin juga menyukai