lain fungsi-phi Euler, fungsi banyak pembagi, dan fungsi jumlah pembagi. Salah satu sifat penting
fungsi-phi Euler adalah nilai fungsi untuk suatu bilangan bulat n sama dengan hasil kali nilai
fungsi-phi Euler dari masing-masing perpangkatan prima dalam pemfaktoran prima dari n.
Definisi.
Suatu fungsi aritmetika adalah suatu fungsi yang didefinisikan untuk semua bilangan
bulat positif.
Melalui bab ini, kita fokus pada fungsi-fungsi aritmetika yang mempunyai fungsi khusus.
Definisi.
Suatu fungsi aritmetika f disebut fungsi multiplikatif jika f(mn) = f(m) f(n) untuk sebarang
bilangan-bilangan bulat positif m dan n yang relatif prima. Suatu fungsi multiplikatif f disebut
lengkap jika f(mn) = f(m) f(n) untuk semua bilangan-bilangan bulat positif m dan n.
Contoh 7.1
Fungsi f(n) = 1 untuk semua n adalah suatu fungsi multiplikatif lengkap dan juga multiplikatif
karena f(mn) = 1, f(m) = 1, dan f(n) = 1, sehingga f(mn) = f(m) f(n). Dengan cara yang sama,
fungsi g(n) = n adalah fungsi multiplikatif lengkap, dan multiplikatif, karena g(mn) = mn = g(m)
g(n).
Jika f adalah suatu fungsi multiplikatif, maka kita dapat menemukan suatu formula sederhana
untuk f(n) yang diberikan perpangkatan prima dalam pemfaktoran prima dari n. Hasil ini berguna,
karena ini menunjukkan kepada kita bagaimana menemukan f(n) dari nilai-nilai 𝑓(𝑝𝑖 𝑎𝑖 ) untuk i =
1
1, 2, …., s, dengan n = 𝑝1 𝑎1 𝑝2 𝑎2 …… 𝑝𝑠 𝑎𝑠 adalah perpangkatan prima dalam pemfaktoran
prima dari n.
Teorema 7.1
Jika f adalah suatu fungsi multiplikatif, dan jika n = p1a1 p2 a2 ... ps as adalah pemfaktoran prima
Bukti :
Kita akan membuktikan Teorema ini dengan menggunakan induksi matematika.
Akan dibuktikan untuk s = 1 benar,
sebab ruas kiri f(n) = f ( p1a1 ) dan ruas kanan f ( p1a1 ) f ( p2 a2 )... f ( ps as ) = f ( p1a1 ) .
Jadi hubungan berlaku untuk s = 1.
Misalkan hubungan berlaku untuk s = k, yaitu :
f ( p1a1 p2 a2 ... pk ak ) = f ( p1a1 ) f ( p2 a2 )... f ( pk ak )
Teorema 7.2
Jika p adalah suatu bilangan prima, maka (p) = p – 1, dan konversnya, jika p adalah
suatu bilangan bulat positif dengan (p) = p – 1, maka p adalah bilangan prima.
Bukti :
Jika p adalah prima, maka setiap bilangan bulat positif kurang dari p adalah relatif
prima untuk p. Karena ada p – 1 bilangan bulat, kita memiliki (p) = p – 1. Sebaliknya,
jika p tidak prima, maka p = 1 atau p adalah komposit. Jika p = 1, maka (p) ≠ p – 1
karena (1) = 1.
2
Jika p adalah komposit, maka p memiliki suatu pembagi d dengan 1 < d < p, dan, tentu
saja, p dan d tidak relatif prima. Karena kita tahu bahwa paling sedikit satu dari p – 1
bilangan bulat 1, 2, ..., p – 1, yaitu d, tidak relatif prima untuk p,
(p) ≤ p – 2. Oleh sebab itu, jika (p) = p – 1 maka p haruslah prima.
Contoh:
(a) (5) = 5 – 1 = 4
(b) (23) = 23 – 1 = 22
(c) (37) = 37 – 1 = 36
Teorema 7.3
Jika p adalah suatu bilangan prima dan a adalah suatu bilangan bulat positif, maka
(𝑝𝑎 ) = 𝑝𝑎 – 𝑝𝑎−1 .
Bukti:
Bilangan-bilangan bulat positif kurang dari atau sama dengan 𝑝𝑎 yang tidak relatif prima
dengan 𝑝 adalah bilangan-bilangan bulat yang tidak lebih dari 𝑝𝑎 tetapi habis dibagi oleh 𝑝.
Bilangan-bilangan tersebut yaitu 𝑘𝑝 dengan 1 ≤ 𝑘 ≤ 𝑝𝑎−1 . Karena terdapat tepat 𝑝𝑎−1
bilangan bulat, maka ada 𝑝𝑎 – 𝑝𝑎−1 bilangan bulat kurang dari 𝑝𝑎 yang relatif prima terhadap
𝑝𝑎 . Oleh sebab itu, (𝑝𝑎 ) = 𝑝𝑎 – 𝑝𝑎−1 .
Contoh 7.2
Dengan menggunakan teorema 7.3, kita dapat menemukan bahwa (53) = 53 – 52 = 100, (210)
= 210 – 29 = 512, dan (112) = 112 – 11 = 110.
Untuk menemukan formula untuk (𝑛), mengingat faktorisasi prima dari 𝑛, itu telah
cukup untuk menunjukkan bahwa adalah multiplikatif. Kita mengilustrasikan ide di
balik bukti dengan contoh berikut.
Contoh 7.3
Misal 𝑚 = 4 dan 𝑛 = 9, sehingga 𝑚𝑛 = 36. Kita daftar bilangan bulat dari 1
sampai 36 dalam grafik persegi panjang, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 7.1.
3
Baik kedua maupun baris keempat berisi bilangan bulat yang relatif prima terhadap 36,
karena setiap elemen dalam baris ini tidak relatif prima terhadap 4, dan karenanya tidak
relatif prima terhadap 36. Kita menyertakan dua baris lainnya; setiap elemen dari baris
ini adalah relatif prima terhadap 4.
Dalam setiap baris ini, ada 6 bilangan bulat yang relatif prima terhadap 9. Kita lingkarin
bilangan tersebut, bilangan itu adalah 12 bilangan bulat dalam daftar relatif prima
terhadap 36. Oleh karena itu, (36) = 2 ∙ 6 = (4) (9).
Sekarang pernyataan dan buktikan teorema yang menunjukkan bahwa adalah multiplikatif.
Teorema 7.4
Jika m, n Z+ dan (m, n) = 1, maka (mn) = (m) (n)
Bukti:
Kita menampilkan bilangan bulat positif yang tidak melebihi mn dengan cara berikut.
1 𝑚 +1 2𝑚 + 1 … (𝑛 – 1)𝑚 + 1
2 𝑚 +2 2𝑚 + 2 … (𝑛 – 1)𝑚 + 2
3 𝑚 +3 2𝑚 + 3 … (𝑛 – 1)𝑚 + 3
. . . … .
𝑟 𝑚 +𝑟 2𝑚 + 𝑟 … (𝑛 – 1)𝑚 + 𝑟 .
. . . … .
𝑚 2𝑚 3𝑚 … 𝑚𝑛
Sekarang andaikan 𝑟 adalah suatu bilangan bulat positif tidak lebih dari 𝑚, dan andaikan bahwa
(𝑚, 𝑟) = 𝑑 > 1, maka tidak ada bilangan pada baris ke 𝑟 yang relatif prima dengan 𝑚𝑛 karena
sebarang bilangan pada baris ini mempunyai bentuk 𝑘𝑚 + 𝑟 dengan 𝑘 Z+ dan
4
1 ≤ 𝑘 ≤ (𝑛 − 1), dan 𝑑│(𝑘𝑚 + 𝑟 ) karena 𝑑│𝑚 dan │𝑟 .
Akibatnya, untuk mencari bilangan-bilangan yang relatif prima dengan 𝑚𝑛, kita butuh melihat
baris ke 𝑟 jika (𝑚, 𝑟) = 1.
Jika (𝑚, 𝑟) = 1, dan 1 ≤ 𝑟 ≤ 𝑚, kita harus menentukan bagaimana beberapa bilangan-
bilangan bulat pada baris ini relatif prima terhadap 𝑚𝑛 . Element-elemen pada baris ini adalah
, 𝑚 + 𝑟, 2𝑚 + 𝑟, … , (𝑛 – 1)𝑚 + 𝑟 . Karena (𝑚, 𝑟) = 1, setiap bilangan-bilangan bulat ini
relatif prima terhadap 𝑚. Berdasarkan teorema 4.6, 𝑛 bilangan bulat di 𝑟 baris membentuk suatu
sistem residu lengkap modulo 𝑛. Oleh sebab itu, terdapat tepat (𝑛) bilangan bulat yang relatif
prima terhadap 𝑛. Karena (𝑛) bilangan bulat ini juga relatif prima terhadap 𝑚, maka (𝑛)
relatif prima terhadap 𝑚𝑛.
Karena terdapat (𝑚) baris, dan masing-masing baris memuat (𝑛) bilangan bulat yang relatif
prima dengan 𝑚𝑛, maka dapat disimpulkan bahwa (𝑚𝑛) = (𝑚) (𝑛).
Contoh:
(a) (3) = 2, (4) = 2, dan (12) = 4, berarti (12) = (3.4) = (3). (4)
(b) (4) = 2, (6) = 2, dan (24) = 8, berarti (24) = (4.6) (4). (6)
karena (4,6) = 2 1
Kombinasi Teorema 7.3 dan 7.4, kita menurunkan rumus untuk (𝑛) sebagai berikut.
Teorema 7.5
Misal 𝑛 = p1a1 p2 a2 ... pk ak adalah pemfaktoran pangkat prima dari n Z+, maka :
1 1 1
(𝑛) = 𝑛 (1 − 𝑝 ) (1 − 𝑝 ) . . . (1 − 𝑝 ).
1 2 𝑘
Bukti:
Karena adalah multiplikatif, teorema 7.1 menyatakan bahwa
5
1 1 1
(𝑛) = 𝑝1 𝑎1 𝑝2 𝑎2 . . . 𝑝𝑘 𝑎𝑘 (1 − 𝑝 ) (1 − 𝑝 ) . . . (1 − 𝑝 )
1 2 𝑘
1 1 1
(𝑛) = 𝑛 (1 − 𝑝 ) (1 − 𝑝 ) . . . (1 − 𝑝 )
1 2 𝑘
Contoh 7.4
Menggunakan teorema 7.5, kita tuliskan bahwa
1 1
(100) = (25 52 ) = 100 (1 − 2) (1 − 5) = 40 dan
1 1 1
(720) = (24 32 5) = 720 (1 − 2) (1 − 3) (1 − 5) = 192.
Catatan bahwa (𝑛) adalah genap kecuali 𝑛 = 2, seperti teorema yang akan ditunjukkan
sebagai berikut.
Teorema 7.6
Jika 𝑛 Z+ dan 𝑛 > 2, maka (𝑛) adalah suatu bilangan bulat genap
Bukti:
Andaikan bahwa n = p1a1 p2 a2 ... ps as adalah pemfaktoran pangkat prima dari 𝑛. Karena .
s
adalah multiplikatif, maka (𝑛) = ( p j ai ) . Berdasarkan teorema 7.3, kita tahu
j 1
bahwa (𝑝𝑗 𝑎𝑗 ) = 𝑝𝑗 𝑎𝑗−1 ( 𝑝𝑗 − 1). Kita dapat lihat bahwa (𝑝𝑗 𝑎𝑗 ) genap jika 𝑝𝑗 adalah
bilangan prima ganjil, maka 𝑝𝑗 − 1 genap atau jika 𝑝𝑗 = 2 dan 𝑎𝑗 > 1 maka 𝑝𝑗 𝑎𝑗−1 adalah
genap. Mengingat bahwa 𝑛 > 2, setidaknya satu dari dua kondisi ini berlaku, sehingga
(𝑝𝑗 𝑎𝑗 ) adalah bilangan genap untuk paling sedikit satu bilangan bulat 𝑗, 1 ≤ 𝑗 ≤ 𝑠. Jadi dapat
disimpulkan bahwa (𝑛) adalah genap.
Misal 𝑓 adalah fungsi aritmatika, maka
𝐹 (𝑛) = ∑ 𝑓(𝑑)
𝑑|𝑛
Mewakili jumlah nilai-nilai 𝑓 semua bilangan positif pembagi 𝑛. Fungsi 𝐹disebut summatory
function 𝑓.
6
Contoh 7.5
Jika 𝑓 adalah fungsi aritmatika dengan summatory function F, maka
Misalnya, jika 𝑓(𝑑) = 𝑑2 dan F adalah summatory function 𝑓, maka 𝐹 (12) = 210, karena
∑ 𝑑 2 = 12 + 22 + 32 + 42 + 62 + 122
𝑑|12
∑ 𝑑 2 = 1 + 4 + 9 + 16 + 36 + 144 = 210
𝑑|12
Hasil sebagai berikut, yang menyatakan bahwa 𝑛 adalah jumlah dari nilai-nilai fungsi
phi
untuk semua pembagi positif dari 𝑛, juga akan berguna dalam sekuel. Dikatakan bahwa
summatory function dari (𝑛) adalah fungsi identitas, yaitu, fungsi yang nilainya di 𝑛
hanya 𝑛.
Teorema 7.7.
Misalkan 𝑛 bilangan bulat positif. Maka
∑ (𝑑) = 𝑛
𝑑|𝑛
Bukti:
Kita bagi himpunan bilangan bulat dari 1 sampai 𝑛 ke dalam kelas-kelas. Masukan
bilangan bulat 𝑚 ke kelas 𝐶𝑑 jika FPB dari 𝑚 dan 𝑛 adalah 𝑑. Kita lihat bahwa 𝑚 ada
𝑚 𝑛
di 𝐶𝑑 , yaitu (𝑚, 𝑛) = 𝑑, jika dan hanya jika ( 𝑑 , 𝑑) = 1. Oleh karena itu, banyaknya
𝑛
bilangan bulat di 𝐶𝑑 adalah banyaknya bilangan bulat positif yang tidak melebihi 𝑑
𝑛
yang relatif prima terhadap bilangan bulat 𝑑. Dari pengamatan ini, kita lihat bahwa ada
𝑛
(𝑑) bilangan bulat di 𝐶𝑑 . Karena kita membagi bilangan bulat dari 1 sampai 𝑛 ke
dalam kelas yang disjoint dan setiap bilangan bulat tepat satu kelas, 𝑛 adalah jumlah
dari jumlah dari banyaknya elemen dalam kelas yang berbeda. Akibatnya, kita lihat
bahwa
𝑛
𝑛= ∑ ( )
𝑑
𝑑|𝑛
7
𝑛
𝑑 bilangan bulat positif yang membagi 𝑛, 𝑑 juga sebagai pembagi, sehingga
𝑛
𝑛 = ∑ ( ) = ∑ (𝑑)
𝑑
𝑑|𝑛 𝑑|𝑛
Contoh 7.6
Kita menggambarkan bukti Teorema 7. 7 ketika 𝑛 = 18. Bilangan bulat dari
1 sampai 18 dapat dibagi ke dalam kelas 𝐶𝑑 , di mana 𝑑|18 sedemikian sehingga kelas
𝐶𝑑 memuat bilangan bulat 𝑚 dengan (𝑚, 18) = 𝑑. Kita mempunyai
𝐶1 = {1, 5, 7, 11, 13, 17}
𝐶2 = {2, 4, 8, 10, 14, 16}
𝐶3 = {3, 15}
𝐶6 = {6, 12}
𝐶9 = {9}
𝐶18 = {18}
18
Kita lihat bahwa kelas 𝐶𝑑 memuat ( 𝑑 ) bilangan bulat, yaitu 6 kelas yang memuat
dimana 𝑘 suatu bilangan bulat positif adalah persamaan (𝑛) = ∏𝑘𝑖=1 𝑝𝑖 𝑎𝑖−1 ( 𝑝𝑖 −
Contoh 7.7
Apa solusi untuk persamaan (𝑛) = 8 , di mana 𝑛 adalah bilangan bulat positif?
Misalkan bahwa faktorisasi pangkat prima dari 𝑛 adalah 𝑛 = p1a1 p2 a2 ... pk ak . Karena
8
Selanjutnya, 7 tidak dapat membagi 𝑛 karena jika 7 membagi 𝑛, maka 7 − 1 = 6 akan
menjadi faktor dari (𝑛). Oleh karena itu 𝑛 = 2𝑎 3𝑏 5𝑐 dimana 𝑎, 𝑏, dan 𝑐 adalah
bilangan bulat tak negatif. Kita dapat juga menyimpulkan bahwa 𝑏 = 0 atau 𝑏 = 1 dan 𝑐
= 0 atau 𝑐 = 1; Sebaliknya, 3 atau 5 akan membagi (𝑛) = 8.
Untuk menemukan semua solusi, kita hanya perlu mempertimbangkan empat kasus.
Ketika 𝑏 = 𝑐 = 0, kita memiliki 𝑛 = 2𝑎 , di mana 𝑎 ≥ 1.
Ini berakibat bahwa (𝑛) = 2𝑎−1 yang berarti bahwa 𝑎 = 4 dan 𝑛 = 16.
ketika 𝑏 = 0 dan 𝑐 = 1, kita mempunyai 𝑛 = 2𝑎 . 5, di mana 𝑎 ≥ 1. Ini berakibat bahwa
(𝑛) = 2𝑎−1 . 4, sehingga 𝑎 = 2 dan 𝑛 = 20. Ketika 𝑏 = 1 dan
𝑐 = 0, kita mempunyai 𝑛 = 2𝑎 . 3, dimana 𝑎 ≥ 1. Ini berakibat bahwa
(𝑛) = 2𝑎−1 . 2 = 2𝑎 , sehingga 𝑎 = 3 dan 𝑛 = 24. Akhirnya, ketika 𝑏 = 1 dan
𝑐 = 1, kita mempunyai 𝑛 = 2𝑎 . 3 . 5. Kita perlu mempertimbangkan kasus dimana
𝑎 = 0, serta kasus dimana 𝑎 ≥ 1.
Ketika 𝑎 = 0, kita memiliki 𝑛 = 15, yang merupakan solusi karena (15) = 8.
Ketika 𝑎 ≥ 1, kita memiliki (𝑛) = 2𝑎−1 . 2 . 4 = 2𝑎+2 . Ini berarti bahwa 𝑎 = 1 dan
𝑛 = 30. Menempatkan semuanya bersama-sama, kita melihat bahwa semua solusi
untuk (𝑛) = 8 adalah 𝑛 = 15, 16, 20, 24, dan 30.
Definisi.
Fungsi jumlah pembagi, dinotasikan dengan , didefinisikan dengan aturan (𝑛) sama
dengan jumlah semua pembagi yang positif dari 𝑛.
9
(Nilai-nilai ini juga dapat dihitung dengan menggunakan Maple atau
Mathematica.)
𝑛 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
(𝑛) 1 3 4 7 6 12 8 15 13 18 12 28
Tabel 7.1 Fungsi jumlah pembagi untuk 1 ≤ 𝑛 ≤ 12
Definisi
Fungsi banyak pembagi, dinotasikan dengan 𝜏, didefinisikan dengan aturan 𝜏(𝑛) sama
dengan banyaknya semua pembagi positif dari 𝑛.
𝑛 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
𝜏(𝑛) 1 2 2 3 2 4 2 4 3 4 2 6
Tabel 7.2 banyaknya pembagi untuk 𝟏 ≤ 𝒏 ≤ 𝟏𝟐
Di tabel 7.2, kita diberikan 𝜏(𝑛) untuk 1 ≤ 𝑛 ≤ 12. Nilai dari 𝜏(𝑛) untuk
1 ≤ 𝑛 ≤ 100 diberikan di tabel 2 Appendix E.
Catat bahwa kita dapat menyatakan 𝜎(𝑛) dan 𝜏(𝑛) dalam notasi jumlah. Ini
mudah untuk melihat bahwa
𝜎(𝑛) = ∑ 𝑑
𝑑|𝑛
dan
𝜏(𝑛) = ∑ 1
𝑑|𝑛
.
Kita akan menggunakan teorema berikut untuk membuktikan bahwa 𝜎 dan 𝜏
adalah multiplikatif.
Teorema 7.8
Jika 𝑓 adalah suatu fungsi multiplikatif, maka fungsi 𝑓 didefinisikan,
𝐹(𝑛) = ∑𝑑|𝑛 𝑓(𝑑), juga merupakan multiplikatif.
10
Sebelum membuktikan teoremanya, akan diilustrasikan ide untuk membuktikan
dengan contoh di bawah. Misalkan 𝑓 fungsi multiplikatif, dan misalkan 𝐹(𝑛) =
∑𝑑|𝑛 𝑓(𝑑). Akan ditunjukkan bahwa 𝐹(60) = 𝐹(4)𝐹(15). Setiap pembagi dari 60
dapat dituliskan sebagai hasil kali dari pembagi dari 4 dan pembagi 15 dengan cara
berikut: 1 = 1 ∙ 1, 2 = 2 ∙ 1, 3 = 3 ∙ 1, 4 = 4 ∙ 1, 5 = 5 ∙ 1, 6 = 2 ∙ 3, 10 = 2 ∙ 5, 12 =
4 ∙ 3, 15 = 1 ∙ 15, 20 = 4 ∙ 5, 30 = 2 ∙ 15, 60 = 4 ∙ 15 ( di tiap hasil kali, faktor pertama
adalah pembagi dari 4, dan kedua adalah pembagi dari 15).
𝐹(60) = 𝑓(1) + 𝑓(2) + 𝑓(3) + 𝑓(4) + 𝑓(5) + 𝑓(6) + 𝑓(10) + 𝑓(12) + 𝑓(15) +
𝑓(20) + 𝑓(30) + 𝑓(60)
= 𝑓(1 ∙ 1) + 𝑓(2 ∙ 1) + 𝑓(1 ∙ 3) + 𝑓(4 ∙ 1) + 𝑓(1 ∙ 5) + 𝑓(2 ∙ 3) + 𝑓(2 ∙ 5) +
𝑓(4 ∙ 3) + 𝑓(1 ∙ 15) + 𝑓(4 ∙ 5) + 𝑓(2 ∙ 15) + 𝑓(4 ∙ 15)
= 𝑓(1)𝑓(1) + 𝑓(2)𝑓(1) + 𝑓(1)𝑓(3) + 𝑓(4)𝑓(1) + 𝑓(1)𝑓(5) + 𝑓(2)𝑓(3) +
𝑓(2)𝑓(5) + 𝑓(4)𝑓(3) + 𝑓(1)𝑓(15) + 𝑓(4)𝑓(5) + 𝑓(2)𝑓(15) + 𝑓(4)𝑓(15)
= (𝑓(1) + 𝑓(2) + 𝑓(4))(𝑓(1) + 𝑓(3) + 𝑓(5) + 𝑓(15))
= 𝐹(4)𝐹(15).
Akan dibuktikan Teorema 7.8 menggunakan ide yang telah diilustrasikan pada
contoh.
Bukti: untuk menunjukkan bahwa 𝐹 adalah fungsi multiplikatif, harus ditunjukkan
bahwa jika 𝑚 dan 𝑛 adalah bilangan-bilangan bulat positif yang relative prima, maka
𝐹(𝑚𝑛) = 𝐹(𝑚)𝐹(𝑛). Asumsikan bahwa (𝑚, 𝑛) = 1, kita punya 𝐹(𝑚𝑛) = ∑𝑑|𝑚𝑛 𝑓(𝑑).
Dengan Lemma 3.7, karena (𝑚, 𝑛) = 1, setiap pembagi dari 𝑚𝑛 dapat dituliskan secara
tunggal sebagai hasil kali dari pembagi 𝑑1 dari 𝑚 dan 𝑑2 dari 𝑛 yang relative prima, dan
setiap pasang dari pembagi 𝑑1 dari 𝑚 dan 𝑑2 dari 𝑛 berkorespondensi ke suatu pembagi
𝑑 = 𝑑1 𝑑2 dari 𝑚𝑛. Sehingga dapat dituliskan
𝐹(𝑚𝑛) = ∑𝑑1 |𝑚 𝑓(𝑑1 𝑑2 ) .
𝑑2 |𝑛
11
Kita dapat menggunakan Teorema 7.8 untuk menunjukkan bahwa 𝜎 dan 𝜏 adalah
multiplikatif.
Corollary 7.8.1
Fungsi jumlah pembagi 𝜎 dan fungsi banyak Type equation here.pembagi 𝜏
adalah fungsi multiplikatif.
Bukti: Misalkan 𝑓(𝑛) = 𝑛 dan 𝑔(𝑛) = 1. 𝑓 dan 𝑔 keduanya multiplikatif. Dengan
Teorema 7.8, kita lihat bahwa 𝜎(𝑛) = ∑𝑑|𝑛 𝑓(𝑑) dan 𝜏(𝑛) = ∑𝑑|𝑚 𝑔(𝑑) adalah
multiplikatif.
Sekarang kita tahu bahwa 𝜎 dan 𝜏 adalah multiplikaif, kita dapat menurunkan
rumus untuk nilai mereka berdasarkan faktorisasi prima. Pertama, kita menentukan
rumus untuk 𝜎(𝑛) dan 𝜏(𝑛) ketika 𝑛 merupakan bilangan prima berpangkat.
Lemma 7.1
Misalkan 𝑝 adalah suatu bilangan prima dan 𝑎 bilangan positif. Maka
𝑎) 2
𝑝𝑎+1 − 1
𝑎
𝜎(𝑝 = 1 + 𝑝 + 𝑝 + ⋯+ 𝑝 =
𝑝−1
Dan
𝜏(𝑝𝑎 ) = 𝑎 + 1
Contoh 7.8
Menggunakan Lemma 7.1, diketahui 𝑝 = 5 dan 𝑎 = 3, diperoleh bahwa 𝜎(53 ) = 1 +
54−1
5 + 52 + 53 = = 156 dan 𝜏(53 ) = 1 + 3 = 4.
5−1
12
Teorema 7.9
𝑎 𝑎 𝑎
Misallkan 𝑛 bilangan bulat positif mempunyai faktorisasi prima 𝑛 = 𝑝1 1 𝑝2 2 … 𝑝𝑠 𝑠 .
Maka
𝑠
𝑝𝑎+1 − 1 𝑝𝑎2 +1 − 1 𝑝𝑎𝑠 +1 − 1 𝑝𝑗 𝑎𝑗 +1 − 1
𝜎(𝑛) = ∙ ∙ ⋯∙ =∏
𝑝−1 𝑝2 − 1 𝑝𝑠 − 1 𝑝𝑗 − 1
𝑗=1
Dan
𝑠
Contoh 7.9
Dengan menggunakan Teorema 7.9, kita peroleh
24 −1 53 −1
𝜎(200) = 𝜎(23 52 ) = ∙ = 15 ∙ 31 = 465
2−1 5−1
13
Definisi
Jika 𝑛 adalah suatu bilangan positif dan 𝜎(𝑛) = 2𝑛, maka 𝑛 disebut bilangan
perfect.
Contoh 7.10
karena 𝜎(6) = 1 + 2 + 3 + 6 = 12, dan 12 = 2 ∙ 6, kita lihat bahwa 6 adalah perfect.
Begitupun untuk 𝜎(28) = 1 + 2 + 4 + 7 + 14 + 28 = 56, jadi 28 adalah bilangan
perfect yang lain.
Teorema berikut menyatakan bahwa bilangan bulat genap positif merupakan bilangan
perfect.
Teorema 7.10
Bilangan positif 𝑛 adalah suatu bilangan perfect genap jika dan hanya jika
𝑛 = 2𝑚−1 (2𝑚 − 1),
Di mana 𝑚 adalah bilangan bulat sedemikian sehingga 𝑚 ≥ 2 dan 2𝑚 − 1 adalah
prima.
Bukti:
jika 𝑛 = 2𝑚−1 (2𝑚 − 1) di mana 2𝑚 − 1 adalah prima, maka 𝑛 adalah perfect. Catat
bahwa karena 2𝑚 − 1 adalah ganjil, kita punya (2𝑚−1 , 2𝑚 − 1) = 1. Karena 𝜎 adalah
fungsi multiplikatif, kita lihat bahwa
𝜎(𝑛) = 𝜎(2𝑚−1 )𝜎(2𝑚 − 1)
Lemma 7.1 memberitahu kita bahwa
𝜎(2𝑚−1 ) = 2𝑚 − 1 dan 𝜎(2𝑚 − 1) = 2𝑚 , karena kita mengasumsikan bahwa 2𝑚 − 1
adalah prima. Sehingga
𝜎(𝑛) = (2𝑚 − 1 )2𝑚 = 2𝑛,
Menunjukkan bahwa 𝑛 adalah bilangan perfect.
Untuk menunjukkan bahwa konversnya juga berlaku, misalkan 𝑛 bilangan
perfect genap. Dapat dituliskan 𝑛 = 2𝑠 𝑡 dengan 𝑠, 𝑡 bilangan bulat positif dan 𝑡 ganjil.
Karena (2𝑠 , 𝑡) = 1, kita lihat dari Lemma 7.1 bahwa
(7.1) 𝜎(𝑛) = 𝜎(2𝑠 𝑡) = 𝜎(2𝑠 )𝜎(𝑡) = (2𝑠+1 − 1)𝜎(𝑡)
Karena 𝑛 adalah perfect, maka kita punya
(7.2) 𝜎(𝑛) = 2𝑛 = 2𝑠+1 𝑡.
14
Menggabungkan (7.1) dan (7.2) menunjukkan bahwa
(7.3) (2𝑠+1 − 1)𝜎(𝑡) = 2𝑠+1 𝑡
Karena (2𝑠+1 , 2𝑠+1 − 1) = 1, dari Lemma 3.4 kita lihat bahwa 2𝑠+1 |𝜎(𝑡). Oleh karena
itu, ada bilangan bulat 𝑞 sedemikian hingga 𝜎(𝑡) = 2𝑠+1 𝑞. Menyisipkan bentuk ini
untuk 𝜎(𝑡) ke (7.3) memberitahu kita bahwa
(2𝑠+1 − 1)2𝑠+1 𝑞 = 2𝑠+1 𝑡
Dan, oleh karena itu,
(7.4) (2𝑠+1 − 1)𝑞 = 𝑡
Oleh karena itu, 𝑞|𝑡 dan 𝑞 ≠ 𝑡.
Ketika kita menambahkan 𝑞 ke kedua ruas pada (7.4), kita peroleh bahwa
(7.5) 𝑡 + 𝑞 = (2𝑠+1 − 1)𝑞 + 𝑞 = 2𝑠+1 𝑞 = 𝜎(𝑡).
Sekarang akan ditunjukkan bahwa 𝑞 = 1. Catat bahwa jika 𝑞 ≠ 1, maka ada paling
sedikit tiga pembagi positif yang berbeda dari 𝑡, misalnya 1, 𝑞, dan 𝑡. Hal ini
mengimplikasikan bahwa 𝜎(𝑡) ≥ 𝑡 + 𝑞 + 1, di mana kontradiki dengan (7.5). Oleh
karena itu, 𝑞 = 1, dan dari (7.4) kita simpulkan bahwa 𝑡 = 2𝑠+1 − 1. Dan juga dari
(7.5) kita lihat bahwa 𝜎(𝑡) = 𝑡 + 1, sedemikian sehingga 𝑡 haruslah prima, karena
pembagi positif yang mungkin hanya 1 dan 𝑡. Oleh karena itu, 𝑛 = 2𝑠 (2𝑠+1 − 1), di
mana 2𝑠+1 − 1 adalah prima.
Teorema 7.11
Jika 𝑚 adalah suatu bilangan bulat positif dan 2𝑚 − 1 adalah prima, maka 𝑚
harus prima.
Bukti. Asumsikan bahwa 𝑚 bukan prima, sedemikian sehingga 𝑚 = 𝑎𝑏, di mana
1 < 𝑎 < 𝑚 dan 1 < 𝑏 < 𝑚. (catat baha 𝑚 > 1, karena 2𝑚 − 1 adalah prima.) maka
2𝑚 − 1 = 2𝑎𝑏 − 1 = (2𝑎 − 1)(2𝑎(𝑏−1) + 2𝑎(𝑏−2) + ⋯ + 2𝑎 + 1)
Karena kedua faktor pada sisi kanan dari persamaan adalah lebih dari 1, kita lihat bahwa
2𝑚 − 1 adalah komposit jika 𝑚 tidak prima. Oleh karena itu, jika 2𝑚 − 1 adalah prima,
maka 𝑚 juga harus prima.
Dengan Teorema 7.11, kita lihat bahwa untuk mencari prima pada bentuk 2𝑚 − 1, kita
perlu untuk menganggap hanya bilanga bulat 𝑚 yang prima. Bilangan bulat pada bentuk
2𝑚 − 1 akan dipelajari lebih dalam, bilangan bulat ini telah diberi nama seorang
Perancis pada abad 17 oleh Marin Mersenne.
15
Definisi
Jika 𝑚 adalah suatu bilangan bulat, maka 𝑀𝑚 = 2𝑚 − 1 disebut bilangan
Mersenne ke 𝑚; jika 𝑝 prima dan 𝑀𝑝 = 2𝑝 − 1 juga prima, maka 𝑀𝑝 disebut Bilangan
Prima Mersenne.
Teorema 7.12.
Jika 𝑝 adalah suatu bilangan prima ganjil, maka sebarang pembagi dari bilangan
Mersenne 𝑀𝑝 = 2𝑝 − 1 mempunyai bentuk 2𝑘𝑝 + 1, di mana 𝑘 adalah bilangan bulat
positif.
Bukti. Misalkan 𝑞 adalah suatu bilangan prima yang membagi 𝑀𝑝 = 2𝑝 − 1. Dengan
Teorema kecil fermat yang menyatakan bahwa jika 𝑝 suatu bilangan prima dan 𝑎 suatu
bilangan bulat positif dengan (𝑎, 𝑝) = 1 maka 𝑎𝑝−1 ≡ 1 (𝑚𝑜𝑑 𝑝) atau 𝑝|𝑎𝑝−1 − 1,
dengan demikian 𝑞|(2𝑞−1 − 1). Selanjutnya, dari Lemma 4.3, kita tahu bahwa
(7.6) (2𝑝 − 1, 2𝑞−1 − 1) = 2(𝑝,𝑞−1) − 1
Karena 𝑞 merupakan pembagi dari 2𝑝 − 1 dan 2𝑞−1 − 1, kita tahu bahwa (2𝑝 −
1, 2𝑞−1 − 1) < 1. (𝑝, 𝑞 − 1) = 𝑝, karena kemungkinan yang lain hanya (𝑝, 𝑞 − 1) = 1
akan mengimplikasi dari (7.6) bahwa (2𝑝 − 1, 2𝑞−1 − 1) = 1. Oleh karena itu, 𝑝|(𝑞 −
1) dam, ada suatu bilangan bulat positif 𝑚 sedemikian hingga 𝑞 − 1 = 𝑚𝑝. Karena 𝑞
bilangan ganjil maka 𝑞 − 1 adalah genap, dan 𝑚𝑝 adalah genap, sehingga 𝑚 harus
genap. Misalkan 𝑚 = 2𝑘, 𝑘 bilangan bulat positif. Oleh karena itu, 𝑞 = 𝑚𝑝 + 1 =
2𝑘𝑝 + 1.
Kita dapat menggunakan Teorema 7.12 untuk membantu menentukan apakah
bilangan Mersenne adalah prima. Perhatikan contoh berikut.
Contoh 7.12 untuk menentukan apakah 𝑀13 = 213 − 1 = 8191 adalah prima, kita perlu
mencari faktor-faktor prima yang kurang dari √8191 = 90,504 ….. Sesuai dengan
Teorema 7.12, sebarang faktor prima dari 8191 mempunyai bentuk 26𝑘 + 1. Sehingga
16
kemungkinan pembagi prima 𝑀13 yang kurang dari atau sama dengan √𝑀13 adalah 53
dan 79. Ternyata 53 dan 79 tidak membagi 8191, jadi 8191 adalah prima.
Contoh 7.13 untuk menentukan apakah 𝑀23 = 223 − 1 = 8.388.607 adalah prima. kita
perlu mencari faktor-faktor prima yang kurang dari √𝑀23 = 2896,309 ….. mempunyai
bentuk 46𝑘 + 1. Sehingga kemungkinan pembagi prima 𝑀23 yang kurang dari atau
sama dengan √𝑀23 adalah 47. Ternyata 47 dapat membagi 8.388.607 = 47.178.481,
jadi 𝑀23 adalah komposit.
17
DAFTAR PUSTAKA
Rosen, Kenneth H. 2011. Elementary Number Theory & Its Application Sixth Edition.
New York: Pearson Inc.
18