Anda di halaman 1dari 8

Karakteristik Ubi Jalar (Ipomoea batatas) Varietas Bestak sebagai Sumber

Prebiotik Lokal

Lily Arsanti Lestari1,2, Marsetyawan HNES2, Susi Iravati2, Eni Harmayani3


1
Mahasiswa S3 Program Studi Ilmu Kedokteran dan Kesehatan, Fakultas Kedokteran, UGM
2
Staf Pengajar Fakultas Kedokteran, UGM, Yogyakarta
3
Staf Pengajar Fakultas Teknologi Pertanian, UGM, Yogyakarta

Latar Belakang: Dewasa ini pengembangan produk pangan berbasis ubi jalar cukup
meningkat. Ubi jalar merah diketahui memiliki senyawa beta karoten dan retinol yang
termasuk dalam golongan antioksidan. Ubi jalar ungu diketahui mengandung
antosianin yang dapat berperan sebagai antioksidan. Ubi jalar juga diketahui sebagai
sumber karbohidrat dan serat pangan.

Tujuan Penelitian: Berdasarkan karbohidrat dan serat pangan yang terkandung dalam
ubi jalar, maka penelitian ini bertujuan melihat kandungan serat pangan, pati tahan
cerna, dan profil oligosakarida tidak tercerna (inulin, FOS, rafinosa, dan verbaskosa)
pada ekstrak serat ubi jalar varietas Bestak dan pengaruh pemanasan terhadap
kandungan oligosakarida tidak tercerna.

Metodologi Penelitian: Ekstrak serat ubi jalar (ESU) merupakan hasil ekstraksi dari
ubi jalar varietas Bestak yang telah dikupas, dipotong dadu, dicuci, dikukus selama 30
menit, kemudian diekstrak dengan alkohol 80% pada suhu 60 oC, disaring, dikeringkan
50 oC, digiling dan diayak dengan ayakan berukuran 60 mesh. Pengujian serat pangan
dan pati tahan cerna menggunakan metode enzimatis. Profil oligosakarida tahan cerna
dianalisa dengan menggunakan High Performance Liquid Chromatography (HPLC).

Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa ubi jalar varietas Bestak segar
mengandung serat pangan sebesar 25,43+0,32% yang terdiri dari serat tidak larut
7,11+0,02%; serat larut 6,62+0,00%; pati tahan cerna 11,70+0,30%, sedangkan ESU
varietas Bestak mengandung serat pangan sebesar 37,90+0,75% yang terdiri dari
serat tidak larut 12,17+0,16%; serat larut 3,50+0,48%; pati tahan cerna 22,23+0,42%.
Ekstrak serat ubi jalar varietas Bestak mengandung inulin, fruktooligosakarida (FOS),
rafinosa, dan verbaskosa. Proses pelarutan dan pemanasan ekstrak serat ubi jalar
pada suhu 100 oC dan 121 oC dapat meningkatkan kandungan beberapa komponen
prebiotik seperti FOS dan rafinosa.

Kesimpulan: Ekstrak serat ubi jalar varietas Bestak memiliki kandungan serat pangan
yang tinggi meliputi serat tidak larut, serat larut, dan pati tahan cerna. Kandungan
prebiotik yang banyak terdapat pada ekstrak serat ubi jalar yaitu FOS dan rafinosa.
Proses pelarutan dan pemanasan pada suhu suhu 100 oC dan 121 oC dapat
meningkatkan kandungan FOS dan rafinosa.

Kata Kunci : ubi jalar, prebiotik, FOS, rafinosa, pati tahan cerna, serat larut dan tak
larut

Simposium Gizi Nasional, 15 Oktober 2011 Hal 1


Pendahuluan

Ubi jalar termasuk dalam famili Cavalvuloceae, Ubi jalar sudah dikenal sejak

ribuan tahun yang lalu baik di benua Amerika, Afrika, dan Asia. Ubi jalar diketahui

banyak mengandung vitamin, mineral, dan antioksidan yang dapat memberikan

dampak positif bagi yang mengkonsumsinya. Ubi jalar mengandung beta karoten

cukup tinggi yaitu 14185 IU/100 gram. Golongan senyawa antioksidan selain beta

karoten yaitu retinol, lutein dan zeaxantin. Vitamin yang terkandung dalam ubi jalar

antara lain vitamin C, vitamin B6, dan vitamin B1. Mineral yang terkandung dalam ubi

jalar antara lain Mn, K, Co, Mg, dan P. Selain itu, ubi jalar juga mengandung serat

pangan mencapai 12%. Kandungan serat pangan terutama dari golongan

oligosakarida tahan cerna (lebih dikenal juga dengan istilah prebiotik) yang dapat

mencegah konstipasi dan menurunkan kolesterol darah1.

Serat pangan (dietary fiber) didefinisikan sebagai bagian dari tumbuhan yang

dapat dimakan yang berupa polisakarida, lignin, dan senyawa yang resisten terhadap

hidrolisis oleh enzim pencernaan pada manusia. Komponen yang termasuk dalam

definisi ini adalah selulosa, hemiselulosa, lignin, gum, selulosa termodifikasi, musilase,

oligosakarida, pektin, wax, cutin, dan suberin2. Prebiotik didefinisikan sebagai

komponen makanan yang tidak tercerna yang memberikan efek kesehatan bagi host

dan secara selektif menstimulasi pertumbuhan dan/atau aktivitas 1 atau beberapa

bakteri tertentu pada kolon sehingga meningkatkan kesehatan host3.

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. menguji kandungan zat gizi, serat larut, serat tak larut, pati resisten, dan komponen

oligosakarida tahan cerna berupa fruktooligosakarida (FOS), rafinosa, serta

verbaskosa pada sampel ubi jalar varietas Bestak,

2. mempelajari pengaruh pemanasan terhadap kandungan FOS, rafinosa, dan

verbaskosa pada sampel ekstrak serat ubi jalar varietas Bestak.

Simposium Gizi Nasional, 15 Oktober 2011 Hal 2


Bahan dan Metode

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ubi jalar varietas Bestak yang

diperoleh dari pengepul ubi jalar di Pasar Barakan, Karanganyar, Solo, Jawa Tengah.

Ubi jalar varietas Bestak diproses menjadi ekstrak serat ubi jalar dengan cara ubi jalar

yang telah dikupas, dipotong dadu, dicuci, dikukus selama 30 menit, kemudian

diekstrak dengan alkohol 80% pada suhu 60 oC, disaring, dikeringkan 50 oC, digiling

dan diayak dengan ayakan berukuran 60 mesh.

Analisa kandungan zat gizi (proksimat) mengacu pada standar AOAC

(Association of Official Analytical Chemists)4. Analisa serat larut dan tak larut mengacu

pada metode gravimetri enzimatik yang dijabarkan oleh Asp et al. (1983)5. Analisa pati

resisten mengacu pada metode Goni et al. (1996) dalam Kumari et al. (2007)6.

Kandungan FOS, rafinosa, verbaskosa dalam ekstrak serat ubi jalar ditentukan dengan

metode Joye dan Hoebregs (2000)7.

Hasil dan Bahasan

Pengujian kandungan zat gizi pada ubi jalar segar, tepung ubi jalar, dan ekstrak

serat ubi jalar dapat dilihat pada Tabel 1. Pada ubi jalar yang diproses menjadi tepung

dan ekstrak serat ubi jalar terlihat adanya peningkatan kandungan zat gizi seperti

lemak, protein, abu, pati, dan karbohidrat totalnya. Hal ini disebabkan oleh adanya

pengurangan kadar air pada produk tepung dan ekstrak serat ubi jalar. Karbohidrat

dalam ubi jalar terdiri dari monosakarida, oligosakarida, dan polisakarida.

Monosakarida terdiri dari glukosa dan fruktosa. Oligosakarida terdiri dari rafinosa dan

verbaskosa. Polisakarida ubi jalar terdiri dari pati, selulosa, pektin dan hemiselulosa.

Simposium Gizi Nasional, 15 Oktober 2011 Hal 3


Tabel 1. Nilai Gizi Ubi Jalar per 100 gr (berat basah)

No Nama Sampel Kandungan Zat Gizi


Air Abu Lemak Protein Pati Total KH
(%) (%) (%) (%) (%) (%)
1 Ubi jalar segar 59,25 0,89 0,29 0,99 35,44 38,58
2 Tepung Ubi Jalar 4,36 1,87 1,04 2,50 71,75 90,23
3 Ekstrak Serat 6,34 1,37 1,02 2,99 58,88 88,28
Ubi Jalar

Pengujian terhadap kandungan serat larut, serat tak larut dan pati resisten pada

ubi jalar dapat dilihat pada Tabel 2. Kandungan serat larut pada ekstrak serat ubi jalar

mengalami penurunan dibanding pada ubi jalar segar. Hal ini mungkin disebabkan oleh

terlarutnya sebagian serat pada waktu proses ekstraksi dengan etanol 80%.

Sementara itu, kandungan serat tidak larut pada ekstrak serat ubi jalar lebih tinggi

dibanding ubi jalar segar. Hal ini disebabkan oleh terjadinya pengurangan kadar air

pada proses penepungan ekstrak serat ubi jalar. Kandungan pati resisten pada ekstrak

serat ubi jalar juga meningkat, hal ini disebabkan proses pengolahan seperti

pengukusan dan pengeringan yang terjadi pada ekstrak serat ubi jalar dapat

meningkatkan kandungan pati resisten.

Tabel 2. Kadar Serat Larut, Tidak Larut, dan Pati Resisten pada Ubi Jalar Segar dan
Ekstrak Serat Ubi Jalar (% berat basah)

No Nama Sampel Serat Larut Serat Tidak Pati Total Serat


(%) Larut (%) Resisten (%) (%)
1 Ubi jalar segar 6,62 + 0,00 7,11 + 0,02 11,70 + 0,30 25,43 + 0,32
2 Ekstrak serat ubi 3,50 + 0,48 12,17 + 0,16 22,23 + 0,42 37,90 + 0,75
jalar

Berdasarkan hasil analisa proksimat maka ubi jalar merupakan bahan makanan

yang mengandung karbohidrat kompleks dalam jumlah yang besar. Karbohidrat

kompleks ini dapat memberikan efek kesehatan yang cukup bagus bagi orang yang

mengkonsumsinya. Menurut McGovern Report dari Amerika8, karbohidrat atau pati

yang dapat dicerna termasuk dalam definisi karbohidrat kompleks. Sementara itu, The

British Nutrition Foundation Report9 menyatakan bahwa pati dan polisakarida non pati

merupakan karbohidrat kompleks. Pada definisi kedua ini menyatakan bahwa serat

Simposium Gizi Nasional, 15 Oktober 2011 Hal 4


pangan juga termasuk dalam karbohidrat kompleks. Serat pangan terdiri dari serat

larut dan serat tidak larut. Yang termasuk dalam serat larut antara lain pectin dan

oligosakarida tahan cerna (misalnya FOS, inulin, dan rafinosa). Serat larut dari

polisakarida non pati tahan terhadap pencernaan di usus halus dan akan difermentasi

secara ekstensif oleh bakteri kolon menjadi short chain fatty acid (SCFA) seperti asam

asetat, propionate, dan butirat. Pati resisten mempunyai efek yang sama dengan

polisakarida non pati sehingga pati ini tahan terhadap pencernaan di usus halus dan

mengalami fermentasi ekstensif di kolon menghasilkan asam butirat10. Yang termasuk

dalam serat tidak larut antara lain selulosa. Serat tidak larut ini dapat memberikan efek

kesehatan antara lain meningkatkan volume feses dan mempercepat waktu transit

sehingga dapat mengatasi konstipasi. Serat tidak larut juga dapat menurunkan

kolesterol dalam darah10.

Pengujian terhadap kandungan FOS, rafinosa, dan verbaskosa pada sampel

ekstrak serat ubi jalar dapat dilihat pada Tabel 3. Kandungan verbaskosa pada semua

sampel yang diuji berada di bawah limit deteksi yaitu < 0,27 ppm. Perlakuan pelarutan

bubuk ekstrak serat ubi jalar dapat meningkatkan kandungan FOS yang dikarenakan

proses pelarutan dapat mengintensifkan kontak sampel dengan pelarut sehingga

kandungan FOS cenderung naik. Sementara itu proses pemanasan dapat

meningkatkan kandungan rafinosa pada sampel ekstrak serat ubi jalar.

Tabel 3. Kandungan FOS, Rafinosa, dan Verbaskosa Ekstrak Serat Ubi Jalar

No Sampel Kandungan Prebiotik (ppm)


FOS Rafinosa Verbascosa
1 ESU bubuk < 0,15 845,40 <0,27
2 ESU dilarutkan aquadest (1:10), 1931,09 284,55 <0,27
tidak dipanaskan
3 ESU dilarutkan aquadest (1:10), 218,68 2440,09 <0,27
dipanaskan suhu 100 oC
4 ESU dilarutkan aquadest (1:10), 1176,61 2373,19 <0,27
dipanaskan suhu 121 oC

Simposium Gizi Nasional, 15 Oktober 2011 Hal 5


Konsep oligosakarida tahan cerna (non digestible oligosaccharide - NDO)

berasal dari observasi terhadap atom C1 atau C2 dari unit monosakarida yang tahan

terhadap aktivitas hidrolisis enzim pencernaan manusia11. Yang termasuk dalam

kategori NDO yang sudah dikembangkan adalah yang terdiri dari unit monosakarida

fruktosa, galaktosa, glukosa, dan/atau xylosa12. Fruktooligosakarida merupakan triosa

yang terdiri dari 3 unit monosakarida berupa fruktosa dan glukosa dengan rumus

(fruktosa)n-glukosa. Inulin dikenal juga sebagai FOS rantai panjang dengan derajat

polimerisasi sampai dengan 60. Rafinosa merupakan triosa yang terdiri dari 3 unit

monosakarida berupa galaktosa-glukosa-fruktosa. Verbaskosa merupakan

oligosakarida rantai monosakarida Ga-Ga-Ga-Gu-Fr13.

Berdasarkan kandungan FOS dan rafinosa yang tinggi pada ekstrak serat ubi

jalar, maka bahan makanan ini berpotensi sebagai sumber prebiotik alami. Secara

umum, keunggulan prebiotik yang selama ini sudah dikonfirmasi antara lain adalah

tidak dapat dicerna dan nilai energinya rendah (1-1,5 kJ/g), meningkatkan volume

stool, memodulasi mikrobiota kolon dengan menstimulasi bakteri yang menguntungkan

(Bifidobacterium, Lactobacillus, dan Eubacterium spp.) dan menghambat bakteri

patogen (Clostridium dan Bacteroides) sehingga prebiotik sangat cocok untuk

menangani konstipasi, infeksi usus, dan kanker kolon14.

Proses pelarutan dan pemanasan dapat meningkatkan kandungan FOS dan

rafinosa. Hal ini disebabkan proses pelarutan dan pemanasan dapat menyebabkan

kontak antara pelarut dan prebiotik lebih ekstensif sehingga hasil analisa menunjukkan

angka yang lebih tinggi. Selain itu, kemungkinan kandungan inulin pada ubi jalar dapat

terpecah menjadi inulin dengan derajat polimerisasi yang lebih kecil yang dikenal

dengan FOS. Namun demikian, jika oligosakarida rantai pendek seperti FOS dan

rafinosa dipanaskan, maka kemungkinan akan kehilangan aktivitas prebiotiknya karena

sudah terpecah menjadi gula-gula sederhana seperti glukosa, fruktosa, dan galaktosa.

Hal ini sejalan dengan penelitian Huebner et al. (2008)15 yang meneliti efek

Simposium Gizi Nasional, 15 Oktober 2011 Hal 6


pemanasan terhadap aktivitas prebiotik komersial. Pemanasan terutama pada pH

rendah dapat menurunkan aktivitas prebiotik yang disebabkan terjadinya hidrolisis

komponen prebiotik menjadi gula sederhana.

Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah :

1. Ubi jalar baik dalam bentuk segar maupun sudah diproses menjadi tepung dan

ekstrak serat ubi jalar mengandung karbohidrat kompleks dalam bentuk pati, serat

larut, serat tidak larut, dan pati tahan cerna.

2. Proses penepungan dapat meningkatkan kandungan zat gizi, serat larut, serat

tidak larut, dan pati tahan cerna.

3. Ekstrak serat ubi jalar mengandung komponen prebiotik seperti FOS dan rafinosa

sehingga berpotensi sebagai sumber prebiotik.

4. Proses pelarutan dan pemanasan dapat meningkatkan kandungan FOS dan

rafinosa pada ekstrak serat ubi jalar.

Saran untuk penelitian lebih lanjut adalah untuk menguji bagaimanakah aktivitas

prebiotik dari ekstrak serat ubi jalar dalam mendukung pertumbuhan Lactobacilli dan

Bifidobacteria baik secara in vitro maupun in vivo. Mengingat kandungan prebiotik yang

cukup tinggi pada ubi jalar ini, maka perlu adanya dukungan dari pemerintah untuk

menggalakkan konsumsi ubi jalar.

Ucapan Terima Kasih

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Danone Institute of Indonesia yang

telah membiayai penelitian ini melalui skema hibah dana penelitian untuk kandidat

doktor.

Simposium Gizi Nasional, 15 Oktober 2011 Hal 7


Rujukan

1 Sucipta, 2011. Ubi Jalar. Diakses dari http://profitpacific.com/?p=242 pada 9


Oktober 2011.
2 Anonim, 2001. The Definition of Dietary Fiber : Report of the Dietary Fiber
Definition Committee to the Board of Directors of the American Association Of
Cereal Chemists. Cereal foods world. March 2001, Nol. 46, No. 3.
3 Gibson G dan Roberfroid M., 1995. Dietary modulation of the human colonic
microbiota: Introducing the concept of prebiotics. J Nutr ; 125: 1401–12.
4 Sudarmadji, S., Haryono, B., dan Suhardi, 1984. Prosedur Analisa Untuk Bahan
Makanan dan Pertanian. PAU Pangan dan Gizi-UGM dan Penerbit Liberty,
Yogyakarta.
5 Asp, NG, Johansson, CG, Hallmer, H., dan Siljestrom, M., 1983. Rapid
enzymatic assay of insoluble and soluble dietary fiber. J. Agric. Food Chem.
31:476.
6 Kumari, M., Urooj., A., dan Prasad, NN, 2007. Effect of storage on resistant
starch and amylase content of cereal-pulse based ready to eat commercial
products. Food Chem. 102: 1425-1430.
7 Joye D dan Hoebregs, H, 2000. Determination of oligofructose, a soluble
dietary fiber, by high-temperature capillary gas chromatography. Journal of
AOAC Int : 83(4):1020-1025.
8 Dietary Goals for the United States, 1977. Select Committee on Nutrition and
Human Needs, US Senate, 2nd ed.: US Government Printing Office.
9 The British Nutrition Foundation, 1990. Complex Carbohydrates in Foods,
Chapman and Hall, London.
10 Cho, SS, Prosky, L., dan Dreher, M, 1999. Complex Carbohydrates in Foods,
Marcell Dekker Inc., New York.
11 Roberfroid, M., dan Slavin, J., 2000. Nondigestible oligosaccharides. Critical
Reviews in Food Science and Nutrition, 40, 461–480.
12 Mussatto, SI. Dan Mancilha, IM, 2007. Non-digestible oligosaccharides: A
review. Carbohydrate Polymers 68 : 587–597.
13 Harmayani, E., 2008, “Karakterisasi Serat Pangan Ubi Jalar (Ipomoea batatas)
sebagai Prebiotik dan Efek Hipoglikemik. Paper dipresentasikan dalam Seminar
Nutrigenomik FK UGM, 6 Maret 2008.
14 Holzapfel, W.H., dan Schilinger, U., 2002, Introduction to pre- and probiotics,
Food Research International, 35, hal 109-116.
15 Huebner, J, Wehling, RL., Parkhurst, A., Hutkins, RW., 2008. Effect of
processing condition on the prebiotic activity of commercial prebiotics.

Simposium Gizi Nasional, 15 Oktober 2011 Hal 8

Anda mungkin juga menyukai