FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
REFERAT
SEPSIS
Oleh:
Widya Kemalasari
11120172101
Pembimbing:
Dr. dr. H. Andi Salahuddin, Sp.An-KAR
LATAR BELAKANG
1.1 Pendahuluan
Terdapat sekitar 1,5 juta kasus sepsis yang bertanggung jawab terhadap
1 dari 3 kematian di rumah sakit. Akibatnya, pengeluaran ekonomi lebih dari
20 milyar dollar pertahun, dan kira-kira 55 juta dollar perhari. Syok septik
sering dihubungkan dengan motalitas yang tinggi sekitar 50%. Walaupun
penyembuhan sulit dilakukan, diagnosis dan terapi untuk sepsis terus menerus
dikembangkan. Pada pembahasan ini, kita akan membahas tentang implikasi
dari kriteria dan epidemiologi sepsis. Selanjutnya kita akan membahas tentang
refrensi terbaru tentang pemberian terapi meliputi pengaturan cairan intravena
(IV), penggunaan steroid, dan penggunaan obat-obatan tambahan termasuk
vitamin C, thamine, dan angiotensin II. Walaupun belum jelas terapi mana
yang akan berubah, tentunya ini akan menjadi persoalan yang penting dalam
manajemen sepsis.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Istilah sepsis berasal dari bahasa yunani “sepo” yang artinya membusuk
dan dikenal dalam puisi yang dibuat oleh Homer (abad 18). Kemudian pada
tahun 1914, Hugo Schottmuller secara formal mendefinisikan “septicaemia”
sebagai penyakit yang disebabkan oleh invasi mikroba ke dalam aliran darah.
Walaupun dengan adanya penjelasan tersebut, istilah seperti septicaemia:,
sepsis, toksemia dan bakteremia sering digunakan saling tumpang tindih. Oleh
karena itu dibutuhkan suatu standar untuk istilah tersebut dan pada tahun 1991,
A merican College of Chest Physicians (ACCP) dan Society of Critical Care
Medicine (SCCM) mengeluarkan suatu konsensus mengenai Systemic
Inflammatory Response Syndrome (SIRS), sepsis, dan sepsis berat. Sindrom ini
merupakan suatu kelanjutan dari inflamasi yang memburuk dimulai dari SIRS
menjadi sepsis, sepsis berat dan septik syok.
Dan pada bulan Oktober tahun 1994 European Society of Intensive Care
Medicine mengeluarkan suatu konsensus yang dinamakan sepsis-related organ
failure assessment (SOFA) score untuk menggambarkan secara kuantitatif dan
seobjektif mungkin tingkat dari disfungsi organ. 2 hal penting dari aplikasi dari
skor SOFA ini adalah:
1. Meningkatkan pengertian mengenai perjalanan alamiah disfungsi organ
dan hubungan antara kegagalan berbagai organ.
2. Mengevaluasi efek terapi baru pada perkembangan disfungsi organ.
2.2 Epidemiologi
Berdasarkan bulletin yang diterbitkan oleh WHO (World Health
Organization) pada tahun 2010, sepsis adalah penyebab kematian utama di
ruang perawatan intensif pada negara maju, dan insidensinya mengalami
kenaikan. Setiap tahunnya terjadi 750.000 kasus sepsis di Amerika Serikat. Hal
seperti ini juga terjadi di negara berkembang, dimana sebagian besar populasi
dunia bermukim. Kondisi seperti standar hidup dan higienis yang rendah,
malnutrisi, infeksi kuman akan meningkatkan angka kejadian sepsis. Sepsis
dan syok septik adalah salah satu penyebab utama mortalitas pada pasien
dengan kondisi kritis. Pada tahun 2004, WHO menerbitkan laporan mengenai
beban penyakit global, dan didapatkan bahwa penyakit infeksi merupakan
penyebab tersering dari kematian pada negara berpendapatan rendah.
Berdasarkan hasil dari Riskesdas 2013 yang diterbitkan oleh Kemenkes,
penyakit infeksi utama yang ada di Indonesia meliputi ISPA, pneumonia,
tuberkulosis, hepatitis, diare, malaria. Dimana infeksi saluran pernafasan dan
tuberculosis termasuk 5 besar penyebab kematian di Indonesia. Kondisi serupa
juga terjadi di negara Mongolia, dimana penyakit infeksi merupakan 10
penyebab kematian tertinggi di negara tersebut. Dan pada suatu penelitian yang
diadakan pada tahun 2008, angka kejadian sepsis pada pasien yang masuk ke
ICU di RS Mongolia didapatkan dua kali lebih besar dibandingkan dengan
angka di Negara maju.
2.3 Etiologi
Penyebab dari sepsis terbesar adalah bakteri gram (-) dengan presentase
60-70& kasus, yang menghasilkan produk dapat menstimulasi sel imun. Sel
tersebut akan terpacu untuk melepaskan mediator inflamasi. Staphylococci,
Pneumococci, Streptococci, dan bakteri gram positif lainnya jarang
menyebabkan sepsis, dengan angka kejadian 20-40% dari keseluruhan kasus.
Selain itu jamur oportunistik, virus (dengue dan herpes) atau protozoa
(falciparum malariae) dilaporkan dapat menyebabkan sepsis, walaupun jarang.
2.4 Patofisiologi
Sepsis sekarang dipahami sebagai keadaan yang melibatkan aktivasi
awal dari respon pro-inflamasi dan anti-inflamasi tubuh. Bersamaan dengan
kondisi ini, abnormalitas sirkular seperti penurunan volume intravaskular,
vasodilatasi pembuluh darah perifer, depresi miokardial, dan peningkatan
metabolisme akan menyebabkan ketidakseimbangan antara penghantaran
oksigen sistemik dengan kebutuhan oksigen yang akan menyebabkan hipoksia
jaringan sistemik atau syok. Presentasi pasien dengan syok dapat berupa
penurunan kesadaran, takikardia, anuria. Syok merupakan manifestasi awal
dari keadaan patologis yang mendasari. Tingkat kewaspadaan dan pemeriksaan
klinis yang cermat dibutuhkan untuk mengidentifikasi tanda awal syok dan
memulai penanganan awal.
Patofisiologi keadaan ini dimulai dari adanya reaksi terhadap infeksi. Hal
ini akan memicu respon neurohumoral dengan adanya respon proinflamasi dan
antiinflamasi, dimulai dengan aktivasi selular monosit, makrofag dan neutrofil
yang berinteraksi dengan sel endotelial. Respon tubuh selanjutnya meliputi
mobilisasi dari isi plasma sebagai hasil dari aktivasi selular dan disrupsi
endotelial. Isi Plasma ini meliputi sitokin-sitokin seperti tumor nekrosis faktor,
interleukin, caspase, protease, leukotrien, kinin, reactive oxygen species, nitrit
oksida, asam arakidonat, platelet activating factor, dan eikosanoid. Sitokin
proinflamasi seperti tumor nekrosis faktor α, interleukin-1β, dan interleukin-6
akan mengaktifkan rantai koagulasi dan menghambat fibrinolisis. Sedangkan
Protein C yang teraktivasi (APC), adalah modulator penting dari rantai
koagulasi dan inflamasi, akan meningkatkan proses fibrinolisis dan
menghambat proses trombosis dan inflamasi.
Aktivasi komplemen dan rantai koagulasi akan turut memperkuat proses
tersebut. Endotelium vaskular merupakan tempat interaksi yang paling
dominan terjadi dan sebagai hasilnya akan terjadi cedera mikrovaskular,
trombosis, dan kebocoran kapiler. Semua hal ini akan menyebabkan terjadinya
iskemia jaringan. Gangguan endotelial ini memegang peranan dalam terjadinya
disfungsi organ dan hipoksia jaringan global.
Steroid
Penggunaan steroid pada sepsis adalah yang umum, akan tetapi
sebagian besar tidak sesuai pada prakteknya. Meskipun sudah jelas sekresi
mineralokortikoid dan glukokortikoid, disposisinya, dan respon pada sepsis
memiliki peran. Steroid mengurangi vasokonstriktor menggunakan dan
meningkatkan skor SOFA.dan mungkin meningkatkan mortaltas pada syok
septik. Juga menyebabkan hipernatremia, hiperglikemia, dan kelemahan
neuromuskular. Dalam pemberian steroid dengan identifikasi pasien terlebih
dahulu dapat memberikan respon yang cukup bermanfaat. Peran spesifik dari
kombnasi mineralokortikoid dengan glukokortikoid, pendekatan diagnostik
yang ideal, dan terapi yang teapat pada penanganan syok sangat memberikan
pengaruh yang penting akan tetapi tidak terselaesaikan, mortalitas tetap bisa
menjadi akhir. Karena mekanisme yang mendasari steroid belumlah jelas.
Baru-baru ini uji klinis menunjukkan penggunaan steroid dengan hasil
yang bermacam-macam. Perbandingan antara hidrokortison dengan
fludrokortison menunjukkan manfaat pada 24 jam pertama dari sepsis (34 vs
49%, realtif resiko 0,88 95% CI 0,78-0,99). sedangkan percobaan kedua
menggunakan hidrokortison melalui infus terus menerus, menunjukkan tidak
ada manfaat pada angka mortalitas (27,9 vs 28,8% OR 0,95%, 95% CI 0,82 –
1,1). Kedua percobaan termasuk pasien pada terapi vasopressor, tetapi dosis
noreponefrin lebih tinggi, menunjukkan bahwa penggunaan awal steroid pada
pasien dapat menurangi kematian. Pedoman SCCM terus merekomendasikan
IV hidrokortison untuk syok septik yang tidak responsif terhadap resusitasi
cairan.
Angiotensin II
Setelah resusitasi, pendekatan yang juga penting dilakukan adalah
memepertahankan tekanan arteri pada syok septik melalui penggunaan
vasoaktif, dengan cara seolah-olah melawan vasodilatasi yang patologis.
Vasokontriktor dapat menormalkan yang diukur (tekanan arteri), tetapi
beberapa bukti menunjukkan pemberian ini tidak efektif. Saat ini, norepinefrin,
vasopresin, dan epinefrin dianjurkan sebagai vasokontriktor pada syok septik.
Karena mekanisme yang berbeda, kesemuanya itu dapat memberikan nilai
positif pada resusitasi, terutama pasien dengan terapi konevensional dan
keadaan syok yang berat. Penelitian baru-baru ini dengan metode double
blinded, percobaan acak pada 344 pasien menunjukkan respon tekanan arteri
yang signifikan pada pemberian angiotensin II (69,9 vs 23,4% P < 0,001 atau
7,95 % CI 4,76 – 13,3). Studi in menyasar pasien dengan penyakit jantung ( >
2,3 ml/kg kristaloid, saturasi oksigen campuran ((SpO2 > 70%) tidak semua
syok terdapat peningkatan cardiac ouput, efek negatif vasokontriksi pada
keadaan cardiac output yang rendah tidak dibahs pada studi ini. Tidak ada bukti
yang menunjukkan pemberian terapi obat ini dapat menurunkan angka
kematian, insiden gagal ginjal akut, atau bahkan total skor SOFA. Angiotensin
II sesuai dengan persetujuan administrasi makanan dan obat (FDA) ditemukan
komplikasi berupa peningkatan vena dan tromboemboli arteri (12,9 vs 5%)
sespsi sering didapatkan hiperkoagulan, sehingga bisa saja diberikan obat
prothrombic.
Vitamin C/ Tiamin
Vitamin C dan tiamin menjadi pembahasan penting karena sebagai
terapi yang baru untuk sepsis. Vitamin C dianggap memainkan peranan penting
dalam pemeliharaan endotelium, penipisan dapat menyebabkan kebocoran
kapiler. Penggunaannya mungkin bermanfaat pada luka bakar, trauma, dan
sepsis. Tiamin (vitamin B1) dalam penggunaannya, umum digunakan dalam
sepsis. Kekurangannya, dapat berkontribusi terhadap gangguan metabolisme
mitokondria, dan menyebabkan asidosis laktat. Data baru menunjukkan bahwa
pemberian IV vitamin C hidrokortison, dan IV tiamin sinergis meningkatkan
metabolisme dan menurunkan fungsi sirkulasi pada syok septik. Waktu yang
digunakan untuk menurunkan dosis vasopressor adalah 54,9±28,4 jam sebagai
kelompok kontrol dan 38,7±6,5 jam sebaga kelompok pengobatan, dan angka
mortalitas dapat diturunkan (disesuaikan atau 0,13; 95% CI 0,04 – 0,48)
komplikasi berat penggunaan vitamin C dapat memicu pembentukan oksalat
dan memperburuk gagal ginjal. Sebuah studi observasi, penambahan tiamin
pada syok septik ditambah dengan pemberian lactat clearence dapat
mengurangi kematian 28 hari.
Terapi Suportif
Eli Lilly and Company mengumumkan bahwa hasil uji klinis Phase III
menunjukkan drotrecogin alfa (protein C teraktifkan rekombinan, Zovant)
menurunkan risiko relatif kematian akibat sepsis dengan disfungsi organ akut
terkait (dikenal sebagai sepsis berat) sebesar 19,4 persen. Zovant merupakan
antikoagulan.
Glukosa Kontrol
Pada penderita sepsis sering terjadi peningkatan gula darah yang tidak
mengalami dan yang mengalami diabetes mellitus. Sebaiknya kadar gula darah
dipertahankan sampai dangan < 120 mg/dL Dengan melakukan monitoring
pada gula darah setiap 1-2 jam dan dipertahankan minimal sampai dengan 4
hari.
Mencegah terjadinya stress ulcer dapat diberikan profilaksis dengan
menggunakan H2, broker protonpan inhibitor. Apabila terjadi kesulitan
pernapasan penderita memerlukan ventilator dimana hal itu terssedia di ICU.
2.8 Pencegahan
Hindarkan trauma pada permukaan yang biasanya dihuni bakteri gram
negatif
Gunakan trimetoprim-sulfanetoksazol secara profilaktik pada penderita
leukimia.
Gunakan nitrat perak tipikal, sulfodiazin perak, atau sulfamilon secara
profilaktik pada pasien luka bakar.
Berikan semprotan (spray) polimiksin pada faring posterior untuk
mencegah pneumonia gram negatif nosokomial.
Sterilisasi flora aerobik lambung dengan polimiksin dan gentamisin
dengan vankomisin dan nistatin efektif dalam mengurangi sepsis gram
negatif pada pasien neutropenia.
Lingkungan yang protektif bagi pasien berisiko kurang berhasil karena
sebagian besar infeksi berasal dari dalam (endogen).
Untuk melindungi neonatus dari sepsis strep Grup B ambil apusan (swab)
vagina/rektum pada kehamiian 35 hingga 37 minggu. Biakkan untuk
Streptococcus agalactiae (penyebab utama sepsis pada neonatus). Jika
positif untuk strep Grup B. berikan penisilin intrapartum pada ibu hamil.
Hal ini akan menurunkan infeksi Grup B sebesar 78%.
DAFTAR PUSTAKA
1. Irvan, Febyan, Suparto. Sepsis dan Tata Laksana Berdasar Guideline
Terbaru. Departemen Anestesi dan Terapi Intensif - Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta Tahun 2018.
2. A. Guntur H, Khie Chen, Herdiman T Pohan. Buku penyakit dalam pada
Bab 554 “Sepsis” dan Bab 556 “Penatalaksanaan Syok Septik”
3. Mark E Nunnally and Arpit Patel. Sepsis – Whats new in 2019. www.co-
anesthesiology.com