A. KAJIAN PUSTAKA
1. Hakikat Novel
a. Pengertian Novel
Novel berasal dari bahasa Latin novellas yang kemudian diturunkan
menjadi novies, yang berarti baru. Perkataan baru ini dikaitkan dengan
kenyataan bahwa novel merupakan jenis cerita fiksi yang muncul
belakangan di bandingkan dengan cerita pendek dan roman. Nurgiyantoro
(2005: 8) mengatakan bahwa karya sastra pada dasarnya terbagi menjadi
tiga jenis, yaitu prosa, puisi, dan drama.
Fiksi berarti fiction yang mempunyai makna bersifat rekaan, khayalan,
impian, tidak berdasarkan kenyataan atau sesuatu yang tidak adan dan
terjadi sungguh-sungguh pada dunia nyata (Siswantoro, 2010: 54).
Meskipun prosa fiksi merupakan hasil khayalan, sebenarnya prosa fiksi
adalah hasil imajinasi pengarang yang melibatkan dunia nyata. Jadi, tidak
sepenuhnya benar jika fiksi merupakan hasil khayalan semata. Prosa fiksi
adalah hasil imajinasi pengarang dengan kreativitas yang tinggi berdasarkan
pengalaman batiniah (spiritual) maupun pengalaman lahiriah (empirikal)
yang telah dimasak dan diendapkan dalam waktu yang relatif panjang
sehingga bukan berupa pengalaman mentah yang terputus-putus (Sayuti,
2000: 14)
Menurut Robert Lindell (dalam Waluyo, 2008: 6) karya sastra yang
berupa novel, pertama kali lahir di Inggris dengan judul Pamella yang terbit
pada tahun 1740. Awalnya novel Pamella merupakan bentuk catatan harian
seorang pembantu rumah tangga kemudian berkembang dan menjadi bentuk
prosa fiksi yang kita kenal seperti saat ini. Berikutnya istilah novel juga
dipaparkan dalam KKBI (dalam Siswantoro, 2013: 128) yang menyatakan
bahwa:
7
8
tema adalah makna keseluruhan yang mendukung sebuah cerita dan secara
otomatis ia akan tersembunyi di balik cerita yang mendukungnya. Senada
dengan pendapat di atas, Nurgiyantoro (2012: 70) mengungkapkan bahwa
tema adalah makna sebuah cerita yang khusus menerangkan sebagian besar
unsurnya dengan cara yang sederhana. Jadi, pada dasarnya tema adalah ide,
gagasan dasar yang terdapat dalam karya sastra.
Tema merupakan aspek utama yang sejajar dengan makna dalam
kehidupan manusia, sesuatu yang dijadikan pengalaman begitu diingat.
Tema merupakan hal yang penting dalam sebuah karya sastra karena
melalui tema kita dapat melihat ide, gagasan pengarang. Tema merupakan
struktur "dalam" dari karya sastra karena tema berhubungan dengan faktor
"dalam" dari lubuk hati pengarang maka filsafat dan aliran yang mendasari
pemikiran pengarang pastilah tidak dapat diabaikan dalam menyelami suatu
naskah atau karya sastra (Waluyo, 2002: 27). Untuk menentukan tema
sebuah karya fiksi, harus disimpulkan dari keseluruhan cerita, tidak hanya
berdasarkan bagian-bagian tertentu cerita. Tema, walaupun sulit ditentukan
secara pasti, bukanlah makna yang disembunyikan, walaupun belum tentu
juga dilukiskan secara eksplisit.
Sementara itu Budi Darma (dalam Waluyo, 2002: 142) menyatakan
bahwa tema ada yang diambil dari khazanah kehidupan sehari-hari. Maksud
pengarang untuk memberikan saksi sejarah, atau mungkin sebagai reaksi
terhadap praktik kehidupan masyarakat yang disetujui. Berdasarkan
pendapat di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa tema adalah ide atau
gagasan yang terkandung dalam sebuah karya sastra, ada yang diambil dari
khasanah kehidupan sehari-hari.
Tema sebagai makna pokok sebuah karya fiksi tidak (secara sengaja)
disembunyikan karena justru hal inilah yang ditawarkan kepada pembaca
namun tema merupakan makna keseluruhan yang didukung cerita, dengan
sendirinya ia akan tersembunyi di balik cerita yang mendukungnya. Tema
dengan demikian dapat dipandang sebagai gagasan pokok novel yang
merupakan makna sebuah cerita yang dipandang sebagai gagasan pokok
12
Amanat Amanat
dituangkan ke dalam ditafsirkan oleh
TEKS
Gambar 2. Hubungan Pengarang, Amanat, dan Pembaca
Terkait dengan teks
sastra amat indah, karena kita dapat memahami sisi kedalaman jiwa
manusia, jelas amat luas dan amat dalam.
Psikologi sastra adalah kajian sastra yang memandang karya sastra
sebagai aktivitas kejiwaan. Pengarang akan menggunakan cipta, rasa dan
karsa dalam berkarya. Begitu pula pembaca, dalam menanggapi karya juga
tidak lepas dari kejiwaan masing-masing. Bahkan sebagaimana sosiologi
refleksi, psikologi sastra pun mengenal karya sastra sebagai pantulan
kejiwaan.
Minderop (2011: 54) menyatakan bahwa psikologi sastra adalah telaah
karya sastra yang diyakini mencerminkan proses dan aktivitas kejiwaanya.
Karya sastra sebagai hasil dari aktivitas penulis sering dikaitkan dengan
gejala-gejala kejiwaan sebab karya sastra merupakan hasil dari penciptaan
seorang pengarang yang secara sadar atau tidak sadar menggunakan teori
psikologi. Seperti yang dikemukakan oleh Al Ghraibeh (2012: 106), yaitu:
“The statement of problem is defined by revealing the dominant
hemisphere of the brain and its relation with the multiple
inteligences. This relation adds a significant change to the field of
the psychology. The way of learning and thinking that is atributed
to the hemispheres of the brain and its relationwith mental talented
children’s personality.”
fungsinya menentukan apakah sesuatu itu baik atau buruk, benar atau salah,
pantas atau tidak, sesuai dengan moralitas yang berlaku di masyarakat.
Fungsi pokok superego adalah merintangi dorongan id terutama dorongan
seksual dan agresif yang ditentang oleh masyarakat. Mendorong ego untuk
lebih mengejar hal-hal yang moralistis daripada realistis, dan megejar
kesempurnaan. Jadi, supe ego cenderung untuk menentang id maupun ego
dan membuat konsepsi yang ideal.
Penelitian yang dilakukan oleh Hughes-d’Aeth (2013) dengan judul
penelitian “Psychoanalysis and the Scene of Love: Lars and the Real Girl,
In the Mood for Love, and Mulholland Drive”. Hasil analisis penelitian ini
menunjukkan bahwa Lars seorang pemuda yang memiliki fobia
bersosialisasi dengan orang di sekitarnya. Lars tinggal di sebuah garasi
milik orang tuanya.Sementara rumah utama ditinggali oleh kakaknya yang
bernama Guy bersama istrinya yang sedang mengandung, Karin. Fobia Lars
membuat pernikahan Guy tidak berjalan lancar, terlebih saat itu Karin
sedang mengandung. Karin bermaksud untuk mengusir Lars dari rumah.
Lars memutuskan untuk keluar rumah terlebih dahulu. Untuk mengatasi
fobia sosial yang dialami Lars, dia memutuskan untuk memulai bersosial
dengan orang lain. Tetapi cara yang diambil Lars tidak dapat dikendalikan
super ego. Dia menggunakan sebuah boneka mirip perempuan untuk
bersosialisasi. Lars kemudian memperkenalkan boneka yang diberi nama
Bianca itu kepada Guy dan Karin. Guy dan Karin merasa janggal dengan
sikap Lars tersebut.
Psikologi sastra adalah suatu pendekatan yang mempertimbangkan
segi-segi kejiwaan dan menyangkut batiniah manusia, lewat tinjauan
psikologi akan tampak bahwa fungsi dan peran sastra adalah untuk
menghidangkan citra manusia yang seadil-adilnya dan sehidup-hidupnya
atau paling sedikit untuk memancarkan bahwa karya sastra pada hakekatnya
bertujuan untuk melukiskan kehidupan manusia (Hardjana, 1994: 66).
Psikologi sastra sebagai cabang ilmu sastra yang mendekati sastra dari
sudut psikologi, perhatiannya dapat diarahkan kepada pembaca atau kepada
25
seseorang tersebut telah emosi hal-hal yang tidak mungkin dan tidak bisa
dapat menjadi bisa dan mungkin dilakukannya.
yaitu keharmonisan dengan dan antar individu dalam satu kelompok; (12)
tanggung jawab, yaitu melakukan kewajiban dengan sepenuh hati.
c. Macam-macam Nilai Didik
1) Nilai Religius atau Agama
Agama adalah hak yang mutlak dalam kehidupan manusia, sehingga
dari pendidikan ini diharapkan dapat berbentuk manusia yang religius.
Istilah religius membawa konotasi pada makna agama. Religius dan agama
memang berkaitan erat, berdampingan, bahkan dapat melebur dalam satu
kesatuan namun sebenarnya keduanya mempunyai makna yang berbeda.
Seorang yang religius adalah orang yang mencoba memahami dan
menghayati hidup dalam kehidupan lebih dari sekadar lahiriah saja. Seorang
penganut agama idealnya sekaligus religius.
Berbicara tentang hubungan manusia dan Tuhan tidak lepas dari
pembahasan agama. Agama merupakan pegangan hidup bagi manusia.
Unsur pokok yang ada dalam agama meliputi akidah, akhlak dan ibadah.
Akidah merupakan segala sesuatu yang berhubungan dengan keyakinan.
Ibadah berkaitan dengan perilaku dan perbuatan manusia yang ditunjukkan
kepada Tuhan. Akhlak berkaitan dengan moral di dunia, termasuk perilaku
dan sikap manusia dalam kehidupan masyarakat.
Semi (1993: 22) berpendapat bahwa agama merupakan dorongan
penciptaan sastra, sebagai sumber ilham dan sekaligus pula sering membuat
sastra atau karya sastra bermuara pada agama. Nilai religius dapat
menanamkan sikap pada manusia untuk tunduk dan taat kepada Tuhan.
Penanaman nilai religius yang tinggi mampu menumbuhkan sikap sadar,
tidak sombong dan pasrah.
2) Nilai Sosial
Manusia dalah makhuk individu sekaligus makhluk social, tugas
masing- masing individu adalah menjaga keselarasan dalam hidup
bermasyarakat, ini disebut dengan kewajiban sosial. Kewajiban sosial itu
menyangkut hubungan antara individu satu dengan individu yang lain dalam
32
satu masyarakat. Hubungan- hubungan sosial ini tidak sama, tetapi ada
semacam tingkatannya.
Semi (1993:22) mengungkapkan bahwa dorongan sosial berkenaan
dengan pembentukan dan pemeliharaan jenis-jenis tingkah laku dan
hubungan antarindividu dan masyarakat yang sama dengan bersama-sama
memperjuangkan kesejahteraan yang berkepentingan.
Karya sastra khususnya novel dalah karya imajinatif yang bersumber
dari realitas sosial dalam masyarakat. Karya sastra juga merupakan hasil
hasil cipta, rasa dan karsa manusia yang hidup di tengah-tengah masyarakat.
Membaca karya sastra berarti membaca membaca realitas sosial yang terjadi
di dalamnya. Memahami makna dan hakikat karya sastra artinya memahami
pola-pola kehidupan sosial dalam masyarakat. Dengan demikian, nilai sosial
dalam sastra menjadikan manusia sadar akan pentingnya kehidupan
bermasyarakat dalam ikatan kekeluargaan antara inividu satu dengan
individu yang lain.
3) Nilai Moral atau Etika
Kenny (dalam Nurgiyantoro, 1994: 322) mengemukakan bahwa moral
dalam cerita biasanya dimaksudkan sebagai suatu sarana yang berhubungan
dengan ajaran moral tertentu yang bersifat praktis, yang dapat diambil dan
ditafsirkan lewat cerita yang bersangkutan oleh pembaca. Moral merupakan
petunjuk yang sengaja diberikan oleh pengarang tentang berbagai hal yang
berhubungan dengan maslah kehidupan. Karya sastra senantiasa
menawarkan pesan moral yang berhubungan dengan sifat- sifat luhur
kemanusian, memperjuangkan hak dan martabat manusia. Pengembangan
nilai moral sangat penting supaya manusia memahami dan menghayati etika
ketika berinteraksi dan berkomunikasi dalam masyarakat. Nilai etika atau
moral dalam karya sastra bertujuan untuk mendidik agar mengenal nilai-
nilai etika dan budi pekerti.
Nilai moral sering disamakan dengan nilai etika, yaitu suatu nilai yang
menjadi ukuran patut tidaknya seseorang bergaul dalam kehidupan
bermasyarakat. Moral merupakan tingkah laku atau perbuatan manusia yang
33
dipandang dari nilai baik dan buruk, benar dan salah, serta berdasarkan atas
adat kebiasaan di mana individu berada. Pengembangan nilai moral sangat
penting supaya manusia memahami dan menghayati etika ketika
berinteraksi dan berkomunikasi dengan masyarakat. Pemahaman dan
penghayatan terhadap nilai- nilai etika mampu menempatan manusia sesuai
kapasitasnya, dengan demikian akan terwujud perasaan saling menghormati,
saling sayang dan tercipta suasana yang harmonis.
4) Nilai Estetika
Nilai estetika merupakan nilai keindahan yang hadir dalam sebuah
karya sastra yang sifatnya ideal, abstrak, tidak dapat disentuh dengan indra,
yang dapat dirasakan adalah benda atau perbuatan yang mengandung nilai-
nilai itu.
Nilai keindahan dimaksudkan agar seseorang mampu merasakan dan
mencintai sesuatu yang indah. James Joye (dalam Semi, 1993: 26)
menerangkan bahwa keindahan itu mempunyai tiga ciri unsur pokok, yaitu:
(1) kepaduan; (2) keselarasan; (3) kekhasan.
Keindahan tidak boleh dicampuradukkan dengan barang yang
mengandung keindahan itu. Pada dasarnya keindahan adalah sifat dari suatu
benda yang ditumpanginya. Keindahan adalah kenikmatan yang diperoleh
pikiran sebagai akibat pertemuan yang mesra antara subjek dan objek.
Karya sastra yang indah adalah karya sastra yang secara khusus merefleksi
sebuah objek tertentu menurut titik pandangan tertentu. Nilai-nilai
keindahan sangat bermanfaat bagi perasaan pembaca atau penikmat sastra
agar lebih halus, sikap dan ucapannya. Nilai-nilai keindahan dalam karya
sastra tercermin dalam penggunaan diksi, gaya bahasa dan lain sebagainya.
5) Nilai Budaya
Sastra sangat berhubungan erat dengan budaya karena sastra lahir dari
kondisi sosial dan kebudayaan suatu masyarakat tertentu. Suatu kebudayaan
diwujudkan dalam bentuk tata hidup yang merupakan kegiatan manusia
yang mencerminkan nilai budaya yang dikandungnya. Pada dasarnya tata
34
hidup merupakan pencerminan yang konkret dari nilai budaya yang bersifat
abstrak.
Menurut Koentjaraningrat (1985: 18), sistem nilai budaya terdiri atas
konsep-konsep yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar masyarakat,
mengenai hal-hal yang harus mereka anggap paling bernilai dalam hidup.
Masyarakat menilai bahwa suatu kebudayaan adalah suatu yang perlu
dipercaya dan diyakini setiap individu sesuai dengan adat masyarakat
setempat. Nilai-nilai budaya merupakan sesuatu yang dianggap baik dan
berharga oleh suatu kelompok masyarakat atau suku bangsa yang belum
tentu dipandang baik pula oleh kelompok masyarakat atau suku bangsa lain
sebab nilai budaya membatasi dan memberikan karakteristik pada suatu
masyarakat dan kebudayaannya.
Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa nilai budaya
merupakan suatu aturan yang dapat menempatkan pada posisi sentral dan
penting dalam kerangka suatu kebudayaan yang sifatnya abstrak. Selain itu,
nilai budaya merupakan nilai yang dapat memberikan atau mengandung
hubungan yang mendalam dengan suatu masyarakat karena dianggap
sebagai sesuatu yang baik dan berharga oleh suau masyarakat tertentu.
Adapun nilai-nilai budaya yang terkandung dalam novel dapat diketahui
melalui penelaahan terhadap karakteristik dan perilaku tokoh-tokoh dalam
cerita.
6) Nilai Sejarah
Sejarah sebenarnya merupakan pelajaran dalam kehidupan sehari-hari
manusia sehingga dengan belajar dari sejarah manusia dapat
mengembangkan potensinya dan menjadi lebih bijaksana dan arif dari
peristiwa yang dialami di masa lalu guna menghadapi masa depan dan
menjadi petunjuk dalam berperilaku.
Selain itu, sejarah sebagai kisah dapat memberi suatu hiburan yang
segar. Melalui penulisan cuplikan kisah sejarah yang menarik dalam suatu
karya sastra novel maka pembaca dapat merasa terhibur. Pembaca dalam
mempelajari hasil penulisan cuplikan sejarah tidak hanya merasa senang
35
4) Materi ajar interaktif : berupa kombinasi dari dua buah matri ajar,
yaitu audio dan visual. Contohnya dapat berupa teks, grafik dan
sebagainya.
Manfaat materi ajar adalah membantu pelaksanaan belajar mengajar,
dapat diajukan sebagai karya yang dapat dinikmati dan digunakan dalam
proses belajar mengajar di sekolah, sehingga dapar bermanfaat bagi dunia
pendidikan. Bahan ajar atau materi pembelajaran (Instructional materials)
secara garis besar terdiri dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang
harus dipelajari siswa dalam rangka mencapai standar kompetensi yang
telah ditentukan. Secara terperinci, jenis-jenis materi pembelajaran terdiri
dari pengetahuan (fakta, konsep, prinsip, prosedur), keterampilan, dan sikap
atau nilai termasuk jenis materi fakta adalah nama-nama objek, peristiwa
sejarah, lambang, nama tempat, nama orang dan sebagainya. Jenis materi
prinsip adalah dalil, rumus, teori atau hubungan antar konsep yang saling
berkaitan.
Tiga aspek yang tidak boleh dilupakan jika memilih bahan pengajaran
sastra yang tepat. Ketiga aspek tersebut adalah bahasa, kematangan jiwa
(psikologi) siswa, dan latar belakang kebudayaan siswa. Berikut ini akan
sedikit dijelaskan berkaitan dengan ketiga aspek tersebut.
1) Bahasa
Penguasaan bahasa merupakan dasar bagi pendidikan sebagai proses
maupun pendidikan sebagai hasil. Bahasa merupakan media pembelajaran
segala mata pelajaran di sekolah. Bahasa juga merupakan alat berpikir dan
berkomunikasi mengenai hal apa saja dan dengan siapa saja. Oleh karena itu
mata pelajaran bahasa, khususnya dalam hal ini adalah mata pelajaran
Bahasa Indonesia, selalu diajarkan mulai dari pendidikan tingkat dasar
sampai pendidikan tingkat tinggi. Pada kenyataannya, penguasaan bahasa
tiap-tiap individu berbeda-beda. Pada hakikatnya, penguasaan suatu bahasa
tumbuh dan berkembang melalui tahapan-tahapan yang jelas. Kaitannya
dengan pengajaran sastra, agar kegiatan belajar mengajar berjalan dengan
39
3) Psikologi
Keadaan psikologi seseorang akan sangat berpengaruh pada proses
kegiatan belajar mengajar. Kondisi psikologis seorang anak tentu saja
berbeda dengan kondisi psikologis orang dewasa. Perbedaan tersebut karena
perkembangan pola pikirnya. Dalam hal ini dikelompokkan tahapan
perkembangan psikologis menjadi empat tahapan. Pertama, tahap
pengkhayal (8-9 tahun), tahap kedua tahap romantik (10-12 tahun, tahap
ketiga adalah tahap nrealistik (13-16 tahun), tahap keempat adalah tahap
generalisasi (tahap ini dilalui anak pada umur 16 tahun dan sekanjutnya).
Dalam pemilihan materi pengajaran sastra, guru hendaknya memperhatikan
aspek ini karena pengaruhnya terhadap minat dan keengganan siswa dalam
banyak hal sangat penting. Tahapan-tahapan dalam perkembangan
psikologis siswa juga akan sangat berpengaruh terhadap daya ingat,
kemauan mengerjakan tugas, kesiapan bekerja sama, dan kemungkinan
pemahaman situasi atau pemecahan masalah yang dihadapi.
c. Kriteria Materi Ajar
Dalam buku Telaah Kurikulum Bahasa Indonesia, menjelaskan
kriteria materi ajar yang dianggap baik yang terdiri atas delapan kriteria
sebagai berikut.
1) Organisasi dan sistematika pengertian organisasi mengandung arti
susunan (atau cara bersusun) sesuatu yang terdiri atas komponen atau
topik dengan tujuan tertentu, sedangkan sistematika mengandung arti
kaidah atau aturan dalam buku ajar yang harus diikuti. Sebuah buku ajar
berisi berbagai informasi yang disusun sedemikian rupa sehingga buku
tersebut dapat digunakan untuk memenuhi tujuan pembuatan buku ajar
tersebut. Organisasi buku ajar sebaiknya memenuhi semua komponen
pembelajaran yang dibuat secara terpadu antara pendekatan komunikatif
dan kontekstual (CTL). Keterampilan berbahasa dan bersastra, yaitu
menyimak, berbicara, membaca dan menulis harus diurut sesuai dengan
tingkat kesulitan dan keterkaitan antara topik yang satu dengan yang
lainnya.
41
Bahasa Indonesia saat ini). Bahasa Indonesia yang baik dan benar adalah
bahasa yang sesuai dengan kaidah-kaidah Bahasa Indonesia dan situasi
dan kondisi (konteks) komunikasi.
6) Keserasian ilustrasi dengan wacana/teks bacaan buku ajar harus selalu
disertai dengan ilustrai atau gambar agar buku ajar menarik bagi siswa.
Di samping untuk tujuan menarik perhatian, ilustrasi atau gambar di
dalam buku ajar juga mempunyai kegunaan lain, yaitu untuk
mempermudah pemahaman dan untuk merangsang pembelajaran secara
komunikatif. Supaya kehadiran gambar di dalam buku ajar dapat
berfungsi secara optimal, pemilihan dan peletakan gambar harus
disesuaikan dengan teks bacaan atau wacana. Teks bacaan atau wacana
harus berkaitan atau sejalan dengan ilustrasi atau gambar yang
dicantumkan berkenaan dengan teks bacaan tersebut. Kaitan itu tidak
cukup hanya dengan informasi-informasi yang ada di dalam buku suatu
teks bacaan melainkan juga dengan gagasan-gagasan utama di dalam teks
bacaan itu. Dengan demikian, pemilihan dan pencantuman ilustrasi juga
akan dengan sendirinya berkaitan dengan tujuan pembelajaran dan
tema/topik yang telah ditetapkan.
7) Segi moral/akhlak moral atau akhlak juga merupakan kriteria penilaian
buku ajar. Buku ajar harus mempertimbangkan segi moral/akhlak. Hal ini
penting karena bangsa Indonesia adalah bangsa yang sangat memelihara
kerukunan umat beragama, yang sangat memperhatikan aspek-aspek
moral dalam sendi-sendi kehidupan bermasyarakat. Faktor-faktor aspek
akhlak yang harus dipertimbangkan dalam penulisan buku ajar meliputi
pertama, sifat-sifat baik seperti kejujuran, sifat amanah (terpercaya),
keberanian, selalu menyampaikan hal-hal yang baik, kesopanan, ketaatan
beribadah, persaudaraan, kesetiakawanan, mencintai/mengasihi sesama
makhluk, berbakti kepada orang tua, taat kepada pemimpin, dan
sebagainya. Kedua, hendaknya dalam buku ajar tidak mencantumkan
sesuatu yang dapat membangkitkan sifat-sifat buruk seperti kecurangan,
pengecut, ketidaksopanan, keingkaran, kemungkaran, kejahilan,
43
penghargaan terhadap cipta sastra yang kita gauli, geluti, pahami, dan
nikmati tadi.
Apresiasi yang dibina di bangku sekolah merupakan proses menuju
apreesiasi yang sebenarnya. Proses ini dapat dibagi dalam beberapa
tingkatan, yaitu:
1) Tingkat menggemari, yang ditandai dengan sikap: adanya rasa tertarik
pada buku-buku sastra serta ingin membacanya. Yang dimaksud
buku-buku sastra di sini bukan hanya karya sastra seperti cerpen,
novel, antologi puisi, teks drama, dan seterusnya, melainkan buku-
buku yang terkait dengan sastra seperti teori sastra, sejarah sastra,
kritik sastra, sastra perbandingan dan seterusnya.
2) Tingkat menikmati,yang ditandai dengan sikap: dapat menikmati cipta
sastra karena mulai tumbuh pengertian. Menikmati disini contohnya
menikmati musikalisasi puisi, menikmati cerpen ataupun novel yang
dibacanya, dan seterusnya.
3) Tingkat mereaksi, yang ditandai dengan sikap: mulai adanya
keinginan untuk menyatakan pendapat tentang cipta sastra yang
dinikmati, misalnya dengan menulis resensi di media massa, dengan
berpendapat dalam diskusi-diskusi sastra, sarasehan, debat, atau
wahana lain, adanya keinginan untuk ikut berpartisipasi dalam
kegiatan sastra, misalnya lomba menulis puisi, lomba menulis cerpen,
lomba menulis drama, lomba baca puisi, dan seterusnya.
4) Tingkat memproduksi, yang ditandai dengan sikap: mulai ikurt
menghasilkan cipta sastra, baik secara profesional maupun amatiran.
Misalnya dapat menulis puisi, cerpen, novel, drama dan seterusnya
dan dipublikasikan secara regional, nasional, atau bahkan dunia;
dengan menerjemahkan karya sastra ke berbagai bahasa.
Secara sederhana Horace mengatakan bahwa sastra itu dulce et utile,
artinya indah dan bermakna. Sastra sebagai sesuatu yang dipelajari atau
sebagai bahan renungan dan refleksi kehidupan karena sastra bersifat
koekstensif dengan kehidupan, artinya sastra berdiri sejajar dengan hidup.
45
kelas XI semester II. Guru sastra hendaknya memahmi apa yang diminati
oleh para siswanya sehingga dapat menyajikan suatu karya sastra yang
tidak terlalu menuntut gambaran di luar jangkauan kemampuan
pembayangan yang dimiliki oleh siswanya. Jadi, siswa dapat merenungkan
daya imajinasi sesuai dengan pengalaman yang dimiliki
B. KERANGKA BERPIKIR
Karya sastra diciptakan sebagai respons pengarang atas segala sesuatu
yang di lihat dan dialami, baik yang berasal dari lingkungan sekitar maupun
yang muncul dari dalam dirinya. Karya sastra yang di bahas kali ini adalah
novel Entrok karya Okky Madasari. Novel ini dengan jujur menggambarkan
bagaimana sebagian masyarakat belum bisa meneriman adanya perbedaan.
Mengisahkan perjuangan wanita pada zaman-zaman menentukan dalam
perjalanan sejarah Indonesia.
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk
mendeskripsikan aspek kejiwaan tokoh utama dalam novel Entrok dan nilai
didik yang terkandung dalam novel Entrok serta relevansinya terhadap
materi pembelajaran Bahasa Indonesia kelas XI semester I. Untuk lebih
jelas, dapat dilihat pada alur kerangka berpikir pada Gambar1 berikut.
47