JURNALISTIK
Ari Ambarwati
1
BAB I
Praktik jurnalistik pertama kali terjadi di Romawi (Yunani) pada 69 SM. Julius Caesar-
penguasa yang paling berpengaruh- menerbitkan sebuah media yang menjadi jembatan antara
pemerintah dengan rakyat. Media itu bernama Acta Diurna yang kemudian dijadikan asal kata
jurnalistik. Julius Caesar membentuk actuarii (reporter/orang yang membuat berita) yang
terdiri atas 4 orang. Mereka diarahkan ke bagian barat, timur, utara, dan selatan dengan
menaiki seekor kuda dan harus pulang sebelum matahari tenggelam. Tugas mereka adalah
menuliskan peristiwa yang terjadi pada selembar papan dengan menggunakan arang.
Kelemahan acta diurna adalah tidak bisa dibawa karena hanya ada satu yang dibaca
oleh semua orang. Setelah dibaca, tulisan-tulisan di atas papan tersebut dihapus agar bisa
dituliskan berita-berita selanjutnya. Ketika berita selesai ditulis, orang-orang datang berduyun-
duyun untuk membacanya. Melihat minat baca rakyat yang cukup tinggi, Julius Caesar
Acta diurna dibuat karena Julius Caesar menyadari bahwa praktik jurnalistik
pembentukan opini publik. Sebagai pucuk pimpinan bangsa yang besar, ia membutuhkan
kedua hal itu demi tersebarnya informasi kepada publik, pencitraan yang baik, dan demi
pengendalian dan kontrolnya tersebut mengemban misi informatif, edukatif, dan juga politis.
Acta diurna berisi pemberitaan yang berkaitan dengan insiden-insiden yang bersifat
alami di berbagai penjuru, peristiwa seputar kehidupan istana seperti pernikahan pangeran,
kelahiran keturunan raja dan orang-orang penting dalam kerajaan, berita kematian, dan
2
perceraian. Selain itu juga memuat kebijakan-kebijakan pemerintah (konstituante). Acta
Diurna saat itu berfungsi sebagai alat untuk mengomunikasikan dan menyebarluaskan
informasi baik dari pemerintahan maupun dari berbagai penjuru wilayah kekuasaan Julius
Caesar.
Lompatan besar dalam praktik jurnalistik berbasis cetak terjadi di Cina pada 868 SM
setelah ditemukan teknik cetak Gazetta. Gazetta adalah lempeng-lempeng logam berbentuk
kubus dan lingkaran. Setiap lempeng tertulis satu huruf. Kemudian disusun satu persatu seperti
kerja mesin ketik. Berbeda dengan Yunani, di Cina hanya menerbitkan buku, bukan karya
jurnalistik. Salah satu contohnya, Kitab Sutra Intan- cerita tentang pengobatan, senam, dan bela
Jerman. Johannes Guttenberg menemukan mesin cetak pada 1440 M. Italia membeli mesin
tersebut pada tahun 1562 M. Pada tahun yang sama, terbit koran bulanan setelah sebuah
perusahaan yang bernama Venice membeli mesin cetak yang masih berbasis Gazetta. Pada
tahun 1631, terbit jurnal pertama yang bernama Gazetta de France di Perancis. Pada tahun
1620, terbit koran harian pertama berbahasa Inggris di Belanda dengan nama English Puritans,
dipasarkan hingga ke Mayflower, Boston, USA. Kemudian disusul oleh Amerika pada tahun
sejak Julius Caesar dan seterusnya catatan harian mengenai politik dan kejadian di koloni
Romawi direkam dan didistribusikan. Setelah kekaisaran runtuh, penyebaran berita tergantung
Penemuan mesin cetak disematkan pada Johannes Gutenberg pada 1456, melahirkan
penyebaran Alkitab yang luas dan buku cetak lainnya. Yang pertama dicetak berkala adalah
3
Mercurius Gallobelgicus, pertama muncul di Cologne, Jerman, pada 1594 dan ditulis dalam
Surat kabar pertama kali muncul di Eropa pada abad ketujuh belas. Surat kabar secara
teratur diterbitkan pertama dalam bahasa Inggris merupakan Oxford Gazette (kemudian
menjadi London Gazette, dan diterbitkan terus menerus sejak saat itu), pertama muncul pada
1665. Hal Ini mulai publikasi ketika pengadilan kerajaan Inggris berada di Oxford untuk
menghindari wabah penyakit di London, dan terbit dua kali seminggu. Ketika pengadilan
Surat kabar pertama yang terbit setiap hari, muncul pada 1702 dan terus terbit selama
lebih dari 30 tahun. Editor pertamanya merupakan perempuan pertama dalam jurnalisme,
meskipun ia diganti setelah beberapa minggu. Pada saat itu, Inggris telah mengadopsi Press
Restriction Act, yang mengharuskan bahwa nama tempat percetakan dan publikasi harus
disertakan pada setiap dokumen yang dicetak. Surat kabar pertama yang sesuai dengan definisi
modern sebagai sebuah koran adalah New York Herald, didirikan pada 1835 dan diterbitkan
oleh James Gordon Bennett. Ini adalah koran pertama yang memiliki staf yang untuk meliput
setiap kegiatan rutin kota dan spot berita, bersama dengan liputan rutin bisnis dan Wall Street.
Perang saudara memiliki efek mendalam pada jurnalisme Amerika Serikat. Koran besar
disewa koresponden perang untuk meliput di medan perang, dengan kebebasan lebih lebih dari
yang wartawan nikmati hari ini. Wartawan ini menggunakan mesin telegraf baru dan membuat
berita menjadi lebih cepat untuk surat kabar mereka. Biaya pengiriman pesan telegraf yang
mahal membantu menciptakan gaya penulisan “ringkas” yang menjadi standar untuk
jurnalisme abad berikutnya. Permintaan yang terus tumbuh akan surat kabar perkotaan untuk
menyediakan berita mengarahkan perusahaan pertama layanan kawat, kerja sama antara enam
4
surat kabar besar di kota New York yang dipimpin oleh David Hale, penerbit Journal of
Commerce, dan James Gordon Bennett, untuk menyediakan layanan mencakup seluruh Eropa
bagi semua surat kabar. Inilah yang menjadi Associated Press yang menyampaikan transmisi
kabel pertama bagi berita Eropa melalui kabel trans-Atlantik pada tahun 1858.
Harian The New York Times terus-menerus mendefinisikan jurnalisme. James Bennett
Herald, misalnya, tidak hanya menulis tentang hilangnya David Livingstone di Afrika, mereka
mendorong Bennett untuk menjadi jurnalis investigasi. Dia juga penerbit pertama Amerika
yang membawa surat kabar Amerika ke Eropa dengan mendirikan Herald Paris, cikal bakal
International Herald Tribune hari ini. Charles Anderson Dana dari New York Sun
mengembangkan ide human interest dan definisi yang lebih baik mengenai nilai berita, yang
Berbicara mengenai sejarah jurnalistik Indonesia, semua itu tidak bisa lepas dari
pengaruh sejarah jurnalistik yang ada di berbagai negara, khususnya negara-negara yang ada
di kawasan Eropa. Pengaruh-pengaruh tersebut menyebar tentu saja melalui beberapa cara.
Salah satunya yang memungkinkan masuknya istilah jurnalistik ke Indonesia adalah melalui
penjajahan yang dilakukan oleh negara-negara yang ada di Eropa seperti Belanda.
Sejarah jurnalistik dalam Indonesia sendiri sudah diperoleh saat Indonesia masih belum
dunia pers Indonesia hingga sekarang ini masih terus mendunia. Perkembangan jurnalistik di
5
Sejarah perkembangan jurnalistik di Indonesia digolongkan menjadi beberapa periode.
Periode pertama adalah jurnalistik atau pers sebagai alat perjuangan. Pada masa kemerdekaan
(1945-1950), pers menjadi alat perjuangan pemberi informasi. Selain itu, pers pun menjadi alat
Periode kedua sejarah perkembangan jurnalistik di Indonesia terjadi pada era 1950-
1960. Pada era ini, pergolakan politik di Indonesia mulai terjadi. Pada masa ini, pers mulai
terjebak menjadi media politik. Pers, khususnya surat kabar menjadi media propaganda partai
politik. Periode ini menjadi periode dramatis untuk sejarah perkembangan jurnalistik di
Indonesia karena pers menjadi alat untuk menjatuhkan citra partai politik lain.
pers pada masa Orde Baru. Pada masa Orde Baru, pers dibatasi kegiatannya karena sebelumnya
sering mengkritik pemerintahan di bawah pimpinan Presiden Soeharto. Pada masa itu, setiap
pers atau unsur jurnalistik yang menetang atau mengkritik pemerintahan akan mengalami
rezim Orde baru runtuh. Setelah rezim Soeharto turun, pers mendapatkan kebebasan dalam
bangkit dengan adanya kebebasan pers yang bertanggung jawab. Dalam periode ini, pers
6
Selain pers umum, Indonesia juga memiliki pers mahasiswa (Persma) yang juga
berkembang secara dinamis. Ikatan Pers Mahasiswa (IPM) dibentuk pada 16-19 Juli 1958,
dapat dikatakan sebagai cikal bakal organisasi pers mahasiswa Indonesia. IPMI yang terbentuk
setelah Indonesia merdeka mengiringi berbagai perubahan situasi nasional. Negara yang masih
muda dan baru merdeka tersebut. IPMI hadir di tengah suasana politik yang sangat dinamis,
Dinamika IPMI tidak dapat dilepaskan dari dinamika perjalanan dan perkembangan
politik Indonesia. Ada masa pasang dan surut. Persma mengambil model jurnalisme alternatif
sebagai bentuk perjuangan (Supriyanto, 1998). Perjuangan Persma berawal dari kebijakan
forum temu dan diskusi nasional hingga meneriakkan perlawanan melalui gerakan mahasiswa.
Pemerintahan Orde Baru (Orba) yang berkuasa saat itu mengontrol dengan ketat
Negara mulai saat peristiwa 30 September (G30S/PKI) 1965 hingga peristiwa Malari
(Malapetaka lima belas Januari) 1974. Pemberlakuan NKK/BKK dipandang perlu oleh
penyelenggara Negara saat itu agar kehidupan mahasiswa di kampus kembali pada ‘jalur’
semula yakni sebagai intelektual yang ‘seharusnya’ bergelut dengan bidang keilmuan dan
adalah produk yang diciptakan untuk membungkam kekritisan dan kebebasan berpendapat
mahasiswa. Mengingat IPMI sebagai wadah Persma tidak lagi dapat menyuarakan
7
pendapatnya, maka aktivis Persma saat itu sepakat membentuk Perhimpunan Pers Mahasiswa
mengalami pembreidelan oleh pihak kampus, seperti yang menimpa Tabloid SAS yang
dibreidel pada 1993, selepas menurunkan wawancara dengan almarhum Pramoedya Ananta
Toer, sastrawan yang sempat menjadi tahanan politik (tapol) dan dibuang ke pulau Buru,
Ambon, oleh penguasa Orba. Persma sebagai sebuah gerakan yang mewadahi mahasiswa
pegiat pers sampai saat ini masih eksis meski sudah mulai surut. Kebebasan pers yang
merupakan buah reformasi dan perubahan dinamika kehidupan mahasiswa di kampus menjadi
sebab tidak bergairahnya kehidupan persma. Tetapi sebagai sebuah gerakan yang
memungkinkan mahasiswa pegiat pers ‘mencecap’ dunia pers sesungguhnya, persma dapat
melakukannya. Persma Indonesia dulu sempat menjadi pers alternatif di saat pers umum tidak
BAB II
8
Hakikat Jurnalistik
Secara etimologi (asal-usul kata), jurnalistik berasal dari bahasa Prancis yakni journal
yang berarti catatan harian, sementara istik diambil dari kata aesthetic yang bermakna
keindahan. Journal juga dekat dengan kata yang berasal dari bahasa Latin Diurna yang berarti
hari ini.
Ada banyak pengertian yang dirumuskan para ahli berkaitan dengan kata jurnalistik.
Haris Sumadiria dalam bukunya “Jurnalistik Indonesia” (2005) menyatakan bahwa jurnalistik
menyebarkan berita melalui media berkala. Jurnalistik merupakan kerja yang melibatkan
banyak pihak dan melalui beberapa tahapan dan membutuhkan kecepatan.Apalagi di era yang
Pada saat ini jurnalistik juga dihubungkan dengan terma media massa atau pers. Media
menurut KBBI (2012) adalah (1) alat, dan (2) alat atau sarana komunikasi seperti majalah,
radio, televise, film, poster, dan spanduk. Menurut Tamburaka (2013) Association For
Education And Communication Technology (AECT) menyatakan bahwa media adalah segala
bentuk yang digunakan dalam proses penyaluran informasi. Sementara Education Association
mendefinisikan sebagai benda yang dapat dimanipulasikan, dilihat, didengar, dibaca atau
dibicarakan beserta instrument yang digunakan dengan baik. Maka dapat dinyatakan bahwa
media merupakan perantara suatu proses komunikasi seperti ketika seseorang menulis surat
maka media yang digunakan adalah kertas, kalau ia menulis surat elekronik maka medianya
adalah alamat elektronik, ketika seseorang menelpon maka media yang digunakan adalah
9
Bagaimana dengan media massa? Tamburaka (2013) menyatakan bahwa media massa
adalah media yang digunakan dalam komunikasi di ruang pers. Media massa juga disebut
dengan pers merupakan istilah yang digunakan pada 1920an untuk memperkenalkan jenis
media yang secara khusus dirancang untuk menjangkau masyarakat yang lebih luas. Pers dalam
arti sempit menurut Oemar Seno Adji adalah penyiaran-penyiran pikiran, gagasan, atau berita-
berita dengan kata tertulis. Sedangkan pers dalam arti luas yaitu memasukkan di dalamnya
semua media mass communications yang memancarkan pikiran dan perasaan seseorang baik
Penting bagi semua pihak untuk mengidentifikasi karakteristik atau ciri khusus dari
media massa, baik cetak, elektronik maupun media yang saat ini telah booming yaitu media
daring (on line). Mengapa penting? Sebab masing-masing media memiliki kekhususan yang
berbeda. Perbedaan dan kekhususan tersebut membawa implikasi luas, mulai dari format
pemberitaan, alat atau sarana yang digunakan, penyebarluasan, cara berinteraksi dengan
khalayak (baca: pembaca, pendengar atau pemirsa), hingga format iklan baik komersial
Media cetak adalah media (massa) yang menggunakan tulisan cetak yang mengikuti
kaidah jurnalistik dan berbentuk koran (surat kabar), majalah, tabloid, dan sejenisnya. Koran
atau surat kabar adalah bentuk media cetak ‘modern’ yang muncul mendahului majalah dan
tabloid. Jika pada masa Romawi, Julius Caesar menggunakan Acta Diurna sebagai sarana
oleh Senat atau dirinya selaku kaisar, kejadian gempa bumi, kebakaran, atau musibah lain,
bahkan juga aksi peperangan, yang ditulis pada batang kayu atau batu. Acta Diurna yang juga
berarti ‘aksi hari ini’ditempel di dinding sehingga dapat dibaca oleh para pencari informasi
10
yang disebut Diurnarius (tunggal) atau Diurnarii (jamak). Para pencari informasi tersebut
adalah para budak belian yang kemudian menyebarkan informasi tersebut ke seluruh penjuru
negeri. Bisa jadi kata jurnalis yang digunakan saat ini berasal juga dari kata Diurnarii.
John Guttenberg pada 1450 menemukan mesin cetak yang dapat digunakan untuk
memperbanyak berita dan informasi yang mulanya hanya diperbanyak secara manual.
Awalnya mesin cetak temuannya tersebut hanya digunakan untuk mencetak kitab suci, buku
pamphlet dan newsletter mulai dicetak. Lembaran-lembaran itulah yang menjadi cikal bakal
berkembangnya surat kabar atau koran. Surat kabar pertama yang terbit di Eropa adalah Aviso
yang terbit di kota Wofenbuttel, Jerman pada 1609 (Tamburaka, 2013:43). Pecahnya Revolusi
Prancis membuat surat kabar di Eropa berkembang lebih cepat, termasuk konten surat kabar
untuk menutup beberapa surat kabar yang isi pemberitaannya dianggap tidak menguntungkan
dirinya.
Menurut Tamburaka (2013:44) surat kabar masuk ke Indonesia sekitar tahun 1615.
Koran tersebut adalah Memorie des Nouvelles yang ditujukan khusus untuk pegawai Belanda
yang kala itu bekerja di Indonesia. Surat kabar berbahasa Belanda yang terbit pertamakali di
(1744), Vendu Nieuws (1978), Bataviasche Koloniale Courant (1810). Pada 1885 terbitlah
surat kabar berbahasa Melayu seperti Hindia Nederland, Dinihari, Bintang Djohar yang
diterbitkan di Bogor dan Slompret Melaju yang terbit di Semarang. Tidak hanya di Jawa, surat
kabar berbahasa Belanda juga terbit di Sumatera dan Sulawesi. Di Sumatera ada Soematra
Courant, Bentara Melajoe dan Padang Handelsbland, sementara di Sulawesi ada Celebes
Courant dan Makassarsch Handelsbland dan Celebes Courant. Mengingat Hindia Belanda
11
saat itu masih dalam cengkeraman kekuasaan Belanda, maka koran berbahasa Belanda masih
dominan dan hanya dapat dibaca kalangan terdidik, terpelajar, dan bangsawan saja.
Soekarno pada 1926 menjadi pemimpin harian Suara Rakyat Indonesia dan Sinar Merdeka.
pemerintah colonial Belanda dan menggelorakan semangat untuk merdeka. Ketika Jepang
menjajah Indonesia, pemerintah Jepang menyatukan beberapa koran dengan alasan efisiensi,
tetapi alasan sebenarnya adalah agar mempermudah pegontrolan terhadap isi pemberitaan surat
kabar. Pada zaman penjajahan Jepang (1942-1945) terbit surat kabar Tjahaja yang terbit di
Bandung. Penamaan Tjahaja ini tentu memiliki muatan politis, sebab saat itu berlaku slogan
Jepang Cahaya Asia yang ditujukan untuk propaganda eksistensi Jepang di Indonesia. Surat
Pada masa itu juga bermunculan koran-koran yang diterbitkan untuk melawan
hegemoni Jepang seperti Berita Indonesia, Merdeka, Soeara Indonesia, Pedoman Harian dan
beberapa surat kabar lainnya. Pada masa itu beberapa koran juga mengalami pembreidelan
demokrasi Indonesia meredup. Dekrit tersebut juga berdampak pada kehidupan pers Indonesia.
Persyaratan untuk mendapatkan Surat Izin Terbit dan Surat Izin Cetak juga diperketat. Pada
masa itu juga berlangsung surat kabar sebagai kepanjangan tangan partai atau politik tertentu,
seperti kontra dan pro Partai Komunis Indonesia (PKI). Selepas peristiwa G 30 S PKI, media
cetak khususnya koran mengalami masa-masa sulit sebab perizinan penerbitan berlangsung
ketat. Selanjutnya pada 1974, setelah peristiwa 15 Januari (Malari) ada 12 koran yang dibredel
atau dilarang terbit, termasuk harian Indonesia Raya. Pembredelen juga kembali terjadi pada
12
1978 yang menimpa tujuh surat kabar yakni Kompas, Sinar Harapan, Merdeka, Pelita, The
Indonesian Times, Sinar Pagi, dan Pos Sore, namun melalui proses yang cukup panjang
kehilangan daya kritisnya terhadap kebijakan pemerintah. Hal ini jelas tidak sehat, sebab
pendapat secara bertanggungjawab dan sesuai dengan fakta. Menurut Rosmawati (2010:144)
tiga faktor utama yang menghambat kebebasan pers saat itu adalah sistem perizinan berupa
Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP), hanya ada satu wadah untuk organisasi pers, yakni
Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dan praktik intimidasi serta sensor pada pers.
Faktor-faktor tersebut membuat insan pers tidak bisa bergerak leluasa dengan menulis
secara bebas pada saat pemerintahan Orba berlangsung. Bahkan saat itu juga terjadi
pembreidelan terhadap majalah Tempo, Editor, dan Detik. Pada 2 April 1982, majalah Tempo
dibredel oleh Menteri Penerangan saat itu, Ali Murtopo. Uniknya, ide untuk membredel Tempo
justru datang dari PWI yang saat itu diketuai oleh Harmoko, wartawan Pos Kota. Saat itu
Tempo dibredel karena dianggap melanggar kode etik jurnalistik (yang dibuat oleh PWI dan
pemerintah) karena memberitakan kampanye partai Golkar yang berakhir rusuh di Lapangan
Banteng, Jakarta. Partai Golkar adalah partai yang disokong penuh oleh pemerintah yang
berkuasa saat itu. Setelah menandatangani surat permintaan maaf dan mengizinkan pemerintah
membina Tempo, maka majalah tersebut kembali terbit. Selanjutnya pada 1994, tepatnya 21
Juni, kembali majalah Tempo bersama dengan Editor dan Detik dibredel.
Ketika era Orba tumbang dan berganti dengan orde reformasi, persyaratan tentang
SIUPP dicabut dan digantikan dengan UU NO 4 tahun 1999 tentang Pers yang di dalamnya
13
industry pers muncul dan menjamur dengan cepat. Tak jarang muncul koran-koran ‘kuning’
Media cetak merupakan media penyebaran informasi paling tua. Media cetak juga
mensyaratkan pembacanya melek huruf (literate). Ini adalah kekhususan media cetak yang
tidak dimiliki oleh media radio (audio) maupun media televisi. Bisa jadi karena kekhususan
inilah, media cetak kemudian identik dengan kalangan menengah ke atas atau kalangan
terpelajar dan terdidik. Karena untuk menikmati sajiannya, pembaca harus memahami tulisan
Karakteristik berikutnya dari media cetak adalah mudah diarsipkan atau dikliping
surat kabar berdasarkan periode terbit: pagi dan sore, ukuran: plano dan tabloid, dan sifat
pemberitaannya: nasional dan lokal. Untuk periode, saat ini rata-rata harian di Indonesia terbit
pada pagi hari. Surabaya Post, harian berwibawa yang terbit di Surabaya pernah berjaya
sebagai harian sore, tetapi saat ini harian itu sudah tidak lagi terbit.
kemajuan pesat. Merger dan akuisisi ditempuh sejumlah perusahaan sebagai strategi bisnis
media untuk tumbuh dan berkembang. Dari tahun 1998-2000 tercatat hampir 1.000 perusahaan
media yang mendapatkan izin terbit dari pemerintah, kendati hanya sedikit perusahaan media
yang bisa bertahan sebab kompetisi bisnis pers sangat ketat. Jumlah media cetak pada awal
tahun 1999 sebanyak 289 buah, dan pada tahun 2001 menjadi 1.881 buah. Akhir tahun 2010,
jumlah media cetak menyusut menjadi 1.076 buah (Serikat Penerbit Surat Kabar, 2011). Surat
kabar dengan oplah tertinggi dipegang oleh Kompas dengan 600.000 eksemplar per hari, Jawa
Pos 450.000 eksemplar per hari, Suara Pembaruan 350.000 per hari, Republika 325.000
14
eksemplar per hari, Media Indonesia 250.000 eksemplar per hari dan Koran Tempo dengan
Menurut Tamburaka (2013:46) sesuai dengan data statistik Serikat Penerbit Surat
kabar (SPS) pada 2007, jumlah oplah koran yang beredar di seluruh Indonesia adalah 6,026
juta eksemplar dari total oplah seluruh media cetak yang berjumlah 17,374 juta. Jumlah
tersebut jika dibandingkan dengan jumlah populasi Indonesia, maka rasio menjadi 1:38.
Artinya bahwa satu koran dibaca 38 orang Indonesia, padahal rasio keterbacaan ideal yang
distandarkan oleh UNESCO adalah sebesar 1:10. Di satu sisi hal ini dapat dimaknai bahwa
partisipasi membaca koran orang Indonesia terhitung rendah, tetapi bisa jadi juga hal ini
disebabkan migrasi pembaca media cetak ke media elektronik yang sifat pemberitaannya lebih
cepat dan up to date. Faktor lainnya juga adalah migrasi pembaca koran ke media lain seperti
radio dan televisi yang dianggap beberapa kalangan lebih praktis karena tidak memerlukan
penalaran lebih lanjut seperti saat seseorang membaca media cetak. Hal lain juga adalah tingkat
kepraktisan. Membaca media cetak tidak bisa dilakukan sambil lalu atau tidak bisa dilakukan
dengan mengerjakan pekerjaan lainnya, berbeda dengan mendengarkan radio yang bisa
dilakukan sembari berkendara atau menyimak TV sembari mengerjakan tugas dengan laptop,
misalnya.
Meski demikian, media cetak di Indonesia masih berkembang dengan baik. Terbukti
beberapa majalah terbit sesuai dengan segmentasi pembaca yang beragam dan terbit dalam
jangka waktu yang cukup lama, seperti majalah Femina, Kartini, Intisari, Bobo, Gadis. Begitu
juga dengan eksistensi tabloid seperti Nova dan tabloid yang mengambil segmen kesehatan,
pertanian, fesyen, dan lainnya. Segmentasi yang kuat bagi majalah dan tabloid sangat penting
untuk menjaga dan menarik keterikatan pembaca. Tidak seperti koran yang bersifat lebih
umum, majalah dan tabloid berbagi segmentasi pembaca yang lebih khusus lagi.
15
Sejarah dan Karakteristik Radio
Radio pertamakali diciptakan oleh Guglielmo Marconi. Pada 1897, Marconi berhasil
menghubungkan dua tempat terpisah dari selat Bristol yang lebarnya 9 km melalui
gelombang radio (Tamburaka, 2013:54). Berikutnya Marconi yang berasal dari Bologna,
Italia, pada 1901 berhasil mengirim berita radio melintasi Samudera Atlantik, dari Inggris ke
Newfoundland.
Makna penting dari penemuan baru Marconi secara dramatis dilukiskan pada tahun
1909 tatkala kapal S.S. Republic rusak akibat tabrakan dan tenggelam ke dasar laut. Berita
radio amat membantu, semua penumpang bisa diselamatkan kecuali enam orang. Pada tahun
yang sama Marconi berhasil meraih Hadiah Nobel untuk penemuannya. Pada tahun
berikutnya ia berhasil mengirim berita radio dari Irlandia ke Argentina, suatu jarak yang lebih
dari 6000 mil. Semua berita ini dikirim lewat tanda-tanda sistem kode Marconi. Sebagaimana
diketahui, suara itu dapat dikirim lewat radio, tetapi hal ini baru bisa terlaksana sekitar tahun
1915. Sejak saat itu radio mulai tumbuh dan berkembang secara luas di dunia.
Indonesia (RRI) pada tanggal 11 September 1945 (Tamburaka, 2013:55). Pemimpin umum
RRI pertama adalah Dr. Abdulrahman Saleh. Sejak saat itu RRI menjadi corong pemerintah
penjuru tanah air. RRI berdiri di bawah Departemen Penerangan. Pada era reformasi,
Penerangan. Kebijakan ini awalnya memicu kontroversi banyak pihak karena dianggap tidak
tepat, termasuk bagaimana nasib ribuan karyawan Departemen Penerangan. Tetapi Gus Dur
sebaiknya pemerintah tidak memonopoli peran institusi penerangan yang bertindak sebagai
16
masyarakat yang mengelola informasi secara bertanggung jawab. RRI kemudian berubah
menjadi badan publik. UU penyiaran kemudian mengatur lembaga penyiaran radio menjadi
tiga, yaitu lembaga penyiaran radio publik RRI, lembaga penyiaran swasta, dan lembaga
penyiaran komunitas.
Pada masa revolusi, RRI berperan penting menggelorakan semangat Negara Indonesia
yang baru merdeka ke seluruh pelosok negeri. Bahkan pada 10 November 1945, Bung Tomo
menggunakan RRI Surabaya sebagai sarana untuk menggemakan perlawanan kepada tentara
sekutu yang ingin menduduki wilayah Indonesia, khususnya Surabaya. Pidato yang heroik
Perkembangan radio komunitas melaju cukup cepat, data bank Dunia yang dikutip
oleh Tamburaka (2013:55) menyatakan pada 2005 terdapat 630 radio komunitas yang
tersebar dari Naggroe Aceh Darusalam hingga Papua. Fakta ini menunjukkan bahwa
kebutuhan masyarakat Indonesia untuk berkomunikasi melalui sarana radio dapat terwadahi
dengan baik melalui radio komunitas. Radio komunitas merupakan radio yang dimiliki
sekelompok masyarakat tertentu yang lepas dari pengaruh dan kepentingan pemilik modal
(kapitalisme). Tidak seperti radio swasta yang digerakkan pemilik modal, radio komunitas
bebas menyiarkan kontennya sesuai dengan visi dan misi yang dimiliki oleh komunitas
tersebut.
Menurut laman resmi Kementerian Informasi dan Komunikasi RI, jumlah radio
swasta di seluruh Indonesia mencapai 2590 pada tahun 2011. Undang-Undang Penyiaran No.
32/2002 semakin memperbesar peluang pendirian lembaga penyiaran baru. Regulasi baru
memberi legitimasi bagi pendirian lembaga penyiaran swasta, publik dan komunitas. Angin
segar itu tentu melebarkan peluang semua pihak yang ingin terjun ke bidang penyiaran
khususnya radio.
17
Salah satu karakteristik radio yang juga menjadi keunggulan adalah dapat disimak
saat mengerjakan tugas lain. Ketika orang berkendara menggunakan mobil, ia dapat
mendengarkan siaran radio tanpa harus terganggu aktivitas berkendaranya. Relasi personal
yang terbangun antara pendengar dan radio memungkinkan setiap orang dapat mengerjakan
aktivitas lain sembari menyimak siaran radio. Apalagi saat ini radio dapat dinikmati
siarannya secara streaming melalui internet. Siaran radio juga dapat dipantau dari telepon
pintar (smart phone) tidak lagi harus menghadirkan bentuk radio yang tidak praktis, seperti
dulu. Sebelum internet hadir, jangkauan radio terbatas hanya di wilayah tertentu, sehingga
orang yang tinggal di Surabaya tidak dapat menikmati siaran radio dari Jakarta atau Bandung
misalnya. Kini, dengan teknologi streaming, jangkauan siar radio menjadi lebih luas.
Karakteristik lain dari siaran radio adalah media massa elektronik yang mengandalkan
siaran pada frekwensi sinyal radio yang berada pada FM (Frequency Modulation) atau AM
(Amplitudo Modulation) (Tamburaka, 2013:56). Radio FM lebih stereo, tepat dan tajam
dibandingkan radio AM. Untuk siaran berita, olahraga, atau informasi, frekwensi AM lebih
unggul karena jangkauan sinyal lebih luas dibandingkan frekwensi FM. Maka untuk
Radio juga sangat segmented pasar dan pendengarnya. Ada radio khusus remaja,
perempuan, atau radio yang menahbiskan dirinya sebagai radio berita. Teknologi internet
memungkinkan radio menjangkau pasar yang lebih luas dan mengikat kesamaan
antarpendengar meski mereka saling berjauhan. Hal itu memungkinkan pendengar merasa
dekat dengan objek-objek informasi atau tempat-tempat yang belum dijangkaunya melalui
siaran radio.
18
Keberadaan internet dalam dunia penyiaran radio di satu sisi membawa dampak
positif bagi pengguna karena kualitas dan kemudahannya (Tamburaka, 2013:59). Tetapi di
sisi lain, hal itu membawa dampak buruk terkait pembajakan hak cipta. Kaset dan Compact
Disk (CD atau cakram padat) dapat dijual dalam bentuk fisik, tidak demikian dengan format
MP4 (multi player) yang dalam bentuk digital. Saat ini mudah sekali mengunduh lagu-lagu di
internet tanpa harus membeli. Industri rekaman musik cukup terpukul dengan realitas ini.
Sejarah televisi dimulai ketika Paul Nipkow yang berkebangsaan Jerman menemukan
tabung kaca ajaib tersebut di tahun 1884, yang dilanjutkan oleh Charles F Jenkins di AS pada
1890 (Tamburaka, 2013:65). Meski percobaan awal pesawat TV lebih banyak dilakukan di
Eropa, tetapi penelitian selanjutnya justru lebih banyak dilakukan di Amerika Serikat (AS).
elektronok di Eropa lebih banyak memproduksi senjata untuk keperluan perang dibandingkan
memproduksi TV. Momentum utama penyiaran TV bangkit kembali saat calon presiden AS,
Richard Nixon dan JF Kennedy melakukan debat pada 1960 dan keuksesan pendaratan
Apollo di bulan yang disaksikan sekitar 500 juta orang seantero dunia di tahun 1969
(Tamburaka, 2013:66). Mulai saat itu penduduk dunia memiliki alternatif memperoleh
Indonesia (TVRI) pada tanggal 17 Agustus 1962, bertepatan dengan peringatan Hari
puluh tahun TVRI memainkan peran sebagai stasiun TV satu-satunya yang ada di Indonesia.
Selanjutnya pada 1989 muncul stasiun TV swasta seperti RCTI, SCTV (1990), TPI (1991),
19
ANTeve (1993), Indosiar (1995), Metro TV (2000), dan banyak stasiun TV lainnya. Pilihan
untuk mendapatkan tayangan yang beragam di TV semakin mudah, meski tidak sedikit pula
masyarakat yang mengecam dan protes dengan beberapa tayangan TV yang dianggap tidak
mendidik seperti siaran infotainment yang berisi rumor, sinetron yang jalan ceritanya tidak
masuk akal dan cenderung membodohi penonton, hingga tayangan reality show yang
maupun fisik.
Sama seperti radio, TV juga mulai membentuk segmentasi pasar dan pemirsanya
sendiri. Industri penyiaran Indonesia berkembang dengan pesat melalui eksistensi beberapa
secara geografis, sehingga masyarakat merasa diuntungkan untuk mendapatkan informasi dan
berita secara cepat. Teknologi audiovisual TV yang mampu menghadirkan gambar dan suara
membuat tabung kaca ajaib ini disukai banyak kalangan. Hingga saat ini, TV masih memiliki
pengaruh besar bagi masyarakat Indonesia, mengingat TV merupakan media yang mudah
diakses dan diangga murah untuk mengakses informasi, berita, dan hiburan.
ini dengan mudah kita mengunduh berita, informasi, atau tayangan lain yang ditayangkan
satu stasiun TV yang sebelumnya kita lewatkan tayangannya. Internet memberi kemudahan
stasiun TV untuk menjangkau pemirsanya lebih luas. Bahkan saat ini beberapa tayangan TV
juga memberikan layanan pada pemirsa untuk dapat mengomentri secara langsung
tayangannya.
20
Sejarah dan Karakteristik Media Daring (Online)
Eksistensi media daring (online) tidak dapat dilepaskan dari internet. Internet awalnya
muncul di AS sebagai jaringan komputer yang dibentuk oleh Depertemen AS pada 1969
untuk mengetahui informasi terkait serangan nuklir Uni Sovyet (Tamburaka, 2013:75).
Internet saat itu hadir sebagai produk pertahanan AS dalam menghadapi situasi perang dingin
antara kubu Barat (AS dan sekutunya) dan kubu Timur (Uni Sovyet dan Negara-negara Eropa
Timur). Internet adalah jaringan (network) yang menghubungkan setiap komputer yang ada
dunia dan membentuk komunitas maya yang dikenal dengan desa global (small village)
berinteraksi, berkomunikasi, bertukar pesan dan data, meski tidak saling kenal.
kepada orang lain di belahan bumi manapun, selama terkoneksi dengan internet, secara real
time (pada saat yang sama). Kecepatan dan kelebihan internet yang mampu menggabungkan
tulisan, gambar, suara dalam satu wadah, menjadikannya sebagai new media yang mengubah
perilaku pembaca media cetak, pendengar radio, serta pemirsa TV dalam memperoleh
informasi. Pendeknya semua karakteristik media cetak, radio maupun TV (old media) dapat
Keberadaan new media yang berbasis internet membuat pengguna dapat mengakses
informasi, data, dan berita yang mereka butuhkan tanpa bergantung pada batasan waktu.
Selama mereka terkoneksi dengan internet, maka selama 24 jam mereka dapat mengakses
apapun yang mereka perlukan. Media baru (new media) benar-benar membuat media lama
(old media) harus menemukan bentuk baru yang memungkinkannya terus beinteraksi dengan
penggunanya. Maka saat ini hampir semua koran nasional maupun daerah memiliki versi
21
digital atau e paper (koran elektronik). Stasiun radio dan TV juga terkoneksi dengan internet
sehingga dapat diakses secara streaming, kapan dan di mana saja tanpa terkendala waktu, asal
22
BAB III
BAHASA JURNALISTIK
Apa yang dimaksud dengan bahasa Jurnalistik/pers? Bahasa Jurnalistik adalah bahasa yang
mempunyai karakteristik tertentu yang digunakan untuk kepentingan jurnalistik. Jus Badudu
(1988) menyatakan bahwa karakteristik bahasa Jurnalistik adalah singkat, padat, sederhana,
jelas, lugas, tetapi selalu menarik. Prinsip-prinsip bahasa jurnalistik dapat dijelaskan sebagai
berikut.
1. Singkat
Bahasa jurnalistik hendaknya singkat. Yang dimaksud dengan singkat adalah
menghindari penjelasan yang panjang dan bertele-tele.
2. Padat
Bahasa jurnalistik meski singkat tetapi hendaknya mencakup informasi yang lengkap.
Informasi lengkap tersebut kerap disebut sebagai 5W+1H yang berarti What, Who,
When, Where, Why dan How.
3. Sederhana
Bahasa jurnalistik hendaknya sederhana maksudnya adalah menggunakan kalimat
efektif dan bukan kalimat majemuk yang panjang, rumit maupun kompleks.
4. Jelas
Struktur kalimat jurnalistik hendaknya dapat dipahami oleh pembaca, pemirsa atau
pendengar. Sebaiknya bahasa jurnalistik menggunakan makna kata denotative dan tidak
bersifat ambigu.
5. Lugas
Hendaknya bahasa jurnalistik menggunakan bahasa yang informatif dan tidak
menggunakan bahasa yang berbunga-bunga.
6. Menarik
Bahasa jurnalistik harus mampu menimbulkan keinginan pembaca, pendengar atau
pemirsa untuk mengikuti berita tersebut dan menghindari kata-kata yang tidak lazim
digunakan.
23
Prinsip-prinsip Retorika Jurnalistik
Dilihat dari fungsinya, bahasa jurnalistik merupakan manifestasi dua ragam bahasa
yakni fungsi ideasional dan fungsi tekstual atau referensial yang menyajikan fakta (Halliday,
1978). Masalahnya kemudian adalah bagaimana mengonstruksi bahasa jurnalistik agar mampu
menggambarkan fakta yang sesungguhnya. Oleh Leech (1993) masalah ini disebut sebagai
retorika tekstual yaitu kekhususan pemakaian bahasa sebagai alat mengonstruksi teks. Prinsip
yang sama juga berlaku di dunia jurnalistik.Terdapat empat prinsip retorikal tekstual yang
dikemukakan Leech, yaitu prinsip prosebilitas, prinsip kejelasan, prinsip ekonomi, dan prinsip
ekspresifitas.
mudah bagi pembaca untuk memahami pesan pada waktunya. Dalam memahami pesan
(b) bagaimana tingkat subordinasi dan seberapa pentingnya masing-masings atuan, dan
(c) bagaimana mengurutkan satuan pesan itu. Ketiga macam itu harus saling berklaitan
satu sama lain. Penyusunan bahasa jurnalistik dalam surat kabar berbahasa Indonesia,
yang menjadi fakta-fakta harus dipahami oleh pembaca dalam kondisi apapun agar
tidak melanggar prinsip prosesibilitas ini. Bahasa Jurnalistik Indonesia disusun dengan
struktur sintaksis yang penting mendahului struktur sintaksis yang tidak penting.
Perhatikan contoh:
Suhardi Alius, yang dihubungi melalui telepon dari Jakarta, Sabtu (23/7)
Timur (MIT) Santoso, Umi Delima, maka pengikutnya yang masih tersisa
(Kompas, 24/7/2016)
24
Contoh kalimat (1) terdiri dari dua kalimat, yaitu kalimat pertama menyatakan pesan penting
2. Prinsip Kejelasan, yaitu agar teks itu mudah dipahami. Prinsip itu menganjurkan agar
3. Prinsip Ekonomi. Prinsip ekonomi menganjurkan agar teks itu singkat tanpa harus
merusak dan mereduksi pesan. Teks yang singkat dengan mengandung pesan yang
menghemat waktu dan tenaga dalam memahaminya. Sebagaimana wacana dibatasi oleh
4. Prinsip Ekspresifitas. Prinsip ini dapat diseut prinsip ikonisitas. Prinsip ini
menganjurkan agar teks dikonstruksi selaras dengan aspek-aspek pesan. Dalam wacana
jurnalistik, pesan bersifat kausalitas dipaparkan menurut struktur pesannya, yaitu sebab
Pada hakikatnya tidak ada bahasa pers atau jurnalistik. Bahasa yang digunakan dalam
pers sama dengan bahasa yang digunakan dalam tulisan ilmiah. Ada dua hal yang bisa
jurnalistiknya. Biasanya karya jurnalistik ini hasil dari liputan yang bernama berita.
2. Bahasa yang digunakan di dalam penerbitan pers. Hal ini ridak melulu pada berita,
tetapi seluruh materi penerbitan, dengan alasan bahwa seluruh materi itu jelas-jelas
efisien karena masyarakat pembaca merupakan seulurh konsumen yang mempunyai latar
25
belakang beragam. Latar belakang yang beragam ini menyebabkan bahasa pers harus secara
luwes menyesuaikan dengan karakter pembacanya. Serta tidak semua pembaca dan penikmat
karya jurnalistik mempunyai waktu yang banyak untuk berlama-lama dengan kalimat-kalimat
Artikel, opini, esai dan kolom adalah bentuk tulisan yang kerap ditemukan dalam
media surat kabar. Artikel berarti: 1) bagian dari undang-undang atau peraturan yang berisi
ketentuan; pasal, 2) karya tulis lengkap dalam majalah, surat kabar, dsb. 3) kata sandang,
(Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2012). Opini berarti pendapat, pikiran, pendirian. Esai adalah
karangan prosa yang membahas suatu masalah secara sepintas lalu dari sudut pandang pribadi
penulisnya. Kolom adalah 1) ruang antara dua garis vertikal pada lembar kertas atau halaman
buku; lajur, 2) bagian-bagian vertikal pada halaman cetak yang dipisahkan oleh garis tebal atau
ruang kosong (seperti dalam surat kabar), 3) bagian khusus utama dalam surat kabar atau
majalah, 4) pilar atau penyangga (biasanya dari beton yang bertulang besi) (Kamus Besar
Bahasa Indonesia, 2012). Pengertian kolom yang dekat dengan dunia jurnalistik tentu adalah
Dari sudut jurnalistik secara umum semua tulisan di media cetak bisa disebut artikel.
Esai adalah tulisan yang lebih spesifik lagi, karena tulisan jenis ini adalah artikel yang berisi
muatan pendapat dan pikiran penulisnya tentang suatu masalah tertentu ( yang disyaratkan
harus masih baru dan tengah menjadi trending topic) dan dibahas dalam bentuk tulisan yang
sudah jadi. Sedangkan opini sebenarnya bukanlah suatu model karya jurnalistik (seperti
pengertian dalam kamus) tetapi argumentasi atau pendirian penulis. Kemudian istilah opini
sangat akrab dengan pers, karena kata itu dijadikan nama rubrik bagi yang memuat esai: yaitu
para penulis tamu pada suatu penerbitan pers. Maka populerlah rubrik yang menampung tulisan
26
Beberapa bentuk tulisan esai diantaranya TAJUK yaitu karya tulis yang dikerjakan
pemimpin redaksi berisi sikap, pendirian, dan pendapat medianya tentang suatu masalah
tertentu. Istilah tajuk yang lain: tajuk rencana, editorial, dan versi lain terdapat pula jati diri;
OPINI yaitu kapling khusus untuk para penulis tamu (luar) dengan kriteria yang ditetapkan
redaksi; SURAT PEMBACA yaitu artikel yang dikirim oleh pembaca untuk mengomentari
berita yang sudah pernah dimuat atau memberikan informasi tambahan tentang berbagai
masalah tertentu; FEATURE adalah karya jurnalistik yang menekankan penulisan pada segi
human interest (ditulis wartawan atau penyumbang dari luar); RESENSI adalah artikel kritis
mengenai buku kaset, film, sinetron, dsb. Dalam karya ini penulisannya mengevaluasi produk
tertentu, menyatakan kelebihan dan sekaligus kekurangannya. Artikel atau tulisan-tulisan yang
terbit di media cetak tersebut kerap disebut sebagai produk jurnalisme yang ilmiah dan populer.
a. Logis
b. Argumentatif
Teknik Penulisan
Artikel jurnalistik berbeda dari segi penyajian dengan artikel ilmiah di lingkungan
akademik. Sistematika penyajian artikel dalam surat kabar sangat sederhana tidak melalui
bagian dan persyaratan tertentu (pendahuluan, isi, dan penutup tidak dicantumkan/ditulis
secara eksplisit). Dari segi bahasa, artikel jurnalistik berada dalam ragam bahasa populer. Hal
ini disadari bahwa pembaca media cetak berasal dari lingkungan yang beragam dan heterogen.
Bahasa jurnalistik harus dapat diterima oleh seluruh lapisan masyarakat, karena tidak semua
27
pembaca mempunyai waktu yang cukup untuk memahami seluruh kaidah kebahasaan dalam
surat kabar.
Naskah opini merupakan tulisan yang datang dari penulis luar/tamu. Para penulis ini
disebut kontributor atau penyumbang. Umumnya penulis opini adalah para pakar atau ahli di
misalnya Alfan Afian adalah penulis opini politik, Iwan Pranoto yang guru besar ITB adalah
penulis opini yang banyak mengangkat masalah pendidikan, sementara Radhar Panca Dahana
adalah penulis opini yang kerap mengangkat masalah sosial budaya. Para penulis opini juga
Cara penulisan Opini dan kolom sebenarnya tidak beda dengan penulisan features
berita. Karya ini terikat dengan kaidah-kaidah dasar jurnalistik 5 W + H. Selain kaidah dasar
itu ada hal yang lebih penting yaitu daya tarik (magnitude), lengkap, akurat, informatif,
eksklusif (belum pernah ditlis sebelumnya), angle (sudut penulisan), orisinal dan argumentatif.
Tetapi harus diingat bahwa masing-masing media cetak memiliki gaya atau style penulisan
yang berbeda-beda. Gaya penulisan tersebut harus dipahami oleh para kolumnis (khususnya
28
BAB IV
Memasuki abad 21, tugas pokok pers sebagai lembaga kontrol tengah dipertanyakan.
Benarkah pers masih menjadi pilar keempat dalam kehidupan bernegara di luar eksekutif,
legislatif, dan Judikatif? Benakah pers masih menjadi anjing penjaga (watch dog) yang mampu
tugas dengan maksimal. Teknologi informasi yang kian berkembang membuat media cetak,
media radio, dan media televisi bukan lagi menjadi sumber utama penyaji informasi.
Saat ini media dalam jaringan (daring) atau media online mampu memposisikan dirinya
sebagai media terdepan dalam update informasi dan berita. Karena sifatnya yang bisa diakses
di mana saja dan kapan saja, selama pengakses terkoneksi dengan internet maka informasi dan
berita apapun bisa didapatkan (dibaca) saat itu juga (real time). Kasus terorisme yang
mengguncang belahan bumi manapun dapat diakses saat itu juga. Maka tidak heran ketika
Ignatius Haryanto (2014) menyatakan bahwa definisi berita yang sebelumnya bermakna
“melaporkan peristiwa yang telah terjadi”, berganti makna menjadi “melaporkan peristiwa
Banyak orang kemudian menjadi pembaca yang ‘suka selingkuh’ alias tidak setia.
Awalnya orang terbiasa membaca surat kabar tertentu, tetapi kini mereka beralih menjadi
pembaca ‘setia’ media daring dengan alasan kecepatan berita dan informasi yang disajikan.
Media cetak, media radio, dan media televisi kini harus bersaing ketat dengan media daring
Di satu sisi fenomena ini membuat awak media saling berkompetisi menyajikan
informasi dan berita secepat mungkin. Tetapi benarkah kecepatan menjadi keutamaan
signifikan saat ini? Atas nama kecepatan lalu keakurasian berita dan informasi ditinggalkan?
29
Tugas penting media daring memang menyajikan kecepatan berita tetapi seharusnya
keakurasian berita dan kehati-hatian dalam menyajikan fakta tidak boleh terkalahkan. Bahkan
Ignatius Haryanto juga mengajukan pertanyaan menggelitik, sebenarnya media daring dikelola
oleh wartawan atau mereka yang pakar teknologi informasi? Hal ini menunjukkan betapa
kecepatan dan ketepatan berita seharusnya saling bersanding layaknya dua sisi sekeping koin.
Di sisi lain, kebutuhan masalah informasi kiranya tak dapat dilepaskan dari dinamika
kehidupan masyarakat modern. Tidak berlebihan jika abad ini tidak lagi disebut sebagai abad
informasi, tetapi abad ‘banjir informasi’. Informasi begitu melimpah dan kita dapatkan di mana
saja. Melimpahnya informasi dan berita tidak lagi disajikan oleh pers ‘konvensional’ seperti
media cetak, radio, televisi, tetapi juga media daring dan media sosial (social media) seperti
Facebook, twitter dan sejenisnya. Banjir informasi sebagai sebuah fakta sosial menjadikan
awak media harus lebih berhati-hati menyajikan berita. Para jurnalis media daring harus
mampu menyaring informasi yang didapatkan di lapangan dengan baik, sebelum mengolah dan
Karena kecenderungan saat ini informasi dan berita tersebar lebih dulu di media daring dan
John Naisbitt, seorang futurulog terkenal membagi globalisasi menjadi tiga bagian.
society) dan ketiga adalah masyarakat informasi (information society). Masyarakat Indonesia
saat ini memasuki masyarakat sebagai bagian dari information society tadi, menjadi unsur yang
Dalam konteks tersebut inilah peran jurnalis juga dipertanyakan. Jika mereka
mendapatkan informasi dan data lapangan dari internet dan tidak lagi terjun ke lapangan,
apakah mereka tidak mencederai nilai-nilai jurnalistik? Apakah mereka tidak kehilangan
30
konteks terjadinya peristiwa, akurasi, verifikasi serta makna informasi dan data itu sendiri?
profesi mereka. Pengertian jurnalistik dan aspek-aspeknya menjadi jelas setelah ditinjau dari
sisi fungsi pers itu sendiri. Lazimnya para pakar jurnalisme menyebut, bahwa pers mempunyai
Sebenarnya dari keempat fungsi tersebut, fungsi terakhirlah yang membuat posisi pers
dianggap sebagai kekuatan keempat atau pilar keempat yakni yang menjalankan fungsi kontrol
masyarakat. Yang disebut sebagai watch dog atau anjing penjaga. Apa yang dijaga? Tentu
pokok pers misalnya, disebutkan dan diakui fungsi-fungsi tadi secara jelas dalam bab II pasal
2 sampai 5, dicantumkan pula hak-hak dan kewajiban pers nasional. Hak dan kewajiban pers
pers” diakui, demikian pula hak kritik meskipun untuk itu dikenal pula pembatasan-
pembatasan yang lazim disebut dalam konsep teori pers dengan istilah pers bebas dengan
31
1. Tuhan yang Maha Esa
5. Kepribadian bangsa
keebasan pers, dan bagi seorang wartawan, iklim kebebasan ini penting untuk menumbhukan
“kreativitas” di dalam pekerjaannya dalam mengabdi kepada publik. Di samping itu pers
nasional adalah alat perjuangan bersifat aktif dan kreatif yang salam perkembangan merupakan
pelopor pelaksanaan ideologi Pancasila. Tujuan utama dari Undang-undang tentang ketentuan-
ketentuan adalah untuk memberikan jaminan hukum dengan sebaik-baiknya dan dapat
pasal 45 jo, pasal 20 Undang undang Dasar 1945, pasal 28 dan 33 Undang undang 1945.
Keputusan sidang pleno komite nasional Pusat tanggal 15 Desember 1949 tentang
perlindungan kepada pers, ketetapan MPRS No. XXXII/MPRS/1966 tentang pembinaan pers.
dan menegakkan kebenaran dan keadilan yang berhubungan erat dengan keharusan adanya
pertanggungjawaban kepada Tuhan Yang Maha Esa, kepentingan rakyat dan keselamatan
nasional, moral dan tata susila pertanggungjawaban kepada kepribadian bangsa. Sesuai dengan
ketetapan MPRS No. II/MPRS/1960 lampiran A tentang Peranan Massa dan ketetapan MPRS
No. XXXII/MPRS/1966 tentang pembinaan pers. Maka pembinaan tersebut dilakukan oleh
32
Jurnalis dalam menjalankan tugas-tugas jurnalistiknya, juga dilandasi oleh kode etik
jurnalistiknya, yakni aturan-aturan yang mengikat profesi kerja setiap wartawan Indonesia.
Kemerdakaan Pers merupakan salah satu ciri negara hukum yang dikehendaki oleh penjelasan
Undang-undang Dasar 1945. Sudah tentu kemerdekaan pers itu harus dilaksanakan dengan
tanggung jawab sosial serta jiwa Pancasila dengan kesejahteraan dan keselamatan bangsa dan
negara. Karena itulah Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) menetapkan kode etik jurnalistik
untuk melestarikan atas kemerdekaan pers yang bertanggung jawab. Saat ini PWI bukan lagi
menjadi satu-satunya organisasi pers di Indonesia, karena sejak 7 Agustus 2004 di Sirnagalih,
Bogor, 100 aktivis pers Indonesia mendeklarasikan berdirinya Aliansi Jurnalis Independen
(AJI). Sama seperti PWI, AJI juga memiliki Aturan Dasar dan Aturan Rumah Tangga yang
Akan tetapi, dalam praktiknya ada jurnalis yang melaksanakan tugasnya melampaui
batas-batas yang sudah diatur secara hukum. Bukan saja pelanggaran terhadap kode etik
jurnalistik saja, yang antara lain menjurus pada kejahatan pers yang disebut dengan istilah
“delik pers”.
Adapun dimaksud dengan delik pers adalah, semua kejahatan dan pelanggaran yang
dilakukan oleh media pers sebagai alatnya. Ketentuan-ketentuan Hukum Pidana Indonesia ada
delik, yaitu:
2. Delik penghasutan;
5. Delik Penghinaan
33
Dalam rangkaiannya dengan jurnalis tersebut, maka pelanggaran terhadap undang-
undang dan peraturan seperti disebutkan diatas, akan mengakibatkan timbulnya perkara delik
pers ini. Oleh sebab itu, segala hal yang disiarkan di dalam media, pada dasarnya harus siap
berita yang disiarkan dalam suatu media cetak (walaupun mungkin sudah melalui suatu
prosedur filterasi ketat) tidak akan dituntut atau digugat pembacanya. Bila pembaca merasa
Gugatan ganti rugi atas perbuatan melawan hukum yang dilakukan wartawan dalam
penulisan berita kategori “membawa kerugian pihak lain “dapat didasarkan pada pasal 1365
“Tiap-tiap perbuatan melawan hukum, yang membawa kerugian pada orang lain,
mewajibkan seorang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, menggantikan kerugian
tersebut”.
Sedangkan masalah yang mengandung unsur penghinaan gugatan ganti kerugian, dapatlah
didasarkan pasal 1372 KUH perdata. Dimana dalam pasal itu telah ditegaskan, bahwa tuntutan
perdata untuk mendapat ganti kerugian serta pemulihan kehormatan nama baik.
Sedangkan hal-hal yang berkaitan dengan cara diatas diperhatikan pula pokok-pokok
dalam melakukan upaya yuridis untuk mengajukan gugatan ganti rugi, yaitu ketentuan-
ketentuan sebagaiamana telah digariskan dalam hukum acara pidana. Dengan mendasarkan apa
yang telah ditentukan itu, tentu akan sangat menentukan upaya yuridis untuk mengajukan
gugatan ganti rugi melalui pengadilan yang berkompeten Dalam rangka mewujudkan negara
hukum seperti dimaksudkan penjelasan Undang-undang Dasar 1945, maka upaya hukum yang
didiambakan setiap pencari keadilan sangatlah diperlukan. Semua ini tentunya tidak terlepas
34
Adapun yang menjadi permasalahan dalam konteks kebebasan yang di era reformasi ini
semakin terbuka bagi pers nasional untuk melakukan kontrol sosial, adalah:
a. Bagaiamana batas tanggung jawab yuridis wartawan media cetak terhadap berita yang
disiarkan
b. Bagaimana upaya hukum pihak ketiga bila sampai terjadi pelanggaran hukum (delik pers)
yang menyangkut misalnya penghinaan, pencemaran nama baik yang dilakukan wartawan
media cetak.
Pada era pemerintahan Abdurrahman Wahid terjadi sebuah revolusi luar biasa di bidang
komunikasi massa yang secara substansial hal itu bersumber dari seorang pendekar demokrasi
yakni Gus Dur (panggilan akrab dari almarhum Presiden keempat RI tersebut). Pada periode
itu 1998, Indonesia sebagai salah satu negara dengan jumlah penduduk besar di dunia mulai
diperhitungkan kiprahnya dalam hal kebebasan pers. Dapat dibayangkan negara Indonesia
yang sebelumnya, tepatnya pada masa orde baru(termasuk pada saat pemerintahan Habibie
sekalipun) adalah sebuah tempat penjagalan” kebebasan terutama pada media massa, menjadi
berbalik keadaannya dengan indikator utamanya pada dunia pers; Pers Bebas – Kebebasan Pers
Awal dihembuskannya kebebasan pers dimulai ketika Mempen Yunus Yosfiah mencabut
Permenpen (Peraturan Menteri Penerangan) yang mengatur soal pembredelan. Bukan hanya
itu, Yosfiah juga memperkenalkan institusi baru yang mengejutkan dimana Departemen
Penerangan tidak lagi menjadi lembaga pengatur SIUPP (Surat Izin Usaha Penerbitan Pers).
Akar peristiwanya dimulai dari Reformasi Mei 1998 yang mengubah wajah negara-bangsa
Indonesia. Selama 32 tahun pers dikontrol ketat oleh pemerintah yang berkuasa.
35
Dampak Kebebasan Pers
Pembicaraan tentang kebebasan berpendapat ini layaknya kiranya merujuk sikap dan juga
pemikiran-pemikiran Gus Dur yang selama ini sosoknya dikenal sebagi simbol demokrasi yang
sebagian (besar) orang mencapnya orang “nyeleneh”. Kita ingat peristiwa pemberedelan
tabloid Monitor yang dikomandani Arswendo Atmowiloto. Pada Monitor edisi 15 Oktober
1990, Wendo memuat hasil angket yang menempatkan Nabi Muhammad SAW di peringkat
ke-11 dibawah sejumlah artis pejabat dan politikus. Waktu itu Presiden Suharto berada pada
urutan paling puncak, dan nama Arswendo sendiri menempati urutan ke-10. Tak pelak berbagai
kecaman dan kritikan dari umat Islam datang bertubi-tubi. Tokoh-tokoh Islam hampir senada
mengutuk pemuatan hasil angket tersebut. Amien Rais, misalnya berpendapat bahwa apa yang
dilakukan Monitor adalah suatu pukulan telak, yang sangat menghina Islam dan sekaligus
Kecaman juga keluar dari Lukman Harun yang menganggap kesalahan Arwendo lebih
besar daripada Salman Rusdhi (penulis buku Ayat-ayat Setan). Reaksi yang sama juga muncul
dari Nurcholis Madjid ( Cak Nur), tokoh Islam yang dikenal liberal mengatakan bahwa
pemuatan angket itu keterlaluan. Hal itu menunjukkan kesombongan... Karena itu monitor
Akan tetapi inilah kontroversi yang dibuat Gus Dur. Bila semua tokoh mengecam
Arswendo, tampaknya dialah satu-satunya tokoh Islam yang malah membelanya. Menurut Gus
Dur, sikap sekelompok umat Islam itu perlu disesalkan karena tidak lagi menggunakan akal
pikiran dalam menghadapi cobaan. Dia menilai, kepekaan umat Islam dalam menghadapi kasus
itu berlebihan dan merupakan bentuk lain dari kerendahdirian, Namun pada akhirnya menurut
banyak pengamat kebebasan pers yang dikembangkan Gus Dur justru menyeret presiden ke-4
RI ini ke dalam kancah pertempuran yang hebat dimana pikiran-pikiran yang dimuat pers baik
yang bernada masukan, kritik, bahkan perlawanan dan penghujatan terhadap Gus Dur dapat
36
mengalir dan membajiri media-media massa baik cetak maupun elektronik. Dan celakanya
(kalau bukan hebatnya si Gus ini) Gus Dur tidak bergeming dengan deram pemberitaan yang
dialamatkan padanya. Mungkin si tokoh Semar ini lebih melihat sisi lain dari kebebasan
persnya yang sudah berani membongkar mitos bahwa lembaga kepresidenan itu bukan lagi
Bahkan salah satu televisi swasta sempat menayangkan peristiwa sebelumnya dianggap
“haram” yakni pentas Bagito yang walaupun secara eksplisit memperagakan seorang yang buta
sedang menerima telepon. Secara tersirat hal itu ditujukan pada sang Presiden. Umat Islam
marah, terutama kalangan Nahdliyin. Tetapi ketika Bagito “sowan” ke Gus Dur dan
menyatakan penyesalan dan permintaan maafnya, Gus Dur dengan enteng menjawa tidak apa-
apa. Malah dia mengatakan bahwa Bagito adalah grup lawak kesukaannya.
Peristiwa Monitor terjadi tahun 90-an. Saat itu kontrol pemerintah terhadap pers sangat
ketat sehingga insan pers benar-benar mempertimbangkan segala unsur pemberitaan: check
and recheck, profesionalisme, cover booth side, dan balancing reporting. Inilah pers Pancasila
yang dikembangkan di Indonesia yang merupakan antitesa dari pers otoritarian dan libertanian.
Lenguasa dan pejabat orde baru saat itu benar-benar “aman” dengan konsep pers tersebut
disamping ada kaidah aman bila disiarkan/dipublikasikan. Pemberitaan pada masa tersebut
kalau bukan karena ketakutan pada penguasa, pertimbangan utamanya adalah keamanan,
stabilitas nasional, dan menjaga persatuan dan kesatuan. Sedangkan SARA merupakan hal
Dahaga kebebasan-berpendapat (juga dalam pers) yang selama ini sudah nebjadi bisul
hanya menunggu waktu saja untuk pecah. Sehingga begiu Gus Dur meresponnya orang
Desember 1998 (saja) telah ada 1.600 SIUPP di Indonesia. Tentu saja hal ini membingungkan
sebab perlombaan justru terjadi saat ekonomi mengalami krisis dan semua overhead
37
operasional keredaksian menngkat sebesar 300% lebih. Ada banyak analisis berspekulasi
bahwa maraknya berbagai penerbitan baru merupakan bagian dari bermunculannya banyak
partai dan money politic yang dimainkan sejumlah orang yang mengilusikan dan sekaligus
Dampak kebebasan pers ini juga dirasakan kalangan masyarakat. Perlombaan untuk
membuat berita banyak memunculkan koran murahan terutama tabloid. Orang yang datang ke
kios koran kebingungan karena terlalu banyak dan sama membingungkannya, semua berlomba
membuat liputan yang paling keras, seolah kian keras kian menarik. Hal itu cenderung
Ada yang mengatakan bahwa masyarakat kita sat ini ibarat primata yang baru dilepas
penutup mulutnya setelah disekap berhari-hari. “Mereka berteriak-teriak seperti orang gila,”
ujar seorang tokoh pers, “Demikian juga dengan media massa, lebih banyak yang berteriak
Berita Provokasi
Pers Indonesia yang “baru lahir” ini sangat rentan terhadap kepentingan-kepentingan.
kontroversial, spektakuler ekslusif,” dan lain-lain sangat membantu lahirnya pemberitaan yang
sensaional. Begitu fakta kecil dibesarkan dan fakta besar dikecilkan, hal inilah yang
menyimpang dari kaidah dasar jurnalisme. Pers hanya mengandalkan konsep berita jelek
adalah berita bagus, nama besar adalah berita besar yang pada akhirnya menyeret pers pada
praktik talking jurnalism atau jurnalisme adu jangkrik, atau pemuatan berita yang hanya
38
Dalam pers terdapat dua kutub yang saling tarik menarik yaitu kutub idealisme dan kutub
komersial. Di satu sisi tugas mulia pers adalah menyampaikan informasi dan fakta kepada
masyarakat dan di sisi lain pers dituntut untuk dapat menghidupi dirinya sendiri. Semakin
banyak pembaca dan konsumen sebuah media massa semakin tinggi pula pendapatan sebuah
perusahaan penerbitan pers. Hal inilah (profit) yang menyebabkan sebagian (besar?) pers
murahan, malahan untuk kepentingan tertentu media itu rela memprovokasi kelompok tertentu
untuk kepentingan kelompoknya atau kelompok lain. Keadaan ini sungguh tidak sehat.
Menurut Gus Due pers kita hanya sensasional dan banyak “pemelintiran”nya sehingga
masyarakat sulit membedakan mana berita yang objektif dan mana berita yang hanya
mementingkan sensasi
Disadari atau tidak membanjirnya pers dengan segala ragam pemberitaan dan pertanyaan
akan akurasi faktanya, masyarakat telah belajar banyak dari peristiwa itu yakni munculnya
berbondong-bondong membaca dan memburu berita, baik yang faktual maupun fiktif (mereka
kesulitan memisahkannya). Akhirnya masayarakat mulai berpikir bahwa keadaan yang selama
Gambar-gambar murahan di media massa yang semula dianggap daya tarik awal untuk
membeli lama kelamaan dianggap provokasi visual belaka yang dibalik itu isinya tak
memberitakan apa-apa. Apakah hal ini proses pembelajaran ataukah hanya sekedar kejenuhan
masyarakat, tampaknya perlu dikaji lagi karena salah satu indikasi menarik patut kita cermati
bahwa salah satu koran terkemuka ibu kota yang tingkat independensi dan akurasinya cukup
tinggi kini telah mulai banyak diminati. Ini suatu pelajaran yang sangat berharga baik bagi
39
insan pers maupun masyarakat pembaca. Kata lain dari semua itu ialah masyarakat mendaat
berkah terselubung dari hiruk pikuknya kebebasan pers yang kebablasan. Masyarakat sudah
mulai kritis. Semakin disadari bahwa membanjirnya pemberitaan tak lebih dari sekedar mode
temporal, apa dan siapa yang murahan akan segera tergusur, dan sebaliknya apa dan siapa yang
industri pers kita. Jika generasi yang lahir tahun 60 dan 70an adalah generasi peralihan yang
mereka mendapatkan informasi dan berita. Surat kabar atau koran pada era 90 an hingga awal
2000 masih menjadi santapan utama bagi generasi yang lahir tahun 60, 70an dan sebelumnya,
yang menemani sarapan pagi mereka. Sarapan pagi dengan membaca koran. Tetapi teknologi
informasi yang memungkinkan dunia dalam genggaman membuat informasi dan berita di
Informasi dan berita yang membanjir di dunia maya yang diantarkan melalui telepon
genggam, telepon pintar, computer personal, ataupun computer jinjing (laptop) membuat orang
lebih mudah dan praktis terhubung dengan dunia luar. Apa yang terjadi di belahan dunia lain
dapat diketahui dengan lebih cepat karena media daring dengan segala keunggulan yang
dimiliki menyajikan peristiwa yang tengah terjadi. Peristiwa penembakan di pusat perbelanjaan
di Munich, Jerman, misalnya, dengan cepat bisa ketahui bahkan dari menit ke menit.
Menurut Ignatius Haryanto (2014) alat-alat komunikasi ketika ditemukan oleh para
ahlinya, ataupun teori-teori komunikasi ketika ditumuskan oleh para ahlinya, mengandaikan
komunikasi dilakukan untuk menolong manusia untuk mampu menyintas (survive) dengan
40
mengetahui informasi di sekitar dirinya, di samping untuk menghibur. Tetapi harus diingat
bahwa alat yang sama dapat diselewengkan untuk kepentingan politik tertentu.
Manusia yang kerap dilabeli sebagai audiens, khalayak, pemirsa, penonton, pembaca,
ataupun pendengar bukanlah entitas yang pasif (Haryanto, 2014). Manusia memiliki
kecerdasannya sendiri untuk merespon pelbagai banjir informasi yang menyerbu dan bisa jadi
mengandung bias tersebut. Kecerdasan audiens seharusnya menjadi pertimbangan bagi awak
media untuk memproduksi dan menyajikan informasi yang lebih akurat dan selalu memegang
Ada pertanyaan yang menggelitik, benarkah kehadiran dan kemunculan media sosial
akan ‘menghabisi’ jurnalisme? Apakah media sosial juga akan membunuh eksistensi jurnalis?
Wajah jurnalisme Indonesia saat ini memang dihiasi oleh hadirnya media sosial seperti
facebook, twitter, Instagram, LinkedIn, dan sebagainya. Menurut Haryanto (2014) sudah jamak
terjadi saat ini, media sosial tersebut terlibat dalam proses pengumpulan, pembuatan, serta
penyebaran berita. Di satu sisi fenomena ini menguntungkan jurnalis dan awak pers lainnya
untuk mendapatkan informasi lebih banyak, tetapi di sisi lain cukupkah informasi tersebut
digunakan sebagai data atau informasi awal untuk menggali berita atau peristiwa tertentu?
Dalam proses pengumpulan beritam sudah menjadi rahasia umum bahwa status yang
diposting orang terpandang (selebtwit, selebgram, selebfb, dll) atau orang yang biasa menjadi
narasumber di media massa, dapat menjadi bahan berita di media mainstream. Sementara itu,
pelbagai informasi yang tersebar dalam jejaring media sosial yang kemudian menjadi informasi
disebarkan oleh media massa mainstream. Bahkan warga dapat langsung memberi komentar
terkait berita yang diposting oleh media daring, sehingga media daring memberi ruang lebih
untuk berkembangnya jurnalisme warga. Fenomena ini ditangkap oleh media mainstream
41
dengan menyediakan ruang khusus seperti blog bernama Kompasiana, dan rubrik yang
memungkinkan warga mengirimkan rekaman video terkait peristiwa atau berita tertentu.
Jurnalisme warga juga diberi wadah untuk berkembang di media mainstream. Pelibatan warga
Dengan berubahnya wajah jurnalisme Indonesia (juga dunia) dewasa ini maka yang
menjadi pertanyaan krusial adalah apakah konten yang berseliweran di media sosial dapat
disebut sebagai produk jurnalistik? Atau pertanyaannya bisa disederhanakan sebagai berikut,
jika kita suatu kali mendapat broadcast messages dari orang lain, bagaimana kita
menanggapinya? Meneruskan dan memperlakukan itu sebagai sebuah informasi akurat yang
langsung kita teruskan ke orang lain atau kita harus mengecek keauratannya terlebih dahulu ke
Untuk menjawab pertanyaan ini, audiens harus benar-benar literat dengan media sosial.
Tahu dan paham bagaimana menanggapi sebuah informasi atau pesan. Literasi media sosial
dibutuhkan ketika era banjir informasi terjadi seperti saat ini. Mana pesan atau informasi yang
harus kita teruskan ke orang lain atau hanya berhenti sebagai hoax. Menurut Jenkins dalam
Convergence Culture: Where Old and New Media Collide (2006) dalam proses penyebaran
berita, kita melihat media mainstream maupun para pembacanya meneruskan berita yang telah
diproduksi, maka kita berhadapan dengan pembaca atau konsumen media yang memiliki
perilaku senang berbagi dalam suasana media yang kian terkonvergensi. Masalahnya adalah
aneka pesan dan informasi yang muncul di media sosial kemudian tanpa diverifikasi langsung
disebar begitu saja, mulai dari pesan keagamaan, informasi peristiwa kecelakaan, musibah,
konflik, dan sebagainya. Bukankah perilaku tersebut justru berkontribusi dalam menciptakan
kehebohan atau kecemasan massal? Padahal kita belum memverifikasi kebenaran dan
42
BAB V
KERJA PERS
Catatan ini bukan teori jurnalistik dan prinsip-prinsip dasar pers yang memadai. Tetapi
masih berupa rangkuman pengalaman praktis sebagai insan pers media cetak. Dari catatan ini
Pelukis kondang S. Soedjojono pernah ditanya tentang teori yang dipakainya dalam
melukis. Ia menjawab: “Apa Anda tahu ada teorinya orang naik sepeda?” Barangkali
sumbangsih pengalaman ‘orang lapangan’ ini bermanfaat untuk ditrnasfer disini, dalam rangka
memberikan alternatif kepada mahasiswa dari sekedar memenuhi cita-cita sebagai seorang
guru. Atau siapa tahu, disamping sebagai pendidik mereka dapat sekaligus menjadi wartawan
dan penulis. Profesi terakhir. Kendatipun dapat dikerjakan secar part-timer (freelancer alias
“kerja sambilan”. Agaknya bisa juga menghasilkan inkam tambahan yang lumayan didapatkan
dari honorarium.
Memang tak dapat dipungkiri, bahwa pers di era Globalisasi informasi ini telah menduduki
peranan yang amat strategis. Pers sebagai public opinon leader dengan teori jarum suntiknya
dapat menggiring opini publik yang dikehendaki media informasi yang menyiarkan. Dalam
mewujudkan informasi yang menarik seiring dengan perkembangan sains dan teknologi. Dari
segi teknik penyajian berita “terikat” dengan kaidah-kaidah yang lazim ditaati sebagai asas
Kaidah jurnalistik yang paling populer kita kenal selama ini adalah 5W 1H. Yakni
pemenuhan unsur What (apa), where (dimana), when (bilamana), who (siapa), why (mengapa)
unsur yang elementer tadi berkembang sedemikian rupa sehingga mengharuskan tambahan.
43
Maka wartawan dan penulis berita tak saja menjadikan 5W 1H itu semata-mata sebagai rumus
Untuk menentukan pertanyaan-pertanyaan apa saja yang paling penting untuk sebuah
cerita suatu peristiwa yang perlu anda tulis, perhatikanlah hal-hal berikut ini:
1. Informasi apakah yang paling penting -- apa tema atau topik cerita?
2. Apakah yang telah dikatakan atau dilakukan mengenai topik itu – apakah yang terjadi
3. Apa perkembangan-perkembangan paling baru – apakah yang terjadi hari ini dan
kemarin?
Dan yang paling penting menentukan kelancaran struktur bangunan suatu berita atau
laporan adalah lead (paragraf atau alinea pertama dalam tulisan itu). Setiap lead di bawah ini
menekankan jawaban hanya pada satu dari keenam pertanyaan dasar. Pertanyaan yang
WHAT: Telah terjadi kolusi di Mahkamah Agung yang melibatkan petinggi dan pejabat
penting. Itulah pengamatan Artidjo Alkostar – salah satu hakim MA kepada pers pekan silam.
WHEN: Banjir bandang yang tiba-tiba menyerbu warga kecamatan Pujiharjo, Malang selatan,
WHY: Dihadapkan pada masalah rumah tangga yang pelik, akhirnya petani itu mengakhiri
hidupnya.
44
HOW: Dengan cara menyaru menjadi perempuan saat keluarganya berkunjung, terpidana
kasus kekerasan seksual dan pembunuhan anak di bawah umur itu, melarikan diri dari LP
Cipinang.
WHO: Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla, menghadiri Peringatan Maulid Nabi
Muhammad SAW di Masjid Istiqlal. Tampak juga beberapa Menteri dan para Duta besar
negara sahabat.
Juga disamping itu, suatu hal yang perlu diperhatikan terutama untuk model berita news
Aktualitas: Kehangatan berita. Bagi surat kabar harian, kejadian hari ini adalah liputan
hari ini. Terlambat sehari berarti basi. Wartawan selalu berpacu dengan waktu. Kejadian-
kejadian yang basi pasti tidak diturunkan sebagai laporan kecuali berita itu mempunyai nilai
Akurat: Kecermatan. Laporan harus disusun secara cermat terutama yang menyangkut
angka-angka. Juga nama sumber berita, kalau perlu seorang reporter mengulang wawancara
dan check and rechek untuk mendapatkan data yang akurat. Seorang reporter harus jeli
Angle: ini adalah segi yang dipilih. Misalnya ledakan di Borobudur. Agar laporan
eksklusif wartawan yang baik pasti memilih segi ledakan itu sendiri. Justru yang ditekuni
adalah mengapa Borobudur diledakkan. Dan angle ini sudah tentu akan sebagai picu (newspeg)
menurunkan laporan.
Kelengakapan: artinya berita yang diturunkan harus ditulis secara lengkap dan utuh. Itu
tidak berarti reporter harus mengirimkan laporan sepanjang-panjangnya, tapi yang penting
45
Kronologis: laporan sebaiknya disusun berdasarkan urut-urutan waktu. Supaya bahan
Color: artinya warna. Dalam hal ini kita mereportasekan suatu kejadian. Misalnya
peristiwa kebakaran, tentu yang dilihat orang hanya kepanikan korban, tetapi jarang sekali
Magnitude: daya tarik. Tidak semua berita mempunyai keunikan untuk diturunkan. Berita
kecil di koran mungkin mempunyai magnitude untuk dikembangkan. Misalnya ekspor kelapa
Hybryda ke Saudi Arabia yang diberitakan harian Surabaya Post sebesar 1 kolom 8 baris
bagaikan iklam mini. Tapi majalah Tempo misalnya mengembangkan sebagai berita Ekonomi
Berimbang: Laporan yang turun harus berimbang. Artinya kita tidak boleh menghubungi
secara sepihak. Kita dilarang “menembak dari belakang”. Artinya memberitakan tentang kasus
Komposisi: penulisan berita terutama depth news hendaknya dengan gaya seperti orang
bercerita, bagian yang terpenting atau inti, p eristiwa itu hendaknya dilukiskan di bagian depan
tulisan (lead)
Sedangkan batang tubuh tulisan untuk memperjelas masalah kemudian dalam ending kita
pilihkan kalimat-kalimat yang berkesan. Misalnya yang membuat pembaca tetawa geli sembari
menggigit bibir sendiri, lalu memuka lembara berikutnya. Atau greget kesal seraya menahan
kemarahannya.
Misi: ini adalah opini yang masuk dalam laporan. Misi yang baik ini adalah dengan metode
Anekdot: ialah kata atau kalimat kocak dan segar yang kita sisipkan pada potongan-
potongan paragraf laporan. Jangan terlalu banyak, niscaya akan menjemukan. Humor penting
46
Outline: ialah perencanaan ini penting sekali bagi reporter maupun penanggung jawab
rubrik (Redaktur). Penggarapan laporan yang direncanakan dengan cara tertulis dan kronologis
akan memudahkan pekerjaan. Seorang reporter kalau perlu mencatat seluruh pertanyaan yang
akan diajukan pada sumber berita. Dan kemudian merekam jawabannya didalam alat ataupun
Foto: ini adalah pendukung penyajian berita. Tidak saja harus jelas dari segi teknis, tetapi
juga harus memenuhi persyaratan jurnalistik. Misalnya sebagaimana tanpa membaca caption
Latihan:
3. Apakah pers konvensional/old media akan meredup dengan hadirnya pers daring?
47
BAB VI
Kaidah dasar jurnalistik yang paling populer kita kenali selama ini adalah 5W + 1H yakni
pemenuhan unsur-unsur What (apa), where (dimana), where (dimana), when (kapan), dan how
Seiring dengan perkembangan sains dan teknologi yang dialami masyarakat, unsur-unsur
yang elementer tadi berkembang sedemikian rupa, hingga mengharuskan tambahan. Maka
wartawan dan penulis berita tak sengaja menjadikan 5W + 1H itu semata-mata sebagai rumus
yang harus dipenuhi. Unsur-unsur lain seperti dibawah ini juga harus dipertimbangkan.
Aktualitas: Kehangatan berita. Bagi surat kabar harian, kejadian hari ini adalah liputan
hari ini. Terlambat sehari berarti basi. Wartawan selalu berpacu dengan waktu. Kejadian-
kejadian yang basi pasti tidak diturunkan sebagai laporan kecuali berita itu mempunyai nilai
Akurat: Kecermatan. Laporan harus disusun secara cermat terutama yang menyangkut
angka-angka. Juga nama sumber berita, kalau perlu seorang reporter mengulang wawancara
dan check and rechek untuk mendapatkan data yang akurat. Seorang reporter harus jeli
Angle: ini adalah segi yang dipilih. Misalnya ledakan di Bororbudur. Agar laporan
eksklusif wartawan yang baik pasti memilih segi ledakan itu sendiri. Justru yang ditekuni
adalah mengapa Borobudur diledakkan. Dan angle ini sudah tentu akan sebagai picu (newspeg)
menurunkan laporan.
48
Kelengakapan: artinya berita yang diturunkan harus ditulis secara lengkap dan utuh. Itu
tidak berarti reporter harus mengirimkan laporan sepanjang-panjangnya, tapi yang penting
Color: artinya warna. Dalam hal ini kita mereportasekan suatu kejadian. Misalnya
peristiwa kebakaran, tentu yang dilihat orang hanya kepanikan korban, tetapi jarang sekali
Magnitude: daya tarik. Tidak semua berita mempunyai keunikan untuk diturunkan. Berita
kecil di koran mungkin mempunyai magnitude untuk dikembangkan. Misalnya ekspor kelapa
Hybryda ke Saudi Arabia yang diberitakan harian Surabaya Post sebesar 1 kolom 8 baris
bagaikan iklam mini. Tapi majalah Tempo misalnya mengembangkan sebagai berita Ekonomi
Berimbang: Laporan yang turun harus berimbang. Artinya kita tidak boleh menghubungi
secara sepihak. Kita dilarang “menembak dari belakang”. Artinya memberitakan tentang kasus
Komposisi: penulisan berita terutama depth news hendaknya dengan gaya seperti orang
bercerita, bagian yang terpenting atau inti, peristiwa itu hendaknya dilukiskan di bagian depan
tulisan (lead). Sedangkan batang tubuh tulisan untuk memperjelas masalah kemudian dalam
ending kita pilihkan kalimat-kalimat yang berkesan. Misalnya yang membuat pembaca tetawa
49
geli sembari menggigit bibir atau bisa-bisa merah padam menahan kemarahan karena tulisan
berita tersebut.
Missi: ini adalah opini yang masuk dalam laporan. Missi yang baik ini adalah dengan
metode ‘meminjam mulut orang lain’. Artinya masukan opini yang datangnya bukan dari
penulis berita melainkan dari narasumber (sumber berita) yang diwawancarai (dan kebetulan
Humor : ialah kata atau kalimat kocak dan segar yang kita sisipkan pada potongan-
potongan paragraf laporan. Jangan terlalu banyak, niscaya akan menjemukan. Humor penting
Outline: ialah perencanaan ini penting sekali bagi reporter maupun penanggung jawab
rubrik (Redaktur). Penggarapan laporan yang direncanakan dengan cara tertulis dan kronologis
akan memudahkan pekerjaan. Seorang reporter kalau perlu mencatat seluruh pertanyaan yang
akan diajukan pada sumber berita. Dan kemudian merekam jawabannya didalam alat ataupun
Wawancara
TUJUAN pokok wawancara dalam dunia pers adalah mengumpulkan informasi. Karena
itu maka wawancara adalah bagian penting yang harus dikerjakan oleh seorang wartawan untuk
melengkapi laporan yang akan disusunnya. Laporan atau berita tanpa wawancara ibarat lukisan
setengah badan. Tidak lengkap dan tidak bisa ditangkap profilnya secara utuh.
50
Wawancara tidak saja dikenal dalam dunia jurnalisme, melainkan dalam dunia niaga dan
kedokteran, wawancara menjadi bagian penting seperti dalam dunia pers. Seorang kepala
bagian penting seperti dalam dunia pers. Seorang kepala bagian personalia perusahaan,
diagnosis dan pengobatan. Kepala bagian personalia (SDM) melakukan wawancara bila
membuka rekrutmen tenaga baru. Semua itu dikerjakan untuk mendapatkan data-data yang
akurat dan lengkap tentang sesuatu yang diperlukan. Dalam konteks ini, yang dibutuhkan
wartawan itu adalah data tentang sesuatu peristiwa yang akan ditulisnya.
Hasil wawancara seorang wartawan biasanya mencerminkan baik tidak sebuah laporan.
wawancara yang bagus untuk disusun dalam sebuah laporan. Dibawah ini beberapa kaidah
sang wartawan sudah tahu dan bahkan telah menguasai masalah yang akan
2. Selama wawancara, wartawan perlu mendorong sumber diwawancara agar terus bicara
boleh memotongnya dengan sopan sehingga sumber tak merasa; jika percakapannya
kembali hal-hal yang dirasa kurang jelas. Ini untuk menghindari kesalahan dalam
4. Banyak wartawan tidak menulis apapun sselama wawancara. Tetapi ia segera membuat
51
5. Jangan mengajukan pertanyaan yang memojokkan, kecuali jika wartawan punya ‘ide’
tertentu agar yang diwawancara menjawab dengan nada lain yang diharapkan bisa
6. Selama wawancara, wartawan yang profesional, matanya jadi jeli sekali untuk
merekam semua sifat dan gerak-gerik yang diwawancara, sehingga dalam laporan yang
Sebelum menemui tokoh untuk diwawancara, biasanya wartawan melakukan riset terlebih
dahulu, mengamati subjek dari berbagai sisi, berbicara dengan subjek di rumahnya, sambil
mencatat. Terutama, ini wawancara khusus untuk penulisan features profil seorang tokoh,
misalnya.
Selama wawancara jangan lupa menciptakan suasana yang santai dn informal, kalau perlu
dengan sedikit menyelipkan kelakar dan lelucon yang membuat subjek tidak terasa hingga
mengeluarkan semua isi hatinya pada wartawan karena merasa sudah akrab. (Waetawan
memang harus dekat sumber berita denan menjaga jarak). Selama wawancara, manfaatkanlah
waktu yang sedikit itu untuk mencapai target wartawan menggali riwayat hidup dan gerak-
gerik sang tokoh, dengan cara: pertanyaan jangan sampai menyebal keluar dari angle yang
sudah ditentukan.
Feature
Feature dalam media cetak belum didefinisikan secara pasti (Nugraha, 2013). Menurutnya,
feature adalah semua bentuk tulisan selain artikel (kolom) dalam media cetak khususnya koran
yang bukan berita (news). Ada juga yang menyatakan feature sebagai softnews sebagai ‘lawan’
Dapat dikatakan bahwa feature adalah karangan khas yang lebih mengulas sosok atau
cerita di balik peristiwa. Dalam penerbitan koran harian, biasanya feature muncul dalam bentuk
laporan human interest menyangkut orang ataupun peristiwa itu sendiri. Dalam arti luas,
52
sesungguhnya feature itu adalah karangan khas termasuk tajuk rencna dan opini. Semua jenis
karangan khas termasuk bagi penerbitan harian – penulisannya dikaitkan dengan kehangatan
yang sedang terjadi. Oleh karena tu, maka feature pun mempunyai kaidah-kaidah jurnalistik
Berita biasa disebut straight-news, sedangkan feature kerapkali disebut sebagai news in
depth. Yang satu merupakan berita langsung – biasa ditulis dengan komposisi kronologis
faktual. Sedangkan yang kedua disajikan dalam bentuk bertutur, bagaikan seorang
pendongeng. Pada dasarnya, titik berat feature pada gaya penulisan, yang tidak jarang terkesan
sebagai sebuah karya sastra. Isinya lebih berat pada human interest. Adapun tema yang sering
Ada kalanya feature itu merupakan follow-up dari suatu peristiwa yang beruntun di
halaman tertentu, kemudian segi lain dari kejadian ditulis dalam ‘kliping’ tersendiri secara
terpisah karena tidak mempunyai hubungan erat dan mata rantai langsung dengan jiwa
Misalnya bila terjadi sebuah kecelakaan lalu lintas persis di palang pintu Kereta api.
Kejadian ini tak saja menarik untuk diliput, dan kemudian ditulis sebagai berita straight-news.
Melainkan sekaligus ada sisi lain yang bisa diangkat sebagai feature , dan punya magnitude
kuat lantara terkait dengan musibah itu, yakni profil penjaga pintu.
Dan akhirnya, wartawan yang jeli, sudah pasti tidak selamanya menunggu untuk menulis
feature. Ia terampil memilih tema-tema yang hangat dengan mengkaitkan peristiwa yang terjadi
– di luar sasaran yang akan dibidiknya. Misalkan di Madura terjadi kasus Waduk Nipah yang
menewaskan warga. Di Malang Anda dapat menulis sebuah feature tentang waduk
Karangkates misalnya, dikaitkan dengan sediminetasi yang mengancam usia bendungan itu.
Memilih angle (sisi) lain, namun tema tentang waduk yang tengah ramai dan hangat
dibicarakan masyarakat luas, niscaya akan menarik perhatian pembaca. Jangan lupa, menarik
53
minat baca masyarakat itu adalah tentu saja menjadi dambaan setiap penerbitan pers – baik
Akan hal bahasa feature dalam konteks ini dapat diibarkan sebuah kendaraan.
Penumpangnya adalah isi (bobot) tulisan. Teknik penyajiannya adalah bagaimana mengendarai
kendaraan tersebut. Isi laporan atau tulisan pada umumnya – tidak akan sampai ke tujuan
(diterima khalayak) bila kendaraan tak laik-jalan. Meskipun tampak luarnya bagus, akan tetapi
tanpa mengikuti aturan yang lazim, sebuah karangan khas dapat dipastikan gagal dama
mencapai tujuan.
Pada dasarnya bahasa pers (termasuk feature) adalah alat komunikasi yang mengikuti
kaidah-kaidah dalam bahasa Indonesia yang benar dan sudah baku. Selain itu, bahasa
jurnalistik ini harus tegas dan lugas serta menghindari banyak kalimat majemuk, jernih (mudah
Walaupun demikian, objek, fokus, dan sumber bahan berita feature sama dengan berita
yang lain. Dan nilai feature seperti halnya pada nilai berita yakni terikat: magnitude (bahan
berita yang bernilai besar), timeless (tidak basi/abadi), proximility (kedekatan), dan
prominence (keterkemukaan). Satu lagi karakteristik penulisan feature yang tidak boleh
diabaikan menurut Nugraha (2013) adalah uniqueness (keunikan). Contohnya adalah saat
Pepih Nugraha menulis sosok di Kompas tentang Aep Suharto, seniman Bandung pembuat
boneka (manikin) seukuran aslinya. Ia melihat Aep kemana-mana selalu menenteng manikin
dirinya sendiri, sehingga terlihat seperti seseorang yang menggendong kembarannya. Bahkan
suatu kali, Aep kesulitan memperoleh taxi karena tak satupun taxi mau membawa Aep dan
manekin kembarannya.
Bagi Pepih, menulis sosok adalah menulis kehidupan seseorang atau menulis tentang
perjalanan hidup seseorang. Lebih jauh ia berpendapat bahwamenulis sosok adalah upaya
menganalisis dan menafsirkan sejumlah peristiwa dalam dalam kehidupan seseorang serta
54
peristiwa luar biasa yang menimpa seseorang. Ada tips menarik dari Pepih sebelum
menentukan seseorang layak ditulis atau tidak adalah dengan mengajukan pertanyaan
sederhana: Apa yang membuat orang tersebut spesial atau menarik untuk ditulis, atau apakah
yang dilakukan orang itu bermanfaat buat orang lain sehingga mengguncang dunia bahkan
internet.
Lead Berita
Paragraf pertama dalam sebuah berita disebut “lead”. Lead ini bagian terpenting dari
keseluruhan cerita berita dan bagian paling sulit menuliskannya. Secara tradisional, lead
merupakan ringkasan keseluruhan serita sehingga pembaca dapat segera memutuskan apakah
Dalam hal ini pembaca tidak perlu kehilangan waktu dan upaya secara sia-sia. Dan
meskipun hanya membaca mereka dapat memperoleh sebjumlah besar isi sleuruh cerita. Pada
redaktur koran mengutamakan penggunaan lead-lead ringkasan karena pembaca lebih suka
membaca sekilas satu cerita ke cerita yang lain, dan hanya membaca yang dianggap penting.
Jika sebuah lead gagal menunjukkan pentingnya berita pada oembaca atau lead itu kacau dan
membingungkan mereka akan segera pindah ke cerita lain daripada membaca paragraf-pargraf
berikutnya.
Sebelum para reporter bisa menulis lead yang efektif , mereka pertama-tama harus belajar
memahami apa itu berita. Lead yang gagal menekankan berita detil-detil paling penting dan
membuat enak baca harus dicampakkan, betapa pun baiknya lead itu ditulis.
Setelah menemukan fakta-fakta apa saja yang patut dijadikan berita, seorang reporter
kemudian harus meringkas fakta-fakta itu dalam kalimat tajam dan jelas sederhana, langsung
mengungkap apa yang terjadi. Penyajiannya adalah bagaimana mengendarai tersebut. Isi
laporan atau tulisan pada umumnya tidak akan sampai ke tujuan (diterima khalayak) bila
55
kendaraannya tak layak jalan. Meskipun tampak lurusnya bagus, akan tetapi tanpa mengikuti
aturan yang lazim, sebuah karangan khas dapat dipastikan gagal dalam mencapai tujuan.
Pada dasarnya bahasa pers (termasuk feature) adalah alat komunikasi yang mengikuti
kaidah-kaidah dalam bahasa Indonesia yang benar dan sudah baku. Selain itu, bahasa
jurnalisitik ini harus tegas dan lugas serta menghindari banyak kalimat majemuk, jernih (mudah
Baik buruknya sebuah tulisan atau karya jurnalistik dinilai dari tiga aspek: bobot, bahasa
dan teknik sajian (sistematika dan komposisi). Dan nilai feature seperti halnya pada nilai berita,
yakni terikat: magnitude (bahan berita yang bernilai besar), timeliness (tidak basi), proximity
Lincoln tertembak, koresponden The Associated Press menulis lead berikut ini, yang ringkas
Presiden tertembak di sebuah teater semalam, dan meninggal akibat luka parah.
Dulu setiap lead selalu dibuat untuk menjawab enam pertanyaan: Who? How? Where?
Why? When? Dan What?. (Siapa, Bagaimana, Dimana, Mengapa, Kapan dan Apa). Koran-
koran sudah meninggalkan gaya penulisan yang kaku itu karena lead yang menjawab, keenam
Lagipula jawab terhadap seluruh pertanyaan itu tidak selalu penting. Karena hanya
sebagian pembaca yang tinggal di kota-kota besar mengetahui orang-orang yang tercakup
didalam cerita rutin, nama-nama dari mereka yang tak muncul di lead. Penulisan waktu dan
56
tempat terjadinya peristiwa secara persis barangkali juga tidak penting. Kini, lead hanya
menekankan jawaban atas pertanyaan yang paling penting di antara yang enam tadi, yang
berebda-beda dari satu cerita ke cerita lainnya. Contoh berikut adalah lead tradisional yang
berusaha menjawab keenam pertanyaan sekaligus. Revisinya, yang mengikuti style yang
Kartono, 18 tahun, mahasisswa Universitas Indonesia dan puteri Mohammad dan Nyonya
Farida, meninggal dunia sekitar pukul 03.00 Rabu saat mobilnya menabrak tiang listrik di Jalan
Merdeka 12.
REVISI: Seorang mahasiswa berumur 18 tahun tewas Rabu saat mobilnya menubruk tiang
Untuk menentukan pertanyaan-pertanyaan apa saja yang paling penting untuk sebuah
1. Informasi apakah yang paling penting – apa tema atau topik utama cerita?
2. Apakah yang telah dikatakan atau dilakukan mengenai topik itu – apakah yang terjadi
3. Apa perkembangan-perkembangan paling baru – apakah yang terjadi hari ini dan
kemarin?
Setiap lead di bawah ini menekankan jawaban hanya pada satu dari keenam pertanyaan dasar
WHO: Tiga lelaki berumur antara 16-21 tahun, hari ini dijatuhi hukuman 20 tahun terbukti
melakukan pembunuhan.
57
WHERE: Angin kencang 35 ribu kaki diatas Selat Malaka menghantam jatuh pesawat MH370
WHAT: Detik-detik setelah dua orang gadis meninggalkan toko emas Ahad sore, penjual toko
menemukan bahwa 50 kalung emas senilai hampit Rp 1 milyar lenyap dari etalase yang
WHAT: SURABAYA Satu dari tiga lelaki menyeleweng, ungkap penelitian yang dilakukan
Lead umumnya terdiri dari kalimat tunggal (bukan kalimat majemuk), dan kalimat itu
sendiri harus mengikuti seluruh aturan tata bahasa, tanda baca, penggunaan kata dn kata kerja
Selain itu lead harus merupakan kalimat lengkap. Reporter yang belum teraltih sering
REVISI: Seorang lelaki asal Bekasi tewas Senin pagi, ditabrak kereta api saat melintas rel
stasiun Tugu.
REVISI: Dua gadis berumur 7 tahun yang menghadiri pesta ulangtahun tewas ketika
58
Sebagian besar lead hanya terdiri dari dari satu kalimat. Lead yang terdiri dari dua tiga
kalimat seringkali bersifat pengulangan dan obral kata, khususnya ketika semua kalimat sangat
pendek.
Seperti kebanyakan lead multikalimat, contoh berikut ini sebenarnya dapat digabungkan
Pemuda Jakarta mengeluarkan laporan tentang penerima hadiah kebersihan kelurahan hari
ini. Laporan itu menyebutkan, jumlah kelurahan yang kotor lebih banyak dari yang bersih.
REVISI: Pemuda Jakarta melaporkan hari ini, jumlah kelurahan kotor lebih banyak dari
yang bersih.
Para reporter masih menggunakan lead yang terdiri dari dua kalimat jika memang benar-
benar terpaksa. Seringkali, kalimat kedua dipergunakan untuk menekankan fakta menarik atau
unik tetapi dilihat dari kepentingannya berada pada tingkat kedua. Bisa juga itu dilakukan
karena kemustahilan meringkas seluruh informasi penting tentang suatu tema yang kompleks
di dalam sebuah kalimat tunggal. Contoh berikut, yang diambil dari The Associated Press,
mempergunakan kalimat kedua untuk meringkas hal yang penting yang unik dan sifatnya
sekunder.
Para reporter menghadapi persoalan struktur kalimat karena, sebagai pemula, mereka
mencampur adauk antar lead cerita dengan headlinenya. Lead adalah paragraf pertama dari
sebuah cerita berita. Sedangkan headline merupakan ringkasan singkat yang muncul dalam
bentuk luas diatas cerita itu. Sebagian besar headline ditulis oleh redaktur, bukan reporter.
Untuk menajaga ruang, para redaktur hanya mempergunakan kata kunci di tiap headline.
59
Saat menulis lead, reporter mempergunakan kalimat yang relatif sederhana. Sebagian
besar kalimat lead dimulai dengan subjek, yang selanjutnya diikuti kata kerja aktif, kemudian
oleh objeknya. Para reporter hanya mau menyimpang dari gaya penulisan ini bila mereka ingin
Lead yang dimulai dengan klausa dan frase yang panjang mengurangi kejelasan kalimat-
kalimat sederhana dan langsung. Klausa-klausa pengantar yang panjang juga mengacaukan
Karena dimulai dengan klausa, lead dalam contoh berikut ini gagal dalam menegaskan
fakta yang lebih penting dan gagal. Melaporkan fakta itu secara jelas dan langsung.
Ketika sedang dalam patroli rutin, seorang petugas polisi berhasil mengungkap, bahwa
beberapa penjahat telah mencongkel pintu belakang toko minuman di Blok M dan mencuri 100
Penulisan Artikel
Artikel, esai dan opini mempunyai makna yang berbeda-beda. Artikel berarti karya tulis
lengkap dalam majalah atau surat kabar. Sedangkan esai adalah karangan prosa yang
membahas suatu masalah secara sepintas lalu, dari sudut pandang pribadi penulisnya. Adapun
Jelaskan ketiga kosakata punya makna yang tidak sama. Yang pertama mengena pada
jurnalistik, karena pada dasarnya setiap karya tulis di media massa itu dapat dikatakan sebagai
artikel, ini pengertian secara umum. Kemudian esai, lebih menukik, karena karya ini
merupakan artikel yang berisi muatan-muatan pendapat dan pikiran penulisannya tentang suatu
masalah tertentu (yang disyaratkan harus masih hangat) dibahas dalam bentuk suatu tulisan
jadi.
60
Sedangkan opini, sebenarnya bukanlah suatu model karya jurnalistik (lihat kamus)
melainkan berarti pendapat atau pendirian. Dan kata opini kemudian melekat dalam pers,
karena itu dijadikan nama rubrik bagi yang membuat esai: para penulis tamu pada suatu
penerbitan pers. Maka populerlah disebut rubrik yang menampung tulisan luar itu sebagai
Rubrik Opini.
1. Tajuk, hanya karya tulis yang dikerjakan pemimpi redaksi suatu penerbitan pers atau
tim redaksinya. Berisi sikap, pendirian dan pendapat medianya tentang suatu masalah
tertentu.
2. Opini ‘kapling’ khusus untuk para penulis luar dengan kriteria yang ditetapkan oleh
redaksi. Setiap media cetak memiliki kriteria berbeda dengan media lainnya (ini
3. Surat Pembaca, artikel yang dikirim oleh pembaca demi mengomentari berita yang
pernah dimuat atau memberikan informasi tambahan tentang berbagai masalah tertentu.
4. Feature, tak lain adalah karya jurnalistik yang menekankan penulisan segi-segi human
interest (ditulis wartawan atau penyumbang dari luar). Dibanding dengan berita biasa
(depthnews), karya ini dapat diawetkan (tak mudah basi). Dan gaya penulisannya
5. Resensi, ini sebuah artikel kritis mengenai buku, kaset, film, sinetron dan sebagainya.
Dalam karya ini penulisnya mengevaluasi produk tertentu, menyatakan kelebihan dan
sekaligus kekurangannya.
6. Sketsa, karya ini merupakan tulisan ringan tentang sesuatu fakta berupa anekdot
61
Diantara kelima artikel itu, yang paling ‘seratus’ adalah Opini. Kriteria khusus karya tulis
Gampang, sebab saya percaya bahwa setiap orang niscaya bisa menulis, minimal menulis surat
– paling tidak artikel tak sama dengan menulis ‘karya bebas’ seperti ‘surat keluarga’ itu.
Penulisnya perlu pengalaman praktis dan harus bersedia melakukan semacam ‘uji coba’ dengan
cara seperti orang naik sepeda. Sekali dua kali mungkin ia terjatuh karena menabrak pagar
sampai runtuh, toh lama-lama bisa juga seperti lainnya. Bukanlah kata pepatah ‘mengaji dari
alif’.
Anda harus berlatih untuk mencoba dan mendiskusikanya dengan mereka yang lebih
senior dalam dan berpengalaman bidang ini. Dan satu lagi yang tak boleh ditinggalkan bagi
yang berminat menulis artikel (apa saja bentuk karya tulisannya) adalah meningkatkan
intensitas kebiasaan membaca buku, terutama pada bidng studi yang diminati atau menjadi
keahliannya. Dan teknik yang mau Anda gunakan dalam menulis bahan yang ada, tergantung
pilihan: banyak penulis kondang dapat Anda jadikan sebagai acuan untuk mempola khas Anda
sendiri.
Berhubung fungsinya tak lain adalah memberitahukan kepada khalayak ramai, maka
tulisan artikel harus mudah dicerna dan dipahami oleh strata masyarakat kelas bahwa hingga
kelas atas. Artinya, boleh anda menulis masalah statistika yang ruwet dengan angka-angka itu,
tapi karena penyajiannya dengan gaya bahasa populer, maka orang awam pun dapat mengerti
62
dengan baik pesan-pesan yang sampaikan. Maka darisitu kemudian timbul istilah Artikel
Ilmiah Poupuler.
Disamping penulisannya bersifat poupuler, sebuah karya tulis artikel opini juga dituntut
1. Bersifat eksplanatif
2. Bersifat argumentatif
3. Bersifat interpretatif.
Bersifat eksplanatif
makna, bahwa sebuah tulisan artikel opini harus mampu memberikan penjelasan yang
mendalam tentang suatu fakta peristiwa. Dalam hal ini tentu penulisnya dituntut memiliki
pengetahuan yang cukup tentang hal-hal yang menjadi pokok bahasnya. Tanpa pemahaman ini
wujudnya artikel tidak hanya dangkal, namun juga dapat menimbulkan salah pengertian.
Kesalahpahaman dalam opini (di tenah para pembaca atau masyarakat) sebagai akibat salah
memberikan pengertian, hingga dapat menimbulkan kerawanan sosial dalam bidang politik,
Sebab itulah untuk menjadi seseorang kolomnis, seseorang dituntut memilki wawasan
keilmuan yang luas, dan yang terpenting harus punya ‘nyali’ dan keberanian untuk
mempertanggungjawabkan tulisannya.
63
Bersifat argumentatif
Seperti dikemukakan di atas, selain memhami akar permasalahannya, sebuah artikel opini
dikemukannya bukan didasarkan pada pokok-pokok pikiran dan atau ide yang irrasional.
Untuk memperoleh argumentasi yang kuat dan valid, seorang penulis dapat mengambil
data dari berbagai sumber, baik dari BPS (Badan Pusat dan Stattistik), lembaga-lembaga
penelitian, maupun melalui penelitian sendiri data ini dapat berwujud angka maupun
penjelasan-penjelasan teknis, selain data, argumentasi tulisan dapat bersumber dari pendapat-
pendapat pakar.
Bersifat Interpretatatif
Selain bersifat eksplanatif dan argumentatif, karya artikel opini juga harus bersifat
interpretatif. Dan yang terakhir ini ternyata paling sulit, dibandingkan dengan dua kriteria
sebelumnya.
Artikel pada hakikatnya adalah karya jurnalistik, yang boleh jadi didahului survei dan
penelitian terhadap salah satu masalah tertentu. Teknik penulisan karya ini jelas tidak terlepas
dari kaidah yang paling elementer dalam jurnalistik, yaitu tteori 5 w plus 1H ( 5 = What, When,
Where, Who, dan Why + 1H = How) atau Apa, bilamana, dimana, siapa dan mengapa +
bagaimana.
64
Artikel Yang Layak Muat
Setiap artikel atau tulisan yang layak muat, selain harus memenuhi kriteria yng paling
elementer dalam kaidah jurnalistik, yaitu 5 W + 1_H – juga seyogyanya harus mengindahkan
1. Newspeg: yaitu centelan berita. Layak Muat tidak akan pernah menurunkan laporan
tanpa alasan teknis dan ada unsur pendukung yang jelas. Artinya, harus ada trend
kehangatan. Misalkan ada laporan soal presiden RI, Ir. Joko Widodo, tetapi ia tidak
Jawa Timur, maka berita ini tidak layak dimuat kecuali ada pernyataan yang signifikan.
Misalnya lewat peresmian berjanji akan memberantas KKN di dalam kabinet reformasi
yang dibentuknya. Maka momentum kunjungnya ke Jawa Timur jadi peristiwa yang
spektakuler.
2. Angle: sisi yang kita pilih dari suatu rencana penulisan. Misalnya bila terjadi suatu
peristiwa, boleh jadi kita tampil berbeda dengan tabloid atau majalah berita yang lain,
3. Kritis: yang menjadikan setiap tulisan nanti tampil beda dari berita-berita harian,
adalah karena kita tampil dengan sajian yang kritis. “Jangan percaya hanya pada satu
sumber,” itulah pesan wartawan senior AS, Pulitzer kepada reporter lapangan. Karena
memang pada umumnya , sumber berita umumnya, sumber berita itu berupaya
menutupi hakikat peristiwa yang merugikan diri dan pihaknya. Sebaliknya, jika
ini, setiap waratwan “LAYAK MUAT” harus menguji dengan melakukan “check and
recheck” pada setiap informasi yang didapat dan segera akan diolahnya.
4. Relevansi: ini menyangkut hubungan berita itu dengan khalayak pembaca. LAYAK
MUAT dapat menurunkan laporan masalah suksesnya pengusaha asal Jawa Timur di
65
Jakarta. Bagi standar Indonesia tulisan profil ini jadi menarik, karena ada relevansi
dengan masyarakat Jawa Timur, dengan mayoritas sasaran pembaca LAYAK MUAT.
5. Berimbang: artinya setiap berita harus diliput secara balance (berimbang) apapun
tanggapan pihak yang barangkali dirugikan dalam berita itu, kita beri kesempatan
untuk membela. Ingat, wartawan bukan hakim yang dapat memvonis terdakwa. Maka
6. Lengkap: seperti layaknya laporan features, tulisan yang dimuat LAYAK MUAT
harus lengkap dan utuh. Laporan dimaksud bukan model berita stright-news. Lengkap
7. Komposisi: naskah yang ditulis harus menggunkana Bahasa Indonesia yang baik dan
benar. Cara penyampaian halus dan etis. Kalimat-kalimatnya pendek. Sesekali disisipi
humor segar yang enak dan kocak, walaupun kita sedang menulis sesuatu yang serius.
Tulisan yang kocak akan menyegarkan pembaca, jangan lupa fungsi pers juga sebagai
sarana hiburan selain memberikan informasi yang akurat. Hindari pemakaian istilah
asing yang tidak mudah dimengerti. Kalau toh terpaksa, hendaknya diartikan dengan
bahasa yang sejuk meskipun Anda sedang menulis laporan yang “panas”. Alam setiap
pembaya LAYAK MUAT tidak sekedar mendapat informasi, tetapi juga “sesuatu yang
8. Foto: semua tulisan sedapat mungkin disertai foto-foto ‘action’ yang menarik dan
relevan dengan isi tulisan. Kalau ada juga karikatur/sketsa/vignet dan sejenisnya.
Semua foto dan sketsa (karikatur) harus tetap kritis dan etis.
66
9. Riset dan redaksi: setiap naskah yang akan diturunkan sedapatnya dilengkapi riset
kepustakaan dan dokumentasi yang memadai. Dari lapangan kita tak mendapatkan
10. Outline: sebelum melaksanakan peliputan dan atau penulisan naskah, setiap wartawan
saja yang akan diliputnya (juga daftar wawancara tetulis). Bagi penulis naskah
pekerjaannya.
Naskah Opini, ialah suatu bentuk karangan merupakan sumbangan penulis luar kepada
Penulis opini di media massa, biasanya disebut Kontributor atau penyumbang. Dan sudah
tentu, tulisan opini berisi opini (pendapat), komentar, ide dan gagasan penulisnya mengenai
67
Opini, belakangan ini (bagi koran maupun majalah) menjadi nama rubrik di beberapa
penerbitan pers. Namun dalam menyusun rubrikasi, ada juga media massa yang lebih suka
memakai nama rubrik KOLOM. Pada hakikatnya kolom ini adalah suatu artikel pendek yang
berisi suatu topik aktual dalam satu halaman tuntas (selesai) dalam satu’kapling’ tersedia.
Penulis kolom lazim misalnya disebut kolomnis. Tetapi, sebutan yang populer adalah
# Budaya
# Pemerintahan
# Politik
b. Resensi
- Buku
- Kaset lagu-lagu
Cara penulisan naskah, OPINI pada dasar tak ubah seperti penulisan sebuah “feature”
5W + 1H (yakni: What + apa, Who + siapa, Where = dimana, when = kapan, why= mengapa
68
Setiap media massa, tentu sudah sudah mempunyai kriteria kelayakan naskah sumbangan
dari luar. Ini penting diberikan pada para kontributor, untuk memudahkan para penulis agar
Selain yang tersebut dalam kriteria, sebenarnya ada beberapa bagian kriteria yang perlu
diindahkan:
1. Magnitude, yaitu daya tarik (kalau yang menyangkut materi: biasanya menentang arus,
3. Akurat, yaitu cermat dalam penyebutan berbagai istilah dan angka-angka . Juga cermat
5. Ekslusif. Yakni masalah yang diangkatnya belum jamak atau sudah diketahui. Artinya
topik dan tema yang diketengahkan baru pertama kali dan satu-satunya hanya
6. Angle: artinya sisi atau segi yang dipilih oleh penulis. Kalau semua orang sama menulis
soal ramalan Pemilu 2014, maka segi apa yang kita pilih harus jelas, agar terhindar dari
kemajemukan tulisan yang ada. Sehingga benar-benar tulisan kita bisa kena dana pas
7. Orisinal, tulisan itu harus asli dan bukan merupakan transfer dari pikiran orang lain.
69
Perbedaan tulisan/naskah OPINI dengan asala atau artikel ‘features’ ialah:
dan mengandung ide atau gagasan baru penulisnya. Dan tanggung jawab tulisan ada
- FEATURES, pada hakikatnya adalah sebuah lapora berita (depth news) yang diulas
Setiap penerbitan pers, baik yang terbit dari ibukota maupun di daerah-daerah telah
pada pos ini biasanya dijabat oleh koordinator Reportase (Koordinator Liputan)
Tujuan pos tersebut agar peristiwa yang terjadi di bawah pantauan itu tidak terlepas. Di
samping sistem pos ini dianggap sebagai saran yang ampuh untuk membangun lobby bagi para
wartawan. Di samping ada segi positifnya, sistem itu memiliki kelemahan-kelemahan. Antara
lain, pihak yang dijadikan pos tak jarang memanfaatkan wartawan untuk kepentingan
lembanganya, sehingga karena tarikan kepentingan itu maka tak jarang sistem ini merugikan
lembaga penerbitan di satu pihak, dan menguntungkan pihka yang punya pos dilain pihak.
Apa saja yang termasuk pos-pos itu dan bagaimana ketentuannya dapat dijelaskan sebagai
berikut.
1. Yang dimaksud dengan departemen atau atau lembaga negara disini adalah instansi
temasuk juga Dirjen Moneter, pajak, Bea dan cukai dan sebagainya. Kecuali kalau ada
70
2. Segala peristiwa yang terjadi di departemen tersebut adalah tanggung jawa reporter
3. Monitor kegiatan di Instansi tersebut harus dilakukan setiap hari. Bahkan setiap empat
jam sekali. Ini untuk menghindari kemungkinan terjadinya berita lolos atau tiba-tiba
ada pemberitahuan off the record (tak boleh disiarkan) dan sebagainya.
4. Dalam hal ada informasi oenting dan menarik yang diperolah secara beramai-ramai
dengan wartawan media lain, reporter harus berinisiatif untuk mendapatkan informasi
tambahan yang eksklusif atau pengembangan dari informasi yang lolos itu.
5. Dalam hal reporter berhalangan masuk atau mendapatkan giliran waktu liburan secara
dini ia harus melaporkan ke kepala biro (jika di daerah) atau langsung ke koordinator
6. Karena dalam pembagian pos ini, sebagian reporter harus merangkap beberapa pos,
maka apabila satu reporter menemui banyaj acara secepatnya ia harus memberitahukan
8. Khusus untuk pos DPR, apabila ada Raker antara DPR dengan salah satu
Meski demikian, reporter DPR harus bertanggungjawab atas semua peristiwa di DPR,
9. Bila reporter tidak memperoleh berita dari lapangan, diharapkan segera kembali ke
71
Mengumpulkan Bahan Tulisan (Data)
Cara mencari bahan atau informasi untuk dijadikan berita, yang terpenting diantara nya
adalah wawancara, selain menyaksikan dengan mata sendiri dan mencarinya di dokumentasi.
Sumber yang dihubungi haruslah sumber yang berwenang, baik itu lembaga, badan ataupun
orang. Bahan yang dicari semaksimal mungkin harus eksklusif, yang tidak atau belum
dasarnya, ada dua jenis wawancara. Pertama wawwancara sekilas, yaitu untuk memperoleh
data yang tidak banyak. Kedua wawancara eksklusif. Jenis wawancara pertama, misalnya
dimintakan kepada sumber-sumber tokoh yang dimintai pendapatnya, seperti anggotta DPR,
menteri atau saksi peristiwa. Wawancara jenis kedua, berupa wawancara untuk menampilkan
Penguasa ini penting karena agar dalam wawancara terjadi dialog. Artinya sumber akan
menghargai pewawancara tahu persoalan. Jika pewawancara tidak tahu persoalan maka terjadi
monolog, sumber saja yang berbicara sehingga bukan tidak mungkin sumber menjadi bosan.
Pengetahuan akan pribadi sumber juga penting. Usahakan agar sumber merasa senang,
interogatif membuat posisi sumber berada dibawah pewawancara. Kenyataan yang diharapkan,
sumber dalam posisi diatas karena dia yang akan kita mintai bahannya, dia yang memberi.
72
Jika berhadapan dengan sumber yang pelit, jangan segan-segan melakukan tawar-
menawar. Akan tetapi, jika sumber kemudian memutuskan bahwa bahan yang diberikan adalah
off the record adalah salah satu etika jurnalistik yang harus dipegang oleh pewawancara.
Karena itu adalah kode etik yang harus dilaksanakan oleh jurnalis.
mengandalkan diri pada ingatan saja. Rekaman dapat dilakukan catatan tertulis bisa juga
Menjelang selesainya wawancara jika waktu ukup, usahakan melakukan pengecekan ulang
atas hasilnya. Simpulan-simpulan terpenting dibacakan, apakah salah atau sudah betul. Tutup
Wartawan secara umum harus mengetahui etiket. Sopan santun perlu diterapkan. Jam
bertamu, bagaimana cara makan yang baik, bagaimana dudu,k, bagaimana mengajukan
pertanyaan, dan lain-lain harus dilakukan dengan sopan. Rapikan diri (pakaian, rambut)
sebelum menemui sumber. Bau keringat yang tidak harum supaya dihindarkan. Pegang waktu-
JUMPA PERS: Kegiatan pemberian informasi oleh lembaga atau pribadi kepada banyak
wartawan. Sebaiknya wartawan mengajukan pertanyaan sebagai tanda bahwa medianya eksis.
Jika ada pertanyaan kunci, ajukan pada waktu jumpa pers sudah selesai, supaya memperoleh
jawaban yang eksklusif, artinya, tidak banyak didengar oleh wartawan lain.
Editing
Pengertian
Editing adalah proses menilai atau mempertimbangkan serta mengolah bahan-bahan yang
disiaplkan untuk
73
E
editing · 73
publikasi (artikel, foto, dan materi publikasi lainnya) sampai mencapai bentuk final yang
cukup, menguasai suatu atau beberapa bidang masalah dengan baik, memiliki kemampuan
kreatif dalam perencanaan laporan, menguasai teknik penulisan setiap artikel jurnalistik,
paham akan etika jurnalistik dan aspek hukum pemberitaan, arif dalam menyeleksi bahan
publikasi untuk khalayak, cermat, pandai mempergunakan bahasa secara efektif, dan harus
memiliki kemampuan dalam menuntun serta mendidik reporter yang menajdi bawahannya.
Dalam diri seorang editor harus ada kemampuan berpikir seperti intelektual dan
Aspek nonteknis
1. Manfaat (informatif, mendidik, menghibur) artikel, foto, dan maetri publikasi lainnya
2. Kebaruan fakta atau ide pada artikel, foto, dan materi publikasi lainnya dibandingkan
3. Hal-hal yang ebrsifat berbahaya yang dikandung artikel, foto, dan materi publikasi
4. Etika jurnalisme
6. Hal-hal yang tidak layak dilihat dari aspek pendidikan publik dalam artikel, foto, dan
materi
74
publikasi lainnya.
7. Angle yang dipilih (tajam atau tidak tajam; baru atau pengulangan)
Aspek Teknis
1. Dukungan fakta yang cukup untuk suatu artikel dalam menyajikan masalah.
6. Akurasi
8. Bagian isi artikel yang perlu divisualisasikan (ada dan perlu atau tidak)
1. Judul berita harus telling the story dan karenanya judul tidak boleh berbentuk
75
6. Jangan sampai mengandung soal yang memungkinkan diperkarakan pihak lain
(aspek hukum)
Teknik dan Style penulisan Judul Feature, Indepth Report dan Opinion Article
Diilhami atau mirip dengan judul novel, sajak, film atau drama yang populer (dikenal luas oleh
masyarakat)
Menggunakan ungkapan atau istilah yang tengah populer di masyarakat, baik istilah atau
ungkapan hasil kreasi masyarakat sendiri atau istilah dan ungkapan yang berasal dari iklan
Penyuntingan (Editing)
Editing adalah proses mempertimbangkan dan menyempurnakan suatu bahan publikasi hingga
layak disiarkan.
Perhatikan paragraphing
76
Perhatikan hal-hal yang menyangkut etika jurnalisme dan aspek hukum pemberitaan
(Proses Pencetak)
BERITA
Prediksi (Proses
Editing Berita dan
Gambar (foto)
GAMBAR/FOTO
DAMI
DAMI merupakan kumpulan beberapa lembar kertas yang ersusun hampir mirip betul dengan
1. Sket/kerangka cover
2. Jumlah halaman
4. Assesoris lain
SETTING adalah Proses pengetikan berita dalam suatu media komputer sedemikian rupa hasil
77
LAYOUT adalah proses penyusunan antara gambar dan isi berita yang dilakukan secara
BERITA
Hasil Cetak
Komputer Proses Koreksi
Printer sbg
Setting (edit)
Contoh (Proof)
GAMBAR/FOTO
Hasil Cetak
Hasil Cetakan Printer
1. Letak gambar/foto Printer dari
dari kalkir sebagai
2.Ukuran gamabr/ft Kertas sbg
Master I (film negatif)
3. Lit/ket. Gbr/foto Master I
Berita/News
78
Berita/News adalah laporan tentang peristiwa dan atau pendapat yang memiliki nilai
penting, menarik bagi sebagian besar khalayak, masih baru/aktual dan dipublikasikan secara
Peristiwa dan pendapat tidak akan menjadi berita apabila tidak dipublikasikan melalui
menyebarluaskan berita melalui media massa periodik disebut wartawan, reporter yang
Mengenai kata menarik/penting – interesting adalah salah satu hal yang menarik perhatian
orang, yaitu orang itu sendiri. Yang besar, kecil, penting dan tidak penting/remeh. Peristiwa
yang dapat menyentuh rasa insani, atau human interest selalu akan menarik perhatian banyak
orang/insan.
The unusual is news --- berita adalah sesuatu yang tidak biasa
Berita adalah sesuatu yang lain adanya. Sesuatu yang lain adanya atau sesuatu yang tidak biasa,
Harus selalu diingat bahwa sesuatu menjadi berita bila sesuatu (peristiwa dan pendapat)
itu dipublikasikan/disiarkan. News is timely, concise, accurate report of an event, not the event
itself – Berita adalah laporan yang hangat, padat, cermat tentang suatu kejadian, bukan kejadian
itu sendiri. Dapat disimpulkan bahwa berita di dunia jurnalistik diartikan sebagai laporan
tentang fakta dan pendapat, penting, menarik bagi sebagian besar khalayak, dan harus
Persyaratan Berita
Berita berasal dari sumber berita. Sumber berita adalah asal mula terjadinya berita itu.
Disini yang dimaksud dengan sumber berita adalah: Peristiwa/event dan Manusia. Bila ada
79
peristiwa dan atau pendapat, maka peristiwa dan atau pendapat itu harus dinilai, apakah
peristiwa dan atau pendapat itu: MENARIK, PENTING, dan MASIH BARU.
Jenis Berita
a. News Bulletin
News buletin, terdiri dari kata News yang berarti berita dan Bulletin yang berarti surat
selebaran atau secara kilat. Dengan demikian, news bulletin berarti: Berits ysng disebarluaskan
secara kilat atau cepat. Batasan dari news bulletin, adalah: “Berita-berita yang bersifat hangat,
relatif singkat, tidak mendetail, aktual dan penyajiannya sangat terikat waktu atau “timeconcern
– timeness”.
Hard news adalah berita-berita yang biasanya “kurang menyenangkan”, misalnya tentang
Straight news adalah berita-berita yang karena memilki nilai berita yang tinggi penyajiannya
Spot news adalah berita berita yang sangat penting dan menarik dan pada saat berita disiarkan
Stop press adalah berita dan magazine berarti majalah. Majalah adalah peneribitan berkala dan
teratur. Misalnya mingguan, bulanan, atau tengah bulanan. Berkala dalam pengertian media
massa dibedakan untuk media cetak dan elektronik. Media cetak mungkin harian, mingguan,
80
Teknik Pembuatan Naskah Dan Penyajian Berita
a. Piramida Terbalik
Teknik/cara piramida terbalik adalah hanya untuk penajian berita-berita yang memiliki
nilai berita yang tinggi dan penyajiannya harus secepatnya atau dengan kata lain penyajiannya
sangat terikat waktu. Cara penyajiannya dimulai dari yang terpenting menuju yang kurang
penting. Berita yang termasuk dalam struktur piramida terbalik ini adalah News Bulletin:
hard/soft news, straight news, spot news, human interest dan stop press.
b. Piramida
Teknik/cara penyajian piramida, diawali dengan hal-hal yang kurang penting menuju ke
yang penting. Isi berita penyajiannya tidak terikat pada waktu atau timeless, karena kapan saja
berita itu disampaikan akan tetap menarik. Setidaknya uraian berita semacam ini masih
Termasuk dalam penyajian piramida ini adalah News Magazine, Feature, berita ringan dan
human interest yang tidak memiliki nilai berita tinggi, tetapi sangat menarik.
c. Kronologis
Penyajian berita secara kronologis, tidak melandasi diri pada mana yang penting dan
kurang penting, karena setiap kalimat yang dituangkan memiliki bobot yang sama. Uraian
berita yang disajikan dengan cara ini biasanya termasuk News Magazine seperti feature/laporan
pendek, berita ringan atau human interest. Penyajian tidak terikat pada waktu. (Halliday, 1978)
d. Voice Over
Medium radio dan televisi, isi pesan disampaikan oleh penyaji, misalnya pembicara,
penyiar berita atau dapat juga oleh reporter/redaktur yang memilki volume suara memenuhi
persyaratan. Bila pembaca berita atau news reader fungsinya hanya membaca berita yang
naskahnya dibuat oleh tim redaksi, maka untuk newscaster naskahnya dibuat sendiri dan
81
disampaikan sendiri. Bila tidak disampaikan sendiri, teetapi dibacakan orang lain dengan
merekam suaranya terlebih dahulu atau dubbing sound, maka cara ini disebut Voice Over.
e. Sistem “ROS”
Cara ini digunakan khusus di radio. “ROS” singkatan dari “Reporting on the Spot” atau
On the Spot Reporting”. Di sini reporter radio yang berada pada salah satu event merekam
laporannya dan menyajikannya sebagai salah satu item berita dalam siaran berita.
f. Sistem “ROSS”
Sistem ROSS adalah teknik penyajian berita audio visual, dalam hal ini adalah media televisi.
ROSS:
Keterangan:
REPORTER OFF THE SCREEN: reporter dalam menyajikan tidak muncul di layar
Latihan
82
5. Tulislah sebuah berita dengan LEAD yang tepat.
DAFTAR RUJUKAN
Cangara, Hafied. 1998. Lintasan Sejarah Ilmu Komunikasi. Surabaya: Usaha Nasional.
Fathoni, Mohammad. 2012. Menapak jejak Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia.
Komodo Books: Depok.
Halliday, M.A.K. 1978. Language as Social Semiotics. London: Edward Arnold Publishing.
Haryanto, Ignatius. 2014. Jurnalisme Era Digital. Kompas: Jakarta
Jenkins, H. 2006. Convergence Culture: Where Old and New Media Collide. New York:
NYU Press.
Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2012. Jakarta:Pusat Bahasa-Kompas.
Kompas. 29/7/2016. Jakarta: Harian Kompas.
Leech, G. Prinsip-prinsip Pragmatik. Jakarta. Universitas Indonesia.
Nugraha, P. 2013. Menulis Sosok secara Inspiratif, Menarik, Unik. Jakarta: Kompas.
Rosmawaty, 2010.Mengenal Ilmu Komunikasi. Bandung:Widya Padjajaran
(Halliday, 1978)Serikat Pekerja Suratkabar. 2011. www.spsindonesia.org.
Sumadiria, H. 2005. Jurnalistik Indonesia: Menulis Berita dan Feature, Panduan Praktis
Jurnalisme Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Supadiyanto. 2015. Eksploitasi Wartawan di Era Konvergensi Multimedia Massa.
ISKI ISBN: 978-602-1054-01-7. Halaman 119-148.
Supriyanto, D. 1998. Perlawanan Pers Mahasiswa: Protes Sepanjang NKK/BKK.
Jakarta: Pustaka Harapan.
Tamburaka, A. 2013. Literasi Media. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Bibliography
Halliday. (1978). Language As Social Semiotics. London: Edward Arnold Publishing.
83