Anda di halaman 1dari 5

Nama : Indra jaya

Npm. : 1921023

Kelas. : A.4 1

MK. : Teori Jurnalistik

Sejarah Jurnalistik

Seperti yang kita tahu, jurnalistik merupakan kegiatan penyiapan, penulisan, penyuntingan, dan
penyampaian berita kepada khalayak melalui saluran media tertentu. Ternyata kegiatan jurnalistik telah
berlangsung sejak lama, yaitu jauh sebelum ditemukannya mesin cetak, atau tepatnya pada masa
kekaisaran Romawi Kuno. Berikut adalah sejarah perkembangan jurnalistik dari masa ke masa.

Perkembangan sejarah jurnalistik dimulai pada tahun 60 Sebelum Mashehi pada masa kekaisaran
Romawi kuno. Pada saat itu telah muncul sebuah media yang disebut Acta Diurna Populi Romawi
(disingkat Acta Senatus). Media ini terbit setiap hari dan berisi tentang pengumuman dari Kaisar Roma.
Selain itu, media ini juga berisikan berbagai berita kegiatan kekaisaran lainnya yang dipasang di Forum
Romanum (disebut juga Stadion Romawi). Awalnya Acta Diurna ditulis di atas meja sehingga semua
orang yang melintas dapat membacanya. Namun lama kelamaan semakin banyak saja yang ingin
membaca Acta Diurna tersebut sehingga banyak yang tidak mendapat kesempatan untuk membacanya.
Bagi mereka yang tidak berkesempatan membaca langsung di sana ataupun tidak sempat datang ke
Roma untuk mengunjungi meja tersebut dapat memesan kepada orang lain untuk mencatat isi
beritanya. Orang yang mencatat itu disebut Actuari (pencatat berita).

Jumlah para Actuari pun semakin lama semakin banyak. Oleh sebab itu, Acta Diurna akhirnya dibacakan
tiap pagi selama dua jam oleh pegawai istana. Isinya pun semakin lengkap dan beragam. Diantaranya
menyangkut kunjungan resmi pejabat, berita pertukaran pejabat istana, upacara kerajaan, perpindahan
pegawai, undangan kaisar, berita keluarga, dan termasuk pertunjukan sirkus. Perkembangan selanjutnya
ditulis dan ditempel di Forum Romanum.

Acta Diurna diterbitkan oleh Julius Caesar pada tahun 59 SM dan ternyata tetap bertahan selama empat
abad sampai runtuhnya kekaisaran Roma pada tahun 476 Masehi. Di zaman kekaisaran Augustus cara
penyampaian berita banyak diperbaiki, yaitu melalui cara beranting (estafet). Para pakar menyebut
masa sebelum Acta Diurna sebagai Masa Prajurnalis dan masa setelah Acta Diurna sebagai Masa
Jurnalis.
Sementara itu ada sumber lain yang mengatakan bahwa Caesar sebenarnya hanya meneruskan dan
mengembangkan tradisi yang muncul pada permulaan berdirinya kerajaan Romawi. Saat itu, atas
peritah Raja Imam Agung, segala kejadian penting dicatat pada Annals, yakni papan tulis yang
digantungkan di serambi rumah. Catatan pada papan tulis itu merupakan pemberitahuan bagi setiap
orang yang lewat dan memerlukannya. Saat berkuasa, Julius Caesar memerintahkan agar hasil sidang
dan kegiatan para anggota senat setiap hari diumumkan pada Acta Diurna. Demikian pula berita tentang
kejadian sehari-hari, peraturan-peraturan penting, serta apa yang perlu disampaikan dan diketahui
rakyatnya. Papan pengumuman itu ditempelkan di Forum Romanum untuk diketahui oleh umum. Berita
di Acta Diurna kemudian disebarluaskan. Saat itulah muncul para Diurnarii, yakni orang-orang yang
bekerja membuat catatan-catatan tentang hasil rapat senat dari papan Acta Diurna itu setiap hari, untuk
para tuan tanah dan para hartawan.

Kemudian dari kata Acta Diurna ini secara harfiah kata jurnalistik berasal yakni kata Diurnal dalam
Bahasa Latin berarti “harian” atau “setiap hari.” Diadopsi ke dalam bahasa Prancis menjadi Du Jour dan
bahasa Inggris Journal yang berarti “hari”, “catatan harian”, atau “laporan”. Dari kata Diurnarii muncul
kata Diurnalis dan Journalist (wartawan).

Berikut ini adalah perkembangan jurnalistk di seluruh dunia :

Surat kabar cetak yang pertama kali terbit teratur setiap hari adalah Oxford Gazzete di Inggris tahun
1665 M. Surat kabar ini kemudian berganti nama menjadi London Gazzette dan ketika Henry Muddiman
menjadi editornya untuk pertama sekali dia telah menggunakan istilah Newspaper.

Di Amerika Serikat ilmu persuratkabaran mulai berkembang sejak tahun 1690 M dengan istilah
Journalism. Saat itu terbit surat kabar dalam bentuk yang modern, Publick Occurences Both Foreign and
Domestick, di Boston yang dimotori oleh Benjamin Harris.

Pada Abad ke-17, di Inggris kaum bangsawan umumnya memiliki penulis-penulis yang membuat berita
untuk kepentingan sang bangsawan. Para penulis itu membutuhkan suplai berita. Organisasi pemasok
berita (sindikat wartawan atau penulis) bermunculan bersama maraknya jumlah koran yang diterbitkan.
Pada saat yang sama koran-koran eksperimental, yang bukan berasal dari kaum bangsawan, mulai pula
diterbitkan pada Abad ke-17 itu, terutama di Prancis.

Pada abad ke-17 pula, John Milton memimpin perjuangan kebebasan menyatakan pendapat di Inggris
yang terkenal dengan Areopagitica, A Defence of Unlicenced Printing. Sejak saat itu jurnalistik bukan saja
menyiarkan berita (to inform), tetapi juga mempengaruhi pemerintah dan masyarakat (to influence).
Di Universitas Bazel, Swiss jurnalistik untuk pertama kali dikaji secara akademis oleh Karl Bucher (1847 –
1930) dan Max Weber (1864 – 1920) dengan nama Zeitungskunde tahun 1884 M. Sedangkan di Amerika
mulai dibuka School of Journalism di Columbia University pada tahun 1912 M/1913 M dengan
penggagasnya bernama Joseph Pulitzer (1847 – 1911).

Pada Abad ke-18, jurnalisme lebih merupakan bisnis dan alat politik ketimbang sebuah profesi.
Komentar-komentar tentang politik, misalnya, sudah bermunculan pada masa ini. Demikian pula
ketrampilan desain/perwajahan mulai berkembang dengan kian majunya teknik percetakan. Pada abad
ini juga perkembangan jurnalisme mulai diwarnai perjuangan panjang kebebasan pers antara wartawan
dan penguasa. Pers Amerika dan Eropa berhasil menyingkirkan batu-batu sandungan sensorsip pada
akhir Abad ke-18 dan memasuki era jurnalisme modern seperti yang kita kenal sekarang.

Perceraian antara jurnalisme dan politik terjadi pada sekitar 1825-an, sehingga wajah jurnalisme sendiri
menjadi lebih jelas: independen dan berwibawa. Sejumlah jurnalis yang muncul pada abad itu bahkan
lebih berpengaruh ketimbang tokoh-tokoh politik atau pemerintahan. Jadilah jurnalisme sebagai bentuk
profesi yang mandiri dan cabang bisnis baru.

Pada pertengahan 1800-an mulai berkembang organisasi kantor berita yang berfungsi mengumpulkan
berbagai berita dan tulisan untuk didistribusikan ke berbagai penerbit surat kabar dan majalah. Kantor
berita pelopor yang masih beroperasi hingga kini antara lain Associated Press (AS), Reuters (Inggris), dan
Agence-France Presse (Prancis).

Tahun 1800-an juga ditandai dengan munculnya istilah Yellow Journalism (jurnalisme kuning), sebuah
istilah untuk “pertempuran headline” antara dua koran besar di Kota New York. Satu dimiliki oleh Joseph
Pulitzer dan satu lagi dimiliki oleh William Randolph Hearst. Ciri khas “jurnalisme kuning” adalah
pemberitaannya yang bombastis, sensasional, dan pemuatan judul utama yang menarik perhatian
publik. Tujuannya hanya satu: meningkatkan penjualan! Namun, jurnalisme kuning tidak bertahan lama,
seiring dengan munculnya kesadaran jurnalisme sebagai profesi.

Sebagai catatan, surat kabar generasi pertama di AS awalnya memang partisan, serta dengan mudah
menyerang politisi dan presiden, tanpa pemberitaan yang objektif dan berimbang. Namun, para
wartawannya kemudian memiliki kesadaran bahwa berita yang mereka tulis untuk publik haruslah
memiliki pertanggungjawaban sosial.

Kesadaran akan jurnalisme yang profesional mendorong para wartawan untuk membentuk organisasi
profesi mereka sendiri. Organisasi profesi wartawan pertama kali didirikan di Inggris pada 1883, yang
diikuti oleh wartawan di negara-negara lain pada masa berikutnya. Kursus-kursus jurnalisme pun mulai
banyak diselenggarakan di berbagai universitas, yang kemudian melahirkan konsep-konsep seperti
pemberitaan yang tidak bias dan dapat dipertanggungjawabkan, sebagai standar kualitas bagi jurnalisme
profesional.
SEJARAH JURNALISTIK DI INDONESIA

Pers kolonial adalah pers yang di usahakan oleh orang-orang Belanda pada masa penjajahan Belanda.
Pers ini berupa surat kabar, majalah, koran berbahasa Belanda atau bahasa daerah Indonesia yang
bertujuan membela kepentingan kaum kolonialis Belanda. Beberapa pejuang kemerdekaan Indonesia
pun menggunakan kewartawanan sebagai alat perjuangan.

Pada tahun 1744 terbit tabloid Belanda pertama di Indonesia yaitu Batavis Novelis atau dengan nama
panjangnya Bataviasche Nouvelles en Politique Raisonnementes. Sebenarnya pada tahun 1615
Gubernur Jenderal pertama VOC Jan Piterszoon Coen telah memerintahkan menerbitkan Memorie der
Nouvelles. Surat kabar ini berupa tulisan tangan. Tanggal 5 Januari 1810 Gubernur Jenderal Daendels
menerbitkan sebuah surat kabar mingguan Bataviasche Koloniale Courant yang memuat tentang
peraturan-peraturan tentang penempatan jumlah tenaga untuk tata buku, juru cetak, kepala pesuruh
dan lain-lain. Setelah itu mulai bermunculan surat kabar baru dari masyarakat Indonesia itu sendiri.
Seperti; Medan Priyayi (1910), Bintang Barat, Bintang Timur, dan masih banyak lagi. Medan Priyayi
adalah surat kabar pertama yang dimiliki oleh masyarakat pribumi Indonesia, yang didirikan oleh Raden
Jokomono atau Tirto Hadi Soewirjo. Oleh sebab itu Raden Jokomono atau Tirto Hadi Soewirjo disebut
sebagai tokoh Pemrakarsa Pers Nasional, karena dia adalah orang pertama dari Indonesia yang mampu
memprakarsainya dan dimodali oleh modal Nasional.

Pada tahun 1811 saat Hindia Belanda menjadi jajahan Inggris Bataviasche Koloniale Courant tidak terbit
lagi. Orang Inggris menerbitkan Java Government Gazette. Surat kabar ini sudah memuat humor dan
terbit antara 29 Februari 1812 sampai 13 Agustus 1814. Hal ini dikarenakan pulau Jawa dan Sumatera
harus dikembalikan kepada Belanda.

Belanda kemudian menerbitkan De Bataviasche Courant dan kemudian tahun 1828 diganti dengan
Javasche Courant memuat berita-berita resmi , juga berita pelelangan, kutipan dari surat kabar di Eropa.
Tahun 1835 di Surabaya terbit Soerabajaasch Advertentieblad. Kemudian di Semarang pada
pertengahan abad 19 terbit Semarangsche Advertentieblad dan De Semarangsche Courant dan
kemudian Het Semarangsche Niuews en Advertentieblad. Surat kabar ini merupakan harian pertama
yang mempunyai lampiran bahasa lain seperti Jawa, Cina dan juga Arab. Tahun 1862 untuk pertama kali
dibuka jalan kereta api oleh Pemerintah Hindia Belanda maka untuk menghormati hal tersebut Het
Semarangsche Niuews en Advertentieblad berganti nama menjadi de Locomotief.
Setelah itu mulai bermunculan surat kabar baru dari masyarakat Indonesia itu sendiri. Seperti; Medan
Priyayi (1910), Bintang Barat, Bintang Timur, dan masih banyak lagi. Medan Priyayi adalah surat kabar
pertama yang dimiliki oleh masyarakat pribumi Indonesia, yang didirikan oleh Raden Jokomono atau
Tirto Hadi Soewirjo. Oleh sebab itu Raden Jokomono atau Tirto Hadi Soewirjo disebut sebagai tokoh
Pemrakarsa Pers Nasional, karena dia adalah orang pertama dari Indonesia yang mampu
memprakarsainya dan dimodali oleh modal Nasional.

Referensi:

Willing, S. (2010). Pengertian Jurnalistik. In Jurnalistik; Petunjuk Teknis Menulis Berita (p. 4). Jakarta:
Erlangga.

Muhtadi, A. (1999). Pengertian Serta Perkembangan Pers dan Jurnalistik. In Jurnalistik; Pendekatan Teori
dan Praktik (p. 21). Ciputat: Logos Wacana Ilmu.

Romli, A. (n.d.). Sejarah Jurnalistik Dunia. Retrieved October 7, 2015, from


http://www.academia.edu/8895545/Sejarah_Jurnalistik_Dunia

Anda mungkin juga menyukai