Etika Perundang-Undangan
Etika Perundang-Undangan
Disusun oleh:
Agnes Kurnia Hana P., S.Farm. (148115003)
Archie Tobias, S.Farm. (148115010)
Giovanna Martina A., S.Farm. (148115026)
Isabela Anjani, S.Farm. (148115029)
SORONG – Dari sekitar 40 apotek dan klinik dokter yang beroperasi di Kota Sorong, 80
persennya terindikasi melanggar Undang-Undang (UU) Kesehatan Nomor 36 dan
PP Nomor 51 tahun 2009 tentang kefarmasian. Kedua aturan tersebut mengatur bahwa
apotek haruslah beroperasi dengan ada apoteker atau apoteker pendamping.
Hal ini disampaikan oleh Ketua Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) Kota Sorong,
Ruslan Belang, S.Si Apt. kemarin (2/11). Dikatakannya, sebagian besar apotek di
Kota Sorong beroperasi tanpa adanya apoteker pendamping. ”Kalau apotekernya tidak ada,
maka apotek bisa beroperasi jika ada apoteker pendamping. Tapi, di Kota Sorong, dari sekitar
40 apotek dan klinik dokter praktek, hampir 80 persennya tetap beroperasi tanpa adanya
apoteker dan apoteker pendamping, dan ini adalah sebuah pelanggaran,”ujar Ruslan.
Lebih lanjut dikatakan, saat ini, ada apotek nakal yang masih tetap beroperasi tanpa
adanya apoteker penanggung jawab.”Kemudian, dari 5 klinik praktek dokter, hanya ada dua
klinik yang memiliki apoteker, dan sebenarnya itu jelas-jelas pelanggaran hukum,”tandasnya.
Atas pelanggaran yang dilakukan klinik-klinik tersebut, pihaknya lanjut Ruslan
sudah menyurat kepada Dinas Kesehatan Kabupaten dan Kota Sorong serta Balai
Pengawasan Obat-dan Makanan (BPOM) untuk menyikapi soal pelanggaran tersebut.
“Harus beroperasi dengan adanya apoteker, dan kita kasih kesempatan mereka untuk
melakukan subtitusi aturan itu. Dan kini beberapa sudah melakukan pengurusan untuk
apoteker pendamping. Tapi kami dari IAI menilai itu terlalu lama, karena batas tenggang
waktu yang diberikan pemerintah itu sampai pada bulan Agustus, tapi ini kan sudah bulan
November,” jelasnya.
Ruslan juga mewarning kepada para pengusaha apotek dengan memberikan tiga
alternatif jika ingin tetap beroperasi. Disamping pihaknya tetap menyurat kepada para
apoteker untuk sesegera mungkin mencari apoteker pendamping. “Kita tetap bersurat kepada
apoteker penanggung jawabnya untuk mencari apoteker pendamping atau ada 3 alternatif
yang kami berikan, yakni yang pertama dia (Apoteker, red) harus masuk secara terus
menerus, kedua kalau dia tidak ada dia harus pakai apoteker pendampingnya, ketiga, apotek
hanya boleh buka pada saat apoteker berada di tempat,” terang Ruslan. (ans)
Sumber: http://www.radartimika.com/index.php?mib=berita.detail&id=3868
BAB II
PERMASALAHAN
Dalam artikel “80 Persen Apotek Terindikasi Langgar Aturan” yang terdapat pada
Bab I, terdapat beberapa permasalahan yang muncul, yaitu:
1. Adanya sejumlah klinik yang melakukan pelayanan kefarmasian di Sorong yang
beroperasi tanpa adanya apoteker.
2. Adanya sejumlah apotek di Sorong yang beroperasi tanpa kehadiran Apoteker Pengelola
Apotek maupun Apoteker Pendamping selama jam apotek beroperasi.
BAB III
PEMBAHASAN
Pasal 24 butir a
Dalam melakukan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas pelayanan kefarmasian, apoteker
dapat mengangkat seorang apoteker pendamping yang memiliki SIPA.
Pelanggaran
Apoteker Pengelola Apotek (APA) ataupun Apoteker Penanggung Jawab di suatu klinik yang
berhalangan hadir selama jam apotek beroperasi atau klinik sudah seharusnya menunjuk
seorang apoteker pendamping. Sehingga dalam keadaan APA tidak ada di tempat, pelayanan
kefarmasian tetap dilakukan oleh seorang apoteker, dan bukan oleh tenaga lain yang tidak
berwenang dalam pelayanan kefarmasian.
BAB V Penutup
Pasal 15
Seorang apoteker bersungguh-sungguh menghayati dan mengamalkan Kode Etik Apoteker
Indonesia dalam menjalankan tugas kefarmasiannya sehari-hari.
Pelanggaran
Apoteker dinilai telah melanggar Kode Etik Apoteker Indonesia dalam pekerjaan kefarmasian
yang dilakukannya. Apoteker dinilai tidak bersungguh-sungguh dalam mengimplementasikan
Kode Etik Apoteker Indonesia dalam menjalankan tugas kefarmasiannya sehari-hari.
F. Sumpah/Janji Apoteker
Sebelum melakukan pekerjaan yang menjadi kewenangan dan kompetensinya,
seorang apoteker harus mengucapkan lafal sumpah atau janji menurut agama yang
dipeluknya. Isi sumpah/janji apoteker sesuai dengan PP Nomor 20 Tahun 1962 tentang Lafal
Sumpah Janji Apoteker adalah sebagai berikut:
1. Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan perikemanusiaan, terutama dalam
bidang kesehatan.
2. Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena pekerjaan saya dan
keilmuan saya sebagai apoteker.
3. Sekalipun diancam, saya tidak akan mempergunakan pengetahuan kefarmasian saya untuk
sesuatu yang bertentangan dengan hukum perikemanusiaan.
4. Saya akan menjalankan tugas saya dengan sebaik-baiknya sesuai dengan martabat dan
tradisi luhur jabatan kefarmasian.
5. Dalam menunaikan kewajiban saya, saya akan berihtiar dengan sungguh-sungguh supaya
tidak terpengaruh oleh pertimbangan keagamaan, kebangsaan, kesukuan, politik, kepartaian
atau kedudukan sosial.
6. Saya ikrarkan sumpah/janji ini dengan sungguh-sungguh dan dengan penuh keinsyafan.
Pelanggaran
Apoteker yang tidak hadir di sejumlah klinik dan apotek selama jam operasional di Sorong
juga melanggar lafal sumpah/janji apoteker yang telah diucapkannya. Apoteker tersebut
dinilai telah melanggar sumpah/janji apoteker pada butir 1 dan 4. Apoteker yang tidak hadir
tersebut sudah jelas tidak menjalankan tugas yang menjadi kewajibannya dengan sebaik-
baiknya. Apoteker tersebut juga tidak mengimplementasikan isi dari butir 1 sepenuhnya.
Dengan ketidak hadiran apoteker di klinik atau apotek, tidak ada pelayanan kesehatan dalam
bidang kefarmasian yang dilakukan oleh apoteker tersebut. Sudah seharusnya sumpah/janji
apoteker dijadikan landasan bagi seorang apoteker sebagai landasan moral dalam pengabdian
profesinya.
BAB IV
SANKSI
BAB II Registrasi
Bagian Kesatu: Umum
Pasal 2
(1) Setiap tenaga kefarmasian yang menjalankan pekerjaan kefarmasian wajib memiliki
surat tanda registrasi.
(2) Surat tanda registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. STRA bagi Apoteker; dan
b. STRTTK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian
Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia, 2009, Kode Etik Apoteker Indonesia dan Implementasi-
Jabaran Kode Etik, Ikatan Apoteker Indonesia, Jakarta.
Menteri Kesehatan RI, 2014, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2014 tentang
Klinik, Menteri Kesehatan RI, Jakarta.