Anda di halaman 1dari 6

Kelompok 7 Penginderaan Jauh Kelautan

Review Jurnal
Disusun oleh :
Muhammad Septian A.S. 230210170008 Jauharul Prima P.P. 230210170011
Laras Aprilia 230210170013 Fairezy Julvani I. 230210170019
Muhammad Sayed T. 230210170037 Rais Najibullah 230210170038
Helditha Gracia M.S. 230210170047 Hamammi Ulwan F. 230210170050
Fathia Kania A. 230210170056 Maulana M.P 230210170065
Stella Kaya 230210179004

Review Teori
1. Distribusi Ikan
Distribusi, migrasi, dan musim pemijahan Ikan kembung penyebarannya dibagi menjadi
dua bagian yaitu penyebaran secara vertikal dan horizontal. Ikan kembung lelaki di Laut Jawa
mempunyai dua kali musim pemijahan yaitu pada musim barat dari bulan Oktober sampai
Februari dan pada musim timur dari bulan Juni sampai September (Burhanuddin et al., 1984).
Menurut Hardenberg (1938) in Sinaga (2010) ikan kembung di Laut Jawa dipengaruhi oleh
oleh angin musim. Musim angin timur yaitu pada bulan Desember sampai Februari sekelompok
ikan kembung bergerak dari arah Laut Jawa menuju arah barat. Kelompok ikan kembung ini
perlahan-lahan menghilang dari Laut Jawa kemudian selang beberapa minggu, ikan kembung
yang baru, memasuki Laut Jawa dari arah timur. Musim barat yaitu pada bulan Juni sampai
September, dinamika stok ikan kembung yang masuk ke Laut Jawa berasal dari Laut Cina
Selatan dan Samudra Hindia melalui Selat Sunda. Kota Makassar adalah salah satu kawasan
dari gugusan kepulauan Spermonde merupakan daerah penangkapan ikan pelagis kecil yang
sangat potensial.
Keberadaan daerah penangkapan ikan bersifat dinamis, karena secara alamiah ikan pelagis
kecil selalu mencari habitat yang sesuai dengan kebutuhan fisiologinya. Ketersediaan ikan
pada daerah penangkapan dipengaruhi oleh kondisi oseanografi danmeteorologi yang secara
langsung akan mempengaruhi keberadaan ikan pada suatu wilayah untuk dimanfaatkan.
Perubahan kondisi oseanografi secara spasial dan temporal ini terhadap pola penyebaran
sumberdaya ikan pada perairan tropis dipengaruhi oleh adanya pola angin musim, yaitu angin
musim timur dan barat, serta peralihan antara kedua musim tersebut yang berlangsung secara
terus menerus sepanjang tahun secara periodik. Pola penyebaran ikan pelagis kecil adalah salah
satu informasi yang dibutuhkan untuk menunjang kebijakan pemanfaatan ikan pelagis kecil di
perairan Kota Makassar. Mengingat distribusi ikan dipengaruhi perubahan kondisi oseanografi,
maka penelitian ini analisis pola penyebaran ikan pelagis kecil dikaitkan dengan kondisi
oseanografi, yaitu suhu permukaan laut, dan klorofil-a.
2. Klorofil a dan SST
Keberadaan ikan pada suatu perairan daerah tropis berhubungan dengan variasi musim dari
lingkungan laut. Pengaruh variasi musim, panjang siang hari dan SPL daerah tropis relatif
tidak berpengaruh dibandingkan daerah temperate . Pada daerah tropis variasi musim angin
dan curah hujan yang lebih berpengaruh terhadap ekosistim laut, dimana variasi musim akan
mempengaruhi ketersediaan jumlah dan jenis makanan yang berdampak langsung terhadap
keberadaan ikan di ekosistem laut tropis. Respon sumberdaya ikan terhadap perubahan
lingkungan terjadi karena setiap spesies memiliki kebutuhan minimum terhadap berbagai unsur
lingkungan. Apabila terdapat unsur lingkungan yang berkurang, misalnya suhu di bawah
kebutuhan spesies, maka spesies akan melakukan migrasi (Nybakken, 1992).
Intensitas cahaya matahari mempengarui tinggi rendahnya suhu permukaan laut karena
adanya radiasi ketika suhu tinggi maka klorofil nya banyak dan nutrient banyak dan distribusi
ikannya pun banyak.Menurut Wyrtki (1961) dalam Setiawan et al. (2013),pada musim timur
matahari sedang berada di bumi bagian utara dimana intensitas cahaya matahari yang mencapai
permukaan laut tidak sebesar dibandingkan dengan musim sebelumnya sehingga suhu
permukaan lautnya cenderung lebih rendah. Menurut Setiawan et al. (2013), arus permukaan
musim barat mendapat pengaruh dari Arus Monsun Indonesia (Armondo) dimana arus tersebut
mengalir dari Laut Cina Selatan masuk ke Selat Karimata kemudian melalui Pantai Utara Jawa
sampai Laut Flores dan Laut Banda. Menurut Ilahude dan Nontji (1999), pada musim timur
Armondo banyak mengangkut masa air dari Laut Banda dan Laut Flores ke Laut Jawa hingga
terjadilah defisit massa air. Untuk mengimbangi defisit tersebut naiklah massa air dari lapisan
bawah ke permukaan atau yang disebut dengan upwelling.
Perubahan konsentrasi klorofil-a berkaitan dengan ketersediaan zat hara yang dibutuhkan
oleh fitoplankton. Kandungan zat hara di perairan laut dangkal, diawali dengan proses
perombakan di dasar perairan yang berlangsung terus menerus dan akan terangkat
kepermukaan melalui proses percampuran atau pengadukan ( turbulensi ) secara menegak
(Birowo, 1982). Proses tersebut yang menyebabkan konsentrasi klorofil-a di perairan
kepulauan Spermonde relatif tidak berfluktuatif, kecuali pada perairan yang dekat pantai,
namun konsentrasi klorofil-a sebagaimana umumnya perairan tropik relatif rendah. kondisi
suhu lebih rendah, secara umum dimulai dari selatan perairan Spermonde ke utara.
3. Generalized Additive Model (GAM)
GAM pertama kali dikembangkan oleh Hastie dan Tibshirani pada tahun 1986 (Hastie &
Tibshirani 1990). GAM merupakan perluasan dari model aditif dengan memodelkan y sebagai
kombinasi aditif fungsi univariat dari peubah bebas. Metode ini dapat secara langsung
mengakomodasi dengan baik adanya pengaruh nonlinear peubah bebas tanpa harus mengetahui
bentuk pengaruh tersebut secara eksplisit (Beck & Jackman 1997).
4. Suhu IPCC- AR5- RCPS
IPCC AR5 RCPS adalah pemodelan konsentrasi gas rumah kaca yang ditetapkan oleh
IPCC berdasarkan Fifth Assessment Report. Pemodelan ini disebut Representative
Concentration Pathway (RCP) atau dalam Bahasa Indonesia yaitu Jalur Konsentrasi
Representatif. Terdapat empat pemodelan untuk pemodelan dan riset iklim yang
mendeskripsikan perubahan iklim di masa depan yang dianggap mungkin terjadi tergantung
pada jumlah gas rumah kaca yang dihasilkan di tahun-tahun mendatang. Keempat RCP disebut
RCP2.6, RCP4.5, RCP6, RCP8.5, yang dinamakan berdasarkan nilai kekuatan radiasi di Bumi
pada tahun 2100.
Review Metode
Data penangkapan
Penelitian dilakukan dengan menggunakan data perikanan dan data oseanografi berbasis
chl-a dan SST satelit tahun 2008 dan 2009. Penelitian lebih difokuskan pada musim yang
memiliki periode tangkapan tinggi yaitu pada bulan April hingga Juni (musim timur).
Digunakannya data tangkapan tinggi untuk memperoleh hubungan optimal antara distribusi
Rastrelliger kanagurta dengan parameter oseanografi (chl-a dan SST).
Data tangkapan yang digunakan terbagi menjadi tiga kategori yaitu : (1) bobot tangkapan
sama dengan nol (tangkapan nol), (2) bobot tangkapan lebih besar dari nol tetapi lebih rendah
dari 12 kg ( tangkapan positif), dan (3) berat tangkapan lebih besar dari 12 kg (tangkapan
tinggi).
Data Lingkungan Hasil Remote Sense
Data hasil remote sensing chl-a dan SST berasal dari pengukuran MODIS. Data diunduh
dari situs web Ocean Color (http://oceancolor.gsfc.nasa.gov/). Data yang dianalisis mulai dari
data level 1 (1 km dari 2008 dan 2009 yang bertepatan dengan waktu data tangkapan ikan
harian untuk memperoleh nilai konsentrasi chl-a dan SST) dan data level 3 (4 km dari bulan
April hingga Juni pada 2014 untuk menghasilkan peta potensi prediksi mingguan untuk
Rastrelliger kanagurta untuk menganalisis dampak perubahan iklim).
Potensi Wiayah Penangkapan Rastrelliger kanagurta
Analisis data ikan dalam penelitian ini menggunakan uji normalitas (uji Kolmogorov-
Smirnov) menunjukkan bahwa data tangkapan menunjukkan distribusi tidak normal (p
<0,010). Berdasarkan karakteristik data tangkapan ini, analisis GAM dipilih sebagai analisis
yang paling tepat untuk menentukan hubungan antara distribusi ikan dengan konsentrasi chl-a
dan SST. Analisis GAM adalah statistik non-parametrik yang sesuai dengan data non-linear.
GAM menghasilkan prediksi potensi tangkapan (kg) pada setiap piksel yang sesuai dengan
input data. Outputnya menghasilkan peta potensi daerah penangkapan ikan untuk Rastrelliger
kanagurta.
Dampak Perubahan Iklim terhadap Distribusi Spasial Rastrelliger kanagurta
Dampak paling nyata dari perubahan iklim adalah peningkatan global SST (Coyle et al.,
2011). Peningkatan SST memiliki dampak signifikan pada struktur ekosistem laut dan
masyarakat. Panel Antar pemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) adalah organisasi yang
menyusun laporan komprehensif berdasarkan studi ilmiah, teknis dan sosial-ekonomi dari
perubahan iklim, penyebabnya, dan strategi yang diselesaikan. Laporan Penilaian Kelima
(AR5) dari IPCC memperkenalkan skenario baru yang disebut Representative Concentration
Pathways (RCPs) sebagai pengganti skenario Laporan Khusus tentang Skenario Emisi (SRES).
Dalam studi ini, kami memproyeksikan data SST musim memancing tinggi pada bulan
April, Mei dan Juni pada tahun 2014. Proyeksi didasarkan pada skenario IPCC-AR5-RCPs
dengan tiga kenaikan suhu yang dipilih pada 1,80 ° C, 2,60 ° C dan 3,30 ° C hingga tahun 2040.
Penentuan potensi tangkapan mingguan Rastrelliger kanagurta pada bulan April, Mei dan Juni
2014 diturunkan dengan menggunakan GAM dan didasarkan pada nilai-nilai yang
diproyeksikan dari SST. Penggunaan data satelit mingguan dapat diterima dan mampu
mewakili status lingkungan laut karena masih mempertahankan karakteristik parameter dengan
hanya perubahan kecil (Meskhidze et al., 2007). Penggunaan data mingguan juga mengurangi
gangguan awan pada citra satelit yang digunakan (Wang et al., 2010b).
Review Pembahasan
Analisis dengan Generalized Additive Model (GAM) menunjukkan bahwa chl-a dan SST
memengaruhi distribusi Rastrelliger kanagurta perairan Kepulauan Spermonde. Hubungan
yang kuat ditemukan pada chl-a kisaran 0,30 mg / m³ - 0,40mg / m³ dan SST 30°C – 31°C.
Peta-peta tanah yang potensial menunjukkan bahwa daerah-daerah dengan potensi tangkapan
tinggi terletak di dekat pantai ke pantai (antara 3-20 M), dengan tingkat akurasi peta yang dapat
diterima. Ini terkait dengan kesesuaian kondisi lingkungan. Proyeksi peningkatan SST karena
perubahan iklim menurut skenario IPCC-AR5-RCPs menunjukkan efek yang signifikan
terhadap distribusi Rastrelliger kanagurta.

Menurut gambar diatas dapat dilihat bahwa tanggal 29 April 2008 potensi
penangkapannya berskala sedang. Pada tanggal 4 Mei 2008 potensi penangkapannya berskala
sedang sampai tinggi. Pada tanggal 22 Mei 2009 potensi penangkapannya berskala sedang
sampai tinggi. Pada tanggal 23 Juni 2009 berskala sedang di wilayah perairan dan berskala
tinggi diwilayah dekat pesisir.
Menurut gambar diatas dapat dilihat pada tanggal 23 April – 30 April 2014 suhu
permukaan laut berskala sedang. Pada tanggal 1 Mei – 8 Mei 2014 suhu permukaan laut adanya
kenaikan suhu dengan tanggal sebelumnya berskala sedang. Pada tanggal 18 Juni – 25 Juni
2014 suhu permukaan laut terjadinya penurunan suhu dengan tanggal sebelumnya berskala
rendah.

Menurut gambar diatas dapat dilihat pada tanggal 23 April – 30 April 2014 prediksi
penangkapan berskala rendah. Pada tanggal 1 Mei – 8 Mei 2014 prediksi penangkapan adanya
kenaikan prediksi dengan tanggal sebelumnya berskala sedang. Pada tanggal 18 Juni – 25 Juni
2014 prediksi penangkapan terjadinya penurunan suhu dengan tanggal sebelumnya berskala
rendah.
Menurut gambar diatas korelasi antara klorofil a dengan suhu permukaan laut
berbanding lurus. Semakin tinggi suhu permukaan laut semakin tinggi juga jumlah klorofil a.

Menurut gambar diatas penangkapan terkini terjadi di daerah yang tingkat klorofil a
nya tinggi dan prediksi penangkapannya cukup tinggi.

Anda mungkin juga menyukai