Anda di halaman 1dari 2

RINGKASAN SEMINAR

MUH FAJRIN M RAHAYAAN. 2016-64-012. Kondisi Terumbu Karang Di Pulau


Saparua Bagian Selatan Kabupaten Maluku Tengah. Dibawah bimbingan Dr. rer.nat
Gino V Limmon, M.Sc dan Ir. Frederik Rijoly, M.Si

Terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang penting Memiliki
produktifita tinggi dan ditempati oleh ribuan tumbuhan dan hewan laut yang unik
(Rudi,Secara ekologi fungsi ekosistem terumbu karang adalah sebagai tempat tinggal,
mencari makan dan berkembang biak berbagai macam biota laut, dan berperan sebagai
pelindung pantai dari hempasan gelombang yang mengakibatkan abrasi pantai. Terumbu
karang mempunyai arti yang sangat penting dari segi sosial ekonomi dan budaya. Dimana
penduduk daerah pesisir menggantungkan hidupnya dari sumber daya alam bernilai ekonomis
tinggi, yang ada pada daerah pesisir terutama pada perairan laut dangkal (Munua dkk., 2019).

Penelitian ini dilakukan di pesisir Negeri Saparua bagian selatan pada tanggal 3 – 7
April 2018. Berdasarkan letak geografis Negeri Saparua berada pada posisi 3 030 – 3050
lintang selatan dan 127050 – 127058 bujur timur di Pulau Saparua Bagian Selatan, Maluku
Tengah. Dalam Dalam penelitian ini digunakan metode PIT (Point Intercept Transect). PIT
merupakan metode untuk memperkirakan kondisi terumbu karang dengan cepat di suatu
lokasi berdasarkan persentase tutupan. Metode PIT dilakukan dengan membentangkan
transek sejajar garis pantai pada kedalaman 3 – 5 meter dan 10 meter, sambil melihat depth
meter pada regulator yang dipakai, dengan panjang tiap transek adalah 50 m. Pencatatan
dilakukan tepat dibawah titik skala/roll meter, sesuai lifeform (bentuk tumbuh) dengan
mengikuti panjang transek mulai dari titik skala 50 cm – 100 cm – 150cm - 200 cm dan
seterusnya sampai dengan 5000 cm (ujung skala/roll meter 50), (Manuputty dan Djuwariah,
2009). Untuk tiap lokasi (stasiun) terdapat 3 transek. Dimana dalam 1 transek terdapat 100
titik atau jumlah total kisi yang digunakan dalam pengambilan data (Manuputty dan
Djuwariah, 2009).Metode analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa
presentase penutupan karang karang (Manuputty dan Djuwariah, 2009), dan Indeks
Keanekaragaman Shannon- Wiener ( Brower and Zarr, 1997).
Hasil yang diperoleh pada lokasi penelitian dengan kondisi Terumbu karang dalam
kategori terendah terdapat pada stasiun Porto dengan kondisi Terumbu Karang dikategorikan
sedang sampai rusak. Kategori kondisi Terumbu Karang tertinggi terdapat pada stasiun haria
dimana Kondisi Terumbu Karang dikategorikan sangat baik dan baik. Terindentifikasi
sebanyak 22 kategori lifeform, Acropora branching, Acroproa submassive, Acropora
tabulate, Coral branching, Coral encrusting, Coral foliose, Coral massive, , Coral
submassive, Coral mushroom, Coral tubipora, Coral meliopora, Coral heliopora, Soft coral,
Sponge, Other, Coraline algae, Macro algae, Turf algae, Sand, Rubbler, Rock, dan Dead
coral.

Berdasarkan Hasil analisis nilai indeks keragaman sesuai data yang diperoleh di
perairan selatan Pulau Saparua pada kedalaman 3-5m dan 10 m dapat dilihat pada tabel 7.
Kriteria untuk penentuan keragaman rendah, sedang, dan tinggi dilihat dari H’ < 1 maka
keragaman rendah, 1 > H’ > 3 maka keragaman sedang, dan H’ > 3 keragaman tinggi.
Semakin besar nilai H’, maka keragaman semakin tinggi serta terjadi keseimbangan antara
kelimpahan jenis dengan tekanan lingkungan. Sebaliknya semakin kecil niali H’, maka
keragamana semakin rendah. Stasiun dengan memliki nilai indeks terrtinggi diperoleh pada
stasiun Tanjung Ouw pada kedalaman 10m dengan nilai kriteria indeks keanekaragamn
sedang, sedangkan nilai indeks keanekaragamn terendah diperoleh pada stasiun Haria
kedalaman 3-5m. dengan kriteria indeks keanekaragaman rendah. Nilai indeks diatas
menunjukan bahwa jumlah individu masing- masing lifeform karang keras dalam suatu
komunitas relatif baik (Krebs, 1972).

Anda mungkin juga menyukai