Anda di halaman 1dari 52

Laporan Pendahuluan, Asuhan Keperawatan Halusinasi

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Jiwa

Fanny Septiani
4118166

Program Studi Profesi Ners


Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Rajawali Bandung
2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan sensori persepsi yang dialami
oleh pasien gangguan jiwa. Pasien merasakan sensasi berupa suara,
penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penghiduan tanpa stimulus yang nyata
Keliat, (2011) dalam Zelika, (2015). Sedangkan Menurut WHO, kesehatan
jiwa bukan hanya tidak ada gangguan jiwa, melainkan mengandung berbagai
karakteristik yang positif yang menggambarkan keselarasan dan keseimbangan
kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan kepribadiannya.
Data dari Departemen Kesehatan tahun 2009, jumlah penderita gangguan
jiwa di Indonesia saat ini mencapai lebih dari 28 juta orang, dengan kategori
gangguan jiwa ringan 11,6 persen dan 0,46 persen menderita gangguan jiwa
berat. Hasil penelitian WHO di Jawa Tengah tahun 2009 menyebutkan dari
setiap 1.000 warga Jawa Tengah terdapat 3 orang yang mengalami gangguan
jiwa. Sementara 19 orang dari setiap 1.000 warga Jawa Tengah mengalami
stress Depkes RI, (2009) dalam Zelika, (2015). Data kunjungan rawat inap
Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta pada bulan Januari - April 2013 didapat
785 orang.
Pasien dengan halusinasi menempati urutan pertama dengan angka kejadian
44 persen atau berjumlah 345 orang, pasien isolasi sosial menempati urutan
kedua dengan angka kejadian 22 persen atau berjumlah pasien 173 orang,
pasien dengan resiko perilaku kekerasan menempati urutan ketiga dengan
angka kejadian 18 persen atau berjumlah pasien 141 orang pasien, pasien
dengan harga diri rendah menempati urutan keempat dengan angka kejadian
12 persen atau berjumlah 94 orang, sedangkan pasien dengan waham, defisit
perawatan diri 4 persen atau 32 orang Zelika, 2015.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas dan sebagai tugas untuk
memahami keperawatan jiwa yang harus dikuasai 5 kompone salah satunya
halusinasi, maka kelompok di berikan tugas untuk membahas masalah
gangguan jiwa dengan halusinasi. Oleh karena itu kelompok diberikan tugas
dalam bentuk makalah yang berjudul Laporan Pendahuluan, Asuhan
Keperawatan dan Strategi Pelaksanaan 1 pada Kasus Halusinasi

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana Laporan Pendahuluan, Asuhan Keperawatan dan Strategi
Pelaksanaan 1 pada Kasus Halusinasi?
1.3 Tujuan
Mengetahui dan memahami Laporan Pendahuluan, Asuhan Keperawatan
dan Strategi Pelaksanaan 1 pada Kasus Halusinasi.
1.4 Manfaat
1.Bagi penulis
Dengan dibuatnya makalah ini penulis dapat mengerti dan menulis makalah
dengan baik dan benar.
2. Bagi pembaca
Makalah ini diharapkan bagi pembaca dapat memahami dan lebih mengerti
tentang halusinasi dan masalah keperawatannya.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Laporan Pendahuluan Halusinasi


2.1.1 Definisi Halusinasi
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan sensori persepsi yang dialami
oleh pasien gangguan jiwa. Pasien merasakan sensasi berupa suara,
penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penghiduan tanpa stimulus yang
nyata Keliat, (2011) dalam Zelika, (2015). Halusinasi adalah persepsi sensori
yang salah atau pengalaman persepsi yang tidak sesuai dengan kenyataan
Sheila L Vidheak,( 2001) dalam Darmaja (2014).
Menurut Surya, (2011) dalam Pambayung (2015) halusinasi adalah
hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal
(pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Halusinasi adalah persepsi
atau tanggapan dari pancaindera tanpa adanya rangsangan (stimulus)
eksternal (Stuart & Laraia, 2001).Halusinasi merupakan gangguan persepsi
dimana pasien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas, yang dimaksud dengan halusinasi
adalah gangguan persepsi sensori dimana klien mempersepsikan sesuatu
melalui panca indera tanpa ada stimulus eksternal. Halusinasi berbeda dengan
ilusi, dimana klien mengalami persepsi yang salah terhadap stimulus, salah
persepsi pada halusinasi terjadi tanpa adanya stimulus eksternal yang terjadi,
stimulus internal dipersepsikan sebagai sesuatu yang nyata ada oleh klien.
2.1.2 Etiologi
Menurut Stuart dan Laraia (2001) dalam Pambayun (2015), faktor-faktor
yang menyebabkan klien gangguan jiwa mengalami halusinasi adalah
sebagai berikut :
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor genetis
Secara genetis, skizofrenia diturunkan melalui kromosom-
kromosom tertentu. Namun demikian, kromosom ke berapa yang
menjadi faktor penentu gangguan ini sampai sekarang masih dalam
tahap penelitian. Anak kembar identik memiliki kemungkinan
mengalami skizofrenia sebesar 50% jika salah satunya mengalami
skizofrenia, sementara jika dizigote, peluangnya sebesar 15%. Seorang
anak yang salah satu orang tuanya mengalami skizofrenia berpeluang
15% mengalami skizofrenia, sementara bila kedua orang tuanya
skizofrenia maka peluangnya menjadi 35%.
b. Faktor neurobiologis
Klien skizofrenia mengalami penurunan volume dan fungsi otak
yang abnormal. Neurotransmitter juga ditemukan tidak normal,
khususnya dopamin, serotonin, dan glutamat.
1) Studi neurotransmitter
Skizofrenia diduga juga disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan
neurotransmitter. Dopamin berlebihan, tidak seimbang dengan
kadar serotonin.
2) Teori virus
Paparan virus influenza pada trimester ketiga kehamilan dapat
menjadi faktor predisposisi skizofrenia.
3) Psikologis
Beberapa kondisi psikologis yang menjadi faktor predisposisi
skizofrenia antara lain anak yang diperlakukan oleh ibu yang
pencemas, terlalu melindungi, dingin, dan tak berperasaan,
sementara ayah yang mengambil jarak dengan anaknya.
2. Faktor Presipitasi
1) Berlebihannya proses informasi pada sistem saraf yang menerima dan
memproses informasi di thalamus dan frontal otak.
2) Mekanisme penghantaran listrik di syaraf terganggu.
3) Kondisi kesehatan, meliputi : nutrisi kurang, kurang tidur,
ketidakseimbangan irama sirkadian, kelelahan, infeksi, obat-obat
sistem syaraf pusat, kurangnya latihan, hambatan untuk menjangkau
pelayanan kesehatan.
4) Lingkungan, meliputi : lingkungan yang memusuhi, krisis masalah di
rumah tangga, kehilangan kebebasan hidup, perubahan kebiasaan
hidup, pola aktivitas sehari-hari, kesukaran dalam hubungan dengan
orang lain, isolasi social, kurangnya dukungan sosial, tekanan kerja,
kurang ketrampilan dalam bekerja, stigmatisasi, kemiskinan,
ketidakmampuan mendapat pekerjaan.
5) Sikap/perilaku, meliputi : merasa tidak mampu, harga diri rendah, putus
asa, tidak percaya diri, merasa gagal, kehilangan kendali diri, merasa
punya kekuatan berlebihan, merasa malang, bertindak tidak seperti
orang lain dari segi usia maupun kebudayaan, rendahnya kernampuan
sosialisasi, perilaku agresif, ketidakadekuatan pengobatan,
ketidakadekuatan penanganan gejala.
2.1.3 Rentang Respon Halusinasi
Halusinasi merupakan salah satu respon maldaptive individual yang
berbeda rentang respon neurobiologi (Stuart and Laraia, 2005) dalam Yusalia
2015. Ini merupakan persepsi maladaptive. Jika klien yang sehat persepsinya
akurat, mampu mengidentifisikan dan menginterpretasikan stimulus
berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indera (pendengaran,
pengelihatan, penciuman, pengecapan dan perabaan) klien halusinasi
mempersepsikan suatu stimulus panca indera walaupun stimulus tersebut
tidak ada.Diantara kedua respon tersebut adalah respon individu yang karena
suatu hal mengalami kelainan persensif yaitu salah mempersepsikan stimulus
yang diterimanya, yang tersebut sebagai ilusi. Klien mengalami jika
interpresentasi yang dilakukan terhadap stimulus panca indera tidak sesuai
stimulus yang diterimanya,rentang respon tersebut sebagai berikut:
Respon adaptif Respon maladaptif

 Pikiran logis  Kadang-  Waham


 Persepsi akurat kadang proses  Halusinasi
 Emosi pikir terganggu  Sulit berespons
konsisten (distorsi  Perilaku
dengan pikiran disorganisasi
pengalaman  Ilusi  Isolasi sosial
 Perilaku sesuai  Menarik diri
 Hubungan  Reaksi emosi
sosial harmonis >/<
 Perilaku tidak
biasa
2.1.4 Jenis Halusinasi
Menurut Stuart (2007) dalam Yusalia (2015), jenis halusinasi antara lain
:
1. Halusinasi pendengaran (auditorik) 70 %
Karakteristik ditandai dengan mendengar suara, teruatama suara – suara
orang, biasanya klien mendengar suara orang yang sedang membicarakan
apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan
sesuatu.
2. Halusinasi penglihatan (visual) 20 %
Karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran
cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun dan / atau panorama yang
luas dan kompleks. Penglihatan bisa menyenangkan atau menakutkan.
3. Halusinasi penghidu (olfactory)
Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang
menjijikkan seperti: darah, urine atau feses. Kadang – kadang terhidu bau
harum.Biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan dementia.
4. Halusinasi peraba (tactile)
Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa
stimulus yang terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrik datang dari
tanah, benda mati atau orang lain.
5. Halusinasi pengecap (gustatory)
Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan
menjijikkan, merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
6. Halusinasi cenesthetik
Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah
mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan
urine.
7. Halusinasi kinesthetic
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.
2.1.5 Tanda Gejala
Beberapa tanda dan gejala perilaku halusinasi adalah tersenyum
atautertawa yang tidak sesuai, menggerakkan bibir tanpa suara,
bicarasendiri,pergerakan mata cepat, diam, asyik dengan
pengalamansensori,kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dan
realitas rentangperhatian yang menyempit hanya beberapa detik atau menit,
kesukaranberhubungan dengan orang lain, tidak mampu merawat
diri,perubahan
Berikut tanda dan gejala menurut jenis halusinasi Stuart & Sudden, (1998)
dalam Yusalia (2015).
Jenis halusinasi Karakteriostik tanda dan gejala
Pendengaran Mendengar suara-suara / kebisingan,
paling sering suara kata yang jelas,
berbicara dengan klien bahkan sampai
percakapan lengkap antara dua orang
yang mengalami halusinasi. Pikiran
yang terdengar jelas dimana klien
mendengar perkataan bahwa pasien
disuruh untuk melakukan sesuatu
kadang-kadang dapat membahayakan.

Penglihatan Stimulus penglihatan dalam kilatan


cahaya, gambar giometris, gambar
karton dan atau panorama yang luas
dan komplek. Penglihatan dapat
berupa sesuatu yang menyenangkan
/sesuatu yang menakutkan seperti
monster.
Penciuman
Membau bau-bau seperti bau darah,
urine, fases umumnya baubau yang
tidak menyenangkan. Halusinasi
penciuman biasanya sering akibat
stroke, tumor, kejang / dernentia.
Pengecapan
Merasa mengecap rasa seperti rasa
darah, urine, fases.
Perabaan
Mengalami nyeri atau
ketidaknyamanan tanpa stimulus yang
jelas rasa tersetrum listrik yang datang
dari tanah, benda mati atau orang lain.

Sinestetik Merasakan fungsi tubuh seperti aliran


darah divera (arteri), pencernaan
makanan.
Kinestetik
Merasakan pergerakan sementara
berdiri tanpa bergerak

2.1.6 Fase Halusinasi


Halusinasi yang dialami oleh klien bisa berbeda intensitas dan
keparahannya Stuart & Sundeen, (2006) dalam Bagus, (2014), membagi fase
halusinasi dalam 4 fase berdasarkan tingkat ansietas yang dialami dan
kemampuan klien mengendalikan dirinya. Semakin berat fase halusinasi,
klien semakin berat mengalami ansietas dan makin dikendalikan oleh
halusinasinya.
Fase halusinasi Karakteristik Perilaku pasien

1 2 3

Fase 1 : Comforting- Klien mengalami keadaan Menyeringai atau


ansietas tingkat emosi seperti ansietas, tertawa yang tidak
sedang, secara kesepian, rasa bersalah, dan sesuai, menggerakkan
umum, halusinasi takut serta mencoba untuk bibir tanpa
bersifat berfokus pada penenangan menimbulkan suara,
menyenangkan pikiran untuk mengurangi pergerakan mata yang
ansietas. Individu mengetahui cepat, respon verbal
bahwa pikiran dan yang lambat, diam dan
pengalaman sensori yang dipenuhi oleh sesuatu
dialaminya tersebut dapat yang mengasyikkan.
dikendalikan jika ansietasnya
bias diatasi

(Non psikotik)

Fase II: Pengalaman sensori bersifat Peningkatan sistem


Condemning- menjijikkan dan menakutkan, syaraf otonom yang
ansietas tingkat klien mulai lepas kendali dan menunjukkan ansietas,
berat, secara umum, mungkin mencoba untuk seperti peningkatan
halusinasi menjadi menjauhkan dirinya dengan nadi, pernafasan, dan
menjijikkan sumber yang dipersepsikan. tekanan darah;
Klien mungkin merasa malu penyempitan
karena pengalaman kemampuan
sensorinya dan menarik diri konsentrasi, dipenuhi
dari orang lain. dengan pengalaman
sensori dan kehilangan
(Psikotik ringan)
kemampuan
membedakan antara
halusinasi dengan
realita.

Fase III: Controlling- Klien berhenti menghentikan Cenderung mengikuti


ansietas tingkat perlawanan terhadap petunjuk yang diberikan
berat, pengalaman halusinasi dan menyerah pada halusinasinya daripada
sensori menjadi halusinasi tersebut. Isi menolaknya, kesukaran
berkuasa halusinasi menjadi menarik, berhubungan dengan
dapat berupa permohonan. orang lain, rentang
Klien mungkin mengalarni perhatian hanya
kesepian jika pengalaman beberapa detik atau
sensori tersebut berakhir. menit, adanya tanda-
(Psikotik) tanda fisik ansietas berat
: berkeringat, tremor,
tidak mampu mengikuti
petunjuk.

Fase IV: Conquering Pengalaman sensori menjadi Perilaku menyerang-


mengancam dan menakutkan teror seperti panik,
Panik, umumnya
jika klien tidak mengikuti berpotensi kuat
halusinasi menjadi
perintah. Halusinasi bisa melakukan bunuh diri
lebih rumit, melebur
berlangsung dalam beberapa atau membunuh orang
dalam halusinasinya
jam atau hari jika tidak ada lain, Aktivitas fisik yang
intervensi terapeutik. merefleksikan isi
halusinasi seperti amuk,
(Psikotik Berat)
agitasi, menarik diri,
atau katatonia, tidak
mampu berespon
terhadap perintah yang
kompleks, tidak mampu
berespon terhadap lebih
dari satu orang.

2.1.7 Penatalaksanaan Medis


Menurut Keliat (2011) dalam Pambayun (2015), tindakan keperawatan
untuk membantu klien mengatasi halusinasinya dimulai dengan membina
hubungan saling percaya dengan klien. Hubungan saling percaya sangat
penting dijalin sebelum mengintervensi klien lebih lanjut. Pertama-tama klien
harus difasilitasi untuk merasa nyaman menceritakan pengalaman aneh
halusinasinya agar informasi tentang halusinasi yang dialami oleh klien dapat
diceritakan secara konprehensif. Untuk itu perawat harus memperkenalkan
diri, membuat kontrak asuhan dengan klien bahwa keberadaan perawat adalah
betul-betul untuk membantu klien. Perawat juga harus sabar, memperlihatkan
penerimaan yang tulus, dan aktif mendengar ungkapan klien saat
menceritakan halusinasinya. Hindarkan menyalahkan klien atau
menertawakan klien walaupun pengalaman halusinasi yang diceritakan aneh
dan menggelikan bagi perawat. Perawat harus bisa mengendalikan diri agar
tetap terapeutik.
Setelah hubungan saling percaya terjalin, intervensi keperawatan
selanjutnya adalah membantu klien mengenali halusinasinya (tentang isi
halusinasi, waktu, frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang menyebabkan
munculnya halusinasi, dan perasaan klien saat halusinasi muncul). Setelah
klien menyadari bahwa halusinasi yang dialaminya adalah masalah yang
harus diatasi, maka selanjutnya klien perlu dilatih bagaimana cara yang bisa
dilakukan dan terbukti efektif mengatasi halusinasi. Proses ini dimulai dengan
mengkaji pengalaman klien mengatasi halusinasi. Bila ada beberapa usaha
yang klien lakukan untuk mengatasi halusinasi, perawat perlu mendiskusikan
efektifitas cara tersebut. Apabila cara tersebut efektif, bisa diterapkan,
sementara jika cara yang dilakukan tidak efektif perawat dapat membantu
dengan cara-cara baru.
Menurut Keliat (2011) dalam Pambayun (2015), ada beberapa cara yang
bisa dilatihkan kepada klien untuk mengontrol halusinasi, meliputi :

1. Menghardik halusinasi.
Halusinasi berasal dari stimulus internal. Untuk mengatasinya, klien
harus berusaha melawan halusinasi yang dialaminya secara internal juga.
Klien dilatih untuk mengatakan, ”tidak mau dengar…, tidak mau lihat”.
Ini dianjurkan untuk dilakukan bila halusinasi muncul setiap saat. Bantu
pasien mengenal halusinasi, jelaskan cara-cara kontrol halusinasi, ajarkan
pasien mengontrol halusinasi dengan cara pertama yaitu menghardik
halusinasi:
2. Menggunakan obat.
Salah satu penyebab munculnya halusinasi adalah akibat
ketidakseimbangan neurotransmiter di syaraf (dopamin, serotonin). Untuk
itu, klien perlu diberi penjelasan bagaimana kerja obat dapat mengatasi
halusinasi, serta bagairnana mengkonsumsi obat secara tepat sehingga
tujuan pengobatan tercapai secara optimal. Pendidikan kesehatan dapat
dilakukan dengan materi yang benar dalam pemberian obat agar klien
patuh untuk menjalankan pengobatan secara tuntas dan teratur.
Keluarga klien perlu diberi penjelasan tentang bagaimana penanganan
klien yang mengalami halusinasi sesuai dengan kemampuan keluarga. Hal
ini penting dilakukan dengan dua alasan. Pertama keluarga adalah sistem
di mana klien berasal. Pengaruh sikap keluarga akan sangat menentukan
kesehatan jiwa klien. Klien mungkin sudah mampu mengatasi
masalahnya, tetapi jika tidak didukung secara kuat, klien bisa mengalami
kegagalan, dan halusinasi bisa kambuh lagi. Alasan kedua, halusinasi
sebagai salah satu gejala psikosis bisa berlangsung lama (kronis),
sekalipun klien pulang ke rumah, mungkin masih mengalarni halusinasi.
Dengan mendidik keluarga tentang cara penanganan halusinasi,
diharapkan keluarga dapat menjadi terapis begitu klien kembali ke rumah.
Latih pasien menggunakan obat secara teratur:
Jenis-jenis obat yang biasa digunakan pada pasien halusinasi adalah:
a. Clorpromazine ( CPZ, Largactile ), Warna : Orange
Indikasi:
Untuk mensupresi gejala – gejala psikosa : agitasi, ansietas,
ketegangan, kebingungan, insomnia, halusinasi, waham, dan gejala –
gejala lain yang biasanya terdapat pada penderita skizofrenia, manik
depresi, gangguan personalitas, psikosa involution, psikosa masa kecil.
Cara pemberian:
Untuk kasus psikosa dapat diberikan per oral atau suntikan
intramuskuler. Dosis permulaan adalah 25 – 100 mg dan diikuti
peningkatan dosis hingga mencapai 300 mg perhari. Dosis ini
dipertahankan selama satu minggu. Pemberian dapat dilakukan satu
kali pada malam hari atau dapat diberikan tiga kali sehari. Bila gejala
psikosa belum hilang, dosis dapat dinaikkan secara perlahan – lahan
sampai 600 – 900 mg perhari.
Kontra indikasi:
Sebaiknya tidak diberikan kepada klien dengan keadaan koma,
keracunan alkohol, barbiturat, atau narkotika, dan penderita yang
hipersensitif terhadap derifat fenothiazine.
Efek samping:
Yang sering terjadi misalnya lesu dan mengantuk, hipotensi orthostatik,
mulut kering, hidung tersumbat, konstipasi, amenore pada wanita,
hiperpireksia atau hipopireksia, gejala ekstrapiramida. Intoksikasinya
untuk penderita non psikosa dengan dosis yang tinggi menyebabkan
gejala penurunan kesadaran karena depresi susunan syaraf pusat,
hipotensi,ekstrapiramidal, agitasi, konvulsi, dan perubahan gambaran
irama EKG. Pada penderita psikosa jarang sekali menimbulkan
intoksikasi.
b. Haloperidol ( Haldol, Serenace ), Warna : Putih besar
Indikasi:
Yaitu manifestasi dari gangguan psikotik, sindroma gilies de la tourette
pada anak – anak dan dewasa maupun pada gangguan perilaku yang
berat pada anak – anak.
Cara pemberian:
Dosis oral untuk dewasa 1 – 6 mg sehari yang terbagi menjadi 6 – 15
mg untuk keadaan berat. Dosis parenteral untuk dewasa 2 -5 mg
intramuskuler setiap 1 – 8 jam, tergantung kebutuhan.
Kontra indikasi:
Depresi sistem syaraf pusat atau keadaan koma, penyakit parkinson,
hipersensitif terhadap haloperidol.
Efek samping:
Yang sering adalah mengantuk, kaku, tremor, lesu, letih, gelisah, gejala
ekstrapiramidal atau pseudoparkinson. Efek samping yang jarang
adalah nausea, diare, kostipasi, hipersalivasi, hipotensi, gejala
gangguan otonomik. Efek samping yang sangat jarang yaitu alergi,
reaksi hematologis. Intoksikasinya adalah bila klien memakai dalam
dosis melebihi dosis terapeutik dapat timbul kelemahan otot atau
kekakuan, tremor, hipotensi, sedasi, koma, depresi pernapasan.
c. Trihexiphenidyl ( THP, Artane, Tremin ), Warna: Putih kecil
Indikasi:
Untuk penatalaksanaan manifestasi psikosa khususnya gejala
skizofrenia.
Cara pemberian:
Dosis dan cara pemberian untuk dosis awal sebaiknya rendah ( 12,5 mg
) diberikan tiap 2 minggu. Bila efek samping ringan, dosis ditingkatkan
25 mg dan interval pemberian diperpanjang 3 – 6 mg setiap kali
suntikan, tergantung dari respon klien. Bila pemberian melebihi 50 mg
sekali suntikan sebaiknya peningkatan perlahan – lahan.
Kontra indikasi:
Pada depresi susunan syaraf pusat yang hebat, hipersensitif terhadap
fluphenazine atau ada riwayat sensitif terhadap phenotiazine.
Intoksikasi biasanya terjadi gejala – gejala sesuai dengan efek samping
yang hebat. Pengobatan over dosis ; hentikan obat berikan terapi
simtomatis dan suportif, atasi hipotensi dengan levarteronol hindari
menggunakan ephineprine ISO, (2008) dalam Pambayun (2015).
3. Berinteraksi dengan orang lain.
Klien dianjurkan meningkatkan keterampilan hubungan sosialnya.
Dengan meningkatkan intensitas interaksi sosialnya, kilen akan dapat
memvalidasi persepsinya pada orang lain. Klien juga mengalami
peningkatan stimulus eksternal jika berhubungan dengan orang lain. Dua
hal ini akan mengurangi fokus perhatian klien terhadap stimulus internal
yang menjadi sumber halusinasinya. Latih pasien mengontrol halusinasi
dengan cara kedua yaitu bercakap-cakap dengan orang lain:
4. Beraktivitas secara teratur dengan menyusun kegiatan harian. Kebanyakan
halusinasi muncul akibat banyaknya waktu luang yang tidak dimanfaatkan
dengan baik oleh klien. Klien akhirnya asyik dengan halusinasinya. Untuk
itu, klien perlu dilatih menyusun rencana kegiatan dari pagi sejak bangun
pagi sampai malam menjelang tidur dengan kegiatan yang bermanfaat.
Perawat harus selalu memonitor pelaksanaan kegiatan tersebut sehingga
klien betul-betul tidak ada waktu lagi untuk melamun tak terarah. Latih
pasien mengontrol halusinasi dengan cara ketiga, yaitu melaksanakan
aktivitas terjadwal:
2.2 Format Pengkajian Keperawatan Jiwa

Kasus Fiktif : Ny. S dibawa keluarga pada tanggal 10 Oktober 2016 ke


RSJ karena pasien sering teriak-teriak dan kluyuran. Pasien
sering marah-marah sambil memukul tembok dan orang
yang disekitarnya. Semenjak Ny.S anaknya meninggal
pasien sering mendengar suara atau bisikan yang menyuruh
pasien untuk sholat Pasien juga mengatakan bahwa
keluarga tidak ada yang mengalami sakit seperti klien.
setiap harinya Ny.S sebagai Ibu rumah tangga yang hanya
mengasuh kedua anaknya.

Ruang Rawat : 11 (Larasati)


Tanggal Dirawat : 10 Oktober 2016
No RM : 064406
A. Identitas Klien
Nama : Ny S
Umur : 43 th
Alamat : Ponorogo
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Tgl Pengkajian : 10 Oktober 2016
Dx Medis : Depresi berat dengan gangguan psikotik
B. Alasan Masuk dan Faktor Presipitasi
Keluarga pasien mengatakan satu minggu sebelum masuk rumah RSJ pasien
merasa mendengar suara atau bisikan yang menyuruh pasien untuk selalu
sholat. Serimg melamun dan berbicara sendiri. Pasien sering keleyuran dan
berteriak-teriak saat mendengar bisikan. Pasien marah-marah sambil
memukul tembok dan orang yang disekitarnya.
C. Faktor Predisposisi
1.Pernah mengalami gangguan jiwa dimasa lalu?

√ Ya

Tidak
Pasien mengatakan semenjak anaknya meninggal pasien sering mendengar
suara atau bisikan yang menyuruh pasien untuk sholat. Pasien baru pertama
kali dirawat di RSJ. sebelum dirawat di RSJ pasien hanya mendapatkan obat
dari dokter terdekat. Pasien juga mengatakan bahwa keluarga tidak ada yang
mengalami sakit seperti klien.
D. Pemeriksaan fisik
1. Tanda vital
TD : 120/90 mmHg HR : 76x/menit
S : 36,5° C RR : 20x/menit
2. Antropometri
BB : 54 kg TB : 162 cm
E. PSIKOSOSAL
1. Genogram
Keterangan

: Perempuan

: Laki-laki

: Meninggal

: Tinggal serumah

: Pasien Ny S.

2. Konsep Diri
a. Citra Diri
Pasien mengatakan menyukai semua bagian tubuhnya. Saat ditanya
bagian tubuh yang paling disukai adalah tangannya
b. Identitas Diri
Pasien dapat menyebutkan identitas dirinya (nama, alamat, hobi).
Pasien mengatakan setiap harinya sebagai Ibu rumah tangga yang hanya
mengasuh kedua anaknya. Pasien suka dengan statusnya sebagai
seorang wanita
c. Peran Diri
Sebelum sakit dirumah pasien mempuyai tanggung jawab sebagai Ibu
rumah tangga. Pasien dapat melakukan pekerjaannya sendiri, tapi
setelah dirawat di RSJ pasien tidak melakukan aktivitas seperti dirumah
d. Ideal Diri
Pasien mengatakan ingin segera pulang dan berkumpul dengan
keluarga seperti dulu. Pasien juga mengatakan ingin segera sembuh dan
tidak ingin lagi nmendengar suatu suara atau bisikan-bisikan
e. Harga Diri
Pasien mengatakan merasa percaya diri dengan dirinya. Pasien juga
mengatakan dia mampumengasuh anaknya dengan baik. Dan mampu
melakukan pekerjaan rumah tangga dengan baik. Pasien mengatakan
tidak ada gangguan dengan harga dirinya.
3. Hubungan Sosial
a. Orang yang berarti
Pasien mengatakan sebelum anaknya meninggal yaitu orang
terdekatnya adalah kedua dua anaknya karena sering bertemu
dirumah, namun setelah anak yang pertama meninggal pasien hanya
dekat dengan anaknya yang ke 2.
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat
Sebelum dirawat di RSJ sering bergaul dengan ibu-ibu sekitar
rumahnya, namun setelah dirwat di RSJ pasien tidak mau bergaul
dengan pasien lainnya karena alasannya malu dengan kondisinya,
pasien tampak sering menyendiri, kontak mata pasien kurang saat
berinteraksi dan pasien sering melamun.
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
Pasien mengatakan merasa kehilangan anak pertama yang menjadikan
tidak mau bergaul dengan orang lain.
4. Spiritual
Pasien mengatakan sebelum sakit rajin sholat 5 waktu dan sering
mengikuti pengajian di kampungnya, setelah dirawat di RSJ pasien tetap
rajin sholat 5 waktu.
F. Status Mental
1. Penampilan
√ Rapi
Tidak rapi
Penggunaan pakaian tidak sesuai
Cara berpakaian tidak seperti biasanya
Penampilan dalam cara berpakaian rapi dan sesuai, postur tubuh sedang,
rambut ikal agak panjang, ekspresi wajah kadang serius saat bercerita, cara
berjalan baik, pasien saat duduk bersama teman-temanya terkadang hanya
melamun.
2. Pembicaraan
Cepat Apatis
Keras √ Lambat
Gagap Membisu
Inkoherensi Tidak mampu memulai pembicaraan
Pasien dalam berbicara intonasinya kurang jelas dan pelan, dalam
pembicaraan sesuai atau nyambung dengan pertanyaan, pasien terkadang
terdiam ditengah pembicaraan seperti mendengar sesuatu.
3. Aktivitas Motorik
Fleksibilitas serea TIK
Tegang Grimasem
Gelisah √ Tremor
Agitasi Kompulsif
Automatisma Common Automatisma
Negativisme
Pasien tampak mau melakukan aktivitas sehari-hari di RSJ secara mandiri,
saat berinteraksi tampak pasien mengerak-gerakkan tanganya, tangannya
tampk seperti mengepal. Masalah Keperawatan : Resiko menciderai diri
sendiri, orang lain dan lingkungan
4. Alam Perasaan
√ Sedih
Ketakutan
Putus asa
Khawatir
Gembira berlebihan
Pasien mengatakan masih mendengar suara suara bisikan yang
menggangunya, pasien mengatakan terkadang merasa sedih dengan
keaadanyan sekarang, yang tidak bisa berkumpul dengan keluarga seperti
dahulu.
5. Afek
Datar
Tumpul
Labil
Tidak sesuai
Saat di wawancari kadang pasien menunjukan ekspresi mendengar
sesuatu, respon emosional pasien sudah stabil, pasien tenang saat
diakukan interaksi.
6. Interaksi selama wawancara
Bermusuhan
Tidak kooperatif
Kontak mata kurang
Curiga
Pasien mampu menjawab semua pertanyaan yang di ajukan dengan sesuai/
baik, kontak mata dengan pasien perawat sedikit kurang, pasien cenderung
menatap kedepan padahal perawat ada di sampingnya, pembicaraan
pasien keheranan saat ditanyai, kadang pasien terdiam sebentar seperti
mendengar sesuatu.
7. Persepsi
Halusinasi/ilusi
√ Pendengaran
Penglihatan
Perabaan
Pengecapan
Penghidung
Pasien mengatakan sering mendengar bisikan suara saat ingin tidur dan
sholat, isi suara tersebut yaitu menyuruh klien untuk sholat, suara
tersebut kadang muncul kadang tidak, suara itu muncul lamanya biasa 5
detik, respon pasien untuk mengontrol halusinasinya tersebut hanya
dengan cara berkeluyuran dan bicara sendiri.
8. Proses Pikir
a. Isi Pikir
Obsesi Depersonalisasi Isolasi sosial
Phobia Ide yang terkait Pesimisme
Hipokondria Pikiran Magis Bunuh Diri
Waham :
Agama Nihilistik
Somatik Sisip pikir
Kebesaran Siar Pikir
Curiga Kontrol pikir

Pasien mengatakan tidak ada yang mengendalikan pikiranya. Pasien tidak


mampunyai pikiran yang aneh-aneh kalaupun sering mendengar suara atau
bisikan palsu.

b. Arus Pikir
Sirkumstansial Flight of idea
Tangensial Blocking
Kehilangan asosiasi Pengulangan
pembicaraan/perseverasi
Inkoheren Logorea
Perkataan pasien dapat dimengerti dengan baik oleh perawat, selama
interaksi berangsung dapat diketaui bahwa pembicaraan sudah terarah.
Tingkat Kesadaran
Bingung Disorientasi waktu
Sedasi Disorientasi orang
Stupor Disorientasi tempat
Pasien menyadari bahwa dirinya berada di RSJ, pasien mampu mengingat
nama temannya di RSJ yang sudah diajak berkenalan, orientasi waktu dan
tempat
9. Memori
Gangguan daya ingat jangka panjang
Gangguan daya ingat jangka pendek
Gangguan daya ingat saat ini
Konfabusi
Untuk Memori segera menjawab dengan baik tidak ada gangguan ingatan
dalam jangka panjang dan pendek untuk saat ini.
- Jangka panjang : Pasien mengatakan lahir tahun 1980
- Jangka pendek : Pasien mengatakan yang membawa kerumah sakit
adalah suaminya
- Jangka saat ini : Pasien masih ingat tadi pagi makan dengan nasi dan
sayur
10. Tingkat Konsentrasi dan Berhitung
Mudah beralih
Tidak mampu berkonsentrasi
Tidak mampu berhitung sederhana
Pasien mampu berkonsentrasi dan mampu berhitung secara sederhana
misalnya berhitung dari 1 sampai 10.
11. Daya Tilik Diri
Mengingkari penyakit yang diderita
Menyalahkan hal-hal diluar dirinya
Pasien mengatakan menyadari bahwa dirinya sakit dan dibawa ke RSJ
pasien mengatakan pasien sudah sembuh dan segera ingin pulang.
G. Kebutuhan Persiapan Pulang
1. Makan
Makanan disiapkan oleh perawat dirumah sakit pasien mau makan 3x
sehari 1 porsi habis, pasien dapat makan sendiri.
2. BAB/BAK
Klien BAB 1 hari sekali kalau dirumah, selama dirumah sakit pasien BAB
1kali sehari dan dapat dilakukan ditoilet dan BAK 4-5 x/hari dan dapat
dilakukan sendiri di toilet.
3. Mandi
4. Pasien mengatakan sehari mandi 2-3 x/hari dan dapat melakukan sendiri
dikmar mandi memakai sabun tetapi tidak handukan , gosok gigi 1kali
sehari dapat dilakukan sendiri dikamar mandi.
5. Berpakaian/berhias
Pasien mampu menggunakan baju sendiri, ganti pakaian 1 kali dalam 2
atau 3 hari sekali.
6. Istirahat Tidur
Pasien mengatakan tidur sekitar jam 21.00 wib & kadang-kadang
terbangun ditengah malam, serta gelisah karena sering mendengar suara
bisikan.
7. Penggunaan obat
Pasien minum obat yang diberikan oleh perawat dan dimonitor oleh
perawat , pasien selalu meminum obatnya sampai habis, pasien
mengatakan mendapatkan obat sejumlah 2

8. Pemeliharaan Kesehatan
Pasien mengatakan ingin segera pulang, pasien mengatakan jika nanti
sudah pulang pasien akan ingin minum obat yag akan diberikan oleh
rumah sakit, pasien engatakan bila sudah keluar dari rumah sakit pasien
tidak mau dibawa ke RSJ.
9. Aktifitas dalam rumah
Pasien mengatakan di rumah melakukan pekerjaan rumah.
10. Aktifitas di luar Rumah
Pasien mengatakan tidak suka kegiatan diluar rumah.
H. Mekanisme Koping
Mekanisme koping saat ini pasien yaitu maladaptif, pasien menghindar
dari orang lain.
I. Masalah Psikososial dan Lingkungan
√ Masalah berhubungan dengan lingkungan, pasien tidak mampu
berinteraksi dengan orang lain
J. Kurang pengetahuan tentang
Pasein mengatakan ada maslah dengan lingkungan, pasien tidak suka
berbicara dengan orang lain dan lebih suka di rumah.
K. Aspek Medik
Diagnosa Medik : Depresi berat dengan gangguan psikotik
Terapi Medik : Risperidone 2 x 2 mg
Merlopam 2 x 2 mg
ANALISA DATA

NO DATA FOKUS MASALAH


1. DS:
Pasien mengatakan sering mendengar Gangguan persepsi sensori:
bisikan suara saat ingin tidur dan halusinasi pendengaran
sholat, isi suara tersebut yaitu
menyuruh untuk sholat, suara tersebut
kadang muncul kadang tidak, suara
itu muncul lamanya biasa 5 detik
DO:
Klien saat interaksi kadang ketawa
sendiri dan sering mondar-mandir,
kadang bicara sendiri.
2. DS:
Pasien mengatakan tidak suka Isolasi sosial : menarik diri
bergaul, di rumah pasien sering
melamun, berdiam diri dan tidak mau
bergaul dengan orang lain.
DO:
Kontak mata kurang saat diajak
berinteraksi
3. DS:
Pasien mengatakan kadang saat Resiko mencederai diri, orang lain,
mendengar bisikan “cepat sholat” dan lingkungan sekitar
rasanya ingin marah dan saat tidak
terkontrol langsung memukul tembok
DO:
Klien tampak gelisah, tangan klien
kadang tampak mengepal dan ingin
memukul sesuatu
Pohon Masalah

Akibat
Resiko menyiderai diri, orang lain dan
lingkungan

Perubahan persepsi sensori : halusinasi


Core (Masalah Utama)

Isolasi sosial : menarik diri


Penyebab

Daftar Diagnosa Keperawatan


1. Gangguan persepsi sensori : halusinasi
2. Isolasi social : menarik diri
3. Resiko menyiderai diri orang lain dan lingkungan
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

No Dx Perencanaan
Tgl
Dx Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi

Gangguan TUM: Klien dapat Setelah 1x interaksi klien 1. Bina hubungan saling
sensori mengontrol menunjukkan tanda – tanda percaya dengan
persepsi: halusinasi yang percaya kepada perawat : menggunakan prinsip
halusinasi dialaminya 1. Ekspresi wajah komunikasi terapeutik :
(lihat/dengar/p Tuk 1 : bersahabat. a. Sapa klien dengan ramah
enghidu/raba/k 2. Menunjukkan rasa baik verbal maupun non
Klien dapat
ecap) senang. verbal
membina
3. Ada kontak mata. b. Perkenalkan nama, nama
hubungan saling
4. Mau berjabat tangan. panggilan dan tujuan
percaya
5. Mau menyebutkan nama. perawat berkenalan
6. Mau menjawab salam. c. Tanyakan nama lengkap
7. Mau duduk dan nama panggilan yang
berdampingan dengan disukai klien
perawat. d. Buat kontrak yang jelas
8. Bersedia e. Tunjukkan sikap jujur dan
mengungkapkan menepati janji setiap kali
masalah yang dihadapi. interaksi
f. Tunjukan sikap empati
dan menerima apa adanya
g. Beri perhatian kepada
klien dan perhatikan
kebutuhan dasar klien
h. Tanyakan perasaan klien
dan masalah yang
dihadapi klien
i. Dengarkan dengan penuh
perhatian ekspresi
perasaan klien

TUK 2 : Setelah 1x interaksi klien 2.1. Adakan kontak sering


Klien dapat menyebutkan : dan singkat secara
mengenal 1. Isi bertahap
halusinasinya 2. Waktu 2.2. Observasi tingkah laku
3. Frekunsi klien terkait dengan
4. Situasi dan kondisi yang halusinasinya (* dengar
menimbulkan halusinasi /lihat /penghidu /raba
/kecap), jika
menemukan klien yang
sedang halusinasi:
1. Tanyakan apakah
klien mengalami
sesuatu ( halusinasi
dengar/ lihat/
penghidu /raba/ kecap
)
2. Jika klien menjawab
ya, tanyakan apa yang
sedang dialaminya
3. Katakan bahwa
perawat percaya klien
mengalami hal
tersebut, namun
perawat sendiri tidak
mengalaminya (
dengan nada
bersahabat tanpa
menuduh atau
menghakimi)
4. Katakan bahwa ada
klien lain yang
mengalami hal yang
sama.
5. Katakan bahwa
perawat akan
membantu klien
2.3 Jika klien tidak sedang
berhalusinasi klarifikasi
tentang adanya
pengalaman halusinasi,
diskusikan dengan klien :

1. Isi, waktu dan


frekuensi terjadinya
halusinasi ( pagi,
siang, sore, malam
atau sering dan
kadang – kadang )
2. Situasi dan kondisi
yang menimbulkan
atau tidak
menimbulkan
halusinasi
2. Setelah 1x interaksi 2.4Diskusikan dengan klien
klien menyatakan apa yang dirasakan jika
perasaan dan responnya terjadi halusinasi dan beri
saat mengalami kesempatan untuk
halusinasi : mengungkapkan
 Marah perasaannya.
 Takut 2.3. Diskusikan dengan
 Sedih klien apa yang
 Senang dilakukan untuk
 Cemas mengatasi perasaan
 Jengkel tersebut.
2.4. Diskusikan tentang
dampak yang akan
dialaminya bila klien
menikmati
halusinasinya.

TUK 3 : 3.1.Setelah 1x interaksi 3.1. Identifikasi bersama


Klien dapat klien menyebutkan klien cara atau tindakan
mengontrol tindakan yang biasanya yang dilakukan jika
halusinasinya dilakukan untuk terjadi halusinasi (tidur,
mengendalikan marah, menyibukan diri
halusinasinya dll)
3.2.Setelah 1x interaksi 3.2. Diskusikan cara yang
klien menyebutkan cara digunakan klien,
baru mengontrol
halusinasi
 Jika cara yang
3.3.Setelah 1x interaksi digunakan adaptif
klien dapat memilih dan beri pujian.
memperagakan cara  Jika cara yang
mengatasi halusinasi digunakan
(dengar/lihat/penghidu/ maladaptif
raba/kecap ) diskusikan kerugian
cara tersebut
3.4.Setelah 1x interaksi 3.3. Diskusikan cara baru
klien melaksanakan untuk memutus/
cara yang telah dipilih mengontrol timbulnya
untuk mengendalikan halusinasi :
halusinasinya j. Katakan pada diri
3.5.Setelah 1x pertemuan sendiri bahwa ini tidak
klien mengikuti terapi nyata ( “saya tidak mau
aktivitas kelompok dengar/ lihat/
penghidu/ raba /kecap
pada saat halusinasi
terjadi)
k. Menemui orang lain
(perawat/teman/anggot
a keluarga) untuk
menceritakan tentang
halusinasinya.
l. Membuat dan
melaksanakan jadwal
kegiatan sehari hari
yang telah di susun.
m. Meminta
keluarga/teman/
perawat menyapa jika
sedang berhalusinasi.
3.4 Bantu klien memilih cara
yang sudah dianjurkan dan
latih untuk mencobanya.

3.5 Beri kesempatan untuk


melakukan cara yang
dipilih dan dilatih.
3.6.Pantau pelaksanaan yang
telah dipilih dan dilatih ,
jika berhasil beri pujian
3.7.Anjurkan klien mengikuti
terapi aktivitas kelompok,
orientasi realita, stimulasi
persepsi

TUK 4 : 4.1.Setelah 1x pertemuan 4.1 Buat kontrak dengan


Klien dapat keluarga, keluarga keluarga untuk
dukungan dari menyatakan setuju pertemuan ( waktu,
keluarga dalam untuk mengikuti tempat dan topik )
mengontrol pertemuan dengan 4.2 Diskusikan dengan
halusinasinya perawat keluarga ( pada saat
4.2.Setelah 1x interaksi pertemuan keluarga/
keluarga menyebutkan kunjungan rumah)
pengertian, tanda dan n. Pengertian halusinasi
gejala, proses o. Tanda dan gejala
terjadinya halusinasi halusinasi
dan tindakan untuk p. Proses terjadinya
mengendali kan halusinasi
halusinasi q. Cara yang dapat
dilakukan klien dan
keluarga untuk
memutus halusinasi
r. Obat- obatan halusinasi
s. Cara merawat anggota
keluarga yang
halusinasi di rumah (
beri kegiatan, jangan
biarkan sendiri, makan
bersama, bepergian
bersama, memantau
obat – obatan dan cara
pemberiannya untuk
mengatasi halusinasi )
t. Beri informasi waktu
kontrol ke rumah sakit
dan bagaimana cara
mencari bantuan jika
halusinasi tidak tidak
dapat diatasi di rumah
TUK 5 : 1.2 Setelah 1x interaksi 5.1 Diskusikan dengan klien
Klien dapat klien menyebutkan; tentang manfaat dan
memanfaatkan 2. Manfaat minum obat kerugian tidak minum
obat dengan baik 3. Kerugian tidak minum obat, nama , warna,
obat dosis, cara , efek terapi
4. Nama,warna,dosis, dan efek samping
efek terapi dan efek penggunan obat
samping obat
4.2 Setelah 1x interaksi
klien 5.2 Pantau klien saat
mendemontrasikan penggunaan obat
penggunaan obat dgn 5.3 Beri pujian jika klien
benar menggunakan obat
4.3 Setelah 1x interaksi dengan benar
klien menyebutkan
akibat berhenti minum 5.4 Diskusikan akibat
obat tanpa konsultasi berhenti minum obat tanpa
dokter konsultasi dengan dokter
5.5 Anjurkan klien untuk
konsultasi kepada
dokter/perawat jika terjadi
hal – hal yang tidak di
inginkan .
Isolasi Sosial TUM: Klien dapat
berinteraksi
dengan orang lain

TUK:
1. Klien dapat 1. Setelah 1X interaksi
membina klien menunjukkan tanda-
hubungan saling tanda percaya kepada /
percaya terhadap perawat:
o Wajah cerah,
tersenyum 1.1.Bina hubungan saling
o Mau berkenalan percaya dengan:
o Ada kontak mata • Beri salam setiap
o Bersedia berinteraksi.
menceritakan perasaan • Perkenalkan nama, nama
o Bersedia panggilan perawat dan
mengungkapkan tujuan perawat
masalahnya berkenalan
o Bersedia • Tanyakan dan panggil
mengungkapkan nama kesukaan klien
masalahnya • Tunjukkan sikap jujur
dan menepati janji setiap
kali berinteraksi
• Tanyakan perasaan klien
dan masalah yang
dihadapi kllien
• Buat kontrak interaksi
yang jelas
• Dengarkan dengan
penuh perhatian ekspresi
perasaan klien
2. Klien mampu 2.Setelah 1 x interaksi klien 2.1 Tanyakan pada klien
menyebutkan dapat menyebutkan tentang:
penyebab menarik minimal satu penyebab • Orang yang tinggal
diri menarik diri dari: serumah / teman
o diri sendiri sekamar klien
o orang lain • Orang yang paling dekat
o lingkungan dengan klien di rumah/
di ruang perawatan
• Apa yang membuat klien
dekat dengan orang
tersebut
• Orang yang tidak dekat
dengan klien di rumah/di
ruang perawatan
• Apa yang membuat klien
tidak dekat dengan
orang tersebut
• Upaya yang sudah
dilakukan agar dekat
dengan orang lain
2.2 Diskusikan dengan klien
penyebab menarik diri
atau tidak mau bergaul
dengan orang lain.
2.3 Beri pujian terhadap
kemampuan klien
mengungkapkan
perasaannya
3. Klien mampu 3. Setelah 1x interaksi 3.1. Tanyakan pada klien
menyebutkan dengan klien dapat tentang :
keuntungan menyebutkan keuntungan • Manfaat hubungan
berhubungan berhubungan sosial, sosial.
sosial dan misalnya • Kerugian menarik diri.
kerugian menarik o banyak teman 3.2. Diskusikan bersama
diri. o tidak kesepian klien tentang manfaat
o bisa diskusi berhubungan sosial dan
o saling menolong, kerugian menarik diri.
dan kerugian menarik diri, 3.3. Beri pujian terhadap
misalnya: kemampuan klien
o sendiri mengungkapkan
o kesepian perasaannya.
o tidak bisa diskusi

4. Klien dapat 4. Setelah 1x interaksi klien 4.1 Observasi perilaku klien


melaksanakan dapat melaksanakan saat berhubungan sosial .
hubungan hubungan sosial secara 4.2 Beri motivasi dan bantu
sosial secara bertahap dengan: klien untuk berkenalan /
bertahap o Perawat berkomunikasi dengan :
o Perawat lain • Perawat lain
o Klien lain • Klien lain
• Kelompok
4.3 Libatkan klien dalam
4.4 Diskusikan jadwal harian
yang dapat dilakukan
untuk meningkatkan
kemampuan klien
bersosialisasi
4.5 Beri motivasi klien untuk
melakukan kegiatan
sesuai dengan jadwal
yang telah dibuat.
4.6 Beri pujian terhadap
6. Klien 6.1. Setelah 1X 6.1. Diskusikan pentingnya
mendapat pertemuan keluarga dapat peran serta keluarga
dukungan menjelaskan tentang : sebagai pendukung
keluarga o Pengertian menarik untuk mengatasi prilaku
dalam diri menarik diri.
memperluas o Tanda dan gejala 6.2. Diskusikan potensi
hubungan menarik diri keluarga untuk
sosial o Penyebab dan membantu klien
akibat menarik diri mengatasi perilaku
o Cara merawat klien menarik diri
menarik diri 6.3. Jelaskan pada keluarga
tentang :
• Pengertian menarik diri
• Tanda dan gejala
menarik diri
• Penyebab dan akibat
menarik diri
• Cara merawat klien
menarik diri
6.4. Latih keluarga cara
merawat klien menarik
diri.
6.5. Tanyakan perasaan
keluarga setelah
mencoba cara yang
dilatihkan
6.6. Beri motivasi keluarga
agar membantu klien
untuk bersosialisasi.
6.7. Beri pujian kepada
keluarga atas
keterlibatannya merawat
klien di rumah sakit.
7. Klien dapat 7.1. Setelah 1x interaksi 7.1. Diskusikan dengan klien
memanfaatka klien menyebutkan; tentang manfaat dan
n obat dengan • Manfaat minum kerugian tidak minum
baik. obat obat, nama , warna,
Resiko TUM: Klien dapat 1. Setelah 1 x pertemuan 1. Bina hubungan saling
Perilaku mengontrol klien menunjukkan tanda- percaya dengan:
Kekerasan perilaku tanda percaya kepada . Beri salam setiap
kekerasan perawat: berinteraksi.
 Wajah cerah, a. Perkenalkan nama,
TUK:
tersenyum nama panggilan
8. Klien dapat  Mau berkenalan perawat dan tujuan
membina  Ada kontak perawat berinteraksi
hubungan mata b. Tanyakan dan panggil
saling percaya  Bersedia nama kesukaan klien

menceritakan c. Tunjukkan sikap


9. Klien dapat
perasaan empati, jujur dan
mengidentifik
menepati janji setiap
asi penyebab
1. Setelah 1x kali berinteraksi
perilaku
pertemuan klien d. Tanyakan perasaan
kekerasan
menceritakan klien dan masalah yang
yang
penyebab perilaku dihadapi klien
dilakukannya
kekerasan yang e. Buat kontrak interaksi
10. Klien dapat dilakukannya: yang jelas
mengidentifik Dengarkan dengan penuh
asi tanda-  Menceritakan
perhatian ungkapan perasaan
tanda perilaku penyebab perasaan
klien
kekerasan jengkel/kesal baik
dari diri sendiri
2. Bantu klien
11. Klien dapat maupun
mengungkapkan perasaan
mengidentifik lingkungannya
marahnya:
asi jenis
2. Setelah 1x f. Motivasi klien untuk
perilaku
pertemuan klien menceritakan
kekerasan
menceritakan tanda- penyebab rasa kesal
yang pernah
tanda saat terjadi atau jengkelnya
dilakukannya
perilaku kekerasan g. Dengarkan tanpa
menyela atau memberi
12. Klien dapat  Tanda fisik : mata penilaian setiap
mengidentifik merah, tangan ungkapan perasaan
asi akibat mengepal, ekspresi klien
perilaku tegang, dan lain- 3. Bantu klien
kekerasan lain. mengungkapkan tanda-
 Tanda emosional : tanda perilaku kekerasan
13. Klien dapat
perasaan marah, yang dialaminya:
mengidentifik
jengkel, bicara
asi cara h. Motivasi klien
kasar.
konstruktif menceritakan kondisi
 Tanda sosial :
dalam fisik (tanda-tanda fisik)
bermusuhan yang
mengungkapk saat perilaku kekerasan
dialami saat terjadi
an kemarahan terjadi
perilaku kekerasan.
i. Motivasi klien
14. Klien dapat
menceritakan kondisi
mendemonstr 3. Setelah 1x
emosinya (tanda-tanda
asikan cara pertemuan klien
emosional) saat terjadi
mengontrol menjelaskan:
perilaku kekerasan
perilaku
 Jenis-jenis ekspresi Motivasi klien menceritakan
kekerasan
kemarahan yang kondisi hubungan dengan
15. Klien selama ini telah orang lain (tanda-tanda
mendapat dilakukannya sosial) saat terjadi perilaku
dukungan  Perasaannya saat kekerasan
keluarga melakukan 4. Diskusikan dengan klien
untuk kekerasan perilaku kekerasan yang
mengontrol  Efektivitas cara dilakukannya selama ini:
perilaku yang dipakai dalam j. Motivasi klien
kekerasan menyelesaikan menceritakan jenis-
16. Klien masalah jenis tindak kekerasan
menggunakan 4. Setelah 1x yang selama ini pernah
obat sesuai pertemuan klien dilakukannya.
program yang menjelaskan akibat
telah tindak kekerasan k. Motivasi klien
ditetapkan yang dilakukannya menceritakan perasaan
klien setelah tindak
 Diri sendiri : luka,
kekerasan tersebut
dijauhi teman, dll
terjadi
 Orang lain/keluarga Diskusikan apakah dengan
: luka, tersinggung, tindak kekerasan yang
dilakukannya masalah yang
5. Setelah 1x
dialami teratasi
pertemuan klien :
5.Diskusikan dengan klien
 Menjelaskan cara- akibat negatif (kerugian)
cara sehat cara yang dilakukan pada:
mengungkapkan
l. Diri sendiri
marah
m. Orang lain/keluarga
6. Setelah 1x Lingkungan
pertemuan klien 6. Diskusikan dengan klien:
memperagakan cara
n. Apakah klien mau
mengontrol perilaku
mempelajari cara baru
kekerasan:
mengungkapkan marah
 Fisik: tarik nafas yang sehat
dalam, memukul o. Jelaskan berbagai
bantal/kasur alternatif pilihan untuk
mengungkapkan marah
 Verbal:
selain perilaku
mengungkapkan
kekerasan yang
perasaan
diketahui klien.
kesal/jengkel pada
p. Jelaskan cara-cara
orang lain tanpa
sehat untuk
menyakiti
mengungkapkan
marah:
 Spiritual: zikir/doa,  Cara fisik: nafas
meditasi sesuai dalam, pukul bantal
agamanya atau kasur, olah
raga.
7. Setelah 1x interaksi
 Verbal:
keluarga:
mengungkapkan
 cara merawat klien
bahwa dirinya
dengan perilaku
sedang kesal
kekerasan
kepada orang lain.
 Mengungkapkan
 Sosial: latihan
rasa puas dalam
asertif dengan
merawat klien
orang lain.
Menjelaskan
Spiritual: sembahyang/doa,
zikir, meditasi, dsb sesuai
8. Setelah 3x interaksi keyakinan agamanya masing-
pertemuan klien dapat masing
menjelaskan:
7. 1. Diskusikan cara yang
 Manfaat minum
mungkin dipilih dan
obat
anjurkan klien memilih
 Kerugian tidak
cara yang mungkin untuk
minum obat
mengungkapkan
 Nama obat
kemarahan.
 Bentuk dan warna
obat 7.2. Latih klien
memperagakan cara yang
 Dosis yang
dipilih:
diberikan
kepadanya q. Peragakan cara
 Waktu pemakaian melaksanakan cara
 Cara pemakaian yang dipilih.
 Efek yang r. Jelaskan manfaat cara
dirasakan tersebut
s. Anjurkan klien
8. Setelah 1x menirukan peragaan
pertemuan klien yang sudah dilakukan.
menggunakan obat t. Beri penguatan pada
sesuai program klien, perbaiki cara
yang masih belum
sempurna
7.3. Anjurkan klien
menggunakan cara yang
sudah dilatih saat
marah/jengkel

8.1. Diskusikan pentingnya


peran serta keluarga sebagai
pendukung klien untuk

perilaku kekerasan.

8.2. Diskusikan potensi


keluarga untuk
membantu klien
mengatasi perilaku
kekerasan

8.3. Jelaskan pengertian,


penyebab, akibat dan
cara merawat klien
perilaku kekerasan yang
dapat dilaksanakan oleh
keluarga.
8.4. Peragakan cara merawat
klien (menangani
perilaku kekerasan)

8.5.Beri kesempatan keluarga


untuk memperagakan
ulang

8.6. Beri pujian kepada


keluarga setelah
peragaan

8.7. Tanyakan perasaan


keluarga setelah mencoba
cara yang dilatihkan
9.1. Jelaskan manfaat
menggunakan obat
secara teratur dan
kerugian jika tidak
menggunakan obat

9.2. Jelaskan kepada klien:

u. Jenis obat (nama,


warna dan bentuk obat)
v. Dosis yang tepat untuk
klien
w. Waktu pemakaian
x. Cara pemakaian
y. Efek yang akan
dirasakan klien
9.3. Anjurkan klien:
z. Minta dan
menggunakan obat
tepat waktu
aa. Lapor ke
perawat/dokter jika
mengalami efek yang
tidak biasa
Beri pujian terhadap
kedisiplinan klien
menggunakan obat.
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN
Nama pasien : Ny S

Umur : 43 th

Hari /
Implementasi Evaluasi
tanggal

Senin Data : S:
10/10/2016 DS : Pasien mengatakan sering Pasien mengatakan mendengar
(SP I) mendengar bisikan suara saat ingin tidur suara atau bisikan yang isinya
dan sholat, isi suara tersebut yaitu pasien disuruh untuk sholat.
menyuruh untuk sholat, suara tersebut Pasien mendengar suara tersebut
kadang muncul kadang tidak, suara itu saat ingin sholat dan tidur, suara
muncul lamanya biasa 5 detik. tersebut bisa muncul sehari bisa
DO : Klien saat interaksi kadang ketawa 3 x dan lamanya -/+ 5 detik.
sendiri dan sering mondar-mandir, Respon pasien untuk
kadang bicara sendiri. mengontrol halusinasinya
Tx : dengan berkluyuran dan
1. Membina hubungan saling berbicara sendiri.
percaya Pasien mengatakan mau
2. Membantu klien untuk dalam diajarkan mengontrol
mengenal halusinasinya ( isi, halusinasinya dengan cara
situasi, frekuensi, durasi, dan menghardik, dan prasaan pasien
respon) setelah di ajarkan sedikit lebih
3. Membantu klien untuk nyaman
mengontrol halusinasinya dengan
O:
cara pertama yaitu menghardik.
pasien tampak tenang, kontak
RTL: Mengajarkan pasien untuk
mata sedikit menurun, bicara
menghardik suara palsu.
kurang jelas, pasien mau di ajak
Membuat kontrak waktu untuk
komunikasi, pasien tampak
pertemuan SP II
mempraktikan cara mengontrol
halusinasinya secara mandiri
dengan baik
A:
Halusinasi dengar

P:

Mengahardik setiap mendengar


suara palsu.
DAFTAR PUSTAKA

Bagus, Pan. 2014. Konsep Halusinasi Dan Strategi Pelaksanaan Halusinasi.


www.academia.edu diakses Oktober 2016.

Yusalia, Refiazka. 2015. Laporan Pendahuluan Dan Strategi Pelaksanaan


Halusinasi. www.academia.edu diakses Oktober 2016

Zelika, Alkhosiyah A. Dermawan, Deden. 2015. Kajian Asuhan Keperawatan Jiwa


Halusinasi Pendengaran Pada Sdr. D Di Ruang Nakula Rsjd Surakarta.
Jurnal Poltekkes Bhakti Mulia.

Darmaja, I Kade. 2014. Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada Tn.
“S” Dengan Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran Diruang
Kenari Rsj Dr. Radjiman Wedioningrat Lawang Malang. Program Studi
Profesi (Ners) Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Bakti Indonesia
Banyuwangi

Pambayun, Ahlul H. 2015. Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Ny. S Dengan


Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi Pendengaran Ruang 11 (Larasati)
RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang. Asuhan Keperawatan Psikiatri
Akademi Keperawatan Widya Husada Semarang.
Lampiran

STRATEGI PELAKSANAAN HALUSINASI

SP 1

“Selamat pagi, Assalamualaikum..bolehkah saya kenalan dengan ibu? Nama saya


Lilis Stiyani. Panggil saya Lilis. Saya mahasiswa keperawatan Unmuh Ponorogo.
Saya sedang praktek disini dari pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 13.00 WIB
siang. Kalau boleh saya tau nama ibu siapa dan senang dipanggil siapa?”

“Bagaimana perasaan ibu hari ini ? Bagaimana tidurnya tadi malam? Ada keluhan
atau tidak?”

“Apakah ibu tidak keberatan untuk ngobrol dengan saya? Menurut ibu sebaiknya
kita ngobrol apa ya? Bagaimana kalau kita ngobrol tentang suara dan sesuatu yang
selama ini ibu dengar dan lihat tetapi tidak tampak wujudnya? Berapa lama kira-
kira kita bisa ngobrol? Ibu maunya berapa menit? Bagaimana kalau 10 menit? Bisa?
Dimana kita duduk? Di teras? Di kursi panjang itu? Atau mau dimana?”

“Apakah ibu mendengar suara tanpa ada wujudnya? Apa yang dikatakan suara itu?
Apakah ibu melihat sesuatu /orang/bayangan/makhluk? Seperti apa yang kelihatan?
Apakah terus menerus terlihat dan terdengar, atau hanya sewaktu-waktu saja?
Kapan paling sering ibu melihat sesuatu atau mendengar suara tersebut? Berapa kali
sehari ibu mengalaminya? Pada keadaan apa, apakah pada waktu sendiri? Apa yang
ibu rasakan pada saat mendengar suara itu? Apa yang ibu rasakan pada saat melihat
sesuatu? Apa yang ibu lakukan saat melihat sesuatu tersebut? Apa yang ibu lakukan
saat mendengar suara tersebut? Apakah dengan cara itu suara dan bayangan tersebut
hilang? Bagaimana kalau kita belajar cara untuk mencegah suara-suara atau
bayangan supaya tidak muncul?

“ Ibu ada 4 cara untuk mencegah suara-suara itu muncul. Pertama, dengan
menghardik suara tersebut. Kedua, minum obat dengan teratur. Ketiga, dengan cara
bercakap-cakap dengan orang lain. Keempat, melakukan kegiatan sesuai jadwal.
Bagaimana kalau kita belajar 1 cara dulu, yaitu dengan menghardik. Caranya seperti
ini, saat suara-suara itu muncul langsung ibu bilang pergi saya tidak mau
dengar..saya tidak mau dengar. Kamu suara palsu. Begitu di ulang-ulang sampai
suara itu tidak terdengar lagi. Coba ibu peragakan! Nah begitu..bagus! coba lagi!
Iya bagus ibu sudah bisa.”

“Bagaima perasaan ibu dengan obrolan kita tadi? Ibu merasa senang tidak dengan
latihan tadi? Setelah kita ngobrol tadi, panjang lebar, sekarang ibu simpulkan
pembicaraan kita tadi? Coba sebutkan cara untuk mencegah suara agar tidak
muncul lagi. Kalau suara-suara itu muncul lagi, silahkan ibu coba cara tersebut!
Bagaimana kalau kita buat jadwal latihannya. Mau jam berapa saja latihannya?”

“ibu, bagaimana kalau besok kita ngobrol lagi tentang cara minum obat yang
teratur. Kira-kira waktunya kapan ya? Bagaimana kalu besok jam 09.00 WIB, bisa?
Kira-kira tempat yang enak buat kita ngobrol dimana ya, apa masih disini atau cari
tempat yang nyaman? Sampai jumpa besok. Assalamualaikum.”

Anda mungkin juga menyukai