PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Mobilitas dan aktivitas adalah hal yang vital bagi kesehatan total
lansia sehingga perawat harus banyak memiliki pengetahuan dalam
pengkajian dan intervensi muskuloskeletal. Perawat memainkan dua
peranan penting. Pertama, mempraktikkan promosi kesehatan jauh sebelum
berusia 65 tahun dapat menunda dan memperkecil efek degeneratif dari
penuaan. Penyakit muskuloskeletal bukan merupakan konsekuensi penuaan
yang tidak dapat dihindari dan karenanya harus dianggap sebagai suatu
proses penyakit spesifik, tidak hanya sebagai akibat dari penuaan.
Artritis Reumatoid (AR) adalah suatu penyakit otoimun sistemik
yang menyebabkan peradangan pada sendi. Penyakit ini ditandai oleh
peradangan sinovium yang menetap, suatu sinovitis proliferatifa kronik non
spesifik. Dengan berjalannya waktu, dapat terjadi erosi tulang, destruksi
(kehancuran) rawan sendi dan kerusakan total sendi.
Artritis Reumatoid merupakan suatu penyakit yang telah lama dikenal
dan tersebar luas di seluruh dunia serta melibatkan semua ras dan kelompok
etnik. Prevalensi Artritis Reumatoid adalah sekitar 1 persen populasi
(berkisar antara 0,3 sampai 2,1 persen). Artritis Reumatoid lebih sering
dijumpai pada wanita, dengan perbandingan wanita dan pria sebesar 3 : 1.7
Perbandingan ini mencapai 5:1 pada wanita dalam usia subur. Artritis
Reumatoid menyerang 2,1 juta orang Amerika, yang kebanyakan wanita.
Serangan pada umumnya terjadi di usia pertengahan, nampak lebih sering
pada orang lanjut usia. 1,5 juta wanita mempunyai artritis reumatoid yang
dibandingkan dengan 600.000 pria.
Penanganan medis pasien dengan artritis reumatoid pada lansia
bergantung pada tahap penyakit ketika diagnosis dibuat dan termasuk dalam
kelompok mana yang sesuai dengan kondisi tersebut. Untuk menghilangkan
nyeri dapet mempergunakan agens antiinflamasi, obat yang dipilih adalah
aspirin.
1
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakan asuhan keperawatan artritis reumatoid (RA) pada pasien
lansia ?
1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Dapat menambah pengetahuan mahasiswa mengenai penyakit
rematoid artritis serta asuhan keperawatan yang dapat dilakukan
terhadap pasien lansia dengan masalah rematoid artritis.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu mengetahui anatomi fisiologi sistem
persendian.
2. Mahasiswa mampu mengetahui pengertian rematoid artritis.
3. Mahasiswa mampu mengetahui penyebab terjadinya rematoid
artritis.
4. Mahasiswa mampu mengetahui patofisiologi rematoid artritis.
5. Mahasiswa mampu mengetahui tanda dan gejala yang muncul pada
rematoid artritis.
6. Mahasiswa mampu mengetahui penatalaksanaan keperawatan yang
dapat diberikan pada pasien yang mengalami rematoid artritis.
7. Mahasiswa mampu mengetahui asuhan keperawatan yang bisa
dilakukan pada pasien dengan masalah rematoid artritis.
1.4. Manfaat
1. Mahasiswa mampu memahami pengertian arthritis reumatoid
2. Mahasiswa mampu memahami etiologi arthritis reumatoid
3. Mahasiswa mampu memahami patofisiologi arthritis reumatoid
4. Mahasiswa mampu memahami manifestasi klinik arthritis reumatoid
5. Mahasiswa lebih mampu memahami pemeriksaan diagnosk arthritis
reumatoid
6. Mahasiswa mengetahui komplikasi arthritis reumatoid
7. Mahasiswa mengetahui penatalaksanaan arthritis reumatoid
2
8. Mahasiswa memahami cara mencegah arthritis reumatoid
9. Mahasiswa memahami konsep dasar asuhan keperawatan arthritis
reumatoid
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Anatomi dan Fisiologi
Suatu artikulasi, atau persendian, terjadi saat permukaan dari
dua tulang bertemu, adanya pergerakan atau tidak bergantung pada
sambungannya. Persendian dapat diklasifikasi menurut struktur dan menurut
fungsi persendian.
2.1.1. Klasifikasi Struktural Persendian
a. Persendian fibrosa tidak memiliki rongga sendi dan diperkokoh
dengan jaringan ikat fibrosa.
b. Persendian kartilago tidak memiliki rongga sendi dan diperkokoh
dengan jaringan kartilago.
c. Persendian sinovial memiliki rongga sendi dann diperkokoh
dengan kapsul dan ligamen artikular yang membungkusnnya.
2.1.2. Klasifikasi Fungsional Persendian
a. Sendi sinartrosis atau sendi mati.
1) Sutura adalah sendi yang dihubungkan dengan jaringan ikat
fibrosa rapat dan hanya ditemukan pada tulang tengkorak.
Contoh sutura adalah sutura sagital dan sutura parietal.
2) Sinkondrosis adalah sendi yang tulang-tulangnya
dihubungkan dengan kartilago hialin. Salah satu contohnya
adalah lempeng epifisis sementara antara epifisis dan diafisis
pada tulang panjang seorang anak. Saat sinkondrosis sementara
berosifikasi, maka bagian tersebut dinamakan sinostosis.
b. Amfiartrosis adalah sendi dengan pergerakan terbatas yang
memungkinkan terjadinya sedikit gerakan sebagai respons terhadap
torsi dan kompresi.
1) Simfisis adalah sendi yang kedua tulangnya dihubungkan
dengan diskus kartilago, yang menjadi bantalan sendi dan
memungkinkan terjadinya sedikit gerakan. Contoh simfisis
adalah simfisis pubis antara tulang-tulang pubis dan diskus
intervertebralis antar badan vertebra yang berdekatan.
4
2) Sindesmosis terbentuk saat tulang-tulang yang berdekatan
dihubungkan dengan serat-serat jaringan ikat kolagen. Contoh
sindesmosis dapat ditemukan pada tulang yang terletak
bersisian dan dihubungkan dengan membran interoseus, seperti
pada tulang radius dan ulna, serts tibia dan fibula.
5
2.1.3. Klasifikasi Persendian Sinovial
a. Sendi sferoidal terdiri dari sebuah tulang dengan kepala berbentuk
bulat yang masuk dengan pas ke dalam rongga berbentuk cangkir
pada tulang lain. Memungkinkan rentang gerak yang lebih besar,
menuju ke tiga arah. Contoh sendi sferoidal adalah sendi panggul
serta sendi bahu.
b. Sendi engsel. Sendi ini memungkinkan gerakan kesatu arah saja
dan dikenal sebagai sendi uniaksial. Contohnya adalah persendian
pada lutut dan siku.
c. Sendi kisar (pivot joint). Sendi ini merupakan sendi uniaksial yang
memungkinkan terjadinya rotasi disekitar aksial sentral, misalnya
persendian tempat tulang atlas berotasi di sekitar prosesus odontoid
aksis.
d. Persendian kondiloid. Sendi ini merupakan sendi biaksial, yang
memungkinkan gerakan kedua arah disudut kanan setiap tulang.
Contohnya adalah sendi antara tulang radius dan tulang karpal.
e. Sendi pelana. Persendian ini adalah sendi kondiloid yang
termodifikasi sehingga memungkinkan gerakan yang sama.
Contohnya adalah persendian antara tulang karpal dan metakarpal
pada ibu jari.
f. Sendi peluru. Sedikit gerakan ke segala arah mungkin terjadi
dalam batas prosesus atau ligamen yang membungkus persendian.
Persendian semacam ini disebut sendi nonaksial; misalnya
persendian invertebrata dan persendian antar tulang-tulang karpal
dan tulang-tulang tarsal.
6
Artritis reumatoid adalah penyakit inflamasi sistemik yang kronis
dan terutama menyerang persendian, otot-otot, tendon, ligamen, dan
pembuluh darah yang ada disekitarnya. (Kowalak, 2011).
7
4. Metabolik
5. Faktor genetik serta pemicu lingkungan
Faktor genetik dan beberapa faktor lingkungan telah lama diduga
berperan dalam timbulnya penyakit ini. Hal ini terbukti dari terdapatnya
hubungan antara produk kompleks histokompatibilitas utama kelas II,
khususnya HLA-DR4 dengan artritis reumatoid seropositif. Pengemban
HLA-DR4 memiliki resiko relatif 4:1 untuk menderita penyakit ini.
8
proliferasi dan aktivasi sel B untuk memproduksi antibodi. Produksi
antibodi oleh sel B ini dibantu oleh IL-1, IL-2, dan IL-4.
Setelah berikatan dengan antigen yang sesuai, antibodi yang
dihasilkan akan membentuk kompleks imun yang akan berdifusi secara
bebas ke dalam ruang sendi. Pengendapan kompleks imun akan
mengaktivasi sistem komplemen yang akan membebaskan komponen-
komplemen C5a. Komponen-komplemen C5a merupakan faktor kemotaktik
yang selain meningkatkan permeabilitas vaskular juga dapat menarik lebih
banyak sel polimorfonuklear (PMN) dan monosit ke arah lokasi tersebut.
Pemeriksaan histopatologis membran sinovial menunjukkan bahwa lesi
yang paling dini dijumpai pada artritis reumatoid adalah peningkatan
permeabilitas mikrovaskular membran sinovial, infiltrasi sel PMN dan
pengendapan fibrin pada membran sinovial.
Fagositosis kompleks imun oleh sel radang akan disertai oleh
pembentukan dan pembebasan radikal oksigen bebas, leukotrien,
prostaglandin dan protease neutral (collagenase dan stromelysin) yang akan
menyebabkan erosi rawan sendi dan tulang. Radikal oksigen bebas dapat
menyebabkan terjadinya depolimerisasi hialuronat sehingga mengakibatkan
terjadinya penurunan viskositas cairan sendi. Selain itu radikal oksigen
bebas juga merusak kolagen dan proteoglikan rawan sendi.
Prostaglandin E2 (PGE2) memiliki efek vasodilator yang kuat dan
dapat merangsang terjadinya resorpsi tulang osteoklastik dengan bantuan
IL-1 dan TNF-b. Rantai peristiwa imunologis ini sebenarnya akan terhenti
bila antigen penyebab dapat dihilangkan dari lingkungan tersebut. Akan
tetapi pada artritis reumatoid, antigen atau komponen antigen umumnya
akan menetap pada struktur persendian, sehingga proses destruksi sendi
akan berlangsung terus. Tidak terhentinya destruksi persendian pada artritis
reumatoid kemungkinan juga disebabkan oleh terdapatnya faktor reumatoid.
Faktor reumatoid adalah suatu autoantibodi terhadap epitop fraksi Fc IgG
yang dijumpai pada 70-90 % pasien artritis reumatoid. Faktor reumatoid
akan berikatan dengan komplemen atau mengalami agregasi sendiri,
sehingga proses peradangan akan berlanjut terus. Pengendapan kompleks
9
imun juga menyebabkan terjadinya degranulasi mast cell yang
menyebabkan terjadinya pembebasan histamin dan berbagai enzim
proteolitik serta aktivasi jalur asam arakidonat.
Masuknya sel radang ke dalam membran sinovial akibat
pengendapan kompleks imun menyebabkan terbentuknya pannus yang
merupakan elemen yang paling destruktif dalam patogenesis artritis
reumatoid. Pannus merupakan jaringan granulasi yang terdiri dari sel
fibroblas yang berproliferasi, mikrovaskular dan berbagai jenis sel radang.
Secara histopatologis pada daerah perbatasan rawan sendi dan pannus
terdapatnya sel mononukleus, umumnya banyak dijumpai kerusakan
jaringan kolagen dan proteoglikan.
10
2.5. WOC
Aktivasi sel B
Terbentuk antibodi
11
Menyentuh serabut C
Terbentuk tannus
Nyeri Pembentukan radikal oksigen bebas
Menghambat nutrisi pada Terbentuk nodul Depolimerasi hialorunat
kartilago
Deformitas sendi Veskositas cairan sendi ↓
Kerusakan kartilago Kartilago nekrosis Gangguan body image Pembentukan tulang terganggu
& tulang
Erosi kartilago
Pemendekan tulang
Tendon & ligamen
melemah Adhesi permukaan sendi
Kontraktur
Ankylosis fibrosa
Kekuatan otot ↓ Risiko cedera
Kekakuan pada sendi
12
2.6. Manifestasi Klinik Artritis Reumatoid
Jika pasien artritis reumatoid pada lansia tidak diistirahatkan, maka
penyakit ini akan berkembang menjadi empat tahap :
1. Terdapat radang sendi dengan pembengkakan membran sinovial dan
kelebihan produksi cairan sinovial. Tidak ada perubahan yang bersifat
merusak terlihat pada radiografi. Bukti osteoporosis mungkin ada.
2. Secara radiologis, kerusakan tulang pipih atau tulang rawan dapat dilihat.
Pasien mungkin mengalami keterbatasan gerak tetapi tidak ada
deformitas sendi.
3. Jaringan ikat fibrosa yang keras menggantikan pannus, sehingga
mengurangi ruang gerak sendi. Ankilosis fibrosa mengakibatkan
penurunan gerakan sendi, perubahan kesejajaran tubuh, dan deformitas.
Secara radiologis terlihat adanya kerusakan kartilago dan tulang.
4. Ketika jaringan fibrosa mengalami kalsifikasi, ankilosis tulang dapat
mengakibatkan terjadinya imobilisasi sendi secara total. Atrofi otot yang
meluas dan luka pada jaringan lunak seperti medula-nodula mungkin
terjadi.
13
Pada lansia artritis reumatoid dapat digolongkan ke dalam tiga
kelompok, yaitu :
1. Kelompok 1
Artritis reumatoid klasik. Sendi-sendi kecil pada kaki dan tangan
sebagian besar terlibat. Terdapat faktor reumatoid, dan nodula-nodula
reumatoid yang sering terjadi. Penyakit dalam kelompok ini dapat
mendorong ke arah kerusakan sendi yang progresif.
2. Kelompok 2
Termasuk ke dalam klien yang memenuhi syarat dari American
Rheumatologic Association untuk artritis reumatoid karena mereka
mempunyai radang sinovitis yang terus-menerus dan simetris, sering
melibatkan pergelangan tangan dan sendi-sendi jari.
3. Kelompok 3
Sinovitis terutama memengaruhi bagian proksimal sendi, bahu dan
panggul. Awitannya mendadak, sering ditandai dengan kekuatan pada
pagi hari. Pergelangan tangan pasien sering mengalami hal ini, dengan
adanya bengkak, nyeri tekan, penurunan kekuatan genggaman, dan
sindrome karpal tunnel. Kelompok ini mewakili suatu penyakit yang
dapat sembuh sendiri yang dapat dikendalikan secara baik dengan
menggunakan prednison dosis rendah atau agens antiinflamasi dan
memiliki prognosis yang baik.
14
2.7.2 Pemeriksaan darah tepi :
1. Leukosit : normal atau meningkat ( <>3 ). Leukosit menurun bila
terdapat splenomegali; keadaan ini dikenal sebagai Felty’s
Syndrome.
2. Anemia normositik atau mikrositik, tipe penyakit kronis.
2.7.3 Pemeriksaan kadar sero-imunologi :
1. Rheumatoid factor + Ig M -75% penderita ; 95% + pada penderita
dengan nodul subkutan.
2. Anti CCP antibody positif telah dapat ditemukan pada arthritis
rheumatoid dini.
15
Pendidikan yang diberikan meliputi pengertian, patofisiologi
(perjalanan penyakit), penyebab dan perkiraan perjalanan
(prognosis) penyakit ini, semua komponen program
penatalaksanaan termasuk regimen obat yang kompleks, sumber-
sumber bantuan untuk mengatasi penyakit ini dan metode efektif
tentang penatalaksanaan yang diberikan oleh tim kesehatan. Proses
pendidikan ini harus dilakukan secara terus-menerus.
2. Istirahat
Merupakan hal penting karena reumatik biasanya disertai rasa lelah
yang hebat. Walaupun rasa lelah tersebut dapat saja timbul setiap
hari, tetapi ada masa dimana penderita merasa lebih baik atau lebih
berat. Penderita harus membagi waktu seharinya menjadi beberapa
kali waktu beraktivitas yang diikuti oleh masa istirahat.
3. Latihan Fisik dan Termoterapi
Latihan spesifik dapat bermanfaat dalam mempertahankan fungsi
sendi. Latihan ini mencakup gerakan aktif dan pasif pada semua
sendi yang sakit, sedikitnya dua kali sehari. Obat untuk
menghilangkan nyeri perlu diberikan sebelum memulai latihan.
Kompres panas pada sendi yang sakit dan bengkak mungkin dapat
mengurangi nyeri. Latihan dan termoterapi ini paling baik diatur
oleh pekerja kesehatan yang sudah mendapatkan latihan khusus,
seperti ahli terapi fisik atau terapi kerja. Latihan yang berlebihan
dapat merusak struktur penunjang sendi yang memang sudah lemah
oleh adanya penyakit.
2.9.2 Penatalaksanaan Medikamentosa
1. Penggunaan OAINS
Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS) umum nya diberikan
pada penderita AR sejak masa dini penyakit yang dimaksudkan
untuk mengatasi nyeri sendi akibat inflamasi yang seringkali
dijumpai walaupun belum terjadi proliferasi sinovial yang
bermakna. Selain dapat mengatasi inflamasi, OAINS juga
16
memberikan efek analgesik yang sangat baik. OAINS terutama
bekerja dengan menghambat enzim siklooxygenase sehingga
menekan sintesis prostaglandin. Masih belum jelas apakah
hambatan enzim lipooxygenase juga berperanan dalam hal ini, akan
tetapi jelas bahwa OAINS berkerja dengan cara:
a. Memungkinkan stabilisasi membran lisosomal.
b. Menghambat pembebasan dan aktivitas mediator inflamasi
(histamin, serotonin, enzim lisosomal dan enzim lainnya).
c. Menghambat migrasi sel ke tempat peradangan.
d. Menghambat proliferasi seluler.
e. Menetralisasi radikal oksigen.
f. Menekan rasa nyeri
2. Penggunaan DMARD
Terdapat terdapat dua cara pendekatan pemberian DMARD pada
pengobatan penderita AR. Cara pertama adalah pemberian
DMARD tunggal yang dimulai dari saat yang sangat dini.
Pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa destruksi sendi
pada AR terjadi pada masa dini penyakit. Cara pendekatan lain
adalah dengan menggunakan dua atau lebih DMARD secara
simultan atau secara siklik seperti penggunaan obat obatan
imunosupresif pada pengobatan penyakit keganasan. digunakan
untuk melindungi rawan sendi dan tulang dari proses destruksi
akibat artritis reumatoid. Beberapa jenis DMARD yang lazim
digunakan untuk pengobatan AR adalah:
a. Klorokuin : Dosis anjuran klorokuin fosfat 250 mg/hari
hidrosiklorokuin 400 mg/hari. Efek samping bergantung pada
dosis harian, berupa penurunan ketajaman penglihatan,
dermatitis makulopapular, nausea, diare, dan anemia hemolitik.
b. Sulfazalazine : Untuk pengobatan AR sulfasalazine dalam
bentuk enteric coated tablet digunakan mulai dari dosis 1 x 500
mg / hari, untuk kemudian ditingkatkan 500 mg setiap minggu
17
sampai mencapai dosis 4 x 500 mg. Setelah remisi tercapai
dengan dosis 2 g / hari, dosis diturunkan kembali sehingga
mencapai 1 g /hari untuk digunakan dalam jangka panjang
sampai remisi sempurna terjadi.
c. D-penicillamine : Dalam pengobatan AR, DP (Cuprimin 250 mg
atau Trolovol 300 mg) digunakan dalam dosis 1 x 250 sampai
300 mg/hari kemudian dosis ditingkatkan setiap dua sampai 4
minggu sebesar 250 sampai 300 mg/hari untuk mencapai dosis
total 4 x 250 sampai 300 mg/hari.
3. Operasi
Jika berbagai cara pengobatan telah dilakukan dan tidak berhasil
serta terdapat alasan yang cukup kuat, dapat dilakukan pengobatan
pembedahan. Jenis pengobatan ini pada pasien AR umumnya
bersifat ortopedik, misalnya sinovektoni, artrodesis, total hip
replacement, memperbaiki deviasi ulnar, dan sebagainya.
18
BAB III
Asuhan Keperawatan Pada Pasien Ny.S Dengan Gangguan Sistem
Muskuloskeletal Di Panti Wreda Karitas Cimahi Tahun 2019
1. Identitas Klien
Nama : Ny.S
Umur : 85 Tahun
Alamat : Garut
Pendidikan : Tidak Sekolah
Tanggal masuk : Tahun 2000
Jenis kelamin : Perempuan
Suku : Sunda
Agama : Katolik
Status perkawinan : Tidak Kawin
Tanggal pengkajian : 20 Agustus 2019
19
6. Teknik pengkajian Psikososial dan Spiritual
a. Klien memiliki kemampuan untuk menggerakan anggota ekstremitas
atas dan bawah namun yang ekstremitas bagian bawah klien sedikit
mengalami kesusahan karna sakit bagian persendian terutama pada
bagian lutut. Bahasa saat berkomunikasi klien menggunakan bahasa
indonesia, klien mampu untuk menulis
b. Klien mampu bersosialisasi dengan orang-orang yang ada di dalam
panti wreda karitas dan bisa mengenal nama-namanya.
7. Teknik pengkajian emosi:
PERTANYAAN TAHAP 1
a. Apakah klien mengalami sukar tidur ?
Klien mengatakan tidak mengalami sukar tidur
b. Apakah klien sering merasa gelisah ?
Klien mengatakan tidak merasa gelisah
c. Apakah klien sering murung atau menangis sendiri ?
Klien tidak sering murung atau menangis sendiri.
d. Apakah klien sering was-was atau kuatir ?
Klien mengatakan tidak pernah terlihat was-was atau khawatir.
Lanjutkan ke per
tanyaan tahap 2 jika lebih dari atau sama dengan 1
jawaban “Ya”
PERTANYAAN TAHAP 2
a. Keluhan lebih dari 3 bulan atau lebih dari 1 kali dalam 1 bulan ?
b. Ada masalah atau banyak pikiran ?
c. Ada gangguan/ masalah dengan keluarga lain ?
d. Menggunakan obat tidur/ penenang atas anjuran dokter ?
e. Cenderung mengurung diri ?
20
8. Teknik pengkajian spiritual :
Agamanya katolik, setiap hari kamis dan jumat selalu melakukan
kegiatan bedoa bersama, kalau uda waktunya pasti uda dipanggil,
harapannya semoga diberi kesehatan selalu dan berguna untuk yang
lain.
21
pakaian, menyeka tubuh, menggunakan kursi
menyiram) roda
6. Mandi 5 15 Frekuensi : 2 kali
sehari
7. Jalan di permukaan datar 10 5 Dibantu dengan kursi
roda
8. Naik turun tangga 5 10 Tidak bisa berjalan di
tangga dan takut jatuh
9 Mengenakan pakaian 5 10 Frekuensi : 2x sehari
10. Kontrol bowel (BAB) 5 10 Frekuensi : 1 x sehari
Konsistensi : lembek
11. Kontrol bladder (BAK) 5 10 Frekuensi : 4 x sehari
Warna : kuning
12. Olah raga/latihan 5 10 Frekuensi : setiap 2x
/minggu
13. Rekreasi/pemanfaatan waktu 5 10 - Berbincang
luang bincanhg
Keterangan :
a. 130 : Mandiri
b. 65 – 125 : Ketergantungan sebagian
c. 60 : Ketergantungan total
2. Teknik pengkajian Status Mental
Identifikasi tingkat kerusakan intelektual dengan menggunakan
Short Portable Mental Status Questioner (SPMSQ)
Instruksi:
Ajukan pertanyaan 1 –10 pada daftar ini dan catat semua jawaban
dengan memberikan tanda V (chek)
Catat jumlah kesalahan total berdasarkan 10 pertanyaan.
22
09 Siapa nama ibu Anda ?
10 Kurangi 3 dari 20 dan tetap pengurangan 3 dari
setiap angka baru, semua secara menurun.
=4 =6
Score total = 4
Interpretasi hasil :
a. Salah 0 –3 : Fungsi intelektual utuh.
b. Salah 4 – 5 : Kerusakan intelektual ringan
c. Salah 6 – 8 : Kerusakan intelektual sedang
d. Salah 9 – 10 : Kerusakan intelektual berat
23
dan kemudian dikurangi 7 sampai lima tingkat
kalkulasi 93
86
79
72
65 (X)
Total nilai: 18
Interpretasi hasil:
> 23 : aspek goknitif fungsi mental baik
18 –22: kerusakan aspek fungsi mental ringan
< 17 : kerusakan aspek fungsi mental berat
24
Klien sehari hari menggunakan kursi roda, dan mengalami kesulitan
saat dikaji tentang posisi
25
12. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
26
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Artritis reumatoid merupakan penyakit inflamasi sistemik kronis
yang tidak diketahui penyebabnya, diakrekteristikkan oleh kerusakan dan
proliferasi membran sinovial yang menyebabkan kerusakan pada tulang
sendi, ankilosis, dan deformitas. (Kusharyadi, 2010)
Penyebab utama penyakit artritis reumatoid masih belum diketahui
secara pasti. Ada beberapa teori yang dikemukakan sebagai penyebab
artritis reumatoid, yaitu : Infeksi Streptokkus hemolitikus dan Streptococcus
non-hemolitikus, endokrin, autoimmun, metabolik, dan faktor genetik serta
pemicu lingkungan
Jika pasien artritis reumatoid pada lansia tidak diistirahatkan, maka
penyakit ini akan berkembang menjadi empat tahap yaitu terdapat radang
sendi dengan pembengkakan membran sinovial dan kelebihan produksi
cairan sinovial, secara radiologis, kerusakan tulang pipih atau tulang rawan
dapat dilihat, jaringan ikat fibrosa yang keras menggantikan pannus,
sehingga mengurangi ruang gerak sendi, ankilosis fibrosa mengakibatkan
penurunan gerakan sendi, perubahan kesejajaran tubuh, dan deformitas.
Secara radiologis terlihat adanya kerusakan kartilago dan tulang.
Masalah keperawatan yang mungkin muncul adalah nyeri,
gangguan mobilitas fisik, gangguan bodi image, kurang perawatan diri,
risiko cedera, dan kurang pengetahuan.
27
DAFTAR PUSTAKA
28