PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban keluar
dari uterus ibu. Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia
kehamilan cukup bulan (setelah 37 minggu) tanpa disertai adanya penyulit.
Persalinan dimulai (inpartu) sejak uterus berkontraksi dan menyebabkan
perubahan pada serviks (membuka dan menipis) dan berakhir dengan lahirnya
plasenta secara lengkap. Ibu belum inpartu jika kontraksi uterus tidak
mengakibatkan perubahan serviks (APN, 2008).
Persalinan dibagi menjadi empat tahap penting yaitu kala pembukaan, kala
pengeluaran, kala pelepasan dan pengeluaran plasenta dan kemungkinan
penyulit dapat terjadi pada setiap tahap tersebut (Manuaba,IG,1999). Asuhan
persalinan kala I, II, III dan IV memegang kendali penting pada ibu selama
persalinan karena dapat membantu ibu dalam mempermudah proses
persalinan, membuat ibu lebih yakin untuk menjalani proses persalinan serta
untuk mendeteksi komplikasi yang mungkin terjadi selama persalinan dan
ketidaknormalan dalam persalinan. Persalinan yang aman yaitu memastikan
bahwa semua penolong mempunyai pengetahuan, keterampilan dan alat untuk
memberikan pertolongan yang aman dan bersih, serta memberikan pelayanan
nifas kepada ibu dan bayi (Saiffudin, dkk;2002).
Pada persalinan terjadi perubahan fisik seperti ibu akan merasa sakit
pinggang, sakit perut, merasa kurang enak, lelah, lesu dan tidak nyaman.
Selain perubahan fisik, terjadi juga perubahan psikis yang terjadi yaitu merasa
ketakutan sehubungan dengan diri sendiri, takut jika terjadi bahaya terhadap
dirinya pada saat persalinan, takut tidak dapat memenuhi kebuthan anaknya,
takut yang dihubungkan dengan pengalaman yang sudah lalu, misalnya
mengalami kesulitan pada persalinan yang lalu, ketakutan karena anggapan
sendiri bahwa persalinan itu merupakan hal yang membahayakan, hal-hal
tersebut akan mempengaruhi proses persalinan. Persalinan saat ini menjadi
momok yang ditakutkan dikalangan ibu, khususnya ibu hamil. Tidak sedikit
ibu dan bayinya mengalami kegawatdauratan dan sampai pada akhirnya tidak
1
dapat diselamatkan sehingga menyebabkan meningkatnya kematian ibu dan
anak.
Survey Demografi Kesehatan Indnesia menyebutkan bahwa saat ini Angka
Kematian Ibu (AKI) di Indonesia yaitu sekitar 307/100.000 kelahiran hidup
dan Angka Kematian Bayi (AKB) 20/1000 kelahiran hidup. Angka tersebut
merupakan angka tertinggi di kawasan Asia Tenggara. Cukup tingginya angka
tersebut dinilai dari target AKI dan AKB yang harus dicapai pada tahun 2010
yaitu AKI 125/100.000 kelahiran hidup dan AKB 16/1000 kelahiran hidup
(Saifuddin, 2002). Penyebab utama kematian ibu dan bayi di negara yang
sedang berkembang sebagian besar adalah penyebab obstetri langsung antara
lain: perdarahan post partum (28%), eklamsi (22%), infeksi (11%) dan
komplikasi serta keguguran (SKRT, 2001). Penyebab kematian ini sebagian
besar dapat dicegah dengan adanya upaya dan perhatian yang khusus yang
diwujudkan dengan Asuhan Persalinan Normal yang berprinsip bersih, aman,
nyaman, serta pencegahan komplikasi (JHPIEGO dan Depkes RI, 2002).
Angka kematian ibu dan bayi sampai saat ini masih menjadi masalah utama di
dunia. Menurut data yang diperoleh WHO pada tahun 2009 AKI dan AKB
yaitu Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah mengupayakan berbagai kegiatan
untuk menurunkan AKI dan AKB namun hasilnya masih belum terlihat nyata.
Salah satu upaya nyata WHO yaitu safe motherhood hanya mampu
menurunkan sebagian kecil dari tingginya AKI dan AKB di dunia (Depkes,
2008).
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari pembuatan laporan ini adalah agar mahasiswa
mengetahui tingkat pengetahuan asuhan kebidanan persalinan normal dan
BBL dan mampu memberikan asuhan kebidanan persalinan normal dan
BBL serta mengidentifikasi kebutuhan ibu bersalin kala I, kala II, kala III
dan kala IV.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui konsep dasar management kebidanan dan standar asuhan
dalam persalinan fisiologis.
2
b. Untuk mengetahui adaptasi terhadap perubahan anatomi dan fisiologis
dalam persalinan fisiologis.
c. Untuk mengetahui adaptasi psikologi ibu bersalin
d. Untuk mengetahui kebutuhan dasar ibu bersalin
e. Untuk belajar berpikir kritis dalam penerapan standar asuhan kebidanan
pada kala I, II, III, dan IV sesuai evidend based dan program pemerintah.
f. Untuk menunjukkan berpikir kritis dalam penerapan standar asuhan
kebidanan pada bayi baru lahir sesuai eviden based dan program
pemerintah.
g. Untuk memperoleh pengalaman nyata dalam melaksanakan asuhan
kebidanan dengan menerapkan manajemen kebidanan khusus pada ibu
bersalin.
b. Bagi Mahasiswa
1) Mahasiswa mampu menjelaskan konsep dasar menagement kebidanan
dan standar asuhan dalam persalinan fisiologis.
2) Mahasiswa mampu menjelaskan adaptasi terhadap perubahan anatomi dan
fisiologis dalam persalinan normal.
3) Mahasiswa mampu menjelaskan adaptasi psikologi ibu bersalin.
4) Mahasiswa mampu menunjukkan berpikir kritis dalam penerapan standar
asuhan kebidanan pada kala I, II, III, dan IV sesuai evidend bases dan
program pemerintah.
5) Mahasiswa menunjukkan berpikir kritis dalam penerapan standar asuhan
kebidanan pada bayi baru lahir sesuai evidend based dan program
pemerintah.
3
6) Mahasiswa dapat memperoleh pengalaman nyata di lapangan dan
mengaplikasikan teori-teori yang telah didapatkan di kelas dan di
laboraturium.
7) Mahasiswa bisa melakukan pengkajian data subjektif dan objektif,
menegakkan diagnosa serta menyusun rencana asuhan yang sesuai.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Persalinan
Persalinan adalah proses fisiologis dimana bayi, plasenta dan selaput
ketuban keluar dari uterus ibu setelah masa kehamilan 20 minggu atau lebih
dapat hidup diluar kandungan melalui jalan lahir dengan bantuan atau tanpa
bantuan. Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia
kehamilan cukup bulan (setelah 37 minggu) tanpa disertai adanya penyulit.
Persalinan dimulai sejak uterus berkontraksi dan menyebabkan perubahan
pada serviks (membuka dan menipis) dan berakhir dengan lahirnya plasenta
4
secara lengkap. Ibu belum dikatakan inpartu jika kontraksi uterus tidak
mengkibatkan perubahan serviks. Menurut WHO persalinan normal adalah
persalinan yang dimulai secara spontan (dengan kekuatan ibu sendiri dan
melalui jalan lahir), beresiko rendah pada awal persalinan dan presentasi
belakang kepala pada usia kehamilan antara 37-42 minggu setelah persalinan
ibu maupun bayi berada dalam kondisi baik.
Stadium persalinan dibagai menjadi 3:
1. Kala I Persalinan
Kala I persalinan dimulai dari pembukaan 1cm hingga pembukaan lengkap
(10 cm).
a. Perubahan Fisiologi dan Psikologi dalam Persalinan.
1) Perubahan fisiologi pada persalinan kala I
a) Perubahan sistem reproduksi
Pada akhir kehamilan kadar estrogendan progesteron menurun kira-kira
1-2 minggu sebelum partus dimulai sehingga menimbulkan kontraksi
uterus.
b) Perubahan tekanan darah
Tekanan darah akan meningkat selama kontraksi disertai peningkatan
sistolik rata-rata 10-20 mmHg dan diastolik rata-rata 5-10 mmHg.
c) Perubahan Metabolisme
Selama persalinan, metabolisme karbohidrat meningkat dengan
kecepatan tetap.Peningkatan ini terutama disebabkan oleh aktifitas otot.
d) Perubahan suhu
Perubuhan suhu sedikit meningkat selama persalinan dan tertinggi selama dan
segera setelah melahirkan. Perubahan suhu dianggap normal bila peningkatan
suhu yang tidak lebih dari 0,5-10C yang mencerminkan peningkatan
metabolisme selama persalinan.
e) Perubahan denyut nadi
Frekuensi denyut nadi diantara kontraksi sedikit lebih meningkat dibanding
selama periode menjelang persalinan.Hal ini mencerminkan peningkatan
metabolisme yang terjadi selama persalinan.
f) Perubahan pernapasan
Peningkatan frekuensi pernafasan normal selama persalinan dan
mencerminkan peningkatan metabolisme yang terjadi.
g) Perubahan pada saluran cerna
5
Wanita mengalami penurunan motalitas lambung dan absorbsi makanan pada
saat persalinan.Apabila kondisi ini diperburuk oleh penurunan lebih lanjut
sekresi asam lambung selama persalinan, maka saluran cerna bekerja dengan
lambat sehingga waktu pengosongan lambung menjadi lebih lama.Akan
tetapi, cairan tidak dipengaruhi dan waktu yang dibutuhkan untuk pencernaan
di lambung tetap seperti biasa. Lambung yang penuh dapat menimbulkan
ketidaknyamanan dan penderitaan umum selama masa transisi.
b. Fase-Fase Pada Kala I
1) Fase Laten
Berlangsung selama kurang lebih 8 jam. Pembukaan terjadi sangat lambat
sampai mencapai diameter 3 cm.
2) Fase Aktif
Dibagi dalam 3 fase :
a) Fase akselerasi, dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm kini menjadi 4 cm.
b) Fase dilatasi maksimal, dalam waktu 2 jam pembukaan berlangsung sangat
cepat, dari 4 cm menjadi 9 cm.
c) Fase deselerasi. Pembukaan melambat kembali, dalam 2 jam pembukaan
dari 9 cm menjadi lengkap (10 cm). Pembukaan lengkap berarti bibir
serviks dalam keadaan tak teraba dan diameter lubang serviks adalah 10
cm.
6
1) Memberikan dukungan emosional
2) Membantu pengaturan posisi ibu
3) Memberikan cairan dan nutrisi
4) Keleluasan untuk menggunakan kamar mandi secara teratur
5) Pencegahan infeksi
6) Pran pndamping prsalinan
b. Pendokumentasian kala 1
Pendokumentasian dapat dilakukan dengan menggunakan hasil temuan dari
anamnesis dan pemeriksaan fisik.
1) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan abdomen
a) Menentukan TFU
b) Memantau kontraksi uterus
c) Memantau DJJ
d) Memantau presentasi
e) Memantau penurunan bagian terbawah janin
2) Pemeriksaan dalam
a) Menilai cairan vagina
b) Memeriksa genetalia externa
c) Menilai penurunan janin
d) Menilai penyusupan tulang kepala
e) Menilai kepala janin apakah sesuai dengan diameter jalan lahir
f) Jangan melakukan pemeriksaan dalam jika ada perdarahan pervaginam.
7
3) Cairan lendir bercampur darah “show” melalui vagina.
1) Tekanan darah melebihi 140/90 mmHg.
2) Suhu lebih dari 38 derajat Celcius.
3) Nadi lebih dari 100 kali permenit.
4) Kontraksi kurang dari 3 kali dalam 10 menit, berlangsung kurang dari 40 detik.
5) Partograf melewati garis waspada.
6) Cairan amnion bercampur mekonium
7) Urine sedikit dan pekat
d. Partograf
Partograf adalah alat bantu untuk memantau kemajuan kala I persalinan
dan informasi untuk membuat keputusan klinik untuk membuat keputusan
klinik. Tujuan utama dari penggunaan partograf adalah untuk:
1) Mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan dengan menilai pembukaan
serviks melalui periksa dalam.
2) Mendeteksi apakah proses persalinan berjalan secara normal.
3) Data pelengkap yang terkait dengan pemantauan kondisi ibu, kondisi bayi,
grafik kemajuan proses persalinan, bahan dan medikamentosa yang diberikan,
pemeriksaan laboraturium, membuat keputusan klinik dan asuhan atau
tindakan yang diberikan dimana semua itu dicatatkan secara rinci pada status
atau rekam medik ibu bersalin dan bayi baru lahir.
4) Pencatatan Selama Fase Laten Kala Satu Persalinan
a) Fase Laten : pembukaan serviks kurang dari 4 cm
b) Fase Aktif : pembukaan serviks dari 4 sampai 10 cm
Selama fase laten, semua asuhan, pengamatan dan pemeriksaan harus
dicatat. Tanggal dan waktu harus dituliskan setiap kali membuat catatan selama
fase laten persalinan. Semua asuhan dan intervensi juga harus dicatat.
Kondisi ibu dan bayi juga harus dinilai dan dicatat dengan seksama, yaitu:
1) Denyut jantung janin: setiap ½ jam
2) Frekuensi dan lamanya kontraksi uterus: setiap ½ jam
3) Nadi: setiap ½ jam
4) Pembukaan serviks: setiap 4 jam
5) Penurunan bagian terbawah janin: setiap 4 jam
6) Tekanan darah dan suhu: setiap 4 jam
7) Produksi urin, aseton dan protein: setiap 2 sampai 4 jam
Jika ditemui gejala dan tanda penyulit, pemilaian kondisi ibu dan janin
harus lebih sering dilakukan. Lakukan tindakan yang sesuai apabila pada
diagnosis disebutkan adanya penyulit dalam persalinan. Jika frekuensi kontraksi
berkurang dalam satu atau dua jam pertama, nilai ulang kesehatan dan kondisi
8
aktual ibu dan bayinya. Menyiapkan rencana rujukan jika terjadi gawat janin atau
komplikasi yang tidak bisa ditangani oleh bidan.
Pencatatan Selama Fase Aktif Persalinan: Partograf
Informasi ibu tentang:
1) Nama,umur
2) Gravida, para, abortus (keguguran)
3) Nomor catatan medik/nomor puskesmas
4) Tanggal dan waktu mulai dirawat (atau jika di rumah, tanggal dan waktu
penolong persalinan mulai merawat bayi
5) Waktu pecahnya selaput ketuban
Kondisi Janin:
1) DJJ
2) Warna dan adanya air ketuban
3) Penyusupan (molase) kepala janin
Kemajuan Persalinan:
1) Pembukaan serviks
2) Penurunan bagian terbawah atau presentasi janin
3) Garis waspada dan garis bertindak
Jam dan Waktu:
1) Waktu mulainya fase aktif persalinan.
2) Waktu aktual saat pemeriksaan atau penilaian.
Kontraksi Uterus:
1) Frekuensi kontraksi dalam waktu 10 menit
2) Lama kontraksi (dalam detik)
Obat-obatan dan Cairan yang diberikan:
1) Oksitosin
2) Obat-obatan lainnya dan cairan IV yang diberikan
Kondisi Ibu
1) Nadi, tekanan darah dan suhu
2) Urin (volume, aseton atau protein)
2. Kala II Persalinan
Kala II persalinan dimulai dari pembukaan lengkap (10 cm) hingga lahirnya
kepala dan seluruh tubuh bayi.
a. Perubahan Fisiologis
1) Kontraksi uterus
Kontraksi bersifat nyeri yang disebabkan oleh anoxia dari sel-sel otot tekanan
pada ganglia dalam serviks dan segmen bawah rahim (SBR), regangan dari
9
servik, regangan dan tarikan pada peritoneum yang semuanya terjadi pada
saat kontraksi.
2) Perubahan pada servik
Perubahan pada servik pada kala II ditandai dengan pembukaan lengkap (10
cm). Pada pemeriksaan dalam tidak teraba lagi bibir portio, SBR dan servik.
3) Perubahan pada vagina dan dasar panggul
Setelah pembukaan lengkap dan ketuban telah pecah terjadi perubahan
terutama pada dasar panggul yang diregangkan oleh bagian depan janin
sehingga menjadi saluran yang dinding-dindingnya tipis karena suatu
regangan dan kepala sampai di vulva. Lubang vulva menghadap kedepan atas
dan anus, menjadi terbuka, perineum menonjol dan tidak lama kemudian
kepala janin tampak pada vulva.
10
2) Terlihatnya bagian kepala bayi melalui introitus vagina
d. Pemantauan selama kala II persalinan
Kondisi ibu, bayi dan kemajuan persalinan harus selalu dipantau secara berkala
dan ketat selama berlangsungnya kala dua persalinan.
Pantau, periksa dan catat:
1) Kontraksi
a) Palpasi kontraksi uterus (kontrol setiap 10 menit)
b) Frekuensi setiap 30 menit selama fase aktif
c) Lamanya kontraksi yang terjadi dalam 10 menit observasi
d) Kekuatan kontraksi dalam detik
2) Tanda-tanda kala II
a) Ibu merasakan ingin meneran bersamaan dengan terjadinya kontraksi
b) Ibu merasakan adanya peningkatan tekanan pada rectum dan/ vaginanya.
c) Perineum menonjol
d) Vulva-vagina dan sfingter ani membuka
e) Meningkatnya pengeluaran lendir bercampur darah
3) Keadaan umum
a) Kesadaran
b) Tekanan darah dan temperatur : setiap 4 jam
c) Nadi : setiap ½ jam
d) Volume urin, protein dan aseton
4) Respon keselurahan pada kala II
a) Keadaan dehidrasi
b) Perubahan sikap / perilaku
c) Tingkat tenaga (yang di miliki)
5) Kemajuan persalinan
a) Pembukaan serviks
b) Penurunan bagian terbawah janin
6) Pemantauan Janin : saat bayi belum lahir dan saat bayi lahir
a) Saat bayi belum lahir
b) Menentukan bagian terendah janin
c) Periksa Denyut Jantung Janin (DJJ) setelah setiap kontraksi untuk
memastikan janin tidak mengalami bradikardi (120), di lakukan setiap
setengah jam
d) Saat bayi lahir
Segera setelah lahir, letakkan bayi di atas kain bersih dan kering yang di
siapkan pada perut ibu.
7) Asuhan sayang ibu dalam proses persalinan
a) Meminta ijin dan menjelaskan prosedur tindakan yang akan dilakukan
bidan dalam pemberian asuhan
b) Bidan memeberikan penjelasan tentang gambaran proses persalinan yang
akan dihadapi ibu dan keluarga
c) Memberikan informasi dan menjawab pertanyaan dari ibu dan keluarga
sehubungan dengan proses persalinan
11
e. Mekanisme penurunan kepala janin
1) Turunnya Kepala
Masuknya kepala ke PAP ditandai dengan posisi sutura sagitalis melintang
dan dengan fleksi yang ringan.Kalau sutura sagitalis terdapat ditengah-
tengah jalan lahir, ialah tepat di antara syphisis dan promontorium maka
dikatakan kepala dalam synclitismus. Jika kepala ke depan mendekati
sympisis atau ke belakang mendekati promontorium makan disebut
asynclitismus. Asynclitismus posterior ialah jika sutura sagitalis mendekati
sympisis dan asynclitismus anterior jika kepala mendekati promontorium.
Kemudian terjadi mekanisme majunya kepala yang disertai dengan
gherakan fleksi, putar paksi dalam dan ekstensi.
2) Fleksi
Keadaan fleksi dimana ubun-ubun kecil jelas lebih rendah dari ubun-ubun
besar. Tujuannya agar ukuran kepala janin yang lebih kecil yang melewati
jalan lahir, yaitu suboccipito bregmatica (9,5cm).
3) Putaran Paksi Dalam
Pada presentasi belakang kepala, bagian terendah adalah ubun-ubun kecil
dan bagian ini yang akan memutar ke bawah sympisis. Tujuannya untuk
menyesuaikan kepala dengan posisi jalan lahir.
4) Extensi
Extensi terjadi karena sumbu jalan lahir pada pintu bawah panggul
mengarah ke depan dan atas sehingga kepala harus mengadakan ekstensi.
Subocciput menjadi pusat pemutaran yang disebut sebagai hypomoclion.
5) Putaran Paksi Luar
Setelah kepala lahir, maka kepala anak memutar kembali kea rah punggung
anak untuk menghilangkan torsi pada leher setelah putar paksi dalam.
6) Ekspulsi
Setelah putar paksi luar, bahu depan sampai di bawah sympisis dan menjadi
hypomoclion untuk kelahiran bahu belakang.
f. Episiotomi
Episiotomy adalah mengiris atau menggunting perineum menurut arah
irisan yaitu mediais, mediolateral dan lateralis dengan tujuan agar supaya
12
tidak terjadi robekan-robekan perineum yang tidak teratur dan robekan
musculus princter ani (rupture perinea totalis) yang bila tidak dijahit dan
dirawat dengan baik akan menyebabkan inkontinensia alvi (Mochtar Rustam,
1989). Episiotomy dilakukan jika adanya indiksi seperti: adanya gawat janin
dan bayi akan segera dilahirka dengan tindakan, penyulit kelahiran
pervaginam(sungsang, distosia bahu, ekstraksi cunam (forcep) atau ekstraksi
vakum), jaringan parut pada perineum atau vagina yang memperlambta
kemajuan persalinan (Depkes RI, 2007)
1) Jenis atau tingkat robekan perineum dapat dibagi menjadi 4 tingkat:
a) Tingkat I: robekan hanya terjadi pada mukosa vagina dengan, komisura
posterior dan kulit perineum
b) Tingkat II: robekan yang terjadi lebih dalam yaitu mukosa vagina, komisura
posterior, kulit perineum dan otot perineum
c) Tingkat III: robekan yang terjadi mengenai mukosa vagina, komisura
posterior, kulit perineum, otot perineum sampai otot sfingter ani
d) Tingkat IV: robekan yang terjadi mengenai mukosa vagina, komisura
posterior, kulit perineum, otot perineum, otot sfingter ani sampai dinding
depan rectum
b) Episiotomy Mediolateralis
Kelebihan:
Mencegah ruptur perineum tingkat 3. Perdarahan luka lebih banyak oleh
karena melibatkan daerah yang banyak pembuluh darah.
Kekurangan:
Otot-otot perineum terpotong sehingga penjahitan luka lebih sulit.
Penjahitan dilakukan sedemikian rupa sehingga setelah penjahitan selesai
hasilnya harus simetris.
13
c) Episiotomy Lateralis
Episiotomy lateralis jarang dilakukan karena luka sayatan dapat melebar
kearah dimana terdapat pembuluh darah pudendal interna, sehingga dapat
menimbulkan perdarahan yang banyak, parut yang terjadi dapat menimbulkan
rasa nyeri yang dapat mengganggu penderita.
4) Penjahitan episiotomi
a) Cuci tangan dengan secara seksama dan gunakan sarung tangan steril.
b) Pastikan bahan – bahan yang digunakan sudah di DTT.
c) Setelah memberikan anastesi lokal dan memastikan bahwa daerah tersebut
sudah dianastesi, telusuri dengan hati – hati menggunakan satu jari untuk
menentukan batas luka. Nilai kedalaman luka dan lapisan mana yang terluka,
dekatkan tepi laserasi untuk menentukan cara menjahitnya menjadi satu dengan
mudah.
d) Buat jahitan pertama ± 1 cm diatas ujung laserasi dibagian dalam vagina.
Setelah membuat tusukan pertama, buat ikatan dan potong pendek benang yang
lebih pendek dari ikatan.
e) Tutup mukosa vagina dengan jahitan jelujur, jahit kebawah kearah cincin
hymen.
f) Tepat sebelum cincin hymen masukkan jarum kedalam mukosa vagina lalu
kebawah cincin hymen sampai jarum berda dibawah laserasi. Periksa kebagian
antara jarum diperinium dan bagian atas laserasi. Perhatikan seberapa dekat
jarum kepuncak luka.
g) Teruskan kearah bawah tapi tetap pada luka, menggunakan jahitan jelujur
hingga mencapai bagian bawah laserasi. Pastikan jarak tiap jahitan sama dan
otot yang terluka telah dijahit. Jika laserasi meluas kedalam otot, mungkin
14
perlu satu atau dua jahitan terputus – putus untuk menghentikan perdarahan
dan mendekatkan jaringan tubuh secara efektif.
h) Setelah mencapai ujung laserasi, arahkan jarum keatas dan teruskan
penjahitan menggunakan jahitan jelujur untuk menutup lapisan subkutikuler.
Jahitan ini akan menjadi jahitan lapis kedua. Periksa lubang bekas jarum tetap
terbuka berukuran 0,5 cm atau kurang. Luka akan menutup dengan sendirinya
pada saat penyembuhan.
i) Tusukkan jarum dari robekan perinium kedalam vagina. Jarum harus
keluar dari belakang cincin hymen.
j) Ikat benang dengan membuat simpul didalam vagina. Potong ujung
benang dan sisakan sekitar 1,5 cm. Jika ujung benang dipotong terlalu pendek,
simpul akan longgar dan laserasi akan membuka.
k) Ulangi pemeriksaan vagina dengan lembut untuk memastikan tidak ada
kasa atau peralatan yang tertinggal didalam.
l) Dengan lembut masukkan jari paling kecil kedalam anus, raba apa ada
jahitan pada rektum. Jika teraba ada jahitan ulangi pemeriksaan rektum 6
minggu pasca persalinan, jika penyembuhan belum sempurna segera rujuk.
m) Cuci genetalia dengan lembut dengan sabun dan air DTT dan bantu ibu
mencari posisi yang nyaman.
5) Komplikasi
a) Nyeri post partum dan dyspareunia
b) Rasa nyeri setelah melahirkan lebih sering dirasakan pada pasien bekas
episiotomi, garis jahitan (sutura) episiotomi lebih menyebabkan rasa sakit.
Jaringan parut yang terjadi pada bekas luka episotomi dapat menyebabkan
dyspareunia apabila jahitan terlalu erat
c) Nyeri pada saat menstruasi pada bekas episiotomi dan terabanya massa
d) Trauma perinium posterior berat
e) Trauma perinium anterior
f) Cidera dasar panggul dan inkontinensia urin dan feses
g) Infeksi bekas episiotomy, infeksi lokal sekitar kulit dan fasia superfisial
akan mudah timbul pada bekas insisi episiotomi
h) Gangguan dalam hubungan seksual, jika jahitan yang tidak cukup erat
menyebabkan akan menjadi kendur
15
b) Mengenakan baju penutup atau celemek plastik.
c) Melepaskan semua perhiasan yang di pakai di bawah siku. Mencuci kedua
tangan dengan sabun dan air bersih yang mengalir dan mengeringkan tangan
dengan handuk 1x pakai/handuk pribadi yang bersih.
d) Memakai sarung tangan desinfeksi tingkat tinggi.
Menyiapkan oksitosin 10 unit ke dalam spuit (dengan memakai sarung tangan)
dan meletakkannya kembali di partus set tanpa dekontaminasi spuit.
Memastikam pembukaan lengkap dan keadaan janin baik
a) Membersihkan vulva dan perineum, menyekanya dengan hati-hati dari
depan ke belakang dengan menggunakan kapas atau kasa yang sudah di basahi
air DTT.
b) Dengan menggunakan teknik aseptik, melakukan pemeriksaan dalam
untuk memastikan bahwa pembukaan serviks sudah lengkap (bila ketuban
belum pecah maka lakukan amniotomi).
c) Mendekontamitasi sarung tangan
d) Memeriksa DJJ setelah berakhir setiap kontaksi (batas normal 120-
160x/menit)
Menyiapkan ibu dan keluarga untuk membantu proses pimpinan meneran
a) Memberitahukan ibu bahwa pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin
baik, membantu ibu berada dalam posisi yang nyaman
b) Meminta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi ibu untuk meneran.
c) Melakukan pimpinan meneran saat ibu mempunyai dorongan kuat untuk
meneran
Persiapan pertolongan kelahiran
a) Jika kepala telah membuka vulva dengan diameter 4-5 cm, meletakkan
handuk bersih di atas perut ibu untuk mengeringkan bayi.
b) Meletakkan kain yang bersih di lipat 1/3 bagian di bawah bokong ibu
c) Membuka set partus
d) Memakai sarung tangan steril
Memulai meneran
a) Jika pembukaan belum lengkap, tenteramkan ibu dan bantu pilihkan posisi
yang nyaman
b) Jika ibu merasa ingin meneran namun pembukaan belum lengkap, berikan
semangat dan anjurkan ibu untuk bernafas cepat dan bersabar agar jangan
meneran dulu
16
c) Jika pembukaan sudah lengkap dan ibu merasa ingin meneran, bantulah
ibu memilih posisi yang nyaman untuk meneran dan pastikan ibu untuk
beristirahat di antara kontraksi
d) Jika pembukaan sudah lengkap namun belum ada dorongan untuk
meneran, bantu ibu memilih posisi yang nyaman dan biarkan berjalan-jalan
e) Jika ibu tidak merasa ingin meneran setelah pembukaan lengkap selama 60
menit, anjurkan ibu untukmemulai meneran pada saat puncak kontraksi, dan
lakukan stimulasi puting susu serta berikan asupan gizi yang cukup
f) Jika bayi tidak lahir setelah 60 menit, lakukan rujukan (kemungkinan
CPD, tali pusat pendek)
Cara meneran :
a) Anjurkan ibu untuk meneran sesuai dengan dorongan alamiahnya selama
kontraksi
b) Jangan menganjurkan untuk menahan nafas selama meneran
c) Anjurkan ibu untuk berhenti meneran dan segera beristirahat di antara
kontraksi
d) Jika ibu berbaring miring atau setengah duduk, ibu mungkin merasa lebih
mudah untuk meneran jika ibu menarik lutut ke arah dada dan
menempelakan dagu ke dada
e) Anjurkan ibu untuk tidak mengangkat bokong saat meneran
f) Jangan melakukan dorongan pada fundus untuk membantu kelahiran bayi.
Dorongan pada fundus meningkatkan resiko distosia bahu dan rupture
uteri
Menolong kelahiran bayi
a) Saat kepala bayi membka vulva dengan diameter 5-6 cm, lindungi
perineum dengan satu tangan yang di lapisi kain, letakkan tangan yang lain di
kepala bayi dan lakukan tekanan yang lembut dan tidak menghambat pada
kepala bayi, membiarkan kepala keluar perlahan-lahan. Menganjurkan ibu
untuk meneran perlahan atau bernafas cepat saat kepala lahir.
b) Dengan lembut menyeka muka, mulut dan hidung bayi dengan kain atau
kasa bersih.
c) Memeriksa lilitan tali pusat dan jika kendurkan lilitan tali pusat
7) Amniotomi
Amniotomi adalah pemecahan selaput ketuban bila ketuban belum pecah dan
pembukaan sudah lengkap, setelah dilakukan pemecahan selaput ketuban
maka lakukan pemeriksaan air ketuban antara lain: warna air ketuban yang
17
keluar saat dilakukan amniotomi, jika terjadi perwarnaan meconium pada air
ketuban maka lakukan persiapan pertolongan bayi setelah lahir karena hal
tersebuut menunjukkan adanya hipoksia janin dalam Rahim atau selama
proses persalinan (Depkes RI, 2007)
a. Indikasi amniotomy
1) Pembukaan lengkap
2) Pada kasus solution plasenta
3) Akselerasi persalinan
4) Persalinan pervaginam dengan menggunakan instrumen
b. Keuntungan Amniotomy
1) Untuk melakukan pengamatan ada tidaknya meconium
2) Menentukan punctum maksimum DJJ akan lebih jelas
3) Mempermudah perekaman pada saat pemantauan janin
c. Kerugian Amniotomy
1) Dapat menimbulkan trauma pada kepala janin yang mengakibatkan kecacatan
pada tulang kepala akibat dari tekanan deferensial meningkat.
2) Dapat menambah kompresi tali pusat akibat jumlah cairan amniotik
berkurang.
d. Cara melakukan amniotomy
1) Persiapan alat:
a) Bengkok
b) Setengah koher
c) Sarung tangan steril satu pasang
d) Kapas cebok
e) Under pad
2) Persiapan Pasien:
18
8. Dengan menggunakan tangan kiri penolong, tempatkan klem setengah kocker
DTT atau steril dimasukkan ke dalam vagina menelusuri jari tangan kanan
yang berada didalam vagina hingga mencapai selaput ketuban.
9. Pegang ujung klem setengah kocker diantara ujung jari tangan kanan
penolong, kemudian menggerakkan jari dengan lembut dan memecahkan
selaput ketuban dengan cara menggosokkan klem setengah kocker secara
lembut pada selaput ketuban.
10. Amniotomy dilakukan diantara kontraksi pada saat selaput ketuban tidak
tegang, yang bertujuan ketika selaput ketuban dipecah air ketuban tidak
menyemprot keluar.
11. Ambil klem setengah kocker dengan menggunakan tangan kiri dan masukkan
kedalam larutan klorin ½% untuk dekontaminasi
12. Jari tangan kanan penolong tetap berada didalam vagina melakukan
pemeriksaan adakah tali pusat dan bagian kecil janin yang teraba dan
memeriksa penurunan kepala janin.
13. Jika hasil pemeriksaan tidak didapatkan adanya tali pusat atau bagian-bagian
tubuh janin yang kecil dan hasil pemeriksaan penurunan kepala sudah
didapatkan maka keluarkan tangan penolong secara lembut dari dalam
vagina.
14. Lakukan pemeriksaan cairan ketuban, adakah mekonium, darah. Perhatikan
warna dan bau cairan ketuban.
15. Celupkan sarung tangan yang masih digunakan kedalam larutan klorin ½ %
kemudian lepaskan secara terbalik dan rendam ±15 menit.
16. Mencuci tangan dan memeriksa DJJ
17. Melakukan dokumentasi pada partograf tentang warna ketuban, kapan
pecahnya ketuban dan DJJ.
19
Distosia karena kelainan bentuk dan besar janin meliputi pertumbuhsn janin
yang berlebihan, berat badan lebih dari 4000 gram, dan hidrosepalus.
b) Pijat
Pijatan pada bahu, leher, wajah dan punggung bisa meredakan ketegangan otot
serta memberi rasa rileks dan sirkulasi darah akan menjadi lancar sehingga nyeri
dapat berkurang.
c) Minum Air
Dengan minum air dapat mengurangi rasa nyeri dan membuat ibu lebih nyaman.
Air juga menyangga tubuh dan bisa mempercepat persalinan yang lambat.
d) Mengatur Posisi
Mengubah posisi berbaring selama menunggu proses kelahiran bayi dapat
membantu ibu mengontrol rasa sakit, karena dapat mengurangi tekanan darah
dan penyimpangan denyut jantung bayi. Sering mengubah posisi berbaring
bermanfaat untuk meningkatkan sirkulasi darah dan membantu kelancaran
persalinan.
e) Kehadiran Pendamping Pada Proses Persalinan
Dengan cara menghadirkan orang yang dianggap penting oleh ibu untuk
mendampingi ibu selama proses persalinan seperti suami, ibu, keluarga atau
teman dekat. Suami dan keluarga dianjurkan untuk ikut berperan aktif dalam
mendukung dan melakukan kegiatan dan melakukan kegiatan yang dapat
memberikan kenyamanan bagi ibu.
f) Sentuhan dan Massase
Relaksasi sentuhan akan membantu ibu rileks dengan cara pasangan menyentuk
atau mengusap bagian tubuh ibu. Massase secara lembut akan membantu ibu
merasa lebih segar, rileks dan nyaman selama persalinan.
g) Musik
Musik dapat membantu ibu mengalihkan perhatian dari rasa nyeri sehingga ibu
merasa rileks.
20
10) Akselerasi dan Induksi Persalinan
Akselerasi persalinan dan induksi persalinan dilakukan dengan cara yang sama
tetapi dengan tujuanyang berbeda. Induksi persalinan (induction of labour) adalah
untuk merangsang uterus untuk mengawali persalinan sedangkan Akselerasi
Persalinan (augmented of labour) adalah merangsang uterus pada proses
persalinan unruk meningkatkan frekuensi-durasi dan kekuatan kontraksi uterus
(his). Pada persalinan yang baik adalah bila terdapat 3 his dalam 10 menit dengan
masing-masing his berlangsung sekitar 40 detik. Bila selaput ketuban masih utuh
dianjurkan bahwa sebelum melakukan induksi atau akselerasi persalinan terlebih
dahulu dilakukan pemecahan selaput ketuban. Pecahnya selaput ketuban (spontan
atau artifisial) akan mengawali rangkaian proses berikut:
21
2. Pemberian Oksitosin Drip
Oksitosin adalah suatu peptida yang dilepaskan dari bagian hipofisis posterior.
Pada kondisi oksitosin yang kurang dapat memperlambat proses persalinan,
sehingga diperlukan pemberian oksitosin intravena melalui infus. Oksitosin akan
meningkatkan kerja sel otot polos yang diam dan memperlambat konduksi
aktifitas elektrik sehingga mendorong pengerahan serat-serat otot yang lebih
banyak berkontraksi dan akibatnya akan meningkatkan kekuatan dari kontraksi
yang lemah (Caldeyro, 1957 dalam Henderson & Jones, 2006). Oksitosin mulai
diberikan melalui infuse dektrose atau garam fisiologis dengan ketentuan sebagai
berikut: 2,5 unit oksitosin dalam 500 cc dektrose atau garam fisiologis, pemberian
mulai dari 10 tetes permenit, tetesan dinaikkan 10 tetes setiap 30 menit sampai
kontraksi adekuat. Kontraksi adekuat yang diharapkan adalah adanya 3 kali
kontraksi yang lamanya lebih dari 40 detik. Ketika kontraksi uterus adekuat telah
tercapai maka infuse dipertahankan sampai terjadi kelahiran bayi.
22
2. Takut dan ragu-ragu akan persalinan yang dihadapi
Ibu merasa ragu apakah dapat melalui proses persalinan secara normal dan lancer
3. Ibu merasa cemas
Kecemasan dapat terjadi pada semua persalinan baik pada persalinan
primigravida maupun multigravida. Rasa takut dan sakit menimbulkan stress yang
mengakibatkan pengeluaran adrenalin.
23
Sebelum memberikan oksitosin bidan harus melakukan pengkajian dengan
melakukan plapasi pada abdomen untuk meyakinkan hanya ada bayi tunggal
tidak ada bayi kedua
24
Kala IV persalinan adalah waktu setelah plasenta lahir sampai empat jam
pertama setelah melahirkan.
a. Perubahan fisiologi pada persalinan kala IV
Persalinan kala IV dimulai dengan kelahiran plasenta dan berakhir 2 jam
kemudian. Periode ini merupakan saat paling kritis untuk mencegah kematian
ibu, terutama kematian karena perdarahan. Selama kala IV, bidan harus
memantau ibu setiap 15 menit pada jam pertama dan 30 menit pada jam
kedua setelah persalinan. Jika kondisi ibu tidak stabil, maka ibu harus
dipantau lebih sering.
3) Kebutuhan eleminasi
Pasien biasanya akan takut berkemih yang dikarenakan adanya rasa
sakit pada jalan lahirnya. Rasa takut ini akan mengakibatkan terjadinya
penumpukan urine pada kandung kemih ibu. Bila pasien tidak dapat berkemih
sendiri maka bidan dapat dilakukan kateterisasi.
25
1) Memeriksa fundus setiap 15 menit pada jam pertama dan setiap 20-30 menit
selama jam kedua. Jika kontraksi tidak kuat, masase uterus sampai menjadi
keras.
2) Memeriksa tekanan darah, nadi, kantung kemih, dan perdarahan setiap 15
menit pada jam pertama dan setiap 30 menit selama jam kedua.
3) Menganjurkan ibu minum untuk mencegah dehidrasi dan menganjurkan ibu
untuk makan makanan yang disukainya.
4) Membersihkan perineum ibu dan mengenakan pakaian yang bersih dan kering
pada ibu.
5) Membiarkan ibu beristirahat dan membiarkan bayi berada di dekat ibu.
6) Membantu ibu pergi ke kamar mandi setelah persalinan. Pastikan ibu sudah
buang air kecil dalam 3 jam pasca persalinan. Apabila ibu tidak dapat
berkemih secara spontan, lakukan kateterisasi.
7) Memeriksa perineum ibu untuk menilai perdarahan yang ada setiap 15 menit
pada satu jam pertama dan setiap 30 menit pada jam kedua kala IV.
8) Mengajari ibu dan anggota keluarga mengenai tanda-tanda bahaya bagi ibu
dan janin.
26
setelah kelahiran plasenta dan setiap 30 menit pada jam kedua setelah
persalinan.
3) Menganjurkan ibu untuk melakukan masase uterus dan periksa kontraksi
uterus.
Rasional : Mempertahankan masase ringan yang sering juga efektif (jika
perawat atau asisten pelahiran tidak bisa tetap disisi tempat tidur sepanjang
waktu ini, ibu dapat diajarkan cara mempertahankan masase yang konstan,
lembut, ringan dan periodik. Ibu harus diajari tekhnik ini bagaimanapun
keadaannya, karena melakikan masase uterus secara periodik akan terus
meningkatkan kontraksi uterus). (Varney dkk, 2007)
4) Mengevaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah.
Rasional : Memperkirakan kehilangan darah hanyalah salah satu cara untuk
menilai kondisi ibu. Cara tak langsung untuk mengukur jumlah kehilangan
darah adalah melalui penampakan gejala dan tekanan darah. Apabila
perdarahan menyebabkan ibu lemas, pusing dan kesadaran menurun serta
tekanan darah sistolik turun lebih dari 10 mmHg dari kondisi sebelumnya
maka telah terjadi perdarahan lebih 500 ml. bila ibu mengalami syok
hipopolemik maka ibu telah kehilangan darah 50% dari total jumlah.
6) Asuhan BBL
a. Biarkan bayi tetap melakukan kontak kulit kekulit didada ibu paling sedikit 1
jam.
Rasional : Hubungan ibu dan bayi bisa lebih lekat bila mereka dipertemukan
segera setelah bayi lahir. Lazimnya sesudah tubuh bayi stabil dan kondisinya
baik, tiada kelainan apapun, ia akan secepatnya dipertemukan dengan sang
bunda. Meskipun baru lahir, bayi sangat sensitif terhadap suara. Karena itu
dekaplah si buah hati dengan lembut dan penuh cinta. Pelukan ibu pada tubuh
bayi dapat menjaga kehangatan dan mencegah kehilangan panas. Anjurkan
ibu untuk menyusui bayinya segera setelah lahir. Sebaiknya pemberian ASI
harus dimulai dalam waktu 1 jam pertama kelahiran. (JNPK-KR, 2008)
b. Setelah 1 jam lakukan penimbangan/pengukuran bayi, beri tetes mata
antibiotik profilaksis dan vit.K 1 mg IM dipaha kiri antero lateral.
27
Rasional : Pemberian tetes mata untuk pencegahan infeksi mata, pemberian
vit. K untuk mencegah perdarahan bayi baru lahir akibat defisiensi vitamin K
yang dapat dialami oleh sebagian bayi baru lahir.
c. Setelah 1 jam pemberian vit.K 1 mg, berikan suntikan imunisasi Hepatitis B
dipaha kanan anterolateral.
Rasional : Untuk mencegah infeksi Hepatitis B terhadap bayi, terutama jalur
penularan ibu-bayi.
d. Lanjutkan pemantauan kontraksi dan mencegah perdarahan pervagina.
1) 2-3 kali dalam 15 menit pertama pasca persalinan.
2) Setiap 15 menit pada 1 jam pertama pasca persalinan.
3) Setiap 20-30 menit pada jam kedua pasca persalinan.
Rasional : Masa postpartum merupakan saat paling kritis untuk mencegah
kematian ibu, terutama kematian yang disebabkan karena perdarahan. Selama
kala IV, petugas harus memantau ibu setiap 15 menit pada jam pertama
setelah kelahiran plasenta dan setiap 30 menit pada jam kedua setelah
persalinan.
b. Manfaat
1) IMD dapat membantu melatih motorik bayi dan sebagai langkah awal
membentuk ikatan batin antara ibu dan bayi. Sentuhan kulit bayi dan ibu saat
IMD berlangsung mampu memberikan efek psikologis yang kuat antara ibu
dan bayi. Prasetyo, 2008.
2) IMD dapat mengurangi stress pada bayi, karena terdapat kemampuan kulit
ibu menyesuaikan suhunya dengan suhu yang dibutuhkan bayi sehingga bayi
ak an tampak lebih tenang dan denyut jantungnya akan stabil. Sintha, 2008.
3) Bayi mendapat kolostrum yang kaya anti bodi, hal ini penting untuk
pertumbuhan usus bayi dan ketahanan terhadap infeksi. Sintha, 2008.
4) IMD membuat bayi lebih berhasil menyusus secara eksklusif dan lebih lama
disusui. Sintha, 2008.
28
5) Sentuhan, isapan dan jilatan pada putting susu akan merangsang pengeluaran
hormon oksitosin yang penting untuk meningkatkan kontraksi rahim pasca
salin, sehingga mengurangi resiko perdarahan pada ibu, merangsang hormon
lain secara psikologis membuat ibu merasa tenang, rileks, mencintai bayinya,
meningkatkan ambang nyeri dan merangsang ASI.
c. Cara IMD
1) IMD dilakukan satu jam pertama setelah bayi lahir.
2) Setelah lahir, bayi dikeringkan seperlunya tanpa menghilangkan vernix (kulit
putih) yang berfungsi menyamankan kulit bayi, hindari juga mengeringkan
bagian tangan bayi karena akan berperan pentinguntuk IMD.
3) Setelah itu kemudian bayi ditengkurapkan pada perut bagian atas atau dada
ibu, kulit bayi menempel pada kulit ibu tanpa ada yang membatasi (skin to
skin contact). Kemudian selimuti ibu dan bayi, kepala bayi digunakan topi.
4) 30 menit pertama biasanya bayi akan diam dalam keadaan siaga, karena masa
ini merupakan masa penyesuaian atau peralihan bayi dari dalam kandungan
kedunia luar kandungan.
5) 30 – 60 menit selanjutnya bayi mulai menggerakan mulutnya seperti mau
menelan dan yang pertama kali dijilat adalah tangannya yang masih terdapat
sisa – sisa cairan ketuban. Rasa dan bau cairan ketuban yang ada ditangannya
ini sama dengan bau cairan yang dikeluarkan payudara ibu sehingga inilah
yang akan membimbing bayi menemukan puting susu ibu.
6) Biarkan bayi mencari sendiri puting susu ibunya (jangan dipaksa, dibantu,
atau diarahkan). Karena pada dasarnya bayi memiliki naluri yang kuat untuk
dapat menemukan puting susu ibunya.
7) Ketika sudah menemukan puting susu ibunya biarkan kulit bayi tetap
bersentuhan dengan kulit ibu sampai proses menyusu pertama selesai.
8) Setelah proses menyusu awal selesai yang ditandai dengan lepasnya hisapan
bayi, baru kemudian bayi dipisahkan dari ibunya untuk ditimbang, diukur,
dicap, dan diberi vitamin K dan salep mata.
9) Bayi dilakukan rawat gabung bersama ibunya sehingga ibu dapat menyusui
bayinya kapan saja. Hal ini juga akan meningkatkan ikatan bathin antara ibu
dan bayinya, sehingga bayipun jadi jarang menangis karena selalu merasa
dekat dengan ibu, dengan demikian ibu dapat dengan mudah menyusui dan
beristirahat dengan optimal.
29
BAB III
TINJAUAN KASUS
30
3. Riwayat persalinan ini :
Ibu mengeluh sakit perut sejak kemarin pukul 17.00 Wita (10/03/2019) tidak
ada pengeluaran air ketuban, sudah ada pengeluaran lendir bercampur darah
sejak 17.00 Wita (10/03/2019) dan gerakan janin yang dirasakan ibu masih
aktif.
6. Riwayat Kesehatan
a. Penyakit yang pernah diderita ibu:
Ibu mengatakan tidak pernah menderita penyakit seperti penyakit jantung,
hipertensi,asma, TBC ,HIV/AIDS dan penyakit lainnya.
b. Penyakit keluarga yang menular :
Ibu megatakan tidak ada riwayat penyakit keluarga yang menular.
c. Riwayat penyakit keturunan :
Ibu mengatakan tidak ada penyakit menurun, seperti DM, Hipertensi, jantung.
31
8. Data Biologis, psikologis, sosial dan spiritual :
a. Keluhan bernafas :
Ibu mengatakan tidak ada kesulitan dalam menarik nafas maupun
menghembuskan nafas.
b. Nutrisi :
Ibu mengatakan makan terakhir pukul 18.00 wita, porsi sedang, dengan nasi,
ayam dan sayur. Ibu minum terakhir pukul 24.00 wita dengan 200 cc air
mineral.
c. Istirahat :
Pada malam hari ibu dapat istirahat 8 jam dengan keluhan nyeri di bagian
pinggang, pada siang hari ibu dapat istirahat 2 jam.
d. Eliminasi :
BAB terakhir : pukul 16.00 wita dengan konsistensi lembek.
BAK terakhir : pukul 00.30 wita, dengan jumlah 150 cc warna jernih.
Ibu mengatakan tidak ada keluhan saat BAB dan BAK.
e. Psikologis :
Ibu mengatakan siap untuk melahirkan dan perasaan ibu saat ini cemas.
f. Sosial :
1) Ibu mengatakan ini merupakan pernikahan yang pertama, dengan lama
pernikahan 1 tahun, hubungan antara suami dan keluarga harmonis.
2) Apabila terjadi kejadian yang tidak diinginkan yang mengambil keputusan
yaitu Ibu bersama suami.
3) Dalam persiapan persalinan ibu sudah menyiapkan kelengkapan ibu, calon
donor, perlengkapan bayi, pendamping, biaya dan transportasi.
4) Ibu mengatakan masih mampu dalam kegiatan spiritual.
32
TD : 120/70 mmHg
TD sebelumnya : 120/80 mmHg (08/03/19)
Nyeri yang ibu rasakan saat ini mencapai
angka 3
2. Pemeriksaan Fisik
a. Wajah : Tidak ada kelainan
b. Mata : Conjungtiva merah muda, selera putih
c. Mulut : Mukosa lembab, bibir segar.
d. Leher : Tidak ada pembengkakan kelenjar limfe,
tidak ada bendungan vena jugularis, dan
tidak ada pembesaran pada kelenjar tyroid.
e. Dada dan Aksila : Tidak ada Kelainan
1) Payudara : Simetris
2) Puting susu : Menonjol
3) Pengeluaran Kolostrum : Ada
4) Kebersihan : Bersih ( Tidak ada kerak pada
areola, puting dan daerah payudara
f. Abdomen
a) Pembesaran Perut : sesuai dengan umur kehamilan, arah pembesaran
perut memanjang, dan tidak ada luka bekas operasi.
b) Palpasi leopod :
Leopod I : Dua jari di bawah prosesus xiphoideus, teraba satu bagian
bundar dan lunak tidak melenting.
Leopod II : Teraba tahanan memanjang pada bagian kiri perut ibu,dan
teraba bagian kecil janin pada perut kanan ibu.
Leopod III : Teraba bulat keras dan tidak dapat digoyangkan.
Leopod IV : sejajar
TFU : 30 cm.
Perlimaan : 3/5
TBBJ : 2945 gram.
HIS : Ada, 3x /10 menit durasi 20-40 detik
DJJ : 131x/menit frekuensi teratur
g. Genetalia
VT ( tanggal 11 Maret 2019 pukul 00.40 WITA dilakukan oleh bidan GT )
Vulva : Ada pengeluaran, berupa lendir bercampur darah.
Vagina : Normal , tidak ada skibala dan tumor
Porsio : Konsistensi lunak , Dilatasi 3 cm effisement 25% ,
Dilatasi 4 cm
Selaput ketuban : Utuh
33
Presentasi : Kepala ,denominator ubun-ubun kecil kiri depan
Moulage :0
Penurunan : Hodge II+
Bagian Kecil : tidak teraba
Tali Pusat : tidak teraba
Kesan panggul : Normal
h. Anus
Perineum : Tidak kaku
Anus : Tidak ada Haemoroid
i. Ekstremitas
Tangan : tidak terdapat oedema
Kaki : Simetris,kuku jari merah muda, refleks patela +/+
3. Pemeriksaan Penunjang
Pada tanggal 11 Maret 2019 tidak dilakukan pemeriksaan laboratorium.
III. ANALISA :
Ny “ DP ” Umur 28 Tahun G1P0A0 UK 38 minggu 3 hari Preskep U puki
T/H intrauterine + PK I fase laten.
Masalah:
a. Ibu belum mengetahui teknik meneran.
b. Ibu belum mengetahui mobilisasi dan posisi persalinan.
c. Ibu belum mengetahui teknik IMD.
34
IV. PENATALAKSANAAN
Tanggal/Jam Penatalaksanaan Paraf
Senin, 11 Esawitri
Maret 2019 1. Menginformasikan kepada ibu dan keluarga Aprilia
pukul 00.40 bahwa keadaan ibu dan bayi yang
dikandung ibu dalam batas normal. Ibu dan
keluarga paham.
2. Memberikan KIE tentang teknik meneran
yang benar, ibu sudah mengetahui teknik
meneran yang benar dan mampu
mempraktekkannya.
3. Memberi ibu KIE tentang posisi persalinan,
ibu sudah mengerti dan memilih posisi
setengah duduk.
4. Memberikan KIE kepada ibu tentang teknik
Inisiasi Menyusu Dini (IMD). Ibu paham.
5. Memberikan KIE Nutrisi yang harus
dipenuhi ibu, ibu mengerti dengan
penjelasan bidan.
6. Memberikan KIE mengenai eliminasi ibu
dengan tidak menahan jika ingin BAK, ibu
mengerti dengan penjelasan bidan.
7. Memberikan KIE mengenai mobilisasi
35
kepada pasien seperti pasien bisa berjalan-
jalan dahulu, miking kiri, dll. Ibu
memahami penjelasan bidan.
8. Menyiapkan alat, alat sudah disiapkan.
CATATAN PERKEMBANGAN
Tanggal/Jam Catatan Perkembangan Paraf
36
Senin, 11 S : Ibu mengeluh sakit perut bertambah keras dan Bidan GT
Maret 2019 ingin mengedan, serta adanya pengeluaran air
pukul 02.30 ketuban
wita O : KU baik, kesadaran compos mentis,
perlimaan 1/5, TD: 120/70 mmHg. His 4x dalam
10 menit durasi 40-45 detik DJJ 132x./menit kuat
dan teratur. Bidan GT
EA
VT oleh bidan : V/V normal, bukaan lengkap (10
cm), ketuban pecah warna jernih, presentasi
kepala, denominator UUK didepan, molage 0,
penurunan Hodge 3+, TTBK/TP kesan panggul
normal.
37
pukul 03.00
wita O : TFU sepusat, tidak teraba janin kedua, bayi
tangis kuat gerak aktif
P:
1. Menginformasikan kepada ibu akan dilakukan
penyuntikan oksitosin untuk mencegah
perdarahan, ibu bersedia.
2. Menyuntikkan oksitosin 10 IU secara IM pada
03.01 wita bagian 1/3 paha atas bagian luar, oksitosin
sudah disuntikkan.
3. Mengganti handuk pada bayi
03.02 wita 4. Melakukan pemotongan tali pusat
5. Melakukan PTT
03.15 wita 6. Plasenta lahir
7. Melakukan masase uterus agar kontraksi baik.
8. Memeriksa kelengkapan plasenta. Plasenta
lahir lengkap
38
P : 1. Menginformasikan hasil pemeriksaan
kepada ibu dan suami, ibu dan suami mengetahui
hasil pemeriksaan dalam batas normal.
2. Menjelaskan kepada ibu adanya luka pada
jalan lahir dan perlu penjahitan agar tidak terjadi
perdarahan. Ibu menerima keadaannya.
3. Memastikan kondisi uterus berkontraksi dengan
baik. Memantau kala IV jam ke-1 setiap 15 menit,
hasil pemeriksaan terlampir dalam partograf
Senin, 11
Maret 2019 O : Ibu KU baik, Kes : CM, TD : 120/70
mmHg, N : 80 x/menit, R : 20 x/menit, S :36,9 5ͦC,
Pukul 04.00
wita laktasi (+), TFU : 2 jari dibawah pusat ,
perdarahan tidak aktif (-), luka perinium terawat,
BAB (-), BAK (-)
Bayi KU baik, Kes : CM, tangis kuat gerak
aktif, kulit kemerahan, BB 2900: gram, PB :49
cm, LK :33 cm, LD : 32 cm, BAB(-), BAK (-),
perdarahan tali pusat (-)
A : Ny “ DP ” umur 28 th P1A0 pspt B + PK IV +
vigorus baby masa adaptasi.
P:
1. Menginformasikan kepada ibu dan suami
bahwa bayi lahir dengan kondisi baik dan normal,
ibu dan suami sudah mengetahui hasil
pemeriksaan
2. Menginformasikan kepada ibu dan keluarga
bahwa bayi akan diberikan salep mata dan vit.K.
Ibu dan keluarga bersedia.
39
3. Memberikan salep mata gentamicin 0,3% sulfat
diberikan pada kedua mata bayi, tidak ada reaksi
alergi.
4. Memberikan vit. K 1 mg IM pada 1/3 paha kiri
anterolatera, tidak ada reaksi alergi.
5. Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya,
bayi dapat menyusu dengan hisapan kuat.
6. Menganjurkan ibu untuk memberikan ASI
secara ekslusif selama 6 bulan dan on demand, ibu
bersedia memberikan asi secara ekslusif.
7. Mengajarkan ibu massase uterus, ibu mengerti
dengan penjelasan bidan.
40
bayi. Bayi sudah diberikan imunisasi Hb 0.
4. Memberikan KIE tentang pemenuhan nutrisi
pada ibu PP. Ibu sudah mau makan dan minum.
5. Memberikan KIE mengenai tanda bahaya masa
nifas 2-6 jam. Ibu mengerti dengan penjelasan
yang diberikan.
6. Mengajarkan ibu teknik mobilisasi, ibu
mengerti dengan penjelasan bidan.
41
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS
BAB V
42
PENUTUP
A. Simpulan
Persalinan normal adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi (janin
dan plasenta) yang telah cukup bulan atau hampir cukup bulan melalui jalan
lahir dengan bantuan atau tanpa bantuan. Pada kasus Ny “DP” pertolongan
persalinan di Puskesmas Mengwi I, pertolongan persalinan telah dilakukan
sesuai dengan asuhan persalinan normal.
B. Saran
Disarankan kepada mahasiswa agar memperhatikan dan mengamati segala
pelayanan yang diberikan kepada pasien dengan baik di Puskesmas Mengwi I
dan semua pengalaman yang didapat di lapangan mampu menerapkannya di
kampus dan dapat dijadikan pedoman dalam memberikan asuhan kepada ibu
bersalin.
DAFTAR PUSTAKA
43
Reproduksi. 2008. Asuhan Persalinan Normal. Jakarta. JNPK-KR
Asrinah, dkk. 2010. Asuhan Kebidanan Masa Persalinan. Yogyakarta: Graha
Ilmu
Jpttunimus-gdl-nurotuneni-7050-3-babii.pdf-Foxit Reder
Asrinah, Dkk. 2010, Asuhan Kebidanan Masa Persalinan. Yogyakarta. Graha
Ilmu
Departemen Kesehatan R.I. 2014. Asuhan Persalinan Normal. Depkes R.I
Prawirohardjo Sarwono. 2009. Buku Acuan Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta. PT.Bina Pustaka
Prawirohardjo Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta. PT.Bina Pustaka
Saifudin. Et. Al. 2007. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal
dan
Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirordjo.
Varney, Halen. 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan, 3 rd. LondonL Jones and
Barlett Publisher.
Wiknjosastro H. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
44