Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

MATA KULIAH BIOKONSERVASI

“KONSERVASI DAN PEMBANGUNGAN BERKELANJUTAN”

Disusun oleh :

Selliana Maretha Wijaya ( 4411417038 )

Wirasta Driya Wahyu ( 4411417067 )

BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di lingkungan sekitar kita, kita dapat menemui berbagai jenis makhluk hidup. Berbagai
jenis hewan misalnya ayam, kucing, serangga, dan sebagainya, dan berbagai jenis tumbuhan
misalnya mangga, rerumputan, jambu, pisang, dan masih banyak lagi jenis tumbuhan di
sekitar kita. Masing-masing makhluk hidup memiliki ciri tersendiri sehingga terbentuklah
keanekaragaman makhluk hidup yang disebut dengan keanekaragaman hayati atau
biodiversitas. Di berbagai lingkungan, kita dapat menjumpai keanekaragaman makhluk hidup
yang berbeda-beda. Keanekaragaman itu meliputi berbagai variasi bentuk, warna, dan sifat-
sifat lain dari makhluk hidup. Sedangkan di dalam spesies yang sama terdapat keseragaman.
Setiap lingkungan memiliki keanekaragaman hayati masing-masing.
Indonesia adalah negara yang termasuk memiliki tingkat keanekaragaman yang tinggi.
Taksiran jumlah utama spesies sebagai berikut. Hewan menyusui sekitar 300 spesies, burung
7.500 spesies, reptil 2.000 spesies, tumbuhan biji 25.000 spesies, tumbuhan paku-pakuan
1.250 spesies, lumut 7.500 spesies, ganggang 7.800, jamur 72.000 spesies, serta bakteri dan
ganggang hijau biru 300 spesies. Dari data yang telah disebutkan, itu membuktikan bahwa
tingkat biodiversitas di Indonesia sangatlah tinggi.
Undang Undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber daya
Alam Hayati dan Ekosistemnya, menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan konservasi
sumber daya alam hayati adalah pengelolaan sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya
dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap
memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya.
Ekploitasi sumberdaya hutan yang tidak bijaksana pada akhirnya juga berakhir dengan
kehancuran industri hasil hutan. Bila metode lestari yang dipergunakan, areal yang dipanenan
ditanami kembali, maka ini bukan merupakan substitusi untuk hutan yang telah dipanen.
Hutan alam mungkin memerlukan ratusan tahun untuk berkembang menjadi sistem yang
rumit yang mengandung banyak spesies yang saling tergantung satu sama lain. Pada tegakan
dengan pohon-pohon yang ditanam murni, lapisan permukaan tanah dan tumbuhan bawahnya
diupayakan relatif bersih.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang, penulis merumuskan rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa itu definisi pembangunan berkelanjutan ?
2. Bagaimana peraturan perundang-undangan konservasi ?
3. Bagaimana etika etika konservasi masyarakat tradisional ?
4. Bagaimana cara menyampaikan keberhasilan upaya konservasi ?
5. Bagaimana terjadinya peraturan perundangan konservasi di berbagai Negara ?
6. Apa sajakah peraturan perundangan yang ada di Indonesia ?

1.3 Tujuan
Sejalan dengan latar belakang dan rumusan masalah diatas, laporan ini disusun dengan
tujuan :

1. Menjelaskan pengertian pembangunan berkelanjutan


2. Menjelaskan peraturan perundang-undangan
3. Menjelaskan etika konservasi manyarakat tradisional
4. Menyampaikan keberhasilan upaya konservasi
5. Menjelaskan proses terjadinya peraturan perundangan konservasi di berbagai Negara.
6. Mengetahui peraturan perundangan yang ada di Indonesia.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Pengertian Pembangunan Berkelanjutan Menurut Brundtland Report dari PBB,
pembangunan berkelanjutan adalah proses pembangunan (lahan, kota, bisnis, masyarakat,
dan sebagainya) yang berprinsip memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan
pemenuhan kebutuhan generasi masa depan. Salah satu faktor yang harus dihadapi untuk
mencapai pembangunan berkelanjutan adalah bagaimana memperbaiki kehancuran
lingkungan tanpa mengorbankan kebutuhan pembangunan ekonomi dan keadilan sosial.
Konservasi adalah upaya perlindungan sumber daya alam hayati dan ekosistem di permukaan
bumi yang mana bertujuan untuk mengusahakan terwujudnya kelestarian sumber daya alam
hayati serta kesetimbangan ekosistemnya , sehingga dapat lebih mendukung upaya
peningkatan kesejahteraan dan mutu kehidupan manusia, sedangkan pembangunan adalah
seperangkat usaha yang terencana dan terarah untuk menghasilkan sesuatu untuk memenuhi
kebutuhan dan meningkatkan kesejahteraan hidup manusia. Dalam pembangunan diperlukan
berbagai modal yaitu keseluruhan sumberdaya yang dimiliki dan dapat digunakan dalam
proses pembangunan. Adapun modal dasar pembangunan sebagai berikut :
a. Kemerdekaan dan kedaulatan bangsa dan negara Indonesia sebagai hasil perjuangan
seluruh rakyat,
b. Jiwa dan semangat persatuan dan kesatuan bangsa, wilayah nusantara yang luas dan
berkedudukan di khatulistiwa pada posisi silang di dua samudera dan
dua benua.
c. Kekayaan alam yang beraneka ragam di darat, laut dan udara dimanfaatkan secara
bertanggung jawab untuk kemakmuran rakyat (Nurlia et al,. 2015).
Modal dasar ini harus dimiliki untuk melaksanakan pembangungan berkelanjutan yang mana
diharapkan dapat melestarikan keanekaragaman hayati, spesies, habitat, dan ekosistem agar
tercipta keseimbangan lingkungan. Tentunya masih saja ada hambatan dalam mewujudkan
pembangunan yang berkelanjutan. Yaitu masalah kependudukan, masalah kemiskinan,
masalah kualitas lingkungan hidup dan masalah keamanan dan ketertiban.
Ciri-ciri pembangungan berwawasan lingkungan :
a. Pembangunan dilaksanakan berdasarkan nilai kemanusian dan memperhatikan moral
atau nilai-nilai adat istiadat sosial budaya yang berlaku di dalam masyarakat.
b. Pembangunan yang memperhatikan lingkungan fisik (ramah lingkungan) alam dan
lingkungan.
c. Pembangunan yang mencerminkan usaha peningkatan produksi nasional berupa
tingkat laju pertumbuhan ekonomi yang positif.
d. Pembangunan yang dapat meningkatan pendapatan perkapita dan kesejahteraan
penduduk.
e. Pembangunan yang senantiasa inovasi mengikuti perkembangan zaman terhadap
struktur ekonomi yang seimbang antara struktur ekonomi , industri, dan perdagangan.
f. Pembangunan yang dapat memperluas kesempatan kerja untuk menampung
masuknya golongan usia kerja baru dalam kehidupan ekonomi.
g. Pembangunan yang bertujuan menuju pemerataan atau keseimbangan pendapatan
antar golongan dan antar daerah.
h. Pembangunan yang dapat membina lembaga-lembaga ekonomi masyarakat yang lebih
menunjang kegiatan pembangunan.
i. Pembangunan yang memiliki usaha terus menerus menjaga stabilitas ekonomi dan
sosial, budaya, politik, dan keamanan.
j. Pembangunan yang bersifat fundamental, ideal, dan memiliki program jangka pendek
hingga jangka panjang serta tujuan yang mulia.

1. Tindakan Pemerintah
Kebanyakan upaya untuk mencapai keseimbangan antara kebutuha msyarakat dengan
perlindungan spesies dan habitat akan ditentukan oleh inisiatif terkait yang dimunculkan oleh
berbagai unsur, baik masyarakat yang peduli, berbagai organisasi konsevasi, maupun
pemerintahan. Hasil dari berbagai inisiatif biasanya berupa produk hukum dan peraturan
lingkugan. Upaya tersebut dapat beragam, namun biasanya dimulai ari kemauan serta
keputusn perseorangan maupun kelompok yang merasa berkepentingan untuk mencegah
pengrusakan habitan dan spesies, demi melestarikan sesuatu yang berguna secara ekonomi,
budaya, biologi, kelilmuan maupun rekreasi.
Salah satu pembangunan yang nyata dalam dekade ini adalah kederadaan Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM), yang banyak menggerakkan masyarakat untuk melindungi
lindungan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat untuk melindungi lingkungan dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

2. Perwalian Lahan (Land Trust)


Land trust memiliki satu atau lebih properti untuk kepentingan kelompok atau
organisasi yang ditunjuk ( penerima manfaat ). Perwalian ini dikelola oleh wali atau dewan
pengawas yang bertanggung jawab untuk mengawasi properti atau properti atas nama
penerima manfaat. Penerima manfaat Land trust dapat berupa organisasi nirlaba atau nirlaba
yang mencoba mengakumulasi kepemilikan properti secara pribadi untuk tujuan seperti
ekspansi atau konservasi. Misalnya, komunitas dengan satwa liar yang terancam punah
mungkin memiliki kepercayaan tanah untuk bagian-bagian tanah yang memenuhi syarat
sebagai suaka margasatwa (Saterson, 2001).
Di banyak negara, organisasi konservasi berupaya sedapat mungkin mendapatkan
berbagai lahan untuk konservasi(). Perwalian lahan merupakan kepemilikan nirlaba yang
didirikan untuk melindungi lahan dan sumber daya alam yang penting. Di Indonesia terdapat
suatu badam amal yang dibentuk oleh beberapa orang dari Inggris dengan nama Orangutan
Land Trust. Orangutan Land Trust ini memberikan solusi berkelanjutan untuk kelangsunga
hidup jangka panjang bari orangutan di alam liar dengan memastikan area hutan yang aman
untuk keberadaan mereka. Hal ini berfokus pada spesies penghuni dan habitat sekitarnya
serta pembatasan perkebunan kelapa sawit yang diharapkan tidak mengganggu kehidupan
orangutan yang berada di Kalimantan Indonesia dan Sabah Malaysia (Ruslan et al,. 2014).
Di samping pembelian lahan dan perwalian lahan (Land Trust), memiliki strategi yang
dibutuhkan oleh land trust dan pemerintahan, seperti :
a. Conservation easement
Berupa kesepakatan untuk membatasi pemanfaatan serta tekanan pada lahan tersebut.
Pemilik lahan, dan pengenmbang usahan bersedia dan sepakat menyisihkan lahan
untuk dilindungi oleh organisasi konservasi, dan sebagai imbalan atau intensif, para
pemilik lahan tersebut akan menerima sejumlah dana kompensasi dan menerima
berbagai potongan pajak.
b. Pembatasan Pembangunan
Pemilik lahan bersedia menyisihkan sebagian lahan untuk dilindungi oleh organisasi
konservasi, sementara lahan sisanya akan tetap dikembangkan secara komersial.
c. Conservation leasing (Kontrak Sewa Konservasi)
Kontrak sewa koservasi mewujudkan mekanisme kompensasi kepada pemilik lahan
yang terbukti secara aktif mengelola lahan mereka untuk perlindungan
keanekaragaman hayati.
d. Conservation concession (Konsensi Konservasi)
Ketika organisasi konsrvasi turut berupaya memperolwh hak pemanfaatan lahan dan
sumber daya setempat dengan mengikuti berbagai pelelangan terkait. Mekanisme ini
baru belakangan ini dikembangkan.
Adapun berbagai Cagar Alam yang terdapat di Indonesia sebagai berikut :
1. Taman Nasional Tanjung Puting, Kalimantan Tengah
2. Cagar Alam Maninjau - Agam, Sumatera Barat
3. Cagar Alam Kawah Ijen - Banyuwangi, Jawa Timur
4. Cagar Alam Waigeo Barat – Raja Ampat, Papua Barat
5. Cagar Alam Karang Bolong – Nusakanbangan, Jawa Tengah
6. Kebun Raya Cibodas – Cianjur, Jawa Barat

2.2 Peraturan Perundang-undangan


Peraturan perundangan berfungsi untuk melindugi spesies dan habitatnya serta dalam
waktu yang bersamaan melaksanakan berbagai kebutuhan serta tuntutan masyarakat akan
pembangunan.
1. Perundangan Lokal
Pada abad modern ini, pemerintah (kabupaten kota, provinsi, dan pemerintahan pusat)
di berbagai negara seringkali menerbitkan peraturan perundang-undangan untuk melindungi
spesies dan habitatnya serta dalam waktu bersamaan melaksanakan berabagai kebutuhan serta
tuntutan masyarakat akan pembangunan (Press et al., 1996).
Peraturan perundangan konservasi akan mengatur aktivitas yang secara langsung
berpengaruh terhadap spesies dan ekosistem. Peraturan yang sering diterbitkan adalah
peraturan yang mengatur perburuan, dan pemancingan, khususnya mengenai waktu, tempat,
ukuran tubuh, jumlah dan jenis spesies yang hanya boleh diambil, serta jenis senjata,
perangkap, dan peralatan pendukung lainnya yang boleh untuk digunakan. Pembatasan ini di
perketat dengan sistem-sistem perizinan, serta pengawasan di lapangan termasuk patroli
jagawana (polisi hutan) dan polisi.
Adapun beberapa perundangan lokal, seperti berikut :
a. Undang-undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam hayati dan
Ekosistemnya. UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati
dan Ekosistemnya
b. Undang-undang No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. UU No. 31Tahun 2004
tentang PERIKANAN
c. Undang-undang No. 27 Tahun tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau
Kecil. UU No. 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau
Kecil
d. Undang-undang No. 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 31
Tahun 2004 tentang Perikanan. UU No. 45 Tahun 2009 tentang Perubahan UU No. 31
Tahun 2004 tentang PERIKANAN
e. Undang-undang No. 1 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 27
Tahun tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. UU No 1 Tahun
2014 tentang Perubahan Atas UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
f. Undang-undang No. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan. UU No. 32 Tahun 2014
tentang Kelautan
g. Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumberdaya Ikan. PP
No. 60 Tahun 2007 tentang Konservasi SDI
h. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. Per.17/MEN/2008 tentang Kawasan
Konservasi di Wilayah
2.3 Peraturan Perundangan Konservasi di Berbagai Negara
Pemerintah memiliki peran besar dalam kegiatan konservasi. Pada tahun 1972
pemerintah amerika memperkarsai gerakan konservasi spesies yang terancam punah bersama
organisasi dari Kanada yaitu Species at Risk Act (SARA) yang dikembangkan di Australia,
Swedia dan Inggris. Ratusan spesies menghasilkan perlindungan bagi ratusan spesies yang
terancam (endangered) selain konservasi satwa dan fauna, terdapat konservasi budaya misal
bangunan-bangunan peninggalan sejarah sebagai warisan dunia. Program tersebut merupakan
hasil dari undang-undang pada konferensi oleh UNESCO pada tahun 1970, hingga 2006
berhasil pencatat total 830 diantarnya 644 budaya dan 162 Cagar Alam.
Konsep konservasi biologi pertama kali muncul pada tahun 1978 dalam konferensi The
First international Conference on Reasearch in Conservation Biology yang diselenggarakan
di San Diego, California. Pertemuan ini diprakarsai oleh peneliti Amerika biologists Bruce A.
Wilcox and Michael E. Soulé. Pertemuan ini membahas mengenai penggundulan hutan
wilayah tropis yang menyebabkan hilangnya spesies-spesies penghuni didalamnya. Hasil dari
konferensi ini membantu menghasilkan kebijakan-kebijakan konservasi di era modern
mengenai pentingya konservasi khususnya pada bidang biologi.

2.4 Peraturan Perundangan Konservasi Nasional


Badan legislatif pembuat undang-undang nasional dan badan pelaksana pemerintahan
merupakan badan-badan yang berwenang untuk membuat pedoman guna membatasi tingkah
laku manusia. Tingkat penegakan hukum mencerminkan keseriusan usaha pemerintah untuk
mengelola masyarakat dan sumber daya yang dimilikinya. Dasar hukum yang mengatur
tentang konservasi di Indonesia yaitu UU No. 5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya
alam hayat dan ekosistemnya. Dalam undang-undang tersebut terdapat 14 Bab dan 43 pasal,
misalnya bab II mengatur tentang sistem penyangga kehidupan dengan pasal 7 yang berbunyi
“ Perlindungan sistem penyangga kehidupan ditunjukan bagi terpeliharanya proses ekologis
yang menunjan kelangsungan kehidupan untk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan
mutu kehidupan manusia”. Masih regulasi yang dibuat untuk proteksi misalnya Keppres RI
No. 4 Tahun 1993 mengatur tentang satwa dan bunga nasional, PP Ri No. 13 Tahun 1994
mengatur tentang perburuan satwa buru dan masih banyak lagi regulasi yang mengatur
tentang upaya konservasi. Yang perlu diperhatikan dalam biokonservasi yaitu upaya
pemanfaatan secara lestari.
Pemerintah sangat berperan penting mengarahkan berbagai cara melindungi komunitas
hayati, termasuk upaya pengendalian perbatasan, pelabuhan dan perdagangan. Untuk
melindungi dan mengatur hutan, pemerintah dapat melarang penebangan, pemerintah juga
dapat memperketat izin ekspor kayu. Pemerintah dapat memberikan sangsi atau penalti
kepada perusahaan atau perseorangan yang terlibat. Selain itu dengan regulasi, pemerintah
dapat mengidentifikasi spesies yang punah dan endemik dalam wilayanya masing-masing,
termasuk melindungi habitatnya, dan juga bisa melakukan upaya pemulihan baik itu secara
in-situ ataupa ex-situ. Dari contoh-contoh diatas pembuatan regulasi yang mengatur kegiatan
manusia dalam memperlakukan lingkungannya sangatlah penting. Dengan regulasi yang
sesuai dapat membatasi kegiatan-kegiatan yang dapat merugikan baik itu dengan alam
ataupun dengan individu yang lainnya.

2.5 Etika Konservasi Masyarakat Tradisional


Menurut beberapa ahli yang mengamati hubungan antara masyarakat lokal dengan
sumber daya alam khususnya hutan di sekitarnya, bahwa “kearifan lokal” identik dengan
pengetahuan tradisional. Kearifan tradisional merupakan pengetahuan kebudayaan yang
dimiliki oleh suatu masyarakat tertentu yang mencakup pengetahuan yang berkenaan dengan
model-model pengelolaan sumber daya alam secara lestari. Banyak masyarakat tradisional
memiliki etika konservasi yang kuat. Namun, bila diukur dengan parameter konservasi dunia
barat, etika konservasi tersebut danggap kurang jelas. Masyarakat setempat sering
menerapkan pengetahuan ekologi tradisional untuk menciptakan praktik-praktik pengelolaan
lingkungan yang seringkali dihubungkan dengan kepercayaan.

Praktek konservasi tradisional tentu saja tidak dapat dilepaskan dari sistem pengetahuan
masyarakat lokal, sebagaimana telah disebutkan, karena berdasarkan pengetahuan itulah
masyarakat mempraktekkan aspek-aspek konservasi yang khas di daerahnya. Dengan
demikian, konservasi tradisional meliputi semua upaya pengelolaan dan pemanfaatan sumber
daya alam oleh masyarakat tradisional, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam
mempraktekkan kaidah-kaidah konservasi berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam
guna kelestarian pemanfaatannya. Praktek-praktek tersebut umumnya merupakan warisan
dari nenek moyang (karuhun atau leluhur) mereka, dan bersumber dari pengalaman hidup
yang selaras dengan alam, semisal dalam masyarakat Kanekes (Baduy, Banten), di mana
praktek-praktek pengelolaan sumber daya alam oleh masyarakat tradisional tersebut
memperhatikan prinsip-prinsip kelestarian, yang kemudian oleh dikenal dan dinamakan
sebagai kearifan tradisional.
Beberapa contoh dari bentuk-bentuk kearifan lokal yang terkait dengan pemanfaatan
sumber daya hutan secara lestari antara lain:

1. Kepercayaan dan/atau pantangan, misalnya manusia berkaitan erat dengan unsur


(tumbuhan, binatang dan faktor non-hayati lainnya) dalam proses alam, sehingga
harus memelihara keseimbangan lingkungan, pantangan untuk menebang pohon
buah atau pohon penghasil madu yang masih produktif, binatang yang sedang
bunting (hamil atau mengandung), atau memotong rotan terlalu rendah.
2. Etika dan aturan, yang contohnya menebang pohon hanya sesuai dengan
kebutuhan dan wajib melakukan penanaman kembali, tidak boleh menangkap ikan
dengan meracuni (tuba) dan/atau menggunakan bom, mengutamakan berburu
binatang-binatang yang menjadi hama ladang.
3. Teknik dan teknologi, yang contohnya membuat sekat bakar dan memperhatikan
arah angin pada saat berladang agar api tidak menjalar dan/atau menghanguskan
kebun atau tanaman pertanian lainnya, menentukan kesuburan tanah dengan
menancapkan bambu atau parang (untuk melihat kekeringan tanah), warna tanah,
diameter pohon dan warna tumbuhannya. membuat berbagai perlengkapan/alat
rumah tangga, pertanian, berburu binatang dari bagian-bagian
kayu/bambu/rotan/getah/zat warna, dan lain-lain.
4. Praktek dan tradisi pengelolaan hutan atau lahan, yang contohnya menetapkan
sebagian areal hutan sebagai hutan lindung untuk kepentingan bersama,
melakukan koleksi berbagai jenis tanaman hutan berharga pada lahan-lahan
perladangan dan pemukiman, mengembangkan dan/atau membudidayakan jenis
tanaman atau hasil hutan yang berharga.

Konservasi tradisional merupakan aturan-aturan yang berjalan dan berlaku di dalam


masyarakat pedesaan secara tradisional mengenai pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya
alam dan lingkungannya untuk tetap menjaga keberlanjutan nilai kualitas lingkungan dan
sumber daya alam.

2.6
2.7
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Konservasi adalah pemanfaatan, pengelolaan sumber daya termasuk satwa, air, udara,
terbarukan atau tidak secara lestari. Konservasi harus memiliki regulasi agar manusia bisa
menggunkan sumber daya alam secara bijak dan lestari. Selain itu terdapat konservasi
dibidang biologi. Biologi konservasi tentunya tidak bisa lepas keanekaragaman hayati,
karena keduanya merupakan yang saling berkaitankeanekaragaman hayati di bagi menjadi 3
tingkat yaitu Keanekaragaman jenis, Keanekaragaman jenis dan keanekaragaman ekosistem.
Berdasarkan kondisi habitatnya dikenal 2 tipe habitat, yaitu habitat mikro dan habitat makro.
Migrasi merupakan suatu cara mempertahankan eksistensi individu maupun populasi sejenis.

DAFTAR PUSTAKA

Alder J. N. A. Sloan, & H. Uktolseya. 1994. Advances in Marine Protected Area


Management in Indonesia: 1988 - 1993. Ocean and Coastal Management 25:63-75.
Allen, G. R. 1991. Field Guide to the Freshwater Fishes of New Guinea. Madang.
Dody, N. 2004. Pengelolaan Keanekaragaman Hayati di Indonesia. IPB Press, Bogor.
Indrawan, M., R. B. Primack and J. Supriatna. 2007. Biologi Konservasi, edisi revisi.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Iskandar, D. T. 2000. Kura-kura dan Buaya Indonesia dan Papua Nugini. PALMedia Citra.
Bandung.
Leveque, C. & Mounolou. 2003. Biodiversity. John Wiley, New York.
Nandika, Dody. 2004. Pengelolaan Keanekaragaman Hayati di Indonesia.IPB Press . Bogor.
Nurlia, Widiatmono, dan Ruslan. 2015. Analisis Daya Dukung Lingkungan Berbasis
Kemampuan Lahan di Kota Batu. Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan.
Malang: Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya.
Ruslan, Widiatmono, dan Widyoseno. 2014. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Berdasarkan Daya Dukung Lingkungan Berbasis Kemampuan Lahan. Jurnal
teknologi Pertanian Vol. 34. Malang: Fakultas Teknologi Pertanian Universitas
Brawijaya.

Anda mungkin juga menyukai