Anda di halaman 1dari 24

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hipertensi

Salah satu penyakit degeneratif yang perlu diwaspadai adalah hipertensi.

Hipertensi merupakan penyakit mematikan di dunia. Sebanyak 1 miliar penduduk

dunia atau 1 dari 4 otang dewasa menderita penyakit ini. Bahkan diperkirakan jumlah

penderita hipertensi akan meningkat menjadi 1,6 miliar menjelang tahun 2025

(Pudiastuti, 2011).

Hipertensi adalah suatu gangguan pada pembuluh darah yang mengakibatkan

suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan

tubuh yang dibawa oleh darah (Kaplan, 2012). Hipertensi merupakan manifestasi

gangguan keseimbangan hemodinamik sistem kardiovascular. Secara umum, orang

dikatakan hipertensi apabila tekanan darahnya lebih dari 140/90 mmHg (milimeter

Hidragyrum atau milimeter air raksa) (Bustan, 2016).

2.1.2. Penyebab Hipertensi

Penyebab hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu (Lewis dkk, 2014):

1. Hipertensi primer (essensial atau idiopatik) merupakan peningkatan tekanan

darah tanpa diketahui penyebabnya dan berjumlah 90 %-95% dari semua

kasus Hipertensi meskipun hipertensi primer tidak diketahui penyebanya,

namun beberapa faktor yang berkontribusi meliputi peningkatan aktivitas

Symphatetik Nervous system (SNS), produksi sodium-retaining hormones


berlebihan dan vasokontriksi, peningkatan masukan natrium, berat badan

berlebihan, Diabetes Mellitus dan konsumsi alkohol berlebihan.

2. Hipertensi sekunder merupakan peningkatan tekanan darah dengan penyebab

yang spesifik dan biasanya dapat diidentifiksi. Hipertensi sekunder diderita

oleh 10-55% dari semua penderita hipertensi orang dewasa, Ignativicus.

workman & Winkelman (2016) menyatakan bahwa penyebab hipertensi

sekunder meliputi penyakit ginjal, aldosteronisme primer, pheochromacytom,

cushing’s koartasio aorta (penyempitan pada aorta) tumor otak, ensefalitis

kehamilan dan obat (estrogen misalnya kontrasepsi oral, glukokortikoid,

mineralkortikoid, simpatomietik)

2.1.3.Klasifikasi

Berdasarkan tingginya tekanan sistolik dan diastolik JNC V II, 2009 (The

seventh report of the joint national comittee on prevention, detection, evaluation and

treatment of hight blood presure), membagi hipertensi sebagai berikut :

Tabel 2.1 Klasifikasi tekanan darah berdasarkan tekanan sistolik dan diastolik

Kategori Sistolic ( mmHg) Diastolic (mmHg)

Normal <120 <80

Pre Hipertensi 120-139 80-90

Hipertensi Stage 1 140-159 90-90

Hipertensi Stage II dan III >160 >100


 Hipertensi Ringan

Tidak ada gejala objektif dari perubahan atau kelainan organ yang terlihat keluhan

penderita ada fase ini tidak tergantung dari tinggi rendahnya tekanan darah.

 Hipertensi Sedang

Sekurang kurangnya salah satu gejala dijumpai: hipertropi bilik kiri

(pemeriksaan fisik, radology, elektrokardiografi) penyempitan arteri, retina secara

umum atau lokal, proteinuria dan atau sedikit kenaikan plasma.

Hipertensi Berat

Gejala telah ada sebagai akibat kerusakan target organ, yaitu jantung otak enselopati

hipertensi, perdarahan otak dan batang otak atau fundus okuli perdarahan dan eksudat

pada retina dan papilodema.

2.1.4. Faktor Risiko Hipertensi

1. Faktor yang tidak dapat dimodifikasi

a. Umur

Semakin tinggi umur seseorang semakin tinggi tekanan darahnya, jadi orang yang

lebih tua cenderung mempunyai tekanan darah yang tinggi dari orang yang berusia

lebih muda. Hal ini disebabkan pada usia tersebut ginjal dan hati mulai menurun,

karena itu dosis obat yang diberikan harus benar-benar tepat. Tetapi pada kebanyakan

kasus, hipertensi banyak terjadi pada usia lanjut. Pada wanita, hipertensi sering terjadi

pada usia diatas 50 tahun. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan hormon sesudah
menopause. Kondisi yang berkaitan dengan usia ini adalah produk samping dari

arteriosclerosis dari arteri-arteri utama, terutama aorta dan akibat dari berkurangnya

kelenturan. Dengan mengerasnya arteri-arteri ini dan menjadi semakin kaku, arteri

dan aorta itu kehilangan daya penyesuaian diri. Arteri kehilangan elastisitas atau

kelenturan serta tekanan darah meningkat seiring dengan bertambahnya usia.

Peningkatan kasus hipertensi akan berkembang pada umur lima puluhan dan enam

puluhan. Dengan bertambahnya umur dapat meningkatkan risiko hipertensi. Tekanan

Darah sistolik meningkat progresif sesuai usia dan orang lanjut usia dengan

hipertensi merupakan risiko besar untuk penyakit cardiovaskuler. Prevalensi di

kalangan usia lanjut cukup tinggi yaitu sekitar 40% dengan kematian sekitar 50%

diatas umur 60 tahun (Sunaryati, 2014)

b. Jenis Kelamin

Pada umumnya pria lebih terserang hipertensi dibandingkan dengan wanita. Hal

ini disebabkan pria banyak mempunyai faktor yang mendorong terjadinya hipertensi

seperti kelelahan, perasaan kurang nyaman terhadap pekerjaan, pengangguran dan

makan tidak terkontrol. Biasanya wanita akan mengalami peningkatan resiko

hipertensi setelah masa menopause (Pudi astuti, 2013).

c. Keturunan (genetik)

Dari hasil penelitian, diungkapkan bahwa jika seseorang mempunyai orang tua

yang salah satunya menderita hipertensi maka orang tersebut mempunyai risiko lebih

besar untuk terkena hipertensi dari pada orang yang kedua orang tuanya normal (tidak

menderita hipertensi). Namun demikian, bukan berarti bahwa semua yang


mempunyai keturunan hipertensi pasti akan menderita penyakit hipertensi.

Faktor keturunan memang memiliki peran yang besar terhadap munculnya hipertensi.

Hal tersebut terbukti dengan ditemukannya kejadian bahwa hipertensi lebih banyak

terjadi pada kembar monozigot (berasal dari satu sel telur) dibanding heterozigot

(berasal dari sel telur yang berbeda). Jika seseorang termasuk orang yang mempunyai

sifat genetik hipertensi primer (esensia) dan tidak melakukan penanganan atau

pengobatan maka ada kemungkinan lingkungannya akan menyebabkan hipertensi

berkembang dan dalam waktu sekitar tiga puluhan tahun akan mulai muncul tanda-

tanda dan gejala hipertensi dengan berbagai komplikasinya (Ratna Dewi, 2013).

2. Faktor yang dapat dimodifikasi

a. Merokok dan Konsumsi alkohol

Nikotin yang terdapat dalam rokok sangat membahayakan kesehatan selain dapat

meningkatkan penggumpalan darah dalam pembuluh darah, nikotin dapat

menyebabkan pengapuran pada dinding pembuluh darah. Mengkonsumsi alkohol

juga membahayakan kesehatan karena dapat meningkatkan sintesis katekholamin.

Adanya Katekholamin memicu kenaikan tekanan darah (Sunaryati, 2013)

b. Konsumsi Garam

Secara umum masyarakat sering menghubungkan antara konsumsi garam dengan

hipertensi. Garam merupakan hal yang sangat penting pada mekanisme timbulnya

hipertensi. Pengaruh asupan garam terhadap hipertensi melalui peningkatan volume

plasma (cairan tubuh) dan tekanan darah. Keadaan ini akan diikuti oleh peningkatan

ekskresi kelebihan garam sehingga kembali pada keadaan hemodinamik (sistem


pendarahan) yang normal. Garam merupakan faktor yang sangat penting dalam

pathogenesis hipertensi. Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada suku bangsa

dengan asupan garam yang minimal. Asupan garam kurang dari 3 gram tiap hari

menyebabkan prevalensi hipertensi yang rendah, sedangkan jika asupan garam antara

5-15 gram perhari prevalensi hipertensi meningkat menjadi 15-20%. Konsumsi garam

yang dianjurkan tidak lebih dari 6 gram/hari setara dengan 110 mmol natrium atau

2400 mg/hari. Asupan Natrium yang meningkat menyebabkan tubuh meretensi

cairan, yang meningkatkan volume darah sehingga jantung harus memompa keras

untuk mendorong volume darah yang meningkat melalui ruang yang makin sempit

yang akibatnya adalah hipertensi.

Penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa asupan rendah kalium akan

mengakibatkan peningkatan tekanan darah dan renal vascular remodeling yang

mengindikasikan terjadinya resistansi pembuluh darah pada ginjal (Lestari D, 2010).

Pada Studi intersalt dengan populasi penelitian yang cukup luas mencakup 10079

subjek laki-laki dan perempuan usia 20 hingga 59 tahun dari 52 pusat penelitian di

dunia, didapatkan hasil bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara konsumsi

garam dengan perkembangan terjadinya hipertensi, dengan pengukuran ekskresi

sodium lewat urine selama 24 jam dihubungkan dengan tekanan darah sistolik dan

diastolik (Kaplan, 2010)

c. Konsumsi Lemak Jenuh

Kebiasaan konsumsi lemak jenuh erat kaitannya dengan peningkatan berat badan

yang berisiko terjadinya hipertensi. Konsumsi lemak jenuh juga meningkatkan risiko
aterosklerosis yang berkaitan dengan kenaikan tekanan darah. Penurunan konsumsi

lemak jenuh, terutama lemak dalam makanan yang bersumber dari hewan dan

peningkatan konsumsi lemak tidak jenuh secukupnya yang berasal dari minyak

sayuran, biji-bijian dan makanan lain yang bersumber dari tanaman dapat

menurunkan tekanan darah (Suiraoka, 2016)

d. Obesitas

Obesitas atau kegemukan dimana berat badan mencapai indeks massa tubuh

> 25 (berat badan (kg) dibagi kuadrat tinggi badan (m) juga merupakan salah satu

faktor risiko terhadap timbulnya hipertensi. Obesitas merupakan ciri dari populasi

penderita hipertensi. Curah jantung dan sirkulasi volume darah penderita hipertensi

yang obesitas lebih tinggi dari penderita hipertensi yang tidak obesitas. Pada obesitas

tahanan perifer berkurang atau normal, sedangkan aktivitas saraf simpatis meninggi

dengan aktivitas renin plasma yang rendah. Olah raga ternyata juga dihubungkan

dengan pengobatan terhadap hipertensi. Melalui olah raga yang isotonik dan teratur

(aktivitas fisik aerobik selama 30-60 menit/hari) dapat menurunkan tahanan perifer

yang akan menurunkan tekanan darah. Obesitas erat kaitannya dengan kegemaran

mengkonsumsi makanan yang mengandung tinggi lemak. Menurut Alison Hull dalam

penelitiannya menunjukkan adanya hubungan antara berat badan dan hipertensi, bila

berat badan meningkat diatas berat badan ideal maka risiko hipertensi juga

meningkat. Penyelidikan epidemiologi juga membuktikan bahwa obesitas merupakan

ciri khas pada populasi pasien hipertensi. Dibuktikan juga bahwa faktor ini

mempunyai kaitan yang erat dengan timbulnya hipertensi dikemudian hari. Risiko
relatif untuk menderita hipertensi pada orang obesitas 5 kali lebih tinggi

dibandingkan dengan seorang yang berat badannya normal. Pada penderita hipertensi

ditemukan sekitar 20-30% memiliki berat badan lebih.

e. Kurang Aktivitas Fisik

Tekanan darah dipengaruhi oleh aktivitas fisik. Tekanan darah akan lebih

tinggi pada saat melakukan aktivitas fisik dan lebih rendah ketika beristirahat.

Aktivitas fisik adalah gerakan yang dilakukan oleh otot tubuh dan sistem

penunjangnya. Selama melakukan aktivitas fisik, otot membutuhkan energi diluar

metabolisme untuk bergerak, sedangkan jantung dan paru-paru memerlukan

tambahan energi untuk mengantarkan zat-zat gizi dan oksigen ke seluruh tubuh dan

untuk mengeluarkan sisa-sisa dari tubuh. Kurangnya aktifitas fisik meningkatkan

risiko menderita hipertensi karena meningkatkan risiko kelebihan berat badan. Orang

yang tidak aktif juga cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih

tinggi sehingga otot jantungnya harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi.

Makin keras dan sering otot jantung harus memompa, makin besar tekanan yang

dibebankan pada arteri (Sunaryati, 2014)

f. Stres

Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf

simpatis, yang dapat meningkatkan tekanan darah secara bertahap. Apabila stres

menjadi berkepanjangan dapat berakibat tekanan darah menjadi tetap tinggi. Stres

adalah yang kita rasakan saat tuntutan emosi, fisik atau lingkungan tidak mudah

diatasi atau melebihi daya dan kemampuan kita untuk mengatasinya dengan efektif.
Namun harus dipahami bahwa stres bukanlah pengaruh-pengaruh yang datang dari

luar. Apabila stres berlangsung lama dapat mengakibatkan peninggian tekanan darah

yang menetap. Stres dapat meningkatkan tekanan darah untuk sementara waktu dan

bila stres sudah hilang tekanan darah bisa normal kembali. Peristiwa mendadak

menyebabkan stres dapat meningkatkan tekanan darah, namun akibat stres

berkelanjutan yang dapat menimbulkan hipertensi belum dapat dipastikan. Stress juga

sangat erat hubungannya dengan hipertensi. Stres merupakan masalah yang

memicu terjadinya hipertensi di mana hubungan antara stres dengan hipertensi

diduga melalui aktivitas saraf simpatis peningkatan saraf dapat menaikkan tekanan

darah secara intermiten (tidak menentu). Stres yang berkepanjangan dapat

mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi. Walaupun hal ini belum

terbukti akan tetapi angka kejadian di masyarakat perkotaan lebih tinggi

dibandingkan dengan di pedesaan. Hal ini dapat dihubungkan dengan pengaruh

stres yang dialami kelompok masyarakat yang tinggal di kota (Suhadak, 2010).

f. Pendidikan

Hipertensi berhubungan terbalik dengan tingkat edukasi , orang berpendidikan

tinggi mempunyai informasi kesehatan termasuk hipertensi dan lebih mudah

menerima gaya hidup sehat seperti olah raga, dan memelihara berat badan ideal.

(Jaddou HY, 2011). Keengganan pasien untuk berobat disebabkan oleh tidak adanya

gejala, salah paham, sosiokultural, kepercayaan pada pengobatan trdisional dan

kesulitan mencapai pusat pelayanan kesehatan. (Olivier dkk, 2011)


2.1.5. Pencegahan Hipertensi

Menurut Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia tahun 2014 Pencegahan

Hipertensi ada 3 yaitu :

1. Pencegahan Primer

Pencegahan primer ditujukan kepada individu yang belum terkena Hypertensi

tetapi mempunyai faktor resiko hipertensi atau berpotensi terkena hipertensi.

Beberapa strategi yang dapat dilakukan untuk pencegahan menyangkut perubahan

gaya hidup, yaitu:

a. Penurunan berat badan dengan target mempertahankan berat badan pada

kisaran indeks massa tubuh 18,55-22,9 kg/m2

b. Mengadopsi program diet sesuai dengan Dietary Approaches to Stop

Hypertension (DASH) yaitu banyak mengkonsumsi buah-buahan, sayuran,

serta produk yang mengandung susu yang rendah lemak tersaturasi dan lemak

total rendah.

c. Mengurangi asupan garam sehari-hari menjadi tidak lebih dari 6 g Natrium

Klorida atau satu sendok teh garam dapur.

d. Meningkatkann aktivitas fisik aerobik secara teratur seperti jalan cepat secara

kontinyu selama minimal 30 menit , dengan frekuensi 4-6 kali/minggu

e. Tidak merokok

2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder ditujukan pada pasien hipertensi yang belum mengalami

kerusakan organ target. dalam menjalani program pengobatan tujuannya untuk

mencegah dan menghambat timbulnya kerusakan target organ dan pentingnya

kepatuhan dalam menjalani program pengobatan, pengobatan adekuat untuk

mencapai TD target. dan deteksi dini kerusakan organ tergetdan resiko

kardiovaskuler total sejak awal pengobatan hipertensi.

3. Pencegahan Tersier

Pencegahan tersier merupakan upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut

pada pasien yang mengalami kerusakan target organ. Pencegahan tersier memerlukan

pendekatan interdisiplin yang dilakukan di Rumah sakit rujukan.

2.1.6 Penatalaksanaan Hipertensi

Penatalaksanaan hipertensi secara komprehensif akan menurunkan kejadian

kardiovaskuler. Penatalaksanaan secara dini hipertensi meliputi terapi non

farmakologi dan farmakologi (Raajev Gupta, 2010). Menurut Konsensus tahun 2014

penatalaksaaanan Hipertensi adalah:

1. Modifikasi gaya hidup

Pengobatan Hipertensi tidak hanya mengutamakan pemberian obat-obat anti

hipertensi juga disertai perubahan pola hidup.

Tabel 2.1 Modifikasi gaya hidup dalam penanganan Hipertensi

Modifikasi * Rekomendasi Perkiraan penurunan


TDS ( skala)
Menurunkan Berat Memelihara Berat Badan Normal 5-20 mmHg/10 kg
badan (Indeks Massa Tubuh 18,5-24,9 penurunan BB
kg/m2
Melakukan Pola Mengkonsumsi makanan yang 8-14 mmHg
Diet berdasarkan kaya dengan buah-buahan ,
DASH sayuran, produk makan yang
rendah lemak dengan kadar lemak
total dan saturasi yang rendah

Menurunkan asupan garam 2-8 mmHg


Diet Rendah sebesar tidak lebih dari 100 mmol
Natrium per hari (2,4 gr Natrium atau 6 gr
gram)

Melakukan kegiatan aerobik fisik 4-9 mmHg


Olahraga secar teratur, seperti jalan cepat
(paling tidak 30 menit per hari,
setiap hari dalam seminggu)

2. Medikamentosa

Penelitian besar membuktikan bahwa obat-obatan antihipertensi utama berasal dari

golongan:

a. Diuretik

b. ACE inhibitor ( ACEI)

c. Anatagonis Kalsium

d. Angiotensin Blocker (ARB) dan

e. Beta Blocker

2.2. Pola Makan

Pola makan yang sehat dapat diartikan sebagai suatu cara atau usaha untuk

melakukan kegiatan makan secara sehat. Pola makan juga ikut menentukan kesehatan
bagi tubuh. Pola makan yang salah merupakan salah satu faktor resiko yang

meningkatkan penyakit hipertensi. Faktor makanan modern sebagai penyumbang

utama terjadinya hipertensi (AS, 2010). Pola hidup sehat dan pola makan sehat

merupakan pilihan tepat untuk menjaga diri terbebas dari hipertensi. Semuanya

dilakukan secara terus menerus, tidak boleh temporer. Sekali lengah menjaga diri

dengan tidak mengikuti pola hidup sehat, dipastikan akan mudah terkena Hipertensi.

Jenis makanan yang menyebabkan hipertensi yaitu makanan yang siap saji yang

mengandung pengawet , kadar garam yang terlalu tinggi dalam makanan, kelebihan

konsumsi lemak (Susilo, 2011).

Sargowono dkk pada tahun 2011 menunjukkan bahwa terdapat hubungan

antara komposisi asupan makanan terhadap hipertensi. Dari hasil penelitian tersebut

menunjukkan bahwa semakin banyak asupan makan, maka kejadian hipertensi

semakin meningkat. Komposisi makanan yang dimaksud adalah asupan karbohidrat,

lemak dan total kalori. Beberapa penelitian yang mempunyai faktor yang

berhubungan dengan hipertensi menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna

antara konsumsi sayur dan buah dengan penurunan konsumsi lemak total dan lemak

jenuh, dapat menurunkan tekanan darah (Susanto,2010).

Oleh karena itu, pembatasan konsumsi makanan yang dapat menimbulkan

hipertensi sebaiknya dimulai sejak dini sebelum hipertensi muncul, terutama pada

orang yang mempunyai riwayat keturunan hipertensi dan pada orang yang menjelang

usia lanjut. Prinsip utama dalam melakukan pola makan sehat Hipertensi dengan

mengurangi asupan garam, penurunan Berat badan pada orang gemuk, peningkatan
asupan kalium dari sayur dan buah serta asupan biji-bijian seperti pola Diet DASH

telah terbukti sebagai strategi efektif mengontrol Tekanan Darah (Heller, 2016).

Makanan yang tidak diperbolehkan adalah (Hardinsyah, 2017):

1. Biskuit , krekers, cake dan kue lain yang dimasak dengan garam dapur dan

atau soda kue

2. Dendeng, abon, corned beef, daging asap, ham, ikan asin, ikan pindang,

sarden kaleng, teri kering, dan makanan lain yang diawetkan dengan garam

3. Keju dan dan keju kacang tanah

4. Margarin, mentega, minuman bersoda dan makanan lain yang tinggi garam

Makanan Yang dibatasi:

1. Sayuran dan buah-buahan yang diawetkan

2. Garam dapur , vetsin, soda kue, kecap, maggi, terasi, petis, tauco, saos tomat.

Salah satu yang berpengaruh terhadap timbulnya penyakit adalah pola makan.

Prinsipnya, pengaturan pola makan biasa mencegah atau menahan agar sakit tidak

tambah parah. Mengkonsumsi garam menyebabkan haus dan mendorong kita untuk

minum. Hal ini meningkatkan volume darah dalam tubuh. Jantung harus memompa

lebih giat sehingga tekanan darah naik. Kenaikan ini berakibat pada ginjal yang harus

menyaring lebih banyak garam dapur dan air. Karena masukannya harus sama

dengan pengeluaran dalam sistem pembuluh (Hardiansyah, 2017)


Pola makan yang terbentuk sangat erat kaitannya dengan kebiasaan makan

seseorang. Secara umum faktor yang mempengaruhi terbentuknya pola makan adalah

sebagai berikut:

1. Faktor ekonomi

Variabel ekonomi yang cukup dominan dalam mempengaruhi kosumsi pangan

adalah pendapatan keluarga dan harga. Meningkatnya pendapatan akan meningkatkan

peluang untuk membeli pangan dengan kuantitas dan kualitas yang lebih baik,

sebaliknya penurunan pendapatan akan menyebabkan menurunnya daya beli pangan

baik secara kualitas maupun kuantitas. Sering dengan meningkatnya pendapatan,

akan memberikan peluang untuk meningkatkan pembelian makanan yang beragam

dan bermutu (Hardinsyah, 2015).

2. Faktor sosial budaya

Kebudayaan suatu masyarakat mempunyai kekuatan yang cukup besar untuk

mempengaruhi seseorang dalam memilih dan mengolah pangan yang akan dikosumsi.

Kebudayaan menuntun orang dalam cara bertingkah laku dan memenuhi kebutuhan

dasar biologinya, termasuk kebutuhan terhadap pangan. Dalam hal ini sikap terhadap

makanan, masih banyak terdapat pantangan, tahayul, tabu dalam masyarakat

menyebabkan konsumsi makanan menjadi rendah (Supariasa, 2012).

3. Agama
Pantangan yang didasari agama, khususnya Islam disebut haram dan individu

yang melanggar hukumnya berdosa. Konsep halal dan haram sangat mempengaruhi

pemilihan bahan makanan yang akan dikosumsi. Kebanyakan kelompk agama juga

mempunyai larangan tertentu atas penggunakan jenis makanan tertentu. Karena

menganggap makanan yang dilarang tersebut berbahaya bagi kesehatan (Suhardjo,

2013).

4. Pendidikan

Pendidikan dalam hal ini biasanya dikaitkan dengan pengetahuan, akan

berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan dan pemenuhan kebutuhan gizi.

Tingkat pendidikan formal merupakan faktor yang ikut menentukan mudah tidaknya

seseorang menyerap dan menekuni pengetahuan yang diperoleh. Pendidikan

merupakan faktor tidak langsung yang memengaruhi status gizi (Soekirman, 2016).

5. Lingkungan

Faktor lingkungan cukup besar pengaruhnya terhadap pembentukan perilaku

makan. Lingkungan yang dimaksud dapat berupa lingkungan keluarga, sekolah, serta

adanya promosi melalui media elektronik maupun cetak. Kebiasaan makan dalam

keluarga (Harper, 2010).

2.3. Aktifitas Fisik

Tekanan darah dipengaruhi oleh aktivitas fisik. Tekanan darah akan lebih tinggi

pada saat melakukan aktivitas fisik dan lebih rendah ketika beristirahat. Aktivitas

fisik adalah gerakan yang dilakukan oleh otot tubuh dan sistem penunjangnya.
Selama melakukan aktivitas fisik, otot membutuhkan energi diluar metabolisme

untuk bergerak, sedangkan jantung dan paru-paru memerlukan tambahan energi

untuk mengantarkan zat-zat gizi dan oksigen ke seluruh tubuh dan untuk

mengeluarkan sisa-sisa dari tubuh. Kurangnya aktifitas fisik meningkatkan risiko

menderita hipertensi karena meningkatkan risiko kelebihan berat badan. Orang yang

tidak aktif juga cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi

sehingga otot jantungnya harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi. Makin keras

dan sering otot jantung harus memompa, makin besar tekanan yang dibebankan pada

arteri (Sunaryati, 2014)

Aktivitas fisik atau olahraga adalah salah satu wujud dari perilaku sehat terkait

dengan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan. Aktivitas fisik akan bermanfaat

dalam mengatur berat badan dan menguatkan sistem jantung dan pembuluh darah,

serta membantu sistem metabolisme tubuh. Aktivitas fisik atau olahraga yang teratur

dapat mencegah berbagai macam penyakit, terutama Hipertensi. Orang yang

beraktivitas fisik cukup tinggi, tubuhnya dapat mengubah glukosa menjadi glikogen

yang tersimpan dalam otot secara lebih cepat, daripada yang tidak terlatih fisiknya

dan bila aktivitas ini dilakukan secara teratur, maka dapat menambah penyimpanan

glikogen otot. Dengan adanya senam hipertensi yang dilakukan oleh petugas

kesehatan diharapkan dapat mengurangi penyakit hipertensi (Haryadi, 2016)

Aktifitas fisik atau olah raga dapat menurunkan berat badan, membakar lebih

banyak lemak di dalam darah dan memperkuat otot jantung. Olahraga atau aktfitas

fisik yang mampu membakar 800-1000 kalori dan akan meningkatkan high density
lipoprotein (HDL) sebesar 4,4 mmHg dan menurunkan LDL (Low Density

Lipoprotein) darah. Melakukan aktifitas yang lama sangat membantu dalam

mencegah terjadinya kenaikan berat badan (Aisyah, 2010).

Aktifitas fisik yang dilakukan secara teratur dan tepat dengan frekuensi dan

lamanya waktu yang sesuai akan dapat membantu seseorang dalam menurunkan

tekanan darahnya. Aktivitas yang cukup dapat membantu menguatkan jantung

sehingga dapat memompa darah lebih baik dengan tanpa harus mengeluarkan energi

atau kemampuan yang besar. Semakin ringan kerja jantung maka semakin sedikit

tekanan pada pembuluh darah arteri sehingga tekanan darah menjadi turun

(Simamora, 2012). Melakukan aktifitas yang cukup merupakan salah satu dari sekian

banyak hal yang dikategorikan dalam pengobatan non farmakologis bagi penderita

hipertensi. Aktifitas yang dianjurkan bagi penderita hipertensi adalah aktifitas sedang

yang dilakukan selama 30-60 menit setiap hari. Kalori yang terbakar sedikitnya 150

kalori per hari. Salah satu yang biasa dilirik adalah aerobik. Dikatakan aerobik jika

dapat meningkatkan kemampuan kerja jantung, paru-paru dan otot. (Mutiarawati,

2010).

Aktivitas fisik sangat mempengaruhi stabilitas tekanan darah. Pada orang

yang tidak aktif melakukan kegiatan fisik cenderung mempunyai frekuensi denyut

jantung yang lebih tinggi. Hal tersebut mengakibatkan otot jantung bekerja lebih

keras pada setiap kontraksi. Makin keras usaha otot jantung dalam memompa darah,

makin besar pula tekanan yang dibebankan pada dinding arteri sehingga

meningkatkan tahanan perifer yang menyebabkan kenaikkan tekanan darah.


Kurangnya aktifitas fisik juga dapat meningkatkan risiko kelebihan berat badan yang

akan menyebabkan risiko hipertensi meningkat. Studi epidemiologi membuktikan

bahwa olahraga secara teratur memiliki efek antihipertensi dengan menurunkan

tekanan darah sekitar 6-15 mmHg pada penderita hipertensi. Olahraga banyak

dihubungkan dengan pengelolaan hipertensi, karena olahraga isotonik dan teratur

dapat menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan darah. Olahraga

juga dikaitkan dengan peran obesitas pada hipertensi (Kartika, 2012).

Olahraga isotonik seperti berjalan kaki, jogging, berenang dan bersepeda

berperan dalam penurunan tekanan darah. Aktivitas fisik yang cukup dan teratur

membuat jantung lebih kuat. Jantung yang kuat dapat memompa darah lebih banyak

dengan usaha minimal, sehingga gaya yang bekerja pada dinding arteri akan

berkurang. Hal tersebut berperan pada penurunan Total Peripher Resistance yang

bermanfaat dalam menurunkan tekanan darah. Namun olahraga isometrik seperti

angkat beban perlu dihindari, karena justru dapat menaikkan tekanan darah

(Mutiarawati, 2015). Melakukan aktifitas fisik dapat menurunkan tekanan darah

sistolik sekitar 5-10 mmHg. Olahraga secara teratur juga berperan dalam menurunkan

jumlah dan dosis obat anti hipertensi. Apabila tekanan darah berada pada batas

normal yaitu120/80 mmHg, maka olahraga dapat menjaga kenaikan tekanan darah

seiring pertambahan usia. Olahraga teratur juga membantu mempertahankan berat

badan ideal, yang merupakan salah satu cara penting untuk mengontrol tekanan darah

(Nuarima, 2012).
Menurut Leonard Marvyn (dalam Utami, 2007) orang yang kurang

melakukan aktifitas olahraga, pengontrolan nafsu makannya sangat labil sehingga

terjadi konsumsi energi yang berlebihan mengakibatkan nafsu makan bertambah yang

akhirnya berat badan naik dan dapat menyebabkan obesitas. Jika Berat badan

seseorang bertambah, maka volume darah akan bertambah, sehingga beban jantung

untuk memompa darah juga bertambah. Semakin besar bebannya, semakin berat kerja

jantung dalam memompa darah keseluruh tubuh sehingga tekanan perifer dan curah

jantung dan meningkat kemudian menimbulkan hipertensi . Menurut hasil penelitian

case control di Ambon menunjukkan bahwa aktivitas fisik yang kurang merupakan

factor resiko terjadinya hipertensi dengan OR = 2,67; 95% CI ; 1,20 – 5,81 (Beatrix,

2013). Tingkat aktivitas memengaruhi jumlah kalori/energy yang dibutuhkan

individu.Tingkat intensitas sedang dan berlebihan digunakan untuk memenuhi

kebutuhan aktivitas fisik. Berikut ini adalah yang digunakan untuk menggambarkan

aktivitas gaya hidup (Caroline Bunker Rosdahl, 2014 ).

a. Kurang Gerak: Gaya hidup yang ditandai dengan sedikit atau tidak ada

aktivitas fisik selama waktu senggang. Aktivitas hanya mencakup aktivitas

fisik hidup mandiri

b. Intensitas Ringan: Gaya Hidup yang mencakup sedikit latihan fisik yang

umumnya tidak meningkatkan denyut jantung atau frekuensi pernapasan.

Contohnya, berjalan biasa, berbelanja sayur,atau melakukan pekerjaan rumah

tangga yang ringan.


c. Aktivitas Fisik Sedang: Gaya hidup yang mencakup latihan fisik yang

meningkatkan pengerahan usaha,tetapi hanya sedikit meningkatkan denyut

jantung dan frekuensi pernapasan individu. Contoh Aktivitas fisik sedang

antara lain berjalan cepat, berkebun secara umum, bermain golf, aerobic air,

bermain cano, bermain tenis(ganda), menari, atau bersepeda di tanah lapang.

d. Aktivitas Fisik Berat : Gaya hidup yang mencakup latihan fisik yang memacu

peningkatan denyut jantung dan frekuensi pernapasan yang

bermakna.Aktivitas fisik berat mungin cukup intens untuk merepresentasikan

tantangan bermakna bagi individu dan menghasilkan peningkatan bermakna

dalam denyut jantung dan frekuensi pernapasan. Contohnya, Berlari atau lari

pagi,pekerjaan berat dilapangan, aerobic, berenang dengan putaran terus

menerus, bola basket (kompetisi), atau tenis (tunggal).

2.4. Landasan Teori

Menurut Gordon dan Le Richt dalam Widoyono (2008) mengemukakan

sebuah teori yang menyatakan bahwa penyakit yang dialami manusia disebabkan oleh

interaksi tiga faktor utama yaitu pejamu (host), agen (agent), dan lingkungan

(environment). Ketiga faktor itu yang menjadi dasar bagi peneliti untuk

mengembangkan kerangka konsep penelitian ini. Faktor penjamu meliputi: demografi

yaitu usia, jenis kelamin, indeks massa tubuh, pendidikan dan suku dan faktor

perilaku yaitu pernikahan dan kerabat dekat, pola makan, kebiasaan merokok dan

aktifitas fisik. Faktor agen meliputi : faktor komorbid seperti diabetes mellitus, stress
emosional dan gangguan ginjal dan faktor lingkungan meliputi bentuk keluarga,

pelayanan kesehatan dan lingkungan rumah. Landasan teori menurut Gordon dan

Le Richt dari faktor-faktor yang dapat memengaruhi derajat kesehatan manusia, tidak

semuanya akan diteliti pada penelitian ini, dengan berbagai pertimbangan dan melihat

situasi di lapangan bahwa variabel yang diambil harus dapat diukur dan sesuai

dengan kepustakaan yang ada menurut peneliti.

Variabel yang diambil adalah variabel pola makan dan aktifitas fisik dan dapat dilihat

pada Gambar 2.1

PEJAMU
AGEN
Demografi 1. Faktor komorbid
1. Usia seperti Diabetes
2. Jenis kelamin Melitus
3. Indeks massa 2. Stres Emosional
tubuh 3. Gangguan Ginjal
4. Pendidikan
5. Suku
LINGKUNGAN
1. Bentuk keluarga
Perilaku 2. Pelayanan
1. Pernikahan dan HIPERTENSI Kesehatan
kerabat dekat 3. Lingkungan
2. Pola Makan rumah
3. Kebiasaan
merokok
4. Aktibitas Fisik

Gambar 2.1. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kesehatan

Landasan Teori Menurut Gordon dan Le Richt dalam Widoyon (2008)


2.5. Kerangka Konsep

Berdasarkan kerangka teori diatas dapat dilihat kerangka konsep penelitian

yang digambarkan sebagai berikut :

Variabel Independen Variabel Dependen

Pola Makan
1. Konsumsi Serat
2. Kebiasaan
Konsumsi Lemak Kejadian Hipertensi
Jenuh
3. Kebiasaan
Konsumsi Garam

Aktifitas Fisik

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian


Diambil sebagai variabel dependen adalah Hipertensi sedangkan sebagai

sebagai variabel independen adalah beberapa keadaan dari faktor gaya hidup yang

dapat mempengaruhi terjadinya hipertensi yaitu pola makan dan aktifitas fisik .

Penelitian ini akan menganlisis pengaruh pola makan dan aktifitas fisik terhadap

Hipertensi.

Anda mungkin juga menyukai