Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan
sehingga tugas ini bisa selesai pada waktunya.
ii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Radioactivity
Waktu paro (t½) adalah waktu yang diperlukan oleh suatu radionuklida
untuk meluruh sehingga jumlahnya tinggal setengahnya. Radiasi radionuklida
mempunyai sifat yang khas (unik) untuk masing-masing inti.
Laju pancaran radiasi dalam satuan waktu disebut konstanta peluruhan (l) dan
secara matematik hubungan antara l dan t½ dinyatakan dengan :
l = 0,693/ t½
𝑑𝑁
𝐴=
𝑑𝑡
Dimana :
2
Dn = Nilai dari transformasi nuklir spontan dari energi dalam interval waktu,
dt
Terdapat dua cara pengukuran radiasi yaitu cara pulsa (pulse mode) dan
cara arus (current mode). Sistem pengukur yang digunakan dalam kegiatan
proteksi radiasi, seperti survaimeter dan monitor radiasi biasanya menerapkan
cara arus (current mode) sedangkan dalam kegiatan aplikasi dan penelitian
menerapkan cara pulsa (pulse mode).
3
2.3.1 Mode Pulsa
Untuk meng “konversi” kan sebuah radiasi menjadi sebuah pulsa listrik
dibutuhkan waktu tertentu, yang sangat dipengaruhi oleh jenis detektornya.
Bila terdapat dua buah radiasi yang datang secara berurutan dengan selang
waktu lebih cepat daripada waktu konversi detektor, maka radiasi yang
terakhir tidak akan tercacah.
2.3.2 Arus
Karena proses konversi pada cara arus ini tidak dilakukan secara
individual maka cara ini tidak dapat memberi informasi jumlah pulsa
(cacahan) maupun tinggi setiap pulsa. Informasi yang dihasilkan cara pulsa
ini adalah intensitas radiasi yang sebanding dengan perkalian jumlah pulsa
dan tingginya.
4
Detektor merupakan suatu bahan yang peka terhadap radiasi, yang
bila dikenai radiasi akan menghasilkan tanggapan mengikuti mekanisme
yang telah dibahas sebelumnya. Perlu diperhatikan bahwa suatu bahan yang
sensitif terhadap suatu jenis radiasi belum tentu sensitif terhadap jenis
radiasi yang lain. Sebagai contoh, detektor radiasi gamma belum tentu dapat
mendeteksi radiasi neutron.
Terdapat banyak jenis detektor, tetapi di sini hanya akan dibahas tiga
jenis detektor yaitu, detektor isian gas, detektor sintilasi, dan detektor
semikonduktor.
5
akan dihasilkan tersebut sebanding dengan energi radiasi dan berbanding
terbalik dengan daya ionisasi gas. Daya ionisasi gas berkisar dari 25 Ev s.d.
40 Ev. Ion-ion yang dihasilkan di dalam detektor tersebut akan memberikan
kontribusi terbentuknya pulsa listrik ataupun arus listrik.
6
Ion-ion yang dihasilkan oleh ion primer disebut sebagai ion
sekunder. Bila medan listrik di antara dua elektroda semakin tinggi maka
jumlah ion yang dihasilkan oleh sebuah radiasi akan sangat banyak dan
disebut proses ‘avalanche’.
Terdapat tiga jenis detektor isian gas yang bekerja pada daerah yang
berbeda yaitu detektor kamar ionisasi, detektor proporsional, dan detektor
Geiger Mueller (GM).
Sebagaimana terlihat pada kurva karakteristik gas di atas, jumlah ion yang
dihasilkan di daerah ini relatif sedikit sehingga tinggi pulsanya, bila
menerapkan pengukuran model pulsa, sangat rendah. Oleh karena itu, biasanya,
pengukuran yang menggunakan detektor ionisasi menerapkan cara arus. Bila
akan menggunakan detektor ini dengan cara pulsa maka dibutuhkan penguat
pulsa yang sangat baik. Keuntungan detektor ini adalah dapat membedakan
7
energi yang memasukinya dan tegangan kerja yang dibutuhkan tidak terlalu
tinggi.
Terlihat pada kurva karakteristik di atas bahwa jumlah ion yang dihasilkan
sebanding dengan energi radiasi, sehingga detektor ini dapat membedakan energi
radiasi. Akan tetapi, yang merupakan suatu kerugian, jumlah ion atau tinggi pulsa
yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh tegangan kerja dan daya tegangan untuk
detektor ini harus sangat stabil.
8
di tengah-tengah tabung yang diberi tegangan tinggi. Medan listrik dalam kasus ini
adalah
𝑉 𝑏
𝐸(𝑟) = ln( )
𝑟 𝑎
Dimana :
Jumlah ion yang dihasilkan di daerah ini sangat banyak, mencapai nilai
saturasinya, sehingga pulsanya relatif tinggi dan tidak memerlukan penguat pulsa
lagi. Kerugian utama dari detektor ini ialah tidak dapat membedakan energi radiasi
yang memasukinya, karena berapapun energinya jumlah ion yang dihasilkannya
sama dengan nilai saturasinya. Detektor ini merupakan detektor yang paling sering
digunakan, karena dari segi elektonik sangat sederhana, tidak perlu menggunakan
rangkaian penguat. Sebagian besar peralatan ukur proteksi radiasi, yang harus
bersifat portabel, terbuat dari detektor Geiger Mueller.
9
2.4.5 Detektor Sintilasi
Detektor Sintilasi merupakan salah satu cara tertua untuk mendeteksi radiasi
gamma, detektor sintilasi selalu terdiri dari dua bagian yaitu bahan sintilator dan
photomultiplier. Bahan sintilator merupakan suatu bahan padat, cair maupun
gas, yang akan menghasilkan percikan cahaya bila dikenai radiasi pengion.
Photomultiplier digunakan untuk mengubah percikan cahaya yang dihasilkan
bahan sintilator menjadi pulsa listrik. Mekanisme pendeteksian radiasi pada
detektor sintilasi dapat dibagi menjadi dua tahap yaitu :
10
akan terserap oleh beberapa elektron di pita valensi, sehingga dapat
meloncat ke pita konduksi. Beberapa saat kemudian elektron-elektron
tersebut akan kembali ke pita valensi melalui pita energi bahan aktivator
sambil memancarkan percikan cahaya.
1. Kristal NaI(Tl)
2. Kristal ZnS(Ag)
3. Kristal LiI(Eu)
4. Sintilator Organik
11
Detektor ini sangat spesial dibandingkan dengan jenis detektor yang lain karena
berwujud cair. Sampel radioaktif yang akan diukur dilarutkan dahulu ke dalam
sintilator cair ini sehingga sampel dan detektor menjadi satu kesatuan larutan yang
homogen. Secara geometri pengukuran ini dapat mencapai efisiensi 100 % karena
semua radiasi yang dipancarkan sumber akan “ditangkap” oleh detektor. Metode
ini sangat diperlukan untuk mengukur sampel yang memancar-kan radiasi b
berenergi rendah seperti tritium dan C14.
Masalah yang harus diperhatikan pada metode ini adalah quenching yaitu
berkurangnya sifat transparan dari larutan (sintilator cair) karena mendapat
campuran sampel. Semakin pekat konsentrasi sampel maka akan semakin buruk
tingkat transparansinya sehingga percikan cahaya yang dihasilkan tidak dapat
mencapai photomultiplier.
Sebagaimana telah dibahas sebelumnya, setiap detektor sintilasi terdiri atas dua
bagian yaitu bahan sintilator dan tabung photomultiplier. Bila bahan sintilator
berfungsi untuk mengubah energi radiasi menjadi percikan cahaya maka tabung
photomultiplier ini berfungsi untuk mengubah percikan cahaya tersebut menjadi
berkas elektron, sehingga dapat diolah lebih lanjut sebagai pulsa / arus listrik.
Tabung photomultiplier terbuat dari tabung hampa yang kedap cahaya dengan
photokatoda yang berfungsi sebagai masukan pada salah satu ujungnya dan terdapat
beberapa dinode untuk menggandakan elektron seperti terdapat pada gambar 5.
12
Photokatoda yang ditempelkan pada bahan sintilator, akan memancarkan elektron
bila dikenai cahaya dengan panjang gelombang yang sesuai. Elektron yang
dihasilkannya akan diarahkan, dengan perbedaan potensial, menuju dinode
pertama. Dinode tersebut akan memancarkan beberapa elektron sekunder bila
dikenai oleh elektron.
Bahan semikonduktor, yang diketemukan relatif lebih baru daripada dua jenis
detektor di atas, terbuat dari unsur golongan IV pada tabel periodik yaitu silikon
atau germanium. Detektor ini mempunyai beberapa keunggulan yaitu lebih effisien
dibandingkan dengan detektor isian gas, karena terbuat dari zat padat, serta
mempunyai resolusi yang lebih baik daripada detektor sintilasi.
13
Pada dasarnya, bahan isolator dan bahan semikonduktor tidak dapat
meneruskan arus listrik. Hal ini disebabkan semua elektronnya berada di pita
valensi sedangkan di pita konduksi kosong. Perbedaan tingkat energi antara pita
valensi dan pita konduksi di bahan isolator sangat besar sehingga tidak
memungkinkan elektron untuk berpindah ke pita konduksi ( > 5 Ev ) seperti terlihat
di atas. Sebaliknya, perbedaan tersebut relatif kecil pada bahan semikonduktor ( <
3 Ev ) sehingga memungkinkan elektron untuk meloncat ke pita konduksi bila
mendapat tambahan energi.
Energi radiasi yang memasuki bahan semikonduktor akan diserap oleh bahan
sehingga beberapa elektronnya dapat berpindah dari pita valensi ke pita konduksi.
Bila di antara kedua ujung bahan semikonduktor tersebut terdapat beda potensial
maka akan terjadi aliran arus listrik. Jadi pada detektor ini, energi radiasi diubah
menjadi energi listrik.
14
Oleh karena daya atau energi yang dibutuhkan untuk menghasilkan ion-ion ini
lebih rendah dibandingkan dengan proses ionisasi di gas, maka jumlah ion yang
dihasilkan oleh energi yang sama akan lebih banyak. Hal inilah yang menyebabkan
detektor semikonduktor sangat teliti dalam membedakan energi radiasi yang
mengenainya atau disebut mempunyai resolusi tinggi. Sebagai gambaran, detektor
sintilasi untuk radiasi gamma biasanya mempunyai resolusi sebesar 50 keV,
artinya, detektor ini dapat membedakan energi dari dua buah radiasi yang
memasukinya bila kedua radiasi tersebut mempunyai perbedaan energi lebih besar
daripada 50 keV. Sedang detektor semikonduktor untuk radiasi gamma biasanya
mempunyai resolusi 2 keV. Jadi terlihat bahwa detektor semikonduktor jauh lebih
teliti untuk membedakan energi radiasi.
15
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Terdapat dua cara pengukuran radiasi yaitu cara pulsa (pulse mode) dan
cara arus (current mode). Sistem pengukur yang digunakan dalam kegiatan
proteksi radiasi, seperti survaimeter dan monitor radiasi biasanya menerapkan cara
arus (current mode) sedangkan dalam kegiatan aplikasi dan penelitian menerapkan
cara pulsa (pulse mode).
Detektor merupakan suatu bahan yang peka terhadap radiasi, yang bila
dikenai radiasi akan menghasilkan tanggapan mengikuti mekanisme yang telah
dibahas sebelumnya. Perlu diperhatikan bahwa suatu bahan yang sensitif terhadap
suatu jenis radiasi belum tentu sensitif terhadap jenis radiasi yang lain. Sebagai
contoh, detektor radiasi gamma belum tentu dapat mendeteksi radiasi neutron.
Terdapat banyak jenis detektor, tetapi di sini hanya akan dibahas tiga jenis
detektor yaitu, detektor isian gas, detektor sintilasi, dan detektor semikonduktor.
16