Anda di halaman 1dari 18

KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan
sehingga tugas ini bisa selesai pada waktunya.

Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah


berkontribusi dengan memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun
dengan baik dan rapi.

Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para


pembaca. Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa tugas ini masih jauh
dari kata sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang
bersifat membangun demi terciptanya tugas selanjutnya yang lebih baik lagi
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................ i
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 1
2.1 Radioactivity............................................................................................................ 1
2.2 Radioactivity Measurement ............................................................................. 3
2.3 Cara Pengukuran Radiasi ................................................................................ 3
2.3.1 Mode Pulsa ................................................................................................ 4
2.3.2 Arus ............................................................................................................ 4
2.4 Jenis Detektor Radiasi ...................................................................................... 4
2.4.1 Detektor Isian Gas ........................................................................................... 5
2.4.2 Detektor Kamar Ionisasi (Ionization Chamber) ..................................... 7
2.4.3 Detektor Proporsional .............................................................................. 8
2.4.4 Detektor Geiger Mueller (GM) ................................................................ 9
2.4.5 Detektor Sintilasi ..................................................................................... 10
2.4.6 Bahan Sintilator ...................................................................................... 10
2.4.7 Sintilator Cair (Liquid Scintillation) ...................................................... 11
2.4.8 Tabung Photomultiplier ......................................................................... 12
2.4.9 Detektor Semikonduktor ........................................................................ 13
BAB III PENUTUP ............................................................................................. 16
3.1 Kesimpulan ........................................................................................................... 16

ii
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Radioaktivitas disebut juga peluruhan radioaktif, yaitu peristiwa


terurainya beberapa inti atom tertentu secara spontan yang diikuti dengan
pancaran partikel alfa (inti helium), partikel beta (elektron), atau radiasi
gamma (gelombang elektromagnetik gelombang pendek). Sinar-sinar yang
dipancarkan tersebut disebut sinar radioaktif, sedangkan zat yang
memancarkan sinar radioaktif disebut dengan zat radioaktif

Istilah keradioaktifan (radioactivity) pertama kali diciptakan oleh Marie


Curie (1867 – 1934), seorang ahli kimia asal Prancis. Marie dan suaminya, Pierre
Curie (1859 – 1906), berhasil menemukan unsur radioaktif baru, yaitu polonium
dan radium. Ernest Rutherford (1871 – 1937) menyatakan bahwa sinar
radioaktif dapat dibedakan atas sinar alfa yang bermuatan positif dan sinar
beta yang bermuatan negatif. Paul Ulrich Villard (1869 – 1915), seorang ilmuwan
Prancis, menemukan sinar radioaktif yang tidak bermuatan, yaitu sinar gamma.

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Radioactivity

Radioaktivitas adalah fenomena emisi partikel netral atau bermuatan, atau


radiasi elektromagnetik dari inti atom yang tidak stabil. Jenis radiasi yang lebih
umum tercantum pada Tabel 65.1. Beberapa radionuklida (primordial) yang terjadi
secara alami dan beberapa dihasilkan oleh sinar kosmik di atmosfer bumi diberikan
pada Tabel 65.2.

Waktu paro (t½) adalah waktu yang diperlukan oleh suatu radionuklida
untuk meluruh sehingga jumlahnya tinggal setengahnya. Radiasi radionuklida
mempunyai sifat yang khas (unik) untuk masing-masing inti.

Laju pancaran radiasi dalam satuan waktu disebut konstanta peluruhan (l) dan
secara matematik hubungan antara l dan t½ dinyatakan dengan :
l = 0,693/ t½

Radioactivity didefinisikan oleh International Commission on Radiation Units


and Measurements dalam

𝑑𝑁
𝐴=
𝑑𝑡

Dimana :

A = Jumlah daari radionuklida dalam keadaan energi tertentu pada waktu


tertentu

2
Dn = Nilai dari transformasi nuklir spontan dari energi dalam interval waktu,
dt

2.2 Radioactivity Measurement

Radioaktivitas pertama kali ditemukan oleh Henry Becquerel pada tahun


1896 ketika dia memerhatikan pelat fotografi itu menjadi berkabut setelah
terpapar atom uranium. Selain inti uranium, banyak isotop buatan dan buatan
manusia lainnya diketahui bersifat radioaktif dan membusuk dengan
memancarkan partikel yang tidak bermuatan (sinar gamma dan neutron) dan
partikel bermuatan (partikel alfa atau beta) dari inti mereka. Selama beberapa
dekade terakhir, ada kebutuhan yang semakin besar untuk memantau,
menemukan, dan mencitrakan sumber radioaktif dalam berbagai macam
aplikasi medis, lingkungan, industri, luar angkasa, ilmiah, dan keamanan
nasional. Banyak aplikasi bergantung pada penggunaan detektor radiasi yang
tersedia secara komersial, sedangkan yang lain membutuhkan pengembangan
detektor baru untuk memenuhi persyaratan sistem yang terkait dengan
sensitivitas, daya, ukuran, portabilitas, kekasaran, pemeliharaan, kekerasan
radiasi, dan resolusi energi.

Satuan khusus ukuran radioaktivitas adalah becquerel (Bq), yang


didefinisikan sebagai laju satu disintegrasi per detik dari isotop yang
membusuk. Ukuran umum lainnya dari radioaktivitas adalah curie, yang dapat
diperoleh dengan mengalikan becquerel dengan 3,7x1010 .

2.3 Cara Pengukuran Radiasi

Terdapat dua cara pengukuran radiasi yaitu cara pulsa (pulse mode) dan
cara arus (current mode). Sistem pengukur yang digunakan dalam kegiatan
proteksi radiasi, seperti survaimeter dan monitor radiasi biasanya menerapkan
cara arus (current mode) sedangkan dalam kegiatan aplikasi dan penelitian
menerapkan cara pulsa (pulse mode).

3
2.3.1 Mode Pulsa

Setiap radiasi yang mengenai alat ukur akan dikonversikan menjadi


sebuah pulsa listrik, baik dengan mekanisme ionisasi maupun sintilasi. Bila
kuantitas radiasinya semakin tinggi maka jumlah pulsa listrik yang
dihasilkannya semakin banyak. Sedangkan semakin besar energinya semakin
tinggi pulsanya.

Informasi yang dihasilkan dengan cara pulsa adalah

- Jumlah pulsa (cacahan)


- Tinggi pulsa listrik.

Untuk meng “konversi” kan sebuah radiasi menjadi sebuah pulsa listrik
dibutuhkan waktu tertentu, yang sangat dipengaruhi oleh jenis detektornya.
Bila terdapat dua buah radiasi yang datang secara berurutan dengan selang
waktu lebih cepat daripada waktu konversi detektor, maka radiasi yang
terakhir tidak akan tercacah.

2.3.2 Arus

Pada cara arus, radiasi yang memasuki detektor tidak dikonversikan


menjadi pulsa listrik secara satu per satu, melainkan rata-rata dari
akumulasinya dalam konstanta waktu tertentu dan dipresentasikan sebagai
arus listrik. Semakin banyak kuantitas atau energi radiasi per satuan waktu
yang memasuki detektor, akan semakin besar arusnya.

Karena proses konversi pada cara arus ini tidak dilakukan secara
individual maka cara ini tidak dapat memberi informasi jumlah pulsa
(cacahan) maupun tinggi setiap pulsa. Informasi yang dihasilkan cara pulsa
ini adalah intensitas radiasi yang sebanding dengan perkalian jumlah pulsa
dan tingginya.

2.4 Jenis Detektor Radiasi

4
Detektor merupakan suatu bahan yang peka terhadap radiasi, yang
bila dikenai radiasi akan menghasilkan tanggapan mengikuti mekanisme
yang telah dibahas sebelumnya. Perlu diperhatikan bahwa suatu bahan yang
sensitif terhadap suatu jenis radiasi belum tentu sensitif terhadap jenis
radiasi yang lain. Sebagai contoh, detektor radiasi gamma belum tentu dapat
mendeteksi radiasi neutron.

Terdapat banyak jenis detektor, tetapi di sini hanya akan dibahas tiga
jenis detektor yaitu, detektor isian gas, detektor sintilasi, dan detektor
semikonduktor.

2.4.1 Detektor Isian Gas


Detektor isian gas merupakan detektor yang paling sering digunakan
untuk mengukur radiasi. Detektor ini terdiri dari dua elektroda, positif dan
negatif, serta berisi gas di antara kedua elektrodanya. Elektroda positif
disebut sebagai anoda, yang dihubungkan ke kutub listrik positif, sedangkan
elektroda negatif disebut sebagai katoda, yang dihubungkan ke kutub
negatif. Kebanyakan detektor ini berbentuk silinder dengan sumbu yang
berfungsi sebagai anoda dan dinding silindernya sebagai katoda
sebagaimana berikut.

Radiasi yang memasuki detektor akan mengionisasi gas dan


menghasilkan ion-ion positif dan ion-ion negatif (elektron). Jumlah ion yang

5
akan dihasilkan tersebut sebanding dengan energi radiasi dan berbanding
terbalik dengan daya ionisasi gas. Daya ionisasi gas berkisar dari 25 Ev s.d.
40 Ev. Ion-ion yang dihasilkan di dalam detektor tersebut akan memberikan
kontribusi terbentuknya pulsa listrik ataupun arus listrik.

Ion-ion primer yang dihasilkan oleh radiasi akan bergerak menuju


elektroda yang sesuai. Pergerakan ion-ion tersebut akan menimbulkan pulsa
atau arus listrik. Pergerakan ion tersebut di atas dapat berlangsung bila di
antara dua elektroda terdapat cukup medan listrik. Bila medan listriknya
semakin tinggi maka energi kinetik ion-ion tersebut akan semakin besar
sehingga mampu untuk mengadakan ionisasi lain.

6
Ion-ion yang dihasilkan oleh ion primer disebut sebagai ion
sekunder. Bila medan listrik di antara dua elektroda semakin tinggi maka
jumlah ion yang dihasilkan oleh sebuah radiasi akan sangat banyak dan
disebut proses ‘avalanche’.

Terdapat tiga jenis detektor isian gas yang bekerja pada daerah yang
berbeda yaitu detektor kamar ionisasi, detektor proporsional, dan detektor
Geiger Mueller (GM).

2.4.2 Detektor Kamar Ionisasi (Ionization Chamber)

Sebagaimana terlihat pada kurva karakteristik gas di atas, jumlah ion yang
dihasilkan di daerah ini relatif sedikit sehingga tinggi pulsanya, bila
menerapkan pengukuran model pulsa, sangat rendah. Oleh karena itu, biasanya,
pengukuran yang menggunakan detektor ionisasi menerapkan cara arus. Bila
akan menggunakan detektor ini dengan cara pulsa maka dibutuhkan penguat
pulsa yang sangat baik. Keuntungan detektor ini adalah dapat membedakan

7
energi yang memasukinya dan tegangan kerja yang dibutuhkan tidak terlalu
tinggi.

2.4.3 Detektor Proporsional

Dibandingkan dengan daerah ionisasi di atas, jumlah ion yang dihasilkan di


daerah proporsional ini lebih banyak sehingga tinggi pulsanya akan lebih tinggi.
Detektor ini lebih sering digunakan untuk pengukuran dengan cara pulsa.

Terlihat pada kurva karakteristik di atas bahwa jumlah ion yang dihasilkan
sebanding dengan energi radiasi, sehingga detektor ini dapat membedakan energi
radiasi. Akan tetapi, yang merupakan suatu kerugian, jumlah ion atau tinggi pulsa
yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh tegangan kerja dan daya tegangan untuk
detektor ini harus sangat stabil.

Detektor proporsional tabung biasanya yang paling banyak digunakan.


Berikut ini adalah desain sederhana dari detektor proporsional tabung dengan kabel

8
di tengah-tengah tabung yang diberi tegangan tinggi. Medan listrik dalam kasus ini
adalah

𝑉 𝑏
𝐸(𝑟) = ln⁡( )
𝑟 𝑎

Dimana :

- V = Tegangan anoda – katoda


- a = radius kabel anoda
- b = radius dalam tabung katoda

2.4.4 Detektor Geiger Mueller (GM)

Jumlah ion yang dihasilkan di daerah ini sangat banyak, mencapai nilai
saturasinya, sehingga pulsanya relatif tinggi dan tidak memerlukan penguat pulsa
lagi. Kerugian utama dari detektor ini ialah tidak dapat membedakan energi radiasi
yang memasukinya, karena berapapun energinya jumlah ion yang dihasilkannya
sama dengan nilai saturasinya. Detektor ini merupakan detektor yang paling sering
digunakan, karena dari segi elektonik sangat sederhana, tidak perlu menggunakan
rangkaian penguat. Sebagian besar peralatan ukur proteksi radiasi, yang harus
bersifat portabel, terbuat dari detektor Geiger Mueller.

9
2.4.5 Detektor Sintilasi

Detektor Sintilasi merupakan salah satu cara tertua untuk mendeteksi radiasi
gamma, detektor sintilasi selalu terdiri dari dua bagian yaitu bahan sintilator dan
photomultiplier. Bahan sintilator merupakan suatu bahan padat, cair maupun
gas, yang akan menghasilkan percikan cahaya bila dikenai radiasi pengion.
Photomultiplier digunakan untuk mengubah percikan cahaya yang dihasilkan
bahan sintilator menjadi pulsa listrik. Mekanisme pendeteksian radiasi pada
detektor sintilasi dapat dibagi menjadi dua tahap yaitu :

1. Proses pengubahan radiasi yang mengenai detektor menjadi percikan


cahaya di dalam bahan sintilator dan
2. Proses pengubahan percikan cahaya menjadi pulsa listrik di dalam
tabung photomultiplier
2.4.6 Bahan Sintilator
Proses sintilasi pada bahan ini dapat dijelaskan dengan Gambar 4.
Di dalam kristal bahan sintilator terdapat pita-pita atau daerah yang
dinamakan sebagai pita valensi dan pita konduksi yang dipisahkan dengan
tingkat energi tertentu. Pada keadaan dasar, ground state, seluruh elektron
berada di pita valensi sedangkan di pita konduksi kosong. Ketika terdapat
radiasi yang memasuki kristal, terdapat kemungkinan bahwa energinya

10
akan terserap oleh beberapa elektron di pita valensi, sehingga dapat
meloncat ke pita konduksi. Beberapa saat kemudian elektron-elektron
tersebut akan kembali ke pita valensi melalui pita energi bahan aktivator
sambil memancarkan percikan cahaya.

Jumlah percikan cahaya sebanding dengan energi radiasi diserap dan


dipengaruhi oleh jenis bahan sintilatornya. Semakin besar energinya
semakin banyak percikan cahayanya. Percikan-percikan cahaya ini
kemudian ‘ditangkap’ oleh photomultiplier.
Berikut ini adalah beberapa contoh bahan sintilator yang sering
digunakan sebagai detektor radiasi.

1. Kristal NaI(Tl)

2. Kristal ZnS(Ag)

3. Kristal LiI(Eu)

4. Sintilator Organik

2.4.7 Sintilator Cair (Liquid Scintillation)

11
Detektor ini sangat spesial dibandingkan dengan jenis detektor yang lain karena
berwujud cair. Sampel radioaktif yang akan diukur dilarutkan dahulu ke dalam
sintilator cair ini sehingga sampel dan detektor menjadi satu kesatuan larutan yang
homogen. Secara geometri pengukuran ini dapat mencapai efisiensi 100 % karena
semua radiasi yang dipancarkan sumber akan “ditangkap” oleh detektor. Metode
ini sangat diperlukan untuk mengukur sampel yang memancar-kan radiasi b
berenergi rendah seperti tritium dan C14.

Masalah yang harus diperhatikan pada metode ini adalah quenching yaitu
berkurangnya sifat transparan dari larutan (sintilator cair) karena mendapat
campuran sampel. Semakin pekat konsentrasi sampel maka akan semakin buruk
tingkat transparansinya sehingga percikan cahaya yang dihasilkan tidak dapat
mencapai photomultiplier.

2.4.8 Tabung Photomultiplier

Sebagaimana telah dibahas sebelumnya, setiap detektor sintilasi terdiri atas dua
bagian yaitu bahan sintilator dan tabung photomultiplier. Bila bahan sintilator
berfungsi untuk mengubah energi radiasi menjadi percikan cahaya maka tabung
photomultiplier ini berfungsi untuk mengubah percikan cahaya tersebut menjadi
berkas elektron, sehingga dapat diolah lebih lanjut sebagai pulsa / arus listrik.

Tabung photomultiplier terbuat dari tabung hampa yang kedap cahaya dengan
photokatoda yang berfungsi sebagai masukan pada salah satu ujungnya dan terdapat
beberapa dinode untuk menggandakan elektron seperti terdapat pada gambar 5.

12
Photokatoda yang ditempelkan pada bahan sintilator, akan memancarkan elektron
bila dikenai cahaya dengan panjang gelombang yang sesuai. Elektron yang
dihasilkannya akan diarahkan, dengan perbedaan potensial, menuju dinode
pertama. Dinode tersebut akan memancarkan beberapa elektron sekunder bila
dikenai oleh elektron.

Elektron-elektron sekunder yang dihasilkan dinode pertama akan menuju


dinode kedua dan dilipatgandakan kemudian ke dinode ketiga dan seterusnya
sehingga elektron yang terkumpul pada dinode terakhir berjumlah sangat banyak.
Dengan sebuah kapasitor kumpulan elektron tersebut akan diubah menjadi pulsa
listrik.

2.4.9 Detektor Semikonduktor

Bahan semikonduktor, yang diketemukan relatif lebih baru daripada dua jenis
detektor di atas, terbuat dari unsur golongan IV pada tabel periodik yaitu silikon
atau germanium. Detektor ini mempunyai beberapa keunggulan yaitu lebih effisien
dibandingkan dengan detektor isian gas, karena terbuat dari zat padat, serta
mempunyai resolusi yang lebih baik daripada detektor sintilasi.

13
Pada dasarnya, bahan isolator dan bahan semikonduktor tidak dapat
meneruskan arus listrik. Hal ini disebabkan semua elektronnya berada di pita
valensi sedangkan di pita konduksi kosong. Perbedaan tingkat energi antara pita
valensi dan pita konduksi di bahan isolator sangat besar sehingga tidak
memungkinkan elektron untuk berpindah ke pita konduksi ( > 5 Ev ) seperti terlihat
di atas. Sebaliknya, perbedaan tersebut relatif kecil pada bahan semikonduktor ( <
3 Ev ) sehingga memungkinkan elektron untuk meloncat ke pita konduksi bila
mendapat tambahan energi.

Energi radiasi yang memasuki bahan semikonduktor akan diserap oleh bahan
sehingga beberapa elektronnya dapat berpindah dari pita valensi ke pita konduksi.
Bila di antara kedua ujung bahan semikonduktor tersebut terdapat beda potensial
maka akan terjadi aliran arus listrik. Jadi pada detektor ini, energi radiasi diubah
menjadi energi listrik.

Sambungan semikonduktor dibuat dengan menyambungkan semikonduktor


tipe N dengan tipe P (PN junction). Kutub positif dari tegangan listrik eksternal
dihubungkan ke tipe N sedangkan kutub negatifnya ke tipe P seperti terlihat pada
Gambar 7. Hal ini menyebabkan pembawa muatan positif akan tertarik ke atas
(kutub negatif) sedangkan pembawa muatan negatif akan tertarik ke bawah (kutub
positif), sehingga terbentuk (depletion layer) lapisan kosong muatan pada
sambungan PN. Dengan adanya lapisan kosong muatan ini maka tidak akan terjadi
arus listrik. Bila ada radiasi pengion yang memasuki lapisan kosong muatan ini
maka akan terbentuk ion-ion baru, elektron dan hole, yang akan bergerak ke kutub-
kutub positif dan negatif. Tambahan elektron dan hole inilah yang akan
menyebabkan terbentuknya pulsa atau arus listrik.

14
Oleh karena daya atau energi yang dibutuhkan untuk menghasilkan ion-ion ini
lebih rendah dibandingkan dengan proses ionisasi di gas, maka jumlah ion yang
dihasilkan oleh energi yang sama akan lebih banyak. Hal inilah yang menyebabkan
detektor semikonduktor sangat teliti dalam membedakan energi radiasi yang
mengenainya atau disebut mempunyai resolusi tinggi. Sebagai gambaran, detektor
sintilasi untuk radiasi gamma biasanya mempunyai resolusi sebesar 50 keV,
artinya, detektor ini dapat membedakan energi dari dua buah radiasi yang
memasukinya bila kedua radiasi tersebut mempunyai perbedaan energi lebih besar
daripada 50 keV. Sedang detektor semikonduktor untuk radiasi gamma biasanya
mempunyai resolusi 2 keV. Jadi terlihat bahwa detektor semikonduktor jauh lebih
teliti untuk membedakan energi radiasi.

Sebenarnya, kemampuan untuk membedakan energi tidak terlalu diperlukan


dalam pemakaian di lapangan, misalnya untuk melakukan survai radiasi. Akan
tetapi untuk keperluan lain, misalnya untuk menentukan jenis radionuklida atau
untuk menentukan jenis dan kadar bahan, kemampuan ini mutlak diperlukan.

Kelemahan dari detektor semikonduktor adalah harganya lebih mahal,


pemakaiannya harus sangat hati-hati karena mudah rusak dan beberapa jenis
detektor semikonduktor harus didinginkan pada temperatur Nitrogen cair sehingga
memerlukan dewar yang berukuran cukup besar.

15
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Radioaktivitas adalah fenomena emisi partikel netral atau bermuatan, atau


radiasi elektromagnetik dari inti atom yang tidak stabil. Satuan khusus ukuran
radioaktivitas adalah becquerel (Bq), yang didefinisikan sebagai laju satu
disintegrasi per detik dari isotop yang membusuk. Ukuran umum lainnya dari
radioaktivitas adalah curie, yang dapat diperoleh dengan mengalikan becquerel
dengan 3,7x1010

Terdapat dua cara pengukuran radiasi yaitu cara pulsa (pulse mode) dan
cara arus (current mode). Sistem pengukur yang digunakan dalam kegiatan
proteksi radiasi, seperti survaimeter dan monitor radiasi biasanya menerapkan cara
arus (current mode) sedangkan dalam kegiatan aplikasi dan penelitian menerapkan
cara pulsa (pulse mode).

Detektor merupakan suatu bahan yang peka terhadap radiasi, yang bila
dikenai radiasi akan menghasilkan tanggapan mengikuti mekanisme yang telah
dibahas sebelumnya. Perlu diperhatikan bahwa suatu bahan yang sensitif terhadap
suatu jenis radiasi belum tentu sensitif terhadap jenis radiasi yang lain. Sebagai
contoh, detektor radiasi gamma belum tentu dapat mendeteksi radiasi neutron.

Terdapat banyak jenis detektor, tetapi di sini hanya akan dibahas tiga jenis
detektor yaitu, detektor isian gas, detektor sintilasi, dan detektor semikonduktor.

16

Anda mungkin juga menyukai