Anda di halaman 1dari 13

SEJARAH

Raden Saleh Sjarif Boestaman (1807 atau 1811- 23 April 1880) adalah
pelukis Indonesia beretnis Arab-Jawa yang mempionirkan seni modern Indonesia (saat
itu Hindia Belanda). Lukisannya merupakan perpaduan Romantisisme yang sedang populer di
Eropa saat itu dengan elemen-elemen yang menunjukkan latar belakang Jawa sang pelukis.
Romantisisme adalah sebuah gerakan seni, sastra dan intelektual yang berasal
dari Eropa Barat abad ke-18 pada masa Revolusi Industri. Gerakan ini sebagian merupakan
revolusi melawan norma-norma kebangsawanan, sosial dan politik dari periode
Pencerahan dan reaksi terhadap rasionalisasi terhadap alam, dalam seni dan sastra. Gerakan
ini mengangkat seni rakyat, alam dan kebiasaan, serta menganjurkan Naturalisme yang
didasarkan pada alam, termasuk aktivitas manusia yang dikondisikan oleh alam dalam bentuk
bahasa, kebiasaan dan tradisi.
MASA KECIL
Raden Saleh dilahirkan dalam sebuah keluarga Jawa ningrat. Dia adalah cucu
dari Sayyid Abdoellah Boestaman dari sisi ibunya. Ayahnya adalah Sayyid Hoesen bin Alwi bin
Awal bin Jahja, seorang keturunan Arab. Ibunya bernama Mas Adjeng Zarip Hoesen, tinggal
di daerah Terboyo, dekat Semarang. Sejak usia 10 tahun, ia diserahkan pamannya, Bupati
Semarang, kepada orang-orang Belanda atasannya di Batavia. Kegemaran menggambar
mulai menonjol sewaktu bersekolah di sekolah rakyat (Volks-School).
Keramahannya bergaul memudahkannya masuk ke lingkungan orang Belanda dan
lembaga-lembaga elite Hindia Belanda. Seorang kenalannya, Prof. Caspar Reinwardt,
pendiri Kebun Raya Bogor sekaligus Direktur Pertanian, Kesenian, dan Ilmu Pengetahuan
untuk Jawa dan pulau sekitarnya, menilainya pantas mendapat ikatan dinas di
departemennya. Kebetulan di instansi itu ada pelukis keturunan Belgia, A.A.J. Payen yang
didatangkan dari Belanda untuk membuat lukisan pemandangan di Pulau Jawa untuk hiasan
kantor Departemen van Kolonieen di Belanda. Payen tertarik pada bakat Raden Saleh dan
berinisiatif memberikan bimbingan.
Payen memang tidak menonjol di kalangan ahli seni lukis di Belanda, tetapi mantan
mahaguru Akademi Senirupa di Doornik, Belanda, ini cukup membantu Raden Saleh
mendalami seni lukis Barat dan belajar teknik pembuatannya, misalnya melukis dengan cat
minyak. Payen juga mengajak pemuda Saleh dalam perjalanan dinas keliling Jawa mencari
model pemandangan untuk lukisan. Ia pun menugaskan Raden Saleh menggambar tipe-tipe
orang Indonesia di daerah yang disinggahi.
Terkesan dengan bakat luar biasa anak didiknya, Payen mengusulkan agar Raden Saleh
bisa belajar ke Belanda. Usul ini didukung oleh Gubernur Jenderal G.A.G.Ph. van der
Capellen yang memerintah waktu itu (1819-1826), setelah ia melihat karya Raden Saleh.

1
BELAJAR KE EROPA
Dua tahun pertama di Eropa ia pakai untuk memperdalam bahasa Belanda dan belajar
teknik mencetak menggunakan batu. Sedangkan soal melukis, selama lima tahun pertama, ia
belajar melukis potret dari Cornelis Kruseman dan tema pemandangan dari Andries
Schelfhout karena karya mereka memenuhi selera dan mutu rasa seni orang Belanda saat itu.
Krusseman adalah pelukis istana yang kerap menerima pesanan pemerintah Belanda dan
keluarga kerajaan.
Raden Saleh makin mantap memilih seni lukis sebagai jalur hidup. Ia mulai dikenal,
malah berkesempatan berpameran di Den Haag dan Amsterdam. Melihat lukisan Raden
Saleh, masyarakat Belanda terperangah. Mereka tidak menyangka seorang pelukis muda dari
Hindia dapat menguasai teknik dan menangkap watak seni lukis Barat.
Saat masa belajar di Belanda usai, Raden Saleh mengajukan permohonan agar boleh
tinggal lebih lama untuk belajar "wis-, land-, meet- en werktuigkunde (ilmu pasti, ukur tanah,
dan pesawat), selain melukis. Dalam perundingan antara Menteri Jajahan, Raja Willem
I (1772-1843), dan pemerintah Hindia Belanda, ia boleh menangguhkan kepulangan ke
Indonesia. Tapi beasiswa dari kas pemerintah Belanda dihentikan.
Saat pemerintahan Raja Willem II (1792-1849) ia mendapat dukungan serupa.
Beberapa tahun kemudian ia dikirim ke luar negeri untuk menambah ilmu,
misalnya Dresden, Jerman. Di sini ia tinggal selama lima tahun dengan status tamu
kehormatan Kerajaan Jerman, dan diteruskan ke Weimar, Jerman (1843). Ia kembali ke
Belanda tahun 1844. Selanjutnya ia menjadi pelukis istana kerajaan Belanda.
Wawasan seninya pun makin berkembang seiring kekaguman pada karya
tokoh romantisme Ferdinand Victor Eugene Delacroix (1798-1863),
pelukis Prancis legendaris. Ia pun terjun ke dunia pelukisan hewan yang dipertemukan
dengan sifat agresif manusia. Mulailah pengembaraannya ke banyak tempat, untuk
menghayati unsur-unsur dramatika yang ia cari.
Saat di Eropa, ia menjadi saksi mata revolusi Februari 1848 di Paris, yang mau tak mau
memengaruhi dirinya. Dari Prancis ia bersama pelukis Prancis kenamaan, Horace Vernet,
ke Aljazair untuk tinggal selama beberapa bulan pada tahun 1846. Di kawasan inilah lahir
ilham untuk melukis kehidupan satwa di padang pasir. Pengamatannya itu membuahkan
sejumlah lukisan perkelahian satwa buas dalam bentuk pigura-pigura besar. Negeri lain yang
ia kunjungi: Austria dan Italia. Pengembaraan di Eropa berakhir tahun 1851 ketika ia pulang
ke Hindia bersama istrinya, wanita Belanda yang kaya raya.

KEMBALI KE HINDIA BELANDA


Saleh kembali ke Hindia Belanda pada 1852 setelah 20 tahun menetap di Eropa. Dia
bekerja sebagai konservator lukisan pemerintahan kolonial dan mengerjakan sejumlah
portret untuk keluarga kerajaan Jawa, sambil terus melukis pemandangan. Namun dari itu, ia

2
mengeluhkan akan ketidaknyamanannya di Jawa. "Disini orang hanya bicara tentang gula dan
kopi, kopi dan gula" ujarnya di sebuah surat.
Saleh membangun sebuah rumah di sekitar Cikini yang didasarkan istana Callenberg,
dimana ia pernah tinggal saat berada di Jerman. Dengan taman yang luas, sebagian besarnya
dihibahkan untuk kebun binatang dan taman umum pada 1862, yang tutup saat peralihan
abad. Pada 1960, Taman Ismail Marzuki dibangun di bekas taman tersebut, dan rumahnya
sampai sekarang masih berdiri sebagai Rumah Sakit PGI Cikini.
Pada 1867, Raden Saleh menikahi gadis keluarga ningrat keturunan Kraton
Yogyakarta bernama Raden Ayu Danudirja dan pindah ke Bogor, dimana ia menyewa sebuah
rumah dekat Kebun Raya Bogor yang berpemandangan Gunung Salak. Di kemudian hari,
Saleh membawa istrinya berjalan-jalan ke Eropa, mengunjungi negeri-negeri seperti Belanda,
Prancis, Jerman, dan Italia. Namun istrinya jatuh sakit saat di Paris, sakitnya masih tidak
diketahui hingga sekarang, dan keduanya pun pulang ke Bogor. Istrinya kemudian meninggal
pada 31 Juli 1880, setelah kematian Saleh sendiri 3 bulan sebelumnya.

MENINGGALNYA
Pada Jum'at pagi 23 April 1880, Saleh tiba-tiba jatuh sakit. dari hasil pemeriksaan
diketahui bahwa aliran darahnya terhambat karena pengendapan yang terjadi dekat
jatungnya. Ia dikuburkan dua hari kemudian di Kampung Empang, Bogor. Seperti yang
dilaporkan koran Javanese Bode, pemakaman Raden "dihadiri sejumlah tuan tanah dan
pegawai Belanda, serta sejumlah murid penasaran dari sekolah terdekat."

MENGENAL LUKISAN RADEN SALEH


Tokoh romantisme Delacroix dinilai mempengaruhi karya-karya berikut Raden Saleh
yang jelas menampilkan keyakinan romantismenya. Saat romantisme berkembang di Eropa
di awal abad 19, Raden Saleh tinggal dan berkarya di Prancis (1844 - 1851).
Ciri romantisme muncul dalam lukisan-lukisan Raden Saleh yang Kaya akan makna.
Gambaran keagungan sekaligus kekejaman, cerminan harapan (religiusitas) sekaligus
ketidakpastian takdir (dalam realitas). Ekspresi yang dirintis pelukis Prancis Gerricault (1791-
1824) dan Delacroix ini diungkapkan dalam suasana dramatis yang mencekam, lukisan
kecoklatan yang membuang warna abu-abu, dan ketegangan kritis antara hidup dan mati.
Lukisan-lukisannya yang dengan jelas menampilkan ekspresi ini adalah bukti Raden
Saleh seorang romantisis. Konon, melalui karyanya ia menyindir nafsu manusia yang terus
mengusik makhluk lain. Misalnya dengan berburu singa, rusa, banteng, dll. Raden Saleh
terkesan tak hanya menyerap pendidikan Barat tetapi juga mencernanya untuk menyikapi
realitas.

3
Raden Saleh (1857)

Nicolaas Pieneman (1835).

Raden Saleh terutama dikenang karena lukisan historisnya, Penangkapan Pangeran


Diponegoro, yang menggambarkan peristiwa pengkhianatan pihak Belanda kepada Pangeran
Diponegoro yang mengakhiri Perang Jawa pada 1830. Sang Pangeran dibujuk untuk hadir
di Magelang untuk membicarakan kemungkinan gencatan senjata, tetapi pihak Belanda tidak
memenuhi jaminan keselamatannya, dan Diponegoro pun ditangkap.
Pada waktu Saleh, peristiwa tersebut telah dilukis oleh pelukis Belanda Nicolaas
Pieneman dan dikomisikan oleh Jenderal de Kock. Diduga Saleh melihat lukisan Pieneman
tersebut saat ia tinggal di Eropa. Seakan tidak setuju dengan gambaran Pieneman, Raden
memberikan sejumlah perubahan signifikan pada lukisan versinya; Pieneman

4
menggambarkan peristiwa tersebut dari sebelah kanan, Saleh dari kiri. Sementara Pieneman
menggambarkan Diponegoro dengan wajah lesu dan pasrah, Saleh menggambarkan
Diponegoro dengan raut tegas dan menahan amarah. Pieneman memberi judul
lukisannya Penyerahan Diri Diponegoro, Saleh memberi judul Penangkapan Diponegoro.
Diketahui bahwa Saleh sengaja menggambar tokoh Belanda di lukisannya dengan kepala yang
sedikit terlalu besar agar tampak lebih mengerikan.
Perubahan-perubahan ini dipandang sebagai rasa nasionalisme pada diri Saleh akan
tanah kelahirannya di Jawa. Hal ini juga dapat terlihat pada busana pengikut Diponegoro.
Pieneman sendiri tidak pernah ke Hindia Belanda, dan karena itu ia menggambarkan pengikut
Diponegoro seperti orang Arab. Gambaran Saleh cenderung lebih akurat, dengan
kain batik dan blangkon yang terlihat pada beberapa figur. Saleh juga menambahkan detail
menarik, ia tidak melukiskan senjata apapun pada pengikut Diponegoro, bahkan keris
Diponegoro pun tidak ada. Ini menunjukkan bahwa peristiwa tersebut terjadi pada
bulan Ramadhan, karena itu Pangeran dan pengikutnya datang dengan niat baik.
Setelah selesai dilukis pada 1857, Saleh mempersembahkan lukisannya kepada
Raja Willem III di Den Haag. Penangkapan Pangeran Diponegoro baru pulang ke Indonesia
pada 1978. Kepulangan lukisan tersebut merupakan perwujudan janji kebudayaan antara
Indonesia-Belanda pada 1969, tentang kategori pengembalian kebudayaan milik Indonesia
yang diambil, dipinjam, dan dipindahtangan ke Belanda pada masa lampau. Namun dari itu,
lukisan Penangkapan tidak termasuk ketiga kategori tersebut, karena sejak awal Saleh
memberikannya kepada Raja Belanda dan tidak pernah dimiliki Indonesia. Lukisan tersebut
akhirnya diberikan sebagai hadiah dari Istana Kerajaan Belanda dan sekarang dipajang
di Istana Negara, Jakarta.

CONTOH KARYA LUKIS RADEN SALEH

Potret Herman Willem Daendels, 1838

5
Pemandangan Musim Dingin, 1830

Perburuan Rusa, 1846, Mesdag Museum, The Hague

Sketsa cat air harimau berjalan

6
SENIMAN YANG BERPENGARUH
a. HORACE VERNET & FERDINAND VICTOR EUGENE DELACROIX
Pada 1839, pemerintah Belanda memberinya kesempatan berkunjung ke negara-negara
Eropa. Di Paris, Prancis, dia bertemu pelukis Horace Vernet yang mempengaruhi permainan
warnanya. Tapi dalam hal menampilkan suasana objek lukisan dia terpengaruh pelukis besar
aliran Romantisisme Prancis, Ferdinand Victor Eugène Delacroix.
Gaya Romantisisme antara lain terlihat pada karya “Singa dan Ular”. Uniknya, 23 tahun
setelah lukisan ini dibuat Raden Saleh, Eugene Delacriox melukis tema yang sama, berjudul
“Macan dan Ular”.

b. THEODORE GERICAULT
Seniman Prancis yang juga cukup mempengaruhi Raden Saleh adalah Theodore
Gericault. Lukisan “Banjir di Jawa" terlihat terpengaruh “the Raft of Medusa” karya
Gericault. Keduanya menggambarkan suasana dramatis sekelompok orang yang berusaha
menyelamatkan diri pada atap rumah (Raden Saleh) atau sebuah rakit (Gericault) dari
bencana banjir besar (Raden Saleh) atau terpaan badai di lautan (Gericault).

CIRI-CIRI KARYA RADEN SALEH :

1. Bergaya natural dan romantisisme


2. Kuat dalam melukis potret dan binatang
3. Pengamatan yang sangat baik pada binatang dan alam

7
Aliran seni lukis raden saleh banyak dipengaruhi oleh dua aliran yaitu naturalis dan
romantisisme. Aliran naturalis ia dapat karena kebanyakan guru guru melukis beliau
merupakan pelukis naturalis yang berpengalaman. Dan aliran romantisisme beliau dapat dari
teknik lukis setelah periode renaisans yang banyak mempengaruhi dunia seni barat.

Ciri-ciri aliran romantisisme sangat kental pada karyanya setelah dia berpetualang ke
negara-negara Eropa. Aliran romantisisme adalah aliran yang mengutamakan imajinasi,
emosi, dan sentimen idealisme yang biasanya dituangkan melalui alegori alam. Karena itulah
banyak lukisan Raden Saleh yang melibatkan satwa liar dan pemandangan alam yang
dramatis. Bahkan lukisan suasananya pun tetap dibumbui oleh pencahayaan alam yang
emosional.

Romantisisme

8
Naturalisme

Potret

Binatang dan alam

9
KARAKTERISTIK
Yang membedakan karya-karya Raden Saleh dengan pelukis lainnya adalah:
1. Hasil karyanya merupakan perpaduan Romantisisme yang sedang populer di Eropa
saat itu dengan elemen-elemen budaya Jawa.

2. Karyanya banyak yang mengandung unsur hewan yang dipertemukan dengan sifat
agresif manusia

3. Sangat dipengaruhi oleh seniman-seniman Eropa, seperti A.A.J. Payen, Cornelis


Kruseman, Andries Schelfhout, Ferdinand Victor Eugene Delacroix, dan Theodore
Gericault.

10
The Raft of Medusa (Theodore Gericault 1819)

CONTOH PADA SENI & SENIMAN SEKARANG


Sekitar tahun 1880-an, muncul suatu gerakan yang dinamakan Neo-
romantisisme sebagai reaksi terhadap Naturalisme dan Modernisme. Neo-romantisisme
merupakan suatu gerakan artistik (sastra, lukisan, musik…) yang muncul tiga puluh tahun
setelah akhir gerakan romantisisme. Gerakan budaya ini berlanjut dan berada dalam garis
keturunan dari motivasi Romantisisme, dan mencoba untuk memberikan aksen pada
perasaan dan kehidupan batin seniman.
Contoh seniman yang beraliran Neo-romantisisme:
1. Alan Sorrell
Alan Ernest Sorrell (11 February 1904 – 21 December 1974) was an English artist and
writer best remembered for his archaeological illustrations, particularly his detailed

11
reconstructions of Roman Britain. He was a Senior Assistant Instructor of Drawing at The
Royal College of Art, between 1931–39 and 1946–48. In 1937 he was elected a member of
the Royal Watercolour Society.

2. Justine Kurland
Justine Kurland (born 1969 in Warsaw, NY) is a fine art photographer based in New York.

12
3. Robin Tanner
Robin Tanner (1904–1988) was an English artist, etcher and printmaker. He followed in
the visionary tradition of Samuel Palmer and English neo-romanticism.

13

Anda mungkin juga menyukai