ULKUS KORNEA
Pembimbing:
dr. Rety Sugiari, Sp.M
Disusun Oleh:
Ulayya Ghina Nabilla
2015730129
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya lah penulis dapat menyelesaikan pembuatan laporan kasus yang
berjudul Ulkus Kornea.
Ucapan terima kasih tak lupa penulis ucapkan kepada dr. Rety Sugiarti, Sp.M,
selaku konsultan dibagian Mata di RSUD Banjar dan rekan-rekan yang telah
membantu penulis dalam pembuatan laporan kasus ini.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan laporan kasus ini masih banyak
terdapat kesalahan. Untuk itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
penulis harapkan guna perbaikan dalam pembuatan makalah selanjutnya.
Semoga laporan kasus ini dapat berguna bagi kita semua, khususnya bagi para
pembaca.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
2.7. Diagnosis ................................................................................................ 17
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
BAB I
STATUS PASIEN
Nama : Tn. S
Umur : 41 tahun
Jenis Kelamin : Laki - laki
Alamat : Pasirmuncang 02/13 Kab. Pangandaran, Jawa Barat
No RM : 417xxx
Agama : Islam
Suku Bangsa : Sunda
Pekerjaan : Buruh Bangunan
Tanggal Masuk RS : 16 Oktober 2019
1.2. Anamnesis
Keluhan Utama:
Mata kanan terasa nyeri sejak 10 SMRS
1
OS belum pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya. Riwayat
hipertensi dan diabetes mellitus disangkal.
Riwayat Pengobatan :
OS belum pernah berobat ke dokter sebelumnya dan tidak pernah membeli
obat sendiri untuk mengurangi keluhannya. Riwayat mengkonsumsi obat –
obatan jangka panjang disangkal.
Riwayat Psikososial :
OS sehari – harinya bekerja sebagai buruh bangunan yang apabila bekerja
tidak menggunakan pelindung mata. OS juga merokok dan mengkonsumsi
kopi.
Riwayat alergi :
Tidak ada
2
Pulmo : Bunyi nafas vesicular (+/+), wheezing (-/-), rhonki
(-/-)
OD OS
3
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Massa (-) Massa (-)
Konjungtiva
Folikel (-) Folikel (-)
tarsalis inferior
Papil (-) Papil (-)
Sekret (-) Sekret (-)
Keruh
Jernih
Infiltrat (+)
Infiltrat (-)
Ulkus (+) ± 5 mm berbatas Kornea
Ulkus (-)
tidak tegas, lokasi parasentral
Arkus senilis (-)
Arkus senilis (+)
15 TIO 12
4
1.5. Resume
Seorang laki-laki usia 41 tahun datang dengan keluhan nyeri pada mata
sebelah kanan yang semakin memberat 10 hari SMRS. OS mengatakan keluhan
timbul mendadak saat OS bangun tidur 10 hari yang lalu. Awalnya OS
mengeluhkan mata kanannya nyeri dengan pandangan yang kabur. Saat ini OS juga
mengeluhkan mata kanannya merah, berair, dan tidak dapat melihat sama sekali.
Pemeriksaan Lab
o Pewarnaan gram
o Tes Fluoresein
o KOH 10%
5
1.8. Diagnosis Kerja
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
7
Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong
kedepan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju kedepan menjadi
sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal disampingnya dan
sel polygonal didepannya melalui desmosom dan macula okluden;
ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit dan glukosa yang
merupakan barrier.
Sel basal menghasilkan membrane basal yang melekat erat kepadanya.
Bila terjadi gangguan akan menghasilkan erosi rekuren.
Epitel berasal dari ectoderm permukaan.
2. Membran Bowman
3. Jaringan Stroma
Terdiri atas lamel yang merupakan sususnan kolagen yang sejajar satu
dengan yang lainnya, Pada permukaan terlihat anyaman yang teratur
sedang dibagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya
kembali serat kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang
sampai 15 bulan.Keratosit merupakan sel stroma kornea yang
merupakan fibroblast terletak diantara serat kolagen stroma. Diduga
keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam
perkembangan embrio atau sesudah trauma.
4. Membran Descement
8
5. Endotel
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf
siliar longus, saraf nasosiliar, saraf ke V, saraf siliar longus berjalan supra koroid,
masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran Bowman melepaskan
selubung Schwannya. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan diantara.
Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3
bulan.3
Sumber nutrisi kornea adalah pembuluh-pembuluh darah limbus, humour
aquous, dan air mata. Kornea superfisial juga mendapat oksigen sebagian besar dari
atmosfir. Transparansi kornea dipertahankan oleh strukturnya seragam,
avaskularitasnya dan deturgensinya.
2.2. Definisi
9
2.3. Patofisologi
Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang harus dilalui cahaya,
dalam perjalanan pembentukan bayangan di retina, karena jernih, sebab susunan sel
dan seratnya teratur dan tidak ada pembuluh darah. Biasanya cahaya terutama
terjadi di permukaan anterior dari kornea. Perubahan dalam bentuk dan kejernihan
kornea, segera mengganggu pembentukan bayangan yang baik di retina. Oleh
karenanya kelainan sekecil apapun di kornea, dapat menimbulkan gangguan
penglihatan yang hebat terutama bila letaknya di daerah pupil.
Karena kornea avaskuler, maka pertahanan pada waktu peradangan tidak
segera datang, seperti pada jaringan lain yang mengandung banyak vaskularisasi.
Maka badan kornea, wandering cell dan sel-sel lain yang terdapat dalam stroma
kornea, segera bekerja sebagai makrofag, baru kemudian disusul dengan dilatasi
pembuluh darah yang terdapat dilimbus dan tampak sebagai injeksi perikornea.
Sesudahnya baru terjadi infiltrasi dari sel-sel mononuclear, sel plasma, leukosit
polimorfonuklear (PMN), yang mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang tampak
sebagai bercak berwarna kelabu, keruh dengan batas-batas tak jelas dan permukaan
tidak licin, kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbullah ulkus kornea.
Kornea mempunyai banyak serabut saraf maka kebanyakan lesi pada kornea
baik superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Rasa
sakit juga diperberat dengan adanaya gesekan palpebra (terutama palbebra superior)
pada kornea dan menetap sampai sembuh. Kontraksi bersifat progresif, regresi iris,
yang meradang dapat menimbulkan fotofobia, sedangkan iritasi yang terjadi pada
ujung saraf kornea merupakan fenomena reflek yang berhubungan dengan
timbulnya dilatasi pada pembuluh iris.
Penyakit ini bersifat progresif, regresif atau membentuk jaringan parut.
Infiltrat sel leukosit dan limfosit dapat dilihat pada proses progresif. Ulkus ini
menyebar kedua arah yaitu melebar dan mendalam. Jika ulkus yang timbul kecil
dan superficial maka akan lebih cepat sembuh dan daerah infiltrasi ini menjadi
bersih kembali, tetapi jika lesi sampai ke membran Bowman dan sebagian stroma
maka akan terbentuk jaringan ikat baru yang akan menyebabkan terjadinya sikatrik.
10
2.4. Etiologi
2.4.1. Infeksi
11
hidroksida dan kalium karbonat akan terjadi penghancuran kolagen
kornea.
Radiasi atau suhu
Dapat terjadi pada saat bekerja las, dan menatap sinar matahari yang
akan merusak epitel kornea.
Sindrom Sjorgen
Pada sindrom Sjorgen salah satunya ditandai keratokonjungtivitis sicca
yang merupakan suatu keadan mata kering yang dapat disebabkan
defisiensi unsur film air mata (akeus, musin atau lipid), kelainan
permukan palpebra atau kelainan epitel yang menyebabkan timbulnya
bintik-bintik kering pada kornea. Pada keadaan lebih lanjut dapat
timbul ulkus pada kornea dan defek pada epitel kornea terpulas dengan
flurosein.
Defisiensi vitamin A
Ulkus kornea akibat defisiensi vitamin A terjadi karena kekurangan
vitamin A dari makanan atau gangguan absorbsi di saluran cerna dan
ganggun pemanfaatan oleh tubuh.
Obat-obatan
Obat-obatan yang menurunkan mekanisme imun, misalnya;
kortikosteroid, IDU (Iodo 2 dioxyuridine), anestesi lokal dan golongan
imunosupresif.
Kelainan dari membran basal, misalnya karena trauma.
Pajanan (exposure)
Neurotropik
2.5. Klasifikasi
12
a. Ulkus marginal
b. Ulkus mooren (ulkus serpinginosa kronik/ulkus roden)
c. Ulkus cincin (ring ulcer)
13
Gambar 2.5.2. Ulkus Kornea Pseudomonas
14
Gambar 2.5.3. Ulkus Kornea Fungi
15
Awal dirasakan sakit yang tidak sebanding dengan temuan kliniknya,
kemerahan dan fotofobia. Tanda klinik khas adalah ulkus kornea indolen,
cincin stroma, dan infiltrat perineural.
a. Ulkus Marginal
Bentuk ulkus marginal dapat simpel atau cincin. Bentuk simpel berbentuk
ulkus superfisial yang berwarna abu-abu dan terdapat pada infeksi
stafilococcus, toksit atau alergi dan gangguan sistemik pada influenza
disentri basilar gonokok arteritis nodosa, dan lain-lain. Yang berbentuk
cincin atau multiple dan biasanya lateral. Ditemukan pada penderita
leukemia akut, sistemik lupus eritromatosis dan lain-lain.
b. Ulkus Mooren
Merupakan ulkus yang berjalan progresif dari perifer kornea kearah sentral.
ulkus mooren terutama terdapat pada usia lanjut. Penyebabnya sampai
sekarang belum diketahui. Banyak teori yang diajukan dan salah satu adalah
teori hipersensitivitas tuberculosis, virus, alergi dan autoimun. Biasanya
menyerang satu mata. Perasaan sakit sekali. Sering menyerang seluruh
permukaan kornea dan kadang meninggalkan satu pulau yang sehat pada
bagian yang sentral.
16
Gambar 2.5.7. Mooren's Ulcer
b. Ulkus Neuroparalitik
Akibat adanya gangguan pada saraf trigeminus atau gangguan pada
ganglion. Biasanya ulkus ini terbentuk yang disebabkan oleh karena herpes
zoster.
2.6. Manifestasi Klinis
2.7. Diagnosis
17
riwayat trauma, benda asing, abrasi, adanya riwayat penyakit kornea yang
bermanfaat, misalnya keratitis akibat infeksi virus herpes simplek yang sering
kambuh. Hendaknya pula ditanyakan riwayat pemakaian obat topikal oleh pasien
seperti kortikosteroid yang merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi,
virus terutama keratitis herpes simplek. Juga mungkin terjadi imunosupresi akibat
penyakit sistemik seperti diabetes, AIDS, keganasan, selain oleh terapi
imunosupresi khusus.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan gejala obyektif berupa adanya injeksi siliar,
kornea edema, terdapat infiltrat, hilangnya jaringan kornea. Pada kasus berat dapat
terjadi iritis yang disertai dengan hipopion.
Disamping itu perlu juga dilakukan pemeriksaan diagnostik seperti :
Ketajaman penglihatan
Tes refraksi
Tes air mata
Pemeriksaan slit-lamp
Keratometri (pengukuran kornea)
Respon reflek pupil
Pewarnaan kornea dengan zat fluoresensi.
Goresan ulkus untuk analisa atau kultur (pulasan gram, giemsa atau KOH)
Pada jamur dilakukan pemeriksaan kerokan kornea dengan spatula kimura
dari dasar dan tepi ulkus dengan biomikroskop dilakukan pewarnaan
KOH, gram atau Giemsa. Lebih baik lagi dengan biopsi jaringan kornea
dan diwarnai dengan periodic acid Schiff. Selanjutnya dilakukan kultur
dengan agar sabouraud atau agar ekstrak maltosa.
18
2.8. Penatalaksanaan
Ulkus kornea adalah keadan darurat yang harus segera ditangani oleh
spesialis mata agar tidak terjadi cedera yang lebih parah pada kornea.
Pengobatan pada ulkus kornea tergantung penyebabnya, diberikan obat tetes
mata yang mengandung antibiotik, anti virus, anti jamur, sikloplegik dan
mengurangi reaksi peradangan dengann steroid. Pasien dirawat bila
mengancam perforasi, pasien tidak dapat memberi obat sendiri, tidak terdapat
reaksi obat dan perlunya obat sistemik.
a. Penatalaksanaan ulkus kornea di rumah
1. Jika memakai lensa kontak, secepatnya untuk melepaskannya
2. Jangan memegang atau menggosok-gosok mata yang meradang
3. Mencegah penyebaran infeksi dengan mencuci tangan sesering
mungkin dan mengeringkannya dengan handuk atau kain yang bersih
4. Berikan analgetik jika nyeri
b. Penatalaksanaan medis
Pengobatan lokal
Benda asing dan bahan yang merangsang harus segera dihilangkan. Lesi
kornea sekecil apapun harus diperhatikan dan diobati sebaik-baiknya.
Konjungtuvitis, dakriosistitis harus diobati dengan baik. Infeksi lokal pada
hidung, telinga, tenggorok, gigi atau tempat lain harus segera dihilangkan.
Infeksi pada mata harus diberikan :
Sikloplegik bekerja untuk melumpuhkan otot sfingter iris sehingga
terjadi dilatasi pupil, selain juga mengaakibatkan paraisis otot siliar
sehingga melumpuhkan akomodasi. Dikenal obat sikloplegia adalah
atropin, homatripon, dan tropikamida. Atropin (0,5%-2%) merupakan
sikloplegik kuat dan juga bersifat midriatik. Efek maksimal dicapai
setelah 30-40 menit. Bila telah terjaddi kelumpuuhan otot akomodasi
maka akan normal kembali 2 minggu setelah obat dihentikan. Atropin
memerikan efek samping seperti nadi cepat, demam, merah, dan mulut
kering.
Analgetik.
19
Untuk menghilangkan rasa sakit, dapat diberikan tetes pantokain, atau
tetrakain tetapi jangan sering-sering.
Antibiotik
Anti biotik yang sesuai dengan kuman penyebabnya atau yang
berspektrum luas diberikan sebagai salap, tetes atau injeksi
subkonjungtiva. Pada pengobatan ulkus sebaiknya tidak diberikan salap
mata karena dapat memperlambat penyembuhan dan juga dapat
menimbulkan erosi kornea kembali.
Anti jamur
Terapi medika mentosa di Indonesia terhambat oleh terbatasnya
preparat komersial yang tersedia berdasarkan jenis keratomitosis yang
dihadapi bisa dibagi :
1. Jenis jamur yang belum diidentifikasi penyebabnya : topikal
amphotericin B 1, 2, 5 mg/ml, Thiomerosal 10 mg/ml, Natamycin
> 10 mg/ml, golongan Imidazole
2. Jamur berfilamen : topikal amphotericin B, thiomerosal,
Natamicin, Imidazol
3. Ragi (yeast) : amphotericin B, Natamicin, Imidazol
4. Actinomyces yang bukan jamur sejati : golongan sulfa, berbagai
jenis anti biotik
Anti Viral
Untuk herpes zoster pengobatan bersifat simtomatik diberikan streroid
lokal untuk mengurangi gejala, sikloplegik, anti biotik spektrum luas
untuk infeksi sekunder analgetik bila terdapat indikasi.
Untuk herpes simplex diberikan pengobatan IDU, ARA-A, PAA,
interferon inducer.
Perban tidak seharusnya dilakukan pada lesi infeksi supuratif karena
dapat menghalangi pengaliran sekret infeksi tersebut dan memberikan
media yang baik terhadap perkembangbiakan kuman penyebabnya.
Perban memang diperlukan pada ulkus yang bersih tanpa sekret guna
mengurangi rangsangan.
Untuk menghindari penjalaran ulkus dapat dilakukan :
20
1. Kauterisasi
a) Dengan zat kimia : Iodine, larutan murni asam karbolik, larutan
murni trikloralasetat
b) Dengan panas (heat cauterisasion) : memakai elektrokauter atau
termophore. Dengan instrumen ini dengan ujung alatnya yang
mengandung panas disentuhkan pada pinggir ulkus sampai
berwarna keputih-putihan.
2. Pengerokan epitel yang sakit
Parasentesa dilakukan kalau pengobatan dengan obat-obat tidak
menunjukkan perbaikan dengan maksud mengganti cairan coa yang
lama dengan yang baru yang banyak mengandung antibodi dengan
harapan luka cepat sembuh. Penutupan ulkus dengan flap
konjungtiva, dengan melepaskan konjungtiva dari sekitar limbus
yang kemudian ditarik menutupi ulkus dengan tujuan memberi
perlindungan dan nutrisi pada ulkus untuk mempercepat
penyembuhan. Kalau sudah sembuh flap konjungtiva ini dapat
dilepaskan kembali.
Bila seseorang dengan ulkus kornea mengalami perforasi spontan
berikan sulfas atropine, antibiotik dan balut yang kuat. Segera
berbaring dan jangan melakukan gerakan-gerakan. Bila perforasinya
disertai prolaps iris dan terjadinya baru saja, maka dapat dilakukan :
Iridektomi dari iris yang prolaps
Iris reposisi
Kornea dijahit dan ditutup dengan flap konjungtiva
Beri sulfas atripin, antibiotic dan balut yang kuat
Bila terjadi perforasi dengan prolaps iris yang telah berlangsung
lama, kita obati seperti ulkus biasa tetapi prolas irisnya
dibiarkan saja, sampai akhirnya sembuh menjadi leukoma
adherens. Antibiotik diberikan juga secara sistemik. jaringan iris
keluar dan menonjol, infiltrat pada kornea ditepi perforasi.
3. Keratoplasti
21
Keratoplasti adalah jalan terakhir jika urutan penatalaksanaan diatas
tidak berhasil. Indikasi keratoplasti terjadi jaringan parut yang
mengganggu penglihatan, kekeruhan kornea yang menyebabkan
kemunduran tajam penglihatan, serta memenuhi beberapa kriteria
yaitu :
1. Kemunduran visus yang cukup menggangu aktivitas penderita
2. Kelainan kornea yang mengganggu mental penderita.
3. Kelainan kornea yang tidak disertai ambliopia.
2.9. Komplikasi
2.10. Prognosis
22
mungkin juga dipengaruhi ketaatan penggunaan obat. Dalam hal ini, apabila
tidak ada ketaatan penggunaan obat terjadi pada penggunaan antibiotika maka
dapat menimbulkan resistensi. Ulkus kornea harus membaik setiap harinya dan
harus disembuhkan dengan pemberian terapi yang tepat. Ulkus kornea dapat
sembuh dengan dua metode; migrasi sekeliling sel epitel yang dilanjutkan
dengan mitosis sel dan pembentukan pembuluh darah dari konjungtiva. Ulkus
superfisial yang kecil dapat sembuh dengan cepat melalui metode yang pertama,
tetapi pada ulkus yang besar, perlu adanya suplai darah agar leukosit dan
fibroblas dapat membentuk jaringan granulasi dan kemudian sikatrik.
23
DAFTAR PUSTAKA
24