Anda di halaman 1dari 44

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut sejarah kata “malaria” berasal dari bahasa Italia yang

terdiri dari dua suku kata, “mal dan aria” yang berarti udara yang jelek.

Mungkin orang Italia pada masa dahulu mengira bahwa penyakit ini

penyebabnya ialah musim dan udara yang jelek. Penyakit malaria

sudah dikenal sejak 4000 tahun yang lalu yang mungkin sudah

mempengaruhi populasi dan sejarah manusia.

Malaria adalah penyakit reemerging, yakni penyakit yang menular

kembali secara massal. Malaria juga adalah suatu penyakit yang

ditularkan oleh nyamuk (mosquito borne diseases). Penyakit infeksi ini

banyak dijumpai di daerah tropis, disertai gejala-gejala seperti demam

dengan fluktuasi suhu secara teratur, kurang darah, pembesaran

limpa dan adanya pigmen dalam jaringan. Malaria diinfeksikan oleh

parasit bersel satu dari kelas Sporozoa, suku Haemosporida, keluarga

Plasmodium. Penyebabnya oleh satu atau lebih dari empat Plasmodia

yang menginfeksi manusia: P. Falciparum, P. Malariae, P. Vivax, dan

P. Ovale. Dua P. Falciparum ditemukan terutama di daerah tropis

dengan resiko kematian yang lebih besar bagi orang dengan kadar

imunitas rendah. Parasit ini disebarkan oleh nyamuk dari keluarga

Anopheles.

Penyakit malaria merupakan salah satu penyakit parasit yang

tersebar luas di seluruh dunia meskipun umumnya terdapat di daerah


berlokasi antara 60° Lintang Utara dan 40° Lintang Selatan (Yatim,

2007). Malaria hampir ditemukan di seluruh bagian dunia, terutama di

negara negara yang beriklim tropis dan sub tropis dan penduduk yang

beresiko terkena malaria berjumlah sekitar 2,5 milyar orang atau 41%

dari jumlah penduduk dunia. Setiap tahun kasusnya berjumlah 300-

500 juta kasus dan mengakibatkan 1,5-2,7 juta kematian, terutama di

negara-negara benua Afrika (Prabowo, 2007). Tinjauan situasi di

Indonesia tahun 1997 s/d 2001 penyakit malaria ditemukan tersebar

hampir di seluruh kepulauan Indonesia dengan jumlah kesakitan

sekitar 70 juta orang atau 35 % penduduk Indonesia yang tinggal di

daerah resiko malaria (Depkes RI, 2008).

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan penyakit malaria ?

2. Bagaimana etiologi penyakit malaria?

3. Bagaimana siklus hidup plasmodium?

4. Bagaimana epidemiologi penyakit malaria?

5. Bagaimana cara penularan penyakit malaria?

6. Bagaimana gejala dan tanda penyakit malaria?

7. Bagaimana diagnosis penyakit malaria?

8. Bagaimana cara pencegahan penyakit malaria?

9. Bagaimana cara pengobatan penyakit malaria?

C. Tujuan

Tujuan Umum

Untuk mengetahui secara detail tentang penyakit malaria


Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan penyakit

malaria.

2. Untuk mengetahui etiologi penyakit malaria.

3. Untuk mengetahui siklus hidup plasmodium.

4. Untuk mengetahui epidemiologi penyakit malaria.

5. Untuk mengetahui cara penularan penyakit malaria.

6. Untuk mengetahui gejala dan tanda penyakit malaria.

7. Untuk mengetahui diagnosis penyakit malaria.

8. Untuk mengetahui cara pengobatan penyakit malaria.

9. Untuk mengetahui permasalahan penyakit malaria di Indonesia.


BAB II

PEMBAHASAN

A. Penyakit Malaria

Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi protozoa

dari genus Plasmodium yang dapat dengan mudah dikenali dari gejala

meriang (panas, dingin dan menggigil) serta demam berkepanjangan.

Penyakit ini menyerang manusia dan juga sering ditemukan pada

hewan berupa burung, kera, dan primata lainnya (Achmadi, 2008).

Penyakit malaria juga dapat dikatakan sebagai penyakit yang

muncul kembali (reemerging disease). Hal ini disebabkan oleh

pemanasan global yang terjadi karena polusi akibat ulah manusia

yang menghasilkan emisi dan gas rumah kaca, seperti CO2, CFC,

CH3, NO, Perfluoro Carbon dan Carbon Tetra Fluoride yang

menyebabkan atmosfer bumi memanas dan merusak lapisan ozon,

sehingga radiasi matahari yang masuk ke bumi semakin banyak dan

terjebak di lapisan bumi karena terhalang oleh rumah kaca, sehingga

temperatur bumi kian memanas dan terjadilah pemanasan global

(Soemirat, 2004).

B. Etiologi Penyakit Malaria

Malaria disebabkan oleh protozoa darah yang termasuk ke dalam

genus Plasmodium. Plasmodium ini merupakan protozoa obligat

intraseluler. Pada manusia terdapat 4 spesies yaitu Plasmodium

falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium malariae dan Plasmodium

ovale. Penularan pada manusia dilakukan oleh nyamuk betina


Anopheles ataupun ditularkan langsung melalui transfusi darah atau

jarum suntik yang tercemar serta dari ibu hamil kepada janinnya.

(Harijanto, 2000).

Malaria vivax disebabkan oleh P. vivax yang juga disebut juga

sebagai malaria tertiana. P. malariae merupakan penyebab malaria

malariae atau malaria kuartana. P. ovale merupakan penyebab

malaria ovale, sedangkan P. falciparum menyebabkan malaria

falsiparum atau malaria tropika. Spesies terakhir ini paling berbahaya,

Karena malaria yang ditimbulkannya dapat menjadi berat sebab dalam

waktu singkat dapat menyerang eritrosit dalam jumlah besar, sehingga

menimbulkan berbagai komplikasi di dalam organ-organ tubuh.

(Harijanto, 2000).

C. Siklus Hidup Plasmodium


Gambar 1. Siklus Hidup Plasmodium

Siklus hidup Plasmodium terdiri dari 2, yaitu siklus sporogoni

(siklus seksual) yang terjadi pada nyamuk dan siklus skizogoni

(siklus aseksual) yang terdapat pada manusia. Siklus ini dimulai

dari siklus sporogoni yaitu ketika nyamuk mengisap darah

manusia yang terinfeksi malaria yang mengandung plasmodium

pada stadium gametosit (8). Setelah itu gametosit akan membelah

menjadi mikrogametosit (jantan) dan makrogametosit (betina) (9).

Keduanya mengadakan fertilisasi menghasilkan ookinet (10).

Ookinet masuk ke lambung nyamuk membentuk ookista (11).

Ookista ini akan membentuk ribuan sprozoit yang nantinya akan

pecah (12) dan sprozoit keluar dari ookista. Sporozoit ini akan

menyebar ke seluruh tubuh nyamuk, salah satunya di kelenjar ludah

nyamuk. Dengan ini siklus sporogoni telah selesai.

Siklus skizogoni terdiri dari 2 siklus, yaitu siklus

eksoeritrositik dan siklus eritrositik. Dimulai ketika nyamuk

menggigit manusia sehat. Sporozoit akan masuk kedalam tubuh

manusia melewati luka tusuk nyamuk (1). Sporozoit akan mengikuti

aliran darah menuju ke hati, sehingga menginfeksi sel hati (2) dan

akan matang menjadi skizon (3). Siklus ini disebut siklus

eksoeritrositik. Pada Plasmodium falciparum dan Plasmodium

malariae hanya mempunyai satu siklus eksoeritrositik, sedangkan

Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale mempunyai bentuk

hipnozoit (fase dormant) sehingga siklus eksoeritrositik dapat


berulang. Selanjutnya, skizon akan pecah (4) mengeluarkan

merozoit (5) yang akan masuk ke aliran darahsehingga menginfeksi

eritrosit dan di mulailah siklus eritrositik. Merozoit tersebut akan

berubah morfologi menjadi tropozoit belum matang lalu matang dan

membentuk skizon lagi yang pecah dan menjadi merozoit lagi (6).

Diantara bentuk tropozoit tersebut ada yang menjadi gametosit (7)

dan gametosit inilah yang nantinya akan dihisap lagi oleh nyamuk.

Begitu seterusnya akan berulang-ulang terus. Gametosit tidak

menjadi penyebab terjadinya gangguan klinik pada penderita

malaria, sehingga penderita dapat menjadi sumber penularan

malaria tanpa diketahui (karier malaria).

D. Epidemiologi Penyakit Malaria

1. Distribusi dan Frekuensi Penyakit Malaria

a. Berdasarkan Orang

Diperkirakan prevalensi malaria di seluruh dunia

berkisar antara 300-500 juta kasus dengan kematian

antara 1 sampai 2 juta setiap tahun dimana lebih dari

80% adalah anak-anak yang berusia kurang dari 5

tahun. Berdasarkan SKRT (Survei Kesehatan Rumah

Tangga) tahun 2001, CSDR akibat malaria pada laki-laki

11 per 100.000 penduduk dan wanita 8 per 100.000

penduduk.

b. Berdasarkan Tempat
Malaria ditemukan di daerah-daerah mulai 64o

lintang utara (Rusia) sampai dengan 32o lintang selatan

(Argentina), dari daerah dengan ketinggian 2.666 m

(Bolivia) sampai dengan daerah yang letaknya 433 m di

bawah permukaan laut (Laut Mati). Kini malaria banyak

dijumpai di Meksiko, sebagian Karibia, Amerika Tengah

dan Selatan, Afrika Sub-Sahara, Timur Tengah, India,

Asia Selatan, Asia Tenggara, Indo Cina, dan pulau-pulau

di Pasifik Selatan.

Plasmodium vivax mempunyai distribusi geografis

yang paling luas mulai dari daerah yang beriklim dingin,

subtropis sampai ke daerah tropis, kadang-kadang

dijumpai di Pasifik Barat. Di Indonesia, spesies ini

tersebar di seluruh kepulauan. Plasmodium falciparum

terutama menyebabkan malaria di Afrika, Asia, dan

daerah daerah tropis lainnya. Di Indonesia, parasit ini

tersebar di seluruh kepulauan. Plasmodium malariae

meluas meliputi daerah tropis maupun daerah subtropik.

Di Indonesia spesies ini dijumpai di Indonesia Bagian

Timur. Plasmodium ovale terutama terdapat di daerah

tropik Afrika bagian barat, di daerah Pasifik Barat dan di

beberapa bagian lain di dunia. Di Indonesia, parasit ini

terdapat di Pulau Owi sebelah selatan Biak di Irian Jaya

dan Nusa Tenggara Timur.


c. Berdasarkan Waktu

Berdasarkan SKRT tahun 2001, CFR malaria 0,1%

(30.000 kematian dari 30 juta kasus). Tahun 2005, CFR

malaria 2 % (32.000 kematian dari 1,6 juta kasus). Pada

tahun yang sama CFR malaria falsiparum 1,12% (44

kematian dari 3.924 kasus).

2. Determinan Penyakit Malaria

Penyebaran penyakit malaria sangat ditentukan oleh faktor

Host, Agent, dan Environment:

a. Host

1) Host Intermediate (Manusia)

Keadaan manusia dapat menjadi pengandung

gametosit yang dapat meneruskan daur hidup

nyamuk. Manusia ada yang rentan yaitu yang dapat

ditular malaria, tapi ada juga yang kebal dan tidak

mudah ditular malaria.

a) Umur

Anak lebih rentan terhadap penyakit

malaria dibandingkan orang dewasa. Anak-

anak usia kurang dari 5 tahun adalah

kelompok terbanyak yang berisiko terhadap

malaria. Pertahanan tubuh terhadap malaria

yang diturunkan penting untuk melindungi

anak kecil atau bayi karena sifat khusus


eritrosit yang relatif resisten terhadap masuk

dan berkembang biaknya parasit malaria.

b) Ras

Berbagai bangsa atau ras mempunyai

kerentanan yang berbeda-beda (factor rasial)

terhadap penyakit malaria. Individu yang tidak

mempunyai determinan golongan darah Duffy

(termasuk kebanyak negro Afrika) mempunyai

resistensi alamiah terhadap Plasmodium

vivax.

c) Jenis Kelamin

Infeksi parasit plasmodium dapat

menyerang semua masayarakat dari segala

golongan yang paling rentan seperti wanita

hamil. Hasil penelitan Gomes (2001)

menyatakan bahwa ibu hamil yang anemia

kemungkinan 8,56 kali menderita malaria

falsiparum dibandingan dengan ibu hamil

yang tidak anemia.

d) Riwayat Malaria

Kekebalan residual adalah kekebalan

terhadap reinfeksi yang timbul akibat infeksi

terdahulu dengan stain homolog spesies


parasit malaria parasit malaria. Kekebalan ini

menetap hanya untuk beberapa waktu.

e) Cara Hidup

cara hidup sangat berpengaruh terhadap

penularan malaria. seperti tidur tidak memakai

kelambu, tidak menggunakan repelen nyamuk

pada saat melakukan aktivitas di luar rumah

dan pada saat sore hari dan penggunaan

insektisida yang tidak teratur di dalam rumah.

f) Imunitas

Masyarakat yang tinggal di daerah

endemis malaria memiliki kekebalan alami

terhadap penyakit malaria. Di daera endemis

dengan transmisi malaria yang tinggi hampir

sepanjang tahun, penduduknya sangat kebal

dan sebagin besar dalam darah terdapat

parasit malaria dalam jumlah kecil. selain itu,

di daerah endemis malaria terdapat kekebalan

kongenital (atau nenatal) pada bayi yang

dilahirkan oleh ibu dengan kekebalan tinggi.

g) Pekerjaan

Pekerjaan yang tidak menetap atau

mobilitas yang tinggi berisiko lebih besar

terhadap penyakit malaria, seperti tugas-tugas


dinasdi daerah endemis untuk jangka waktu

yang lama sampai bertahu-tahun misalnya

petugas medis, petugas militer, misionaris,

pekerja tambang dan lain-lain. Pekerja

sebagai buruh perkebunan yang datang dari

daerah yang non endemis ke daerah yang

endemis belum mempunyai kekebalan

terhadap penyakit di daerah yang baru

tersebut sehingga berisiko besar untuk

menderita malaria. Begitu pula pekerja-

pekerja yang didatangkan dari daerah lain

akan berisiko menderita malaria.

h) Status Gizi

Seorang penderita malaria yang

mengalami gizi buruk akan mempengaruhi

kerja farmakokinetik obat anti malaria seperti

diare dan muntah menurunkan absorpsi obat.

selain itu, disfungsi hati menyebabkan

metabolism obat menurun. Anak yang bergizi

baik dapat mengatasi malaria berat dengan

lebih cepat dibandingkan anak bergizi buruk.

2) Host Definitive (Nyamuk Anopheles)

Nyamuk Anopheles di seluruh dunia meliputi

kira-kira 2.000 spesies. Yang dapat menularkan


malaria kira-kira 60 spesies. Di Indonesia, menurut

pengamatan terakhir ditemukan 80 spesies

Anopheles dan yang ditemukan sebagai vektor

malaria adalah 15 spesies dengan tempat

perindukan yang berbeda-beda. Hasil penelitian

Barodj dkk (1999) menemukan nyamuk Anopheles

subpictus lebih banyak ditemukan istirahat di dalam

rumah (57,4%) dibandingkan di luar rumah (43,6%).

b. Agent (Plasmodium)

Berbagai spesies dari genus plasmodium dari kelas

Sporozoa merupakan parasit malaria pada manusia.

Plasmodium yang dapat menginfeksi manusia ada

empat jenis, yaitu:

1) Plasmodium vivax

Plasmodium vivax akan memberikan

intensitas serangan dalam bentuk demam setiap

3 hari sekali sehingga sering dikenal dengan

istilah malaria tertian (malaria benigna). Jenis

malaria ini tersebar di seluruh kepulauan di

Indonesia dan pada umumnya di daerah endemis

mempunyai frekuensi tertinggi diantara spesies

yang lain.

Eritrosit yang dihinggapi parasit P. vivax

mengalami perubahan yaitu menjadi besar,


berwarna pucat dan tampak titik-titik halus

berwarna merah yang bentuk dan besarnya sama

(titik Schuffner). Masa tunas intrinsik berlangsung

12-17 hari.

2) Plasmodium malariae

Plasmodium malariae adalah penyebab

malaria malariae atau malaria kuartana karena

serangan demam berulang pada tiap hari

keempat. Penyakit malaria kurtana meluas

meliputi daerah tropik maupun daerah subtropik.

Frekuensi penyakit ini di beberapa daerah

cenderung menurun. Eritrosit yang dihinggapi

Plasmodium malariae tidak membesar atau

ukuran dan bentuk eritrosit normal. Masa tunas

intrinsik berlangsung 18 hari dan kadang-kadang

sampai 30-40 hari.

3) Plasmodium ovale

Plasmodium ovale mempunyai waktu demam

yang lebih pendek dan biasanya bisa sembuh

spontan. Masa tunas intrinsik sama seperti

Plasmodium vivax, yaitu 12-17 hari. Plasmodium

vivax dapat ditemukan di daerah tropik Afrika

bagian barat, di daerah Pasifik Barat dan

beberapa lain di dunia. Di Indonesia parasit ini


terdapat di Pulau Owi sebelah selatan Biak Irian

Jaya dan di Pulau Timor. Perubahan eritrosit yang

terjadi yaitu eritrosit tampak oval dengan tepi

bergerigi. Titik Schuffner menjadi lebih banyak.

4) Plasmodium falciparum

Parasit ini ditemukan di daerah tropik

terutama di Afrika dan Asia Tenggara sehingga

disebut dengan penyebab malaria tropika (malaria

maligna). Di Indonesia parasit ini tersebar di

seluruh kepulauan. Spesies ini merupakan paling

berbahaya karena penyakit yang ditimbulkannya

dapat menjadi berat. Pada malaria falciparum,

eritrosit yang terinfeksi tidak membesar selama

stadium perkembangan parasit. Namun, terjadi

perubahan yang menyerupai bentuk pisang.

c. Environment (Lingkungan)

1) Meliputi lingkungan fisik, antara lain:

a) Suhu

Udara sangat mempengaruhi panjang

pendeknya siklus Sprogami atau masa

inkubasi Ektrinsik. Masa inkubasi Ekstrinsik

adalah mulai saat masuknya gametosit ke

dalam tubuh nyamuk sampai terjadinya

stadium sporogami dalam nyamuk yaitu


terbentuknya sporozoid yang kemudian

masuk kedalam kelenjar liur. Makin tinggi

suhu maka makin pendek masa inkubasi

Ekstrinsik. Pengaruh suhu berbeda dari

setiap species pada suhu 26,7oC masa

inkubasi Ekstrinsik untuk setiap species

sebagai berikut:

1. Parasit falciparum: 10 – 12 hari

2. Parasit vivax: 8 – 11 hari

3. Parasit malaria: 14 hari

4. Parasit ovale: 15 hari

Masa inkubasi Intrinsik adalah waktu

mulai masuknya Sprozoid darah sampai

timbulnya gejala klinis/demam atau

sampai pecahnya sizon darah dalam

tubuh penderita. Masa inkubasi Intrinsik

berbeda tiap species:

1. Plasmodium falciparum: 10 – 14

hari

2. Plasmodium vivax: 12 – 17 hari

3. Plasmodium malariae: 18 – 40

hari

4. Plasmodium ovale: 16 – 18 hari


b) Kelembaban Udara

Kelembaban udara yang rendah,

mempengaruhi umur nyamuk, tingkat

kelembaban 63 % misalnya merupakan

angka paling rendah untuk memungkinkan

adanya penularan.

c) Hujan

Terdapat hubungan langsung antara

hujan dan perkembangan larva nyamuk

menjadi dewasa. Hujan diselingi oleh

panas akan memperbesar kemungkinan

berkembangnya Anopheles spp. Bila curah

hujan yang normal pada sewaktu-waktu

maka permukaan air akan meningkat

sehingga tidak menguntungkan bagi

malaria. Curah hujan yang tinggi akan

merubah aliran air pada sungai atau

saluran air sehingga larva dan kepompong

akan terbawa oleh air (Chwaat-Bruce. L.J,

1985).

d) Angin

Jarak terbang nyamuk dapat

dipengaruhi oleh kecepatan angin artinya

jarak jangkau nyamuk dapat diperpanjang


atau di perpendek tergantung kepada arah

angin.

e) Sinar Matahari

Pengaruh sinar matahari terhadap

pertumbuhan larva nyamuk berbeda-beda.

An.sundaicus. Lebih menyukai tempat

yang teduh dan An.barbirostris dapat hidup

di tempat yang teduh maupun tempat yang

terang. An.macculatus lebih suka hidup di

tempat yang terlindung (sinar matahari

tidak langsung) .

f) Arus Air

Masing-masing nyamuk menyukai

tempat perindukan yang aliran airnya

berbeda. An.barbirostris menyukai tempat

perindukan yang airnya statis atau sedikit

mengalir. An.minimus menyukai tempat

perindukan yang airnya cukup deras dan

An. Letifer di tempat air yang tergenang

(Depkes RI, 2006).

2) Lingkungan Kimia

Beberapa species nyamuk dapat juga

memanfaatkan oksigen yang terlarut (Dissolved

oxygen) melalui pernafasan kulit. Dari lingkungan


kimia yang baru diketahui pengaruhnya adalah

kadar garam dari tempat perindukan, seperti

An.sundaicus tumbuh optimal pada air payau

yang kadar garamnya berkisar 12-18% dan tidak

dapat berkembang biak pada garam lebih dari

40%. Untuk mengatur derajat keasaman air yang

disenangi pada tempat perkembangbiakan

nyamuk perlu dilakukan pengukuran pH air,

karena An.Letifer dapat hidup ditempat yang

asam atau pH rendah (Depkes RI, 2006).

3) Lingkungan Biologi

Jenis tumbuhan air yang ada seperti bakau

(Mangroves), ganggang dan berbagai jenis

tumbuhan lain yang dapat mempengaruhi

kehidupan larva nyamuk, karena ia dapat

menghalangi sinar matahari yang masuk atau

menghalangi dari serangan mahkluk hidup lain.

Beberapa jenis tanaman air merupakan indicator

bagi jenis-jenis nyamuk tertentu.

Tanaman air bukan saja menggambarkan

sifat fisik, tetapi juga menggambarkan susunan

kimia dan suhu air misalnya pada lagun banyak

ditemui lumut perut ayam (Heteromorpha) dan


lumut sutera (Enteromorpha) kemungkinan di

lagun tersebut ada larva An. Sundaicus.

Adanya berbagai jenis ikan pemakan larva

seperti ikan kepala timah (Plocheilus panchax

Panchax spp), Gambusi sp, Oreochromis niloticus

(nila merah), Oreochromis mossambica (mujair),

akan mempengaruhi populasi nyamuk disuatu

daerah. Selain itu adanya ternak besar seperti

sapid dan kerbau dapat mengurangi jumlah

gigitan nyamuk pada manusia, apabila kandang

hewan tersebut diletakkan diluar rumah, tetapi

tidak jauh dari rumah atau cattle barrier (Rao, T.R,

1984).

4) Lingkungan Sosial Budaya

Faktor ini kadang- kadang besar sekali

pengaruhnya dibandingkan dengan factor

lingkungan yang lain. Kebiasaan untuk berada

diluar rumah sampai larut malam, di mana vector

lebih bersifat eksofilik dan eksofagik akan

memperbesar jumlah gigitan nyamuk.

Penggunaan kelambu, kawat kasa pada rumah

dan penggunaan zat penolak nyamuk yang

intensitasnya berbeda sesuai dengan perbedaan


status sosial masyarakat akan mempengaruhi

angka kesakitan malaria (Iskandar,1985).

E. Penularan Penyakit Malaria

Ada beberapa cara penularan penyakit malaria, antara lain :

1. Penularan secara alamiah (Natural Infection)

Penularan ini terjadi melalui gigitan nyamuk Anopheles.

Nyamuk ini jumlahnya kurang lebih ada 80 jenis dan dari 80 jenis

itu, hanya kurang lebih 16 jenis yang menjadi vektor penyebar

malaria di Indonesia. Penularan secara alamiah terjadi melalui

gigitan nyamuk Anopheles betina yang telah terinfeksi oleh

Plasmodium. Sebagian besar spesies menggigit pada senja dan

menjelang malam hari. Beberapa vektor mempunyai waktu

puncak menggigit pada tengah malam dan menjelang fajar.

Setelah nyamuk Anopheles betina mengisap darah yang

mengandung parasit pada stadium seksual (gametosit), gamet

jantan dan betina bersatu membentuk ookinet di perut nyamuk

yang kemudian menembus di dinding perut nyamuk dan

membentuk kista pada lapisan luar dimana ribuan sporozoit

dibentuk. Sporozoit - sporozoit tersebut siap untuk ditularkan.

Pada saat menggigit manusia, parasit malaria yang ada dalam

tubuh nyamuk masuk ke dalam darah manusia sehingga

manusia tersebut terinfeksi lalu menjadi sakit.


2. Penularan yang tidak alamiah

a. Malaria bawaan (congenital)

Terjadi pada bayi yang baru dilahirkan karena ibunya

menderita malaria. Penularan terjadi melalui tali pusat atau

plasenta.

b. Secara mekanik

Penularan terjadi melalui transfusi darah melalui jarum

suntik. Penularan melalui jarum suntik banyak terjadi pada

para morfnis yang menggunakan jarum suntik yang tidak

steril.

c. Secara oral (melalui mulut)

Cara penularan ini pernah dibuktikan pada burung,

ayam (P. gallinasium), burung dara (P. relectum) dan

monyet (P. knowlesi). Pada umumnya sumber infeksi bagi

malaria pada manusia adalah manusia lain yang sakit

malaria, baik dengan gejala maupun tanpa gejala klinis

(Susanna, 2005).

F. Gejala dan Tanda Penyakit Malaria

1. Gejala Umum Malaria

Gejala malaria terdiri dari beberapa serangan demam

dengan interval tertentu (disebut parokisme), diselingi oleh suatu

periode yang penderitanya bebas sama sekali dari demam disebut

periode laten. Gejala yang khas tersebut biasanya ditemukan

pada penderita non imun. Sebelum timbulnya demam, biasanya


penderita merasa lemah, mengeluh sakit kepala, kehilangan nafsu

makan, merasa mual di ulu hati, atau muntah semua gejala awal

ini disebut gejala prodormal.

Masa tunas malaria sangat tergantung pada spesies

Plasmodium yang menginfeksi. Masa tunas paling pendek

dijumpai pada malaria falciparum, dan terpanjang pada malaria

kuartana (P. malariae). Pada malaria yang alami, yang

penularannya melalui gigitan nyamuk, masa tunas adalah 12 hari

(9-14) untuk malaria falciparum, 14 hari (8-17 hari) untuk malaria

vivax, 28 hari (18-40 hari) untuk malaria kuartana dan 17 hari (16-

18 hari) untuk malaria ovale. Malaria yang disebabkan oleh

beberapa strain P.vivax tertentu mempunyai masa tunas yang

lebih lama dari strain P.vivax lainnya. Selain pengaruh spesies

dan strain, masa tunas bias menjadi lebih lama karena pemakaian

obat anti malaria untuk pencegahan (kemoproflaksis).

2. Pola Demam Malaria

Demam pada malaria ditandai dengan adanya parokisme,

yang berhubungan dengan perkembangan parasit malaria dalam

sel darah merah. Puncak serangan panas terjadi berbarengan

dengan lepasnya merozit – merozit ke dalam peredaran darah

(proses sporulasi). Untuk beberapa hari pertama, pola panas tidak

beraturan, baru kemudian polanya yang klasik tampak sesuai

spesiesnya. Pada malaria falciparum pola panas yang ireguler itu

mungkin berlanjut sepanjang perjalanan penyakitnya sehingga


tahapan – tahapan yang klasik tidak begitu nyata terlihat. Suatu

parokisme demam biasanya mempunyai tiga stadia yang

berurutan, terdiri dari:

a. Stadium Dingin

Stadium ini mulai dengan menggigil dan perasaan

sangat dingin. Nadi penderita cepat, tetapi lemah. Bibir

dan jari – jari pucat kebiru – biruan (sianotik). Kulitnya

kering dan pucat, penderita mungkin muntah dan pada

penderita anak sering terjadi kejang. Stadium ini

berlangsung selama 15 menit – 60 menit.

b. Stadium Demam

Setelah menggigil/merasa dingin, pada stadium ini

penderita mengalami serangan demam. Muka penderita

menjadi merah, kulitnya kering dandirasakan sangat

panas seperi terbakar, sakit kepala bertambah keras, dan

sering disertai dengan rasa mual atau muntah - muntah.

Nadi penderita menjadi kuat kembali. Biasanya penderita

merasa sangat haus dan suhu badan bisa meningkat

sampai 410C. Stadium ini berlangsung selama 2–4 jam.

c. Stadium Berkeringat

Pada stadium ini penderita berkeringat banyak sekali,

sampai membasahi tempat tidur. Namun suhu badan

pada fase ini turun dengan cepat, kadang–kadang sampai

di bawah normal. Biasanya penderita tertidur nyenyak dan


pada saat terjaga, ia merasa lemah, tetapi tanpa gejala

lain. Stadium ini berlangsung selama 2-4 jam. Sesudah

serangan panas pertama terlewati, terjadi interval bebas

panas selama antara 48-72 jam, lalu diikuti dengan

serangan panas berikutnya seperti yang pertama; dan

demikian selanjutnya. Gejala–gejala malaria “klasik”

seperti diuraikan di atasa tidak selalu ditemukan pada

setiap penderita, dan ini tergantung pada spesies parasit,

umur, dan tingkat imunitas penderita.

3. Mekanisme Periode Panas

Periode demam pada malaria mempunyai interval tertentu,

ditentukan oleh waktu yang diperlukan oleh siklus

aseksual/sizogoni darah untuk mengahasilkan sizon yang matang,

yang sangat dipengaruhi oleh spesies Plasmodium yang

menginfeksi. Demam terjadi menyusul pecahnya sizon – sizon

darah yang telah matang dengan akibat masuknya merozoit –

merozoit, toksin, pigmea dan kotoran/debris sel ke peredaran

darah.

Masuknya toksin – toksin, termasuk pigmen ke darah

memicu dihasilkannya tumor necrosis factor (TNF) oleh sel–sel

makrofag yang teraktifkan. Demam yang tinggi dan beratnya

gejala klinis lainnya, misalnya pada malaria falciparum yang berat,

mempunyai hubungan dengan tingginya kadar TNF dalam darah.


Pada malaria oleh P. vivax dan P. ovale sizon – sizon pecah

setiap 48 jam sekali sehingga demam timbul setiap hari ketiga,

yang terhitung dari serangan demam sebelumnya (malaria

tertiana) pada malaria karena P. malariae pecahnya sizon

(sporulasi) terjadi setriap 72 jam sekali.

Oleh karena itu, serangan panas terjadi setiap hari keempat

(malaria kuartana). Pada P. falciparum kejadiannya mirip dengan

infeksi oleh P. vivax hanya interval demamnya tidak jelas,

biasanya panas badan di atas normal tiap hari, dengan puncak

panas cenderung mengikuti pola malaria tertiana (disebut malaria

subtertiana atau malaria quotidian).

4. Kekambuhan (Relaps dan Rekrudesensi)

Serangan malaria yang pertama terjadi sebagai akibat

infeksi parasit malaria, disebut malaria primer (berkorelasi dengan

siklus sizogoni dalam sel darah merah). Pada infeksi oleh

P.vivax/P.ovale, sesudah serangan yang pertama berakhir atau

disembuhkan, dengan adanya siklus eksoeritrositik (EE) sekunder

atau hipnozoit dalam sel hati, suatu saat kemudian penderita bisa

mendapat serangan malaria yang kedua (disebut: malaria

sekunder). Berulangnya serangan malaria yang bersumber dari

siklus EE sekunder pada malaria vivax atau ovale disebut relaps.

Umumnya relaps terjadi beberapa bulan (biasanya>24 minggu)

sesudah malaria primer, disebut long-term relapse.


Pada malaria karena P.falciparum dan P. malariae, relaps

dalam pengertian seperti diatas tidak terjadi, Karena kedua

spesies ini tidak memiliki siklus EE sekunder dalam hati.

Kemungkinan berulangnya serangan malaria pada kedua jenis

malaria ini disebabakan oleh kecenderungan parasit malaria

bersisa dalam darah, yang kemudian membelah diri bertambah

banyak sampai bisa menimbulkan gejala malaria sekunder.

Kekambuhan malaria seperti ini disebut rekrudesensi. Pada

malaria karena P.falciparum rekrudesensi terjadi dalam beberapa

hari atau minggu (biasanya <8 minggu) sesudah serangan malaria

primer, disebut short term relapse. Karena suatu mekanisme yang

belum begitu jelas, kekambuhan terjadi dalam rentang waktu jauh

lebih lama. Bisa terjadi beberapa tahun atau bahkan puluhan

tahun sejak serangan pertama (Sutrisna, 2004).

G. Diagnosis Penyakit Malaria

Diagnosis malaria ditegakkan seperti diagnosis penyakit lainnya

berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

laboraturium. Diagnosis pasti malaria harus ditegakkan dengan

pemeriksaan sediaan darah secara mikroskopik atau tes diagnostik

cepat (RDT – Rapid Diagnostik Test).

1. Anamnesis

a. Pada anamnesis sangat penting diperhatikan:


1) Keluhan utama: demam, menggigil, berkeringat dan

dapat disertai sakit kepala, mual, muntah, diare dan

nyeri otot atau pegal – pegal.

2) Riwayat berkunjung dan bermalam 1-4 minggu yang

lalu ke daerah endemik malaria.

3) Riwayat tinggal di daerah endemik malaria.

4) Riwayat sakit malaria.

5) Riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir.

6) Riwayat mendapat transfuse darah.

b. Selain hal di atas pada penderita tersangka malaria berat,

dapat ditemukan keadaan dibawah ini:

1) Gangguan kesadaran dalam berbagai derajat.

2) Keadaan umum yang lemah (tidak bias duduk/

berdiri).

3) Kejang – kejang.

4) Panas sangat tinggi.

5) Mata atau tubuh kuning.

6) Perdarahan hidung, gusi atau saluran pencernaan.

7) Nafas cepat dan atau sesak nafas.

8) Muntah terus menerus dan tidak dapat makan

minum.

9) Warna air seni seperti teh tua dapat sampai

kehitaman.
10) Jumlah air seni kurang (oliguria) sampai tidak ada

(anuria).

11) Telapak tangan sangat pucat.

2. Pemeriksaan Fisik

a. Demam (pengukuran dengan termometer 37,5o C).

b. Konjungtiva atau telapak tangan pucat.

c. Pembesaran limpa (splenomegali).

d. Pembesaran hati (hepatomegali).

Pada tersangka malaria berat ditemukan tanda-tanda

klinis sebagai berikut:

a. Temperatur rektal 40o C.

b. Nadi cepat dan lemah/kecil.

c. Tekanan darah sistolik <70 mmHg pada orang

dewasa dan pada anak-anak <50 mmHg.

d. Frekuensi nafas > 35 x per menit pada orang dewasa

atau > 40 x per menit pada balita, anak di bawah 1

tahun > 50 x per menit.

e. Penurunan derajat kesadaran dengan Glasgow coma

scale (GCS) < 11.

f. Manifestasi perdarahan (petekie, purpura, hematom).

g. Tanda dehidrasi (mata cekung, turgor dan elastisitas

kulit berkurang, bibir kering, produksi air seni

berkurang).
h. Tanda-tanda anemia berat (konjungtiva pucat, telapak

tangan pucat, lidah pucat dan lain-lain).

i. Terlihat mata kuning/ ikterik.

j. Adanya ronki pada kedua paru.

k. Pembesaran limpa dan atau hepar.

l. Gagal ginjal ditandai dengan oliguria sampai dengan

anuria.

m. Gejala neurologi (kaku kuduk, reflek patologik).

3. Diagnosis atas dasar pemeriksaan laboraturium

a. Pemeriksaan dengan mikroskop

Pemeriksaan sediaan darah (SD) tebal dan tipis di

Puskesmas/lapangan/rumah sakit untuk menentukan :

1) Ada tidaknya parasit malaria (positif atau negatif).

2) Spesies dan stadium plasmodium.Kepadatan

parasit :

a) Semi kuantitatif

 (-) = Negatif (tidak ditemukan

parasit dalam 100 LPB/lapangan

pandang besar).

 (+) = positif 1 (ditemukan 1-10 parasit

dalam 100 LPB).

 (++) = positif 2 (ditemukan 11-100

parasit dalam 100 LPB).


 (+++) = positif 3 (ditemukan 1-10)

parasit dalam 1 LPB).

 (++++) = positif 4 (ditemukan >10

parasit dalam 1 LPB).

b) Kuantitatif

Jumlah parasit dihitung per mikro liter

darah pada sediaan darah tebal (leukosit)

atau sediaan darah tipis (eritrosit).

Contoh :

Bila dijumpai 1500 parasit per 200 lekosit,

sedangkan jumlah lekosit 8.000/uL maka

hitumg parasit = 8.000/200 x 1500 parasit =

60.000 parasit/uL.

Bila dijumpai 50 parasit per 1000 eritrosit =

5%. Bila jumlah eritrosit 450.000 maka

hitung parasit = 450.000/1000 x 50 =

225.000 parasit/uL.

Untuk penderita tersangka malaria berat

perlu memperhatikan hal-hal sebagai

berikut:

1) Bila pemeriksaan sediaan darah

pertama negatif, perlu diperiksa

ulang setiap 6 jam sampai 3 hari

berturut-turut.
2) Bila hasil pemeriksaan sediaan

darah tebal selam 3 hari berturut-

turut tidak ditemukan parasit maka

diagnosis malaria disingkirkan.

b. Pemeriksaan dengan tes diagnostik cepat (Rapid

Diagnostic Test) Mekanisme kerja tes ini berdasarkan

deteksi antigen parasite malaria, dengan menggunakan

metoda imunokromatografi, dalam bentuk dipstik. Tes ini

sangat bermanfaat pada unit gawat darurat, pada saat

terjadi kejadian luar biasa dan di daerah terpencil yang

tidak tersedia fasilitas lab serta untuk survei tertentu.

Tes yang tersedia di pasaran saat ini mengandung:

1) HRP-2 (Histidine rich protein 2) yang dipeoduksi

oleh trofozoit, skizon dan gametosit muda P.

falciparum.

2) Enzim parasite lactate dehydrogenase (p-LDH)

dan aldolase yang diproduksi oleh parasite bentuk

aseksual atau seksual plasmodium falciparum, P.

vivax, P. ovale, dan P. malariae.

Kemampuan rapid test yang beredar pada umumnya ada

3 jenis yaitu:

1) Single yang mampu mediagnosis hanya infeksi P.

falciparum.
2) Combo yang mampu mendiagnosis infeksi P.

falciparum dan nonfalciparum.

Oleh karena itu teknologi baru sangat perlu untuk

memperhatikan kemampuan sensitivity dan specificity

dari alat ini. Dianjurkan untuk menggunakan rapid test

dengan kemampuan minimal sensitivity 95%. Hal yang

penting lainnya adalah penyimpanan RDT ini

sebaliknya dalam lemari es tetapi tidak dalam frezzer

pendingin.

c. Pemeriksaan penunjang untuk malaria berat:

1) Hemoglobin dan hematokrit.

2) Hitung jumlah leukosit, trombosit.

3) Kimia darah lain (gula darah, serum bilirubin,

SGOT & SGPT, alkali fosfatase, albumin/globulin,

ureum, kreatinin, natrium dan kalium, analisis gas

darah).

4) EKG.

5) Foto toraks.

6) Analisis cairan serebrospinalis.

7) Biakan darah dan uji serologi

8) Urinalisis.
H. Pencegahan Penyakit Malaria

1. Pencegahan Primer

Adalah upaya untuk mempertahankan orang yang sehat

tetap sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit.

Kegiatannya sederhana dan dapat dilakukan oleh sebagian besar

masyarakat, seperti:

a. Menghindari atau mengurangi gigitan nyamuk malaria

dengan cara tidur menggunakan kelambu pada malam hari,

tidak berada di luar rumah, mengolesi badan dengan obat

anti gigitan nyamuk (repelen), memakai obat nyamuk bakar,

memasang kawat kasa pada jendela, dan menjauhkan

kendang ternak dari rumah.

b. Membersihkan tempat sarang nyamuk dengan cara

membersihkan semaksemak di sekitar rumah dan melipat

kain-kain yang bergantungan, dan mengalirkan atau

menimbun genangan-genangan air serta tempat-tempat

yang dapat menjadi tempat perindukan nyamuk Anopheles.

c. Membunuh nyamuk dewasa dengan penyemprotan

insektisida.

d. Membunuh jentik-jentik dengan menebarkan ikan pemakan

jentik.

e. Membunuh jentik dengan menyemprot larvasida.


Selain itu, pencegahan primer juga dilakukan terhadap

parasit yaitu dengan pengobatan profilaksis. Pengobatan

profilaksis diberikan dengan tujuan mencegah terjadinya infeksi

atau timbulnya gejala. Jenis obat yang digunakan menurut

Departemen Kesehatan RI ada dua jenis, yaitu Klorokuin dan

Sulfadoksin atau Pirimetamin. Klorokuin diberikan satu minggu

sekali, dimulai satu minggu sebelum masuk daerah malaria dan

diteruskan sampai 4 minggu setelah meninggalkan daerah

tersebut. Dosis yang diberikan yaitu 1/4 tablet/hari untuk umur

<1 tahun, 1/2 tablet/hari untuk umur 1-4 tahun, 1 tablet/hari

untuk umur 5-9 tahun, 1 1/2 tablet/hari untuk umur 10-14 tahun,

dan 2 tablet/hari untuk umur >15 tahun. 1 tablet klorokuin

mengandung 150 mg basa. Klorokuin tidak boleh diberikan

dalam keadaan perut kosong.

Sulfadoksin atau Pirimetamin diberikan apabila memasuki

daerah resisten klorokuin. Obat ini diberikan satu minggu sekali.

Dosis yang diberikan yaitu 1/4 tablet/hari untuk umur 1-4 tahun,

1/2 tablet/hari untuk umur 5-9 tahun, 3/4 tablet/hari untuk umur

10-14 tahun, dan 1 tablet/hari untuk umur >15 tahun. 1 tablet

sulfadoksin/pirimetamin mengandung 500 mg/25 mg. Klorokuin

tetap diberikan untuk mencegah infeksi Plasmodium vivax dan

Plasmodium malariae.
2. Pencegahan Sekunder

Adalah upaya untuk mencegah orang yang telah sakit agar

sembuh, menghambat progresifitas penyakit dan menghindarkan

komplikasi. Kegiatannya meliputi: pencarian penderita secara aktif

melalui skrining dan secara pasif dengan melakukan pencatatan

dan pelaporan kunjungan penderita malaria, diagnosa dini dan

pengobatan yang adekuat, dan memperbaiki status gizi guna

membantu proses penyembuhan.

Seringkali diagnosis malaria diperkirakan dan hanya

terdapat satu specimen darah dalam laboratorium untuk

pemeriksaan. Meskipun demikian, satu sediaan atau satu

spesimen tidak dapat dipercayai untuk menyingkirkan diagnosis

terutama apabila telah digunakan pengobatan atau profilaksis

parsial. Penggunaan obat malaria secara parsial dapat

menyebabkan berkurangnya jumlah parasit sehingga akibatnya

pada pulasan darah hanya dijumpai sedikit parasit, yang

menggambarkan parasetemia yang rendah padahal pasien

sedang menderita penyakit yang berat. Jumlah parasit yang

sedikit pada sediaan darah hapus juga terjadi pada fase awal atau

kambuh.

Dianjurkan untuk membuat sediaan darah tipis dan tebal dan

paling sedikit diperiksa 200 sampai 300 lapangan pandang

dengan minyak emersi sebelum melaporkan suatu hasil yang

negatif. Pemeriksaan satu kali dengan hasil negatif tidak


mengenyampingkan diagnosis malaria. Pemeriksaan darah tepi 3

kali dan hasil negatif, maka diagnosis malaria dikesampingkan.

Untuk penderita tersangka malaria berat perlu diperhatikan bila

pemeriksaan sediaan darah pertama negatif, perlu diperiksa ulang

setiap 6 jam sampai 3 hari berturut-turut. Bila hasil pemeriksaan

darah tebal selama 3 hari berturut-turut tidak ditemukan parasit,

maka diagnosis malaria disingkirkan. Pemeriksaan sediaan darah

dilakukan dengan pulasan Giemsa. Diagnosis spesies yang akurat

sangat penting dalam menentukan obat atau kombinasi obat yang

akan digunakan.

3. Pencegahan Tertier

Adalah upaya untuk mengurangi ketidakmampuan dan

mengadakan rahabilitasi. Kegiatannya meliputi: penanganan lanjut

akibat komplikasi malaria, dan rehabilitasi mental/psikologi.

I. Pengobatan Penyakit Malaria

Pengobatan malaria hendaknya dilakukan setelah diagnosis

malaria dikonfirmasi melalui pemeriksaan klinis dan laboratorium.

Pengobatan sebaiknya memperhatikan tiga faktor utama, yaitu

spesies plasmodium, status klinis penderita dan kepakaan obat

terhadap parasit yang menginfeksi. Obat anti malaria yang dapat

digunakan untuk memberantas malaria diantaranya malaria falcifarum

adalah artemisinin dan deriviatnya, chinchona alkaloid, meflokuin,

balofantrin, sulfadoksinpirimetamin, dan proguanil. Sedangkan untuk

mengobati malaria vivax dan malaria ovale, menggunakan obat anti


malaria klorokuin. Namun bila digunakan sebagai terapi radikal

pemberian klorokuin diikuti dengan pemberian primakuin, tidak

terkecuali infeksi yang disebabkan plasmodium malariae, jenis obat

klorokuin tetap digunakan.


BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

1. Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi protozoa dari

genus Plasmodium yang dapat dengan mudah dikenali dari gejala

meriang (panas, dingin dan menggigil) serta demam

berkepanjangan. Penyakit ini menyerang manusia dan juga sering

ditemukan pada hewan berupa burung, kera, dan primata lainnya

(Achmadi, 2008).

2. Malaria disebabkan oleh protozoa darah yang termasuk ke dalam

genus Plasmodium. Plasmodium ini merupakan protozoa obligat

intraseluler. Pada manusia terdapat 4 spesies yaitu Plasmodium

falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium malariae dan

Plasmodium ovale. Penularan pada manusia dilakukan oleh nyamuk

betina Anopheles ataupun ditularkan langsung melalui transfusi

darah atau jarum suntik yang tercemar serta dari ibu hamil kepada

janinnya. (Harijanto P.N.2000).

3. Siklus hidup Plasmodium terdiri dari 2, yaitu siklus sporogoni (siklus

seksual) yang terjadi pada nyamuk dan siklus skizogoni (siklus

aseksual) yang terdapat pada manusia.

4. Epidemiologi penyakit malaria dibagi menjadi:

a. Distribusi dan Frekuensi

1) Berdasarkan Orang

2) Berdasarkan Tempat
3) Berdasarkan Waktu

b. Determinan

1) Faktor Host

2) Faktor Agent

3) Faktor Environment

5. Ada beberapa cara penularan penyakit malaria, antara lain :

Penularan secara alamiah (Natural Infection) dan Penularan yang

tidak alamiah

6. Gejala dan tanda malaria dibagi menjadi : Gejala umum, Pola

Demam, Mekanisme Periode Panas, dan Kekambuhan (Relaps dan

Rekrudesensi).

7. Diagnosis malaria ditegakkan seperti diagnosis penyakit lainnya

berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

laboraturium. Diagnosis pasti malaria harus ditegakkan dengan

pemeriksaan sediaan darah secara mikroskopik atau tes diagnostik

cepat (RDT – Rapid Diagnostik Test).

8. Pencegahan penyakit malaria dibagi menjadi : Pencegahan Primer,

Pencegahan Sekunder, dan Pencegahan Tertier.

9. Obat anti malaria yang dapat digunakan untuk memberantas malaria

diantaranya :

a. malaria falcifarum adalah artemisinin dan deriviatnya,

chinchona alkaloid, meflokuin, balofantrin,

sulfadoksinpirimetamin, dan proguanil.


b. malaria vivax dan malaria ovale, menggunakan obat anti

malaria klorokuin. Namun bila digunakan sebagai terapi radikal

pemberian klorokuin diikuti dengan pemberian primakuin, tidak

terkecuali infeksi yang disebabkan plasmodium malariae, jenis

obat klorokuin tetap digunakan.

SARAN

Penyakit Malaria adalah salah satu penyakit yang sangat berbahaya,

menyarang tanpa melihat umur dan dampak terparahnya adalah dapat

menimbulkan kematian. Dari hal ini lah penyakit malaria harus di cegah,

ada beberapa hal yang harus diketahui untuk mengatasi malasah malaria.

Hal tersebut adalah pengetahuan tentang penyakit malaria contohnya

cara penularan, pencegahan, pengobatan, dan program yang dibuat oleh

pemerintah untuk mencegah malaria.


DAFTAR PUSTKA

Arsin, AA. (2012). Malaria Di Indonesia Tinjauan Aspek Epidemiologi.

Makassar: Masagena Press.

Zupriwidani. (2013). Skripsi Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan


Kejadian Malaria Di Desa Rantau Panjang Kecamatan Pantai Labu
Kabupaten Deli Serdang. Medan: Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara.

PPBB, D., & RI, K. K. BUKU SAKU MENUJU ELIMINASI MALARIA.

Silalahi, V. (2011). Karakteristik Penderita Malaria dengan Parasit


Positif yang Dirawat Inap di RSD Kolonel Abundjani Bangko
Kabupaten Merangin Provinsi Jambi Tahun 2009.

Depkes RI. (2006). Profil Pengendalian Penyakit dan Penyehatan


Lingkungan Tahun 2005. Dirjen PP&PL, Jakarta

Harijanto PN dkk, (2010). Malaria dari Molekuler ke Klinis. Edisi


Kedua. EGC, Jakarta.
Junita, S. (2010). Hubungan Faktor Lingkungan Fisik Rumah
Dengan Kejadian Malaria Di Desa Suka Karya Kecamatan
Simeulue Timur Kabupaten Simeulue Propinsi Aceh Tahun 2010.

Setiyani, Nur Rochmah Wahyu and Gassem, M Hussein. (2014).


Gambaran Klinis Dan Tatalaksana Pasien Rawat Inap Malaria
Falciparum Di Rsup Dr Kariadi Semarang Periode 2009 – 2013.
Undergraduate thesis, Faculty of Medicine Diponegoro
University.

Soedarto. (2009). Malaria. Jakarta: Sagung Seto.

Widoyono. (2005). Penyakit Tropis: Epidemiologi, Penularan,


Pencegahan dan

Pemberantasannya. Semarang: Erlangga.

Widjajanti, N. 1989. Obat-Obatan. Kanisius. Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai