Oleh :
Pulau Sumatera dicirikan oleh tiga sistem tektonik. Berurutan dari barat ke
timur adalah sebagai berikut: zona subduksi oblique dengan sudut penunjaman yang
landai, sesar Mentawai dan zona sesar besar Sumatera. Zona subduksi di Pulau
Sumatera, yang sering sekali menimbulkan gempa tektonik, memanjang membentang
sampai ke Selat Sunda dan berlanjut hingga selatan Pulau Jawa. Subsuksi ini mendesak
lempeng Eurasia dari bawah Samudera Hindia ke arah barat laut di Sumatera dan
frontal ke utara terhadap Pulau Jawa, dengan kecepatan pergerakan yang bervariasi.
Puluhan hingga ratusan tahun, dua lempeng itu saling menekan. Namun lempeng Indo-
Australia dari selatan bergerak lebih aktif. Pergerakannya yang hanya beberapa
millimeter hingga beberapa sentimeter per tahun ini memang tidak terasa oleh manusia.
Karena dorongan lempeng Indo-Australia terhadap bagian utara Sumatera
kecepatannya hanya 5,2 cm per tahun, sedangkan yang di bagian selatannya
kecepatannya 6 cm per tahun.
Kerangka Tektonik Pulau Sumatra
1. Sunda outer-arc ridge, berada sepanjang batas cekungan fore-arc Sunda dan
yang memisahkan dari lereng trench.
4. Bukit Barisan, terjadi pada bagian axial dari pulaunya dan terbentuk terutama
pada Perm-Karbon hingga batuan Mesozoik.
5. Intra-arc Sumatra, dipisahkan oleh uplift berikutnya dan erosi dari daerah
pengendapan terdahulu sehingga memiliki litologi yang mirip pada fore-
arc dan back-arc basin.
Gambar Fase Kompresi Jurasik Awal Sampai Kapur dan Elipsoid Model (Pulonggono
dkk, 1992).
Fase tensional pada Kapur Akhir sampai Tersier Awal yang menghasilkan sesar normal
dan sesar tumbuh berarah N – S dan WNW – ESE. Sedimentasi mengisi cekungan atau
terban di atas batuan dasar bersamaan dengan kegiatan gunung api. Terjadi pengisian
awal dari cekungan yaitu Formasi Lahat.
Gambar Fase Tensional Kapur Akhir Sampai Tersier Awal dan Elipsoid Model
(Pulonggono dkk, 1992).
Fase ketiga yaitu adanya aktivitas tektonik Miosen atau Intra Miosen
menyebabkan pengangkatan tepi-tepi cekungan dan diikuti pengendapan
bahan-bahan klastika. Yaitu terendapkannya Formasi Talang Akar, Formasi
Baturaja, Formasi Gumai, Formasi Air Benakat, dan Formasi Muara Enim.
Fase keempat berupa gerak kompresional pada Plio-Plistosen menyebabkan sebagian
Formasi Air Benakat dan Formasi Muara Enim telah menjadi tinggian tererosi,
sedangkan pada daerah yang relatif turun diendapkan Formasi Kasai. Selanjutnya,
terjadi pengangkatan dan perlipatan berarah barat laut di seluruh daerah cekungan yang
mengakhiri pengendapan Tersier di Cekungan Sumatra Selatan. Selain itu terjadi
aktivitas volkanisme pada cekungan belakang busur.
Pada akhir Miosen, Pulau Sumatera mengalami rotasi searah jarum jam. Pada
zaman Pliopleistosen, arah struktur geologi berubah menjadi barat daya-timur laut, di
mana aktivitas tersebut terus berlanjut hingga kini. Hal ini disebabkan oleh
pembentukan letak samudera di Laut Andaman dan tumbukan antara Lempeng Mikro
Sunda dan Lempeng India-Australia terjadi pada sudut yang kurang tajam.
Terjadilah kompresi tektonik global dan lahirnya kompleks subduksi sepanjang
tepi barat Pulau Sumatera dan pengangkatan Pegunungan Bukit Barisan pada zaman
Pleistosen.
Pada akhir Miosen Tengah sampai Miosen Akhir, terjadi kompresi pada Laut
Andaman. Sebagai akibatnya, terbentuk tegasan yang berarah NNW-SSE
menghasilkan patahan berarah utara-selatan. Sejak Pliosen sampai kini, akibat
kompresi terbentuk tegasan yang berarah NNE-SSW yang menghasilkan sesar berarah
NE-SW, yang memotong sesar yang berarah utara-selatan.
Penunjaman yang terjadi di sebelah barat Sumatra tidak benar-benar tegak lurus
terhadap arah pergerakan Lempeng India-Australia dan Lempeng Eurasia. Lempeng
Eurasia bergerak relatif ke arah tenggara, sedangkan Lempeng India-Australia
bergerak relatif ke arah timurlaut. Karena tidak tegak lurus inilah maka Pulau Sumatra
dirobek sesar mendatar (garis jingga) yang dikenal dengan nama Sesar Semangko.
Penunjaman Lempeng India – Australia juga mempengaruhi geomorfologi Pulau
Sumatera. Adanya penunjaman menjadikan bagian barat Pulau Sumatera terangkat,
sedangkan bagian timur relatif turun. Hal ini menyebabkan bagian barat mempunyai
dataran pantai yang sempit dan kadang-kadang terjal. Pada umumnya, terumbu karang
lebih berkembang dibandingkan berbagai jenis bakau. Bagian timur yang turun akan
menerima tanah hasil erosi dari bagian barat (yang bergerak naik), sehingga bagian
timur memiliki pantai yang datar lagi luas. Di bagian timur, gambut dan bakau lebih
berkembang dibandingkan terumbu karang.
Sistem Sesar Sumatra
Di samping patahan utama tersebut, terdapat beberapa patahan lainnya, yaitu: Sesar
Aneuk Batee, Sesar Samalanga-Sipopok, Sesar Lhokseumawe, dan Sesar
Blangkejeren. Khusus untuk Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar dihimpit
oleh dua patahan aktif, yaitu Darul Imarah dan Darussalam. Patahan ini terbentuk
sebagai akibat dari adanya pengaruh tekanan tektonik secara global dan lahirnya
kompleks subduksi sepanjang tepi barat Pulau Sumatera serta pengangkatan
Pegunungan Bukit Barisan. Daerah-daerah yang berada di sepanjang patahan tersebut
merupakan wilayah yang rawan gempa bumi dan tanah longsor, disebabkan oleh
adanya aktivitas kegempaan dan kegunungapian yang tinggi. Banda Aceh sendiri
merupakan suatu dataran hasil amblesan sejak Pliosen, hingga terbentuk sebuah
graben.
Dataran yang terbentuk tersusun oleh batuan sedimen, yang berpengaruh besar
jika terjadi gempa bumi di sekitarnya.
Penunjaman Lempeng India – Australia juga mempengaruhi geomorfologi Pulau
Sumatera. Adanya penunjaman menjadikan bagian barat Pulau Sumatera terangkat,
sedangkan bagian timur relatif turun. Hal ini menyebabkan bagian barat mempunyai
dataran pantai yang sempit dan kadang-kadang terjal. Pada umumnya, terumbu karang
lebih berkembang dibandingkan berbagai jenis bakau.
Sejarah tektonik Pulau Sumatera berhubungan erat dengan dimulainya
peristiwa pertumbukan antara lempeng India-Australia dan Asia Tenggara, sekitar 45,6
juta tahun lalu, yang mengakibatkan rangkaian perubahan sistematis dari pergerakan
relatif lempeng-lempeng disertai dengan perubahan kecepatan relatif antar lempengnya
berikut kegiatan ekstrusi yang terjadi padanya. Gerak lempeng India-Australia yang
semula mempunyai kecepatan 86 milimeter / tahun menurun secara drastis menjadi 40
milimeter/tahun karena terjadi proses tumbukan tersebut. Penurunan kecepatan terus
terjadi sehingga tinggal 30 milimeter/tahun pada awal proses konfigurasi tektonik yang
baru (Char-shin Liu et al, 1983 dalam Natawidjaja, 1994). Setelah itu kecepatan
mengalami kenaikan yang mencolok sampai sekitar 76 milimeter/tahun (Sieh, 1993
dalam Natawidjaja, 1994). Proses tumbukan ini, menurut teori “indentasi” pada
akhirnya mengakibatkan terbentuknya banyak sistem sesar geser di bagian sebelah
timur India, untuk mengakomodasikan perpindahan massa secara tektonik (Tapponier
dkk, 1982).
Pola struktur yang ada saat ini di Cekungan Sumatra Tengah merupakan hasil
sekurang-kurangnya 3 (tiga) fase tektonikutama yang terpisah, yaitu Orogenesa
Mesozoikum Tengah,Tektonik Kapur Akhir-Tersier Awal, dan Orogenesa Plio-
Plistosen(De Coster, 1974).Heidrick dan Aulia (1993), membahas secara terperinci
tentang perkembangan tektonik di Cekungan Sumatra Tengah dengan membaginya
menjadi 3 (tiga) episode tektonik, F1 (fase 1)berlangsung pada Eosen-Oligosen, F2
(fase 2) berlangsung padaMiosen Awal-Miosen Tengah, dan F3 (fase 3) berlangsung
pada Miosen Tengah-Resen. Fase sebelum F1 disebut sebagai fase 0 (F0) yang
berlangsung pada Pra Tersier.1. Episode F0 (Pre-Tertiary)Batuan dasar Pra Tersier di
Cekungan Sumatra Tengah terdiri dari lempeng-lempeng benua dan samudera yang
berbentuk mozaik. Orientasi struktur pada batuan dasar memberikan efek pada lapisan
sedimen Tersier yang menumpang di atasnya dan kemudian mengontrol arah tarikan
dan pengaktifan ulang yang terjadi kemudian. Pola struktur tersebut disebut sebagai
elemen struktur F0.
Ada 2 (dua) struktur utama pada batuan dasar. Pertama kelurusan utara -selatan
yang merupakan sesar geser (Transform/WrenchTectonic) berumur Karbon dan
mengalami reaktifisasi selama Permo-Trias, Jura, Kapur dan Tersier. Tinggian-
tinggian yang terbentuk pada fase ini adalah Tinggian Mutiara, Kampar, Napuh, Kubu,
Pinang dan Ujung Pandang. Tinggian –tinggian tersebut menjadi batas yang penting
pada pengendapan sedimen selanjutnya.2. Episode F1 (26 – 50 Ma) Episode F1
berlangsung pada kala Eosen-Oligosendisebut juga Rift Phase.
Pada F1 terjadi deformasi akibat Rifting dengan arah Strike timur laut, diikuti
oleh reaktifisasi struktur-struktur tua. Akibat tumbukan Lempeng Samudera Hindia
terhadap Lempeng Benua Asia pada 45 Ma terbentuklah suatu sistem rekahan
Transtensional yang memanjang ke arah selatan dari Cina bagian selatan ke Thailand
dan ke Malaysia hingga Sumatra dan Kalimantan Selatan (Heidrick & Aulia,1993).
Episode ketiga berupa fase kompresi pada Plio –Plistosen yang menyebabkan
pola pengendapan berubah menjadi regresi dan berperan dalam pembentukan struktur
perlipatan dan sesar sehingga membentuk konfigurasi geologi sekarang. Pada periode
tektonik ini juga terjadi pengangkatan Pegunungan Bukit Barisan yang menghasilkan
sesar mendatar Semangko yang berkembang sepanjang Pegunungan Bukit Barisan.
Pergerakan horisontal yang terjadi mulai Plistosen Awal sampai sekarang
mempengaruhi kondisi Cekungan Sumatera Selatan dan Tengah sehingga sesar -sesar
yang baru terbentuk di daerah ini mempunyai perkembangan hampir sejajar dengan
sesar Semangko. Akibat pergerakan horisontal ini, orogenesa yang terjadi pada Plio-
Plistosen menghasilkan lipatan yang berarah barat laut-tenggara tetapi sesar yang
terbentuk berarah timur laut-barat daya dan barat laut- tenggara. Jenis sesar yang
terdapat pada cekungan ini adalah sesar naik, sesar mendatar dan sesar normal.
Kenampakan struktur yang dominan adalah struktur yang berarah barat laut-tenggara
sebagai hasil orogenesa Plio-Plistosen. Dengan demikian pola struktur yang terjadi
dapat dibedakan atas pola tua yang berarah utara-selatan dan barat laut-tenggara serta
pola muda yang berarah barat laut-tenggara yang sejajar dengan Pulau Sumatera.
Geolog Katili dalam The Great Sumatran Fault (1967) menyebutkan, retakan
ini terbentuk pada periode Miosen Tengah atau sekitar 13 juta tahun lalu. Lempeng
Bumi di bagian barat Patahan Sumatra ini senantiasa bergerak ke arah barat laut dengan
kecepatan 10 milimeter per tahun sampai 30 mm per tahun relatif terhadap bagian di
timurnya. Sebagaimana di zona subduksi, bidang Patahan Sumatra ini sampai
kedalaman 10 kilometer-20 km terkunci erat sehingga terjadi akumulasi tekanan. Suatu
saat, tekanan yang terkumpul sudah demikian besar sehingga bidang kontak di zona
patahan tidak kuat lagi menahan dan kemudian pecah.
Topografi di sepanjang zona patahan yang dikepung Bukit Barisan juga bisa
memicu tanah longsor. Adapun lapisan tanah yang dilapisi abu vulkanik semakin
memperkuat efek guncangan gempa. Beberapa tempat di Patahan Semangko
merupakan pula zona lemah yang ditembus magma dari dalam bumi. Getaran gempa
bumi bisa menyebabkan air permukaan bersentuhan dengan magma. Karena itu, pada
saat gempa bumi, kerap terjadi letupan uap (letupan freatik) yang dapat diikuti
munculnya gas beracun, sebagaimana terjadi di Suoh, Lampung, pada 1933.
Patahan Sesar Semangko
Sundaland (van Bemmelen, 1949 ; Hutchison, 1973,1989) adalah inti dari kerak
benua Asia Tenggara. Secara fisiografis, Sundaland meliputi Paparan Sunda (Sunda
Shelf) berserta daratan lain seperti Semenanjung Malaya, Pulau Jawa, Kalimantan,
Sulawesi bagian barat dan Serawak (Gambar 1). Pada bagian barat dan selatan dibatasi
oleh palung Sunda dan Jawa. Dibagian timur laut dibatasi oleh Red River Shear
Zone, sedangkan dibagian barat laut dibatasi oleh Blok Burma sepanjang suture pada
periode cretaceous dan zona ofiolit (Hutchison, 1975). Adapun batas pada bagian timur
sering menjadi perdebatan. Sebagian pakar menarik batasnya mulai dari Barat Jawa,
menuju timur laut hingga Kalimantan lalu menerus ke Laut Cina Selatan. Namun,
sekarang kita telah mengetahui bahwa batas timur sundaland ialah dimulai dari Timur
Jawa menuju Barat Sulawesi bahkan mencakup Flores dan Sumba (Hall, 2014)
Sampai saat ini, ada beberapa konsep tektonik perkembangan Daratan Sunda.
Konsep pertama dimana mengatakan bahwa Perkembanan tektonik Daratan Sunda
sebagai produk daripada pertemuan dan penyusupan lempeng yang berlangsung secara
bertahap sejak Perm sampai sekarang, antara lempng Hindia-Australia, Eurasia dan
Pasifik. Katili (1974) menjelaskan sejarah perkembangan tektonik dari Indonesia
berdasarkan model tektonik lempeng, dengan cara mengenali kembali lokasi-lokasi
dari jalur-jalur subduksi dan daerah-daerah yang mempunyai kegiatan magma kalk-
alkalin.