CSS Abses Tubo-Ovarium
CSS Abses Tubo-Ovarium
Oleh:
Preseptor :
BUKITTINGGI
2019
BAB 1
PENDAHULUAN
Abses tubo ovarium (tubo ovarian abscess, TOA) adalah kumpulan massa infeksi
di adneksa yang terbentuk sebagai sequele dari penyakit inflamasi pelvis (pelvic
inflammatory disease, PID). Umumnya, TOA memiliki presentasi berupa massa pada
adneksa, demam, peningkatan tingkat leukosit, nyeri pada bagian bawah abdomen, dan
dapat disertai dengan discharge vagina. Namun, presentasi dari penyakit ini dapat
bervariasi. Ruptur dari abses tersebut dapat menyebabkan menyebabkan kondisi yang
manifestasi klinis dan tatalaksana dari penyakit ini mengingat komplikasi yang dapat
terjadi.
TOA umumnya terjadi pada wanita usia produktif dan biasanya terjadi
berhubungan seksual dengan pasangan yang memiliki riwayat penyakit STD dapat
dikategorikan sebagai salah satu resiko TOA. Selain itu, TOA juga dapat terjadi
diakibatkan oleh dampak operasi ginekologi, kanker genitalia, fertilisasi in vitro, dan
apendisitis perforata.
dari manifestasi klinis dengan penyakit inflamasi akibat etiologi yang lain. Oleh karena
penunjang yang tepat agar dapat menegakakkan diagnosis secara pasti dan pemberian
patogenesis, manifestasi klinis, diagnosis, tatalaksana, dan prognosis dari abses tuba
ovarium.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Abses tubo ovarium (tubo ovarian abscess, TOA) didefinisikan sebagai massa
inflamasi yang meliputi bagian tuba dan/atau ovarium dan dikarakteristikan oleh
keberadaan pus dalam massa tersebut. Penyebab paling umum terjadinya penyakit ini
adalah infeksi asendens atau infeksi traktus genitalia bagian atas dimana materi purulen
dapat menjalar melalui tuba dan secara langsung menuju ruang peritonium,
menyebabkan PID dan berprogresi menuju abses tuba ovarium. Proses infeksi dapat
TOA memiliki tingkat morbiditas yang tinggi dan dapat mengancam jiwa
penderita. Apabila diikuti dengan sepsis berat, manifestasi yang terjadi diakibatkan oleh
diindikasikan pada kasus TOA, namun, jeda waktu yang optimal dan prosedur yang tepat
dalam penanganan kasus ini masih dijadikan perdebatan. Teknik pembedahan yang
dilakukan pada kasus TOA dapat mencakup laparoskopi, pembedahan terbuka (open
surgery), drainase abses, atau eksisi radikal. Komplikasi jangka panjang dari TOA yang
dapat muncul antara lain infertilitas, peningkatan resiko dari kehamilan ektopik, dan
2.2. Etiologi
Faktor resiko dari TOA mirip dengan faktor resiko dari PID, antara lain: wanita
usia reproduktif, riwayat pemasangan IUD, riwayat memiliki banyak pasangan seksual,
riwayat PID sebelumnya. Diagnosis diferensial dari TOA antara lain adalah, apendisitis,
inflammatory bowel disease, PID, torsi ovarium, kehamilan ektopik, ruptur kista
Organisme Keterangan
Chlamydia trachomatis Transmisi seksual
Neisseria gonorrhoeae Transmisi seksual
Escherichia coli Enterobacteriaceae
Bacteroides Anaerobe
Peptococcus Anaerobe
Peptostreptococcus Anaerobe
Actinomyces Biasanya menandakan adanya IUD
Pelvic tuberculosis Jarang – dilaporkan bersamaan pada kasus HIV
Gardnerella vaginalis
Streptococccus agalactiae
Mycoplasma genitalium
Haemophilus influenzae
Streptococcus pyogenes
2.3. Epidemiologi
TOA umumnya ditemukan pada wanita dalam usia reproduksi dengan riwayat
infeksi traktus genitalia. Namun, TOA dapat juga terjadi tanpa adanya riwayat PID atau
aktivitas seksual dan terjadi dikarenakan komplikasi dari histerektomi. Pada tahun 2002,
badan pusat pengendalian dan pencegahan penyakit Amerika Serikat (Centers for
Disease Control and Prevention) menerapkan alur tatalaksana baru menyangkut evaluasi
dan tatalaksana dari penyakit menular seksual, yang berdampak pada turunnya prevalensi
Perlu dicatat bahwa wanita dengan positif HIV memiliki waktu resolusi klinis
yang lebih lama dibandingkan kasus yang sama pada wanita normal, meningkatkan
2.4. Patofisiologi
Umumnya, abses tubo ovarium disebabkan oleh komplikasi dari PID. Patogen
dari inflamasi pelvis akan menjalar naik ke endometrium lalu berlanjut menuju tuba
falopi dan berakhir dengan terbentuknya massa di rongga peritonial. TOA juga dapat
terjadi sebagai perlanjutan dari infeksi di organ sekitar, dengan apendiks sebagai
penyebab yang paling sering terjadi, dan dapat juga terjadi akibat penyebaran hematogen
dari nidus infeksi dari daerah yang jauh dari tuba dan/atau ovarium, ataupun
Bakteri dari traktus genitalia menjalar keatas membentuk massa inflamasi di tuba
falopi, ovarium, dan dapat juga pada organ sekitar pelvis. Abses pada TOA sering
bersifat polimikrobial dan umumnya didominasi oleh bakteri anaerobik, sesuai dengan
Tabel 1. Walaupun sering berkaitan dengan penyakit menular seksual, bakteri yang
paling sering ditemukan pada TOA antara lain adalah; Escherichia coli, Bacteriodes
aerobic.
Gejala klasik dari TOA adalah nyeri abdomen, temuan massa pada regio pelvis,
demam, dan leukositosis. Namun, penelitian Landers dan Sweet (1983), menemukan
bahwa 35% wanita dengan TOA afebris dan 23% memiliki nilai leukosit normal. Selain
itu, hanya 50% dari wanita dengan TOA memiliki presentasi klinis demam dan
menggigil, 28% dengan discharge vagina, 26% dengan keluhan mual, dan 21% dengan
perdarahan pervaginam.
2.6. Diagnosis
konsistensi, ukuran, dan mobilitas dari uterus dan kedua adneksa. Discharge mukopurulen
dan nyeri tekan adneksa. Pemeriksaan menyeluruh dari abdomen dapat menyingkirkan
SIRS. Pemeriksaan darah rutin dapat menunjukan leukositosis dengan shift to the left.
Kultur urin, serviks, dan darah dapat menunukan perkembangan bakterial. Hasil
pemeriksaan discharge vagina dapat menunjukkan clue cells. Pemeriksaan plano juga
Pemeriksaan penunjang :
a. Pemeriksaan laboratorium:
jenis sel darah putih bervariasi dari leukopeni sampai leukositosis. Hasil urinalisis
memperlihatkan adanya pyuria tanpa bakteriuria. Nilai laju endap darah minimal 64
mm/h serta nilai akut C-reaktif protein minimal 20 mg/L dapat difikirkan ke arah
diagnosa TOA.
b. USG
regresi, ruptur atau pembentukan pus. Ultrasound adalah modalitas pencitraan pilihan
pertama untuk diagnosis dan evaluasi TOA. USG menawarkan akurasi, siap
ketersediaan, biaya rendah dan kurangnya radiasi pengion. Namun, tetap memerlukan
keahlian teknis untuk mencapai potensi diagnostik yang akurat. Ini dapat dilakukan baik
lebih detail, dimana transduser berada di dalam dekat dengan daerah pemeriksaan,
dalam satu tampilan organ besar seperti rahim. Habitus tubuh besar dan adanya loop dari
transabdominal.
Gambar 2.2 Tanda Cogwheel menandakan penebalah lipatan endosapingeal
peran terbatas dalam evaluasi radiologi dari PID. Penggunaan radiasi pengion yang
membatasi faktor lainnya, karena mayoritas pasien tersebut dalam usia reproduktif.
metode dari akurasi diagnostik karena karakterisasi jaringan yang lebih baik.
Sejumlah kecil cairan dalam cul de sac bisa dideteksi oleh CT. Suatu abses Tubo-
ovarium mungkin tergambar sebagai massa peradangan dengan komponen padat dan
kistik, dengan peningkatan semua atau bagian dari komponen padat. Tampilan paling
sering dari Tubo-ovarium abcess adalah adanya cairan yang mengandung massa
dengan dinding tebal. Septations mungkin juga ada. Salah satu tanda yang lebih
spesifik dari abses Tubo-ovarium, yang tidak umum pada PID, adalah munculnya
gelembung gas pada massa. Limfadenopati biasanya ada di daerah paraaortic pada
tingkatan dari hila ginjal (limfatik ovarium dan limfatik salpingial sejajar dengan vena
gonad). Kadang-kadang ovarium dapat dideteksi dalam massa. Dalam kasus seperti
diagnosis abses Tubo-ovarium tidak sulit, jika tidak, massa yang mengalami inflamasi
bisa dibedakan dari proses peradangan yang timbul dari appendiks (abses
kemih.
d. Kuldosentesis
Cairan kuldosentesis pada wanita dengan TOA yang tidak ruptur memperlihatkan
gambaran reaction fluid yang sama seperti di salpingitis akut. Apabila terjadi ruptur
disertai adanya :
Diagnosis banding :
- KET
- Mioma uteri
- Hidrosalping
2.7. Tatalaksana
minggu.
- Pengawasan lanjut, bila masa tak mengecil dalam 14 hari atau mungkin
untuk laparatomi
dan produksi urine, perksa lingkar abdmen, jika perlu pasang infuse P2 -
Antibiotika massif (bila mungkin gol beta lactar) minimal 48-72 jam Gol
hari, IV/im terbagi dalam 2x1 hari selama 5-7 hari dan metronidazole 1 gr reksup
5-7 hari
interna.
c. TOA yang pecah
TOA yang pecah merupakan kasus darurat: dilakukan laparotomi pasang drain
kultur nanah. Setelah dilakukan laparatomi, diberikan sefalosporin generasi III dan
2.8. Komplikasi
a. TOA yang utuh: pecah sampai sepsis reinfeksi di kemudian hari, infertilitas
b. TOA yang pecah: syok sepsis, abses intraabdominal, abses subkronik, abses
paru/otak.
2.9. Prognosis
Pada umumnya prognosa baik, apabila dengan tatalaksana medika mentosa tidak ada
perbaikan keluhan dan gejalanya maupun pengecilan tumornya lebih baik dikerjakan
laparatomi agar mencegah terjadinya ruptur abses. Kemampuan fertilitas dapat menurun
Kemungkinan sepsis besar, oleh karenanya perlu penanganan dini dan tindakan
BAB 3
KESIMPULAN
Abses tuba-ovarium adalah komplikasi serius dari penyakit inflamasi pelvis. Pada
wanita yang dicurigai dengan PID, perlu dilakukan tatalaksana yang adekuat untuk
seperti infertilitas. Wanita dengan TOA dapat terjadi sepsis berat dan harus dilakukan
resusitasi secepatnya secara efektif, meliputi pemeberian antibiotik dan monitoring secara
reguler.
Kesulitan diagnosis dari TOA muncul dikarenakan manifestasi dari TOA yang mirip
dengan gejala akut abdomen. Anamnesis yang tepat, pemeriksaan fisik abdomen dan pelvis,
dan pemeriksaan penunjang seperti USG, CT scan, dan pemeriksaan darah rutin dapat
Apabila tidak ditangani secara baik, dapat muncul komplikasi berupa sepsis akibat
rupturnya abses, reinfeksi, infertilitas, abses intraabdominal, sampai abses paru dan otak.
DAFTAR PUSTAKA
1. Chappell CA, Wiesenfeld HC. Pathogenesis, diagnosis, and management of
severe pelvic inflammatory disease and tuboovarian abscess. Clin Obstet Gynecol
clinical features of patients with a tubo‐ovarian abscess and patients with severe
5. Price. Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit Edisi 6
Volume 2. Jakarta : EGC
6. Granberg S, Gjelland K, Ekerhovd E. The management of pelvic abscess. Best