Anda di halaman 1dari 10

ABSTRAK

Wakalah adalah suatu akad yang diserahkan kepada pihak kedua atas
persetujuan pihak pertama dengan kesepakatan yang disetujui. Wakalah sangat
berperan penting dalam kehidupan sehari-hari. Karena wakalah dapat membantu
seesorang dalam melakukan pekerjaan yang tidak dapat dilakukan oleh orang
tersebut, tetapi pekerjaan tersebut masih tetap berjalan seperti layaknya yang telah
direncanakan. Hukum wakalah adalah boleh, karena wakalah dianggap sebagai
sikap tolong-menolong antar sesama, selama wakalah tersebut bertujuan kepada
kebaikan.
Wakalah termasuk salah satu akad yang menurut kaidah Fiqh Muamalah,
akad Wakalah dapat diterima. Pengertian Wakalah adalah sebuah transaksi
dimana seseorang menunjuk orang lain untuk menggantikan dalam mengerjakan
pekerjaannya/perkaranya ketika masih hidup.

1
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Melihat kehidupan sekarang perlu kiranya kita mengetahui akad
dalam muammalah yang sekarang ini akan kita bahas adalah wakalah
(perwakilan), yang semuanya itu sudah ada dan diatur dalam al Qur’an,
Hadist, maupun dalam kitab-kitab klasik yang telah dibuat oleh ulam
terdahulu. Untuk mengetahui tentang hukm wakalah, sumber-sumber
hukum wakalah, dan bagaimana seharusnya wakalah diaplikasikan dalam
kehidupan kita.
Wakalah sangat berperan penting dalam kehidupan sehari-hari.
Karena wakalah dapat membantu seesorang dalam melakukan pekerjaan
yang tidak dapat dilakukan oleh orang tersebut, tetapi pekerjaan tersebut
masih tetap berjalan seperti layaknya yang telah direncanakan. Hukum
wakalah adalah boleh, karena wakalah dianggap sebagai sikap tolong-
menolong antar sesama, selama wakalah tersebut bertujuan kepada
kebaikan.

2. Rumusan Masalah
Dari uraian diatas dapat kita rumuskan rumusan masalah sebagai berikut :
a. Apa pengertian wakalah dan dasar hukumnya?
b. Apa saja rukun-rukun dalam wakalah?
c. Bagaimana praktek wakalah di masyarakat?

2
B. PEMBAHASAN
1. Pengertian Wakalah
Al-Wakalah (Amanat) artinya penyerahan atau pendelegasian atau
pemberian mandat dari satu pihak kepada pihak lain.1 Wakalah adalah akad
untuk menyerahkan kekuasaan, yakni seseorang menunjuk orang lain sebagai
penggantinya dalam bertindak dan berbuat berdasarkan aqad atau perjanjian
yang mereka buat.2
Wakalah adalah menyerahkan sesuatu, mendirikan seseorang lain di
tempat kita berdiri sebagai ganti kita, baik secara mutlak maupun secara tidak
mutlak.3 Wakalah (perwakilan) ialah penyerahan, pendelegasian, atau
pemberian mandat.4 Wakalah adalah memposisikan orang lain sebagai
pengganti dirinya untuk menyelesaikan suatu persoalan yang
diperbolehkan secara syar’i dan jelas pekerjaannya.5
Menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah Pasal 20 ayat 19 dijelaskan
mengenai pengertian wakalah sebagai “pemberian kuasa kepada pihak lain
untuk mengerjakan sesuatu.6 Wakalah atau wakilah artinya penyerahan atau
pendelegasian atau pemberian mandat dari satu pihak kepada pihak lain.
Mandat ini harus dilakukan sesuai dengan yang telah disepakati oleh si pemberi
mandat.7
Menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah dijelaskan dalam Penjelasan Pasal 19 Huruf o bahwa “yang
dimaksud dengan akad wakalah adalah akad pemberian kuasa kepada
penerima kuasa untuk melaksanakan suatu tugas atas nama pemberi
kuasa.8

1
Kasmir, Dasar-dasar Perbankan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2015), hlm. 253
2
Gamal Komandoko, Ensiklopedia Istilah Islam, (Yogyakarta: Cakrawala, 2009), hlm. 364
3
Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Pengantar Ilmu Fiqh, (Semarang: Pustaka
Rizki Putra, 1997), hlm. 237
4
Nurul Huda, et al., Baitul Mal Wa Tamwil, Sebuah Tinjauan Teoretis, (Jakarta: Amzah,
2016), hlm. 125
5
Dimyauddin Djuwaini, Fiqih Muamalah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hlm. 239
6
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, Pasal 20
7
Kasmir, Dasar-dasar Perbankan., hlm. 253
8
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah Penjelasan Pasal 19
Huruf o

3
Menurut Ahmad Wardi Muslich tentang wakalah, wakalah adalah
suatu akad dimana pihak pertama menyerahkan kepada pihak kedua untuk
melakukan suatu perbuatan yang bisa digantikan oleh orang lain pada
masa hidupnya dengan syarat-syarat tertentu.9
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas penulis dapat
menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan wakalah adalah suatu akad
yang diserahkan kepada pihak kedua atas persetujuan pihak pertama
dengan kesepakatan yang disetujui.

2. Dasar Hukum Wakalah


Mengenai dasar hukum yang dipakai dalam penerapan akad
wakalah, telah dijelaskan dalam Al-Qur’an, hadits, ijma’, serta Fatwa MUI
sebagai berikut:
a. Al-Qur’an
Firman Allah SWT:

﴾٥٥﴿ ‫ع ِليم‬
َ ‫ض ِإ ِني َح ِفيظ‬ َ ‫اج َع ْل ِني‬
ِ ‫علَى خَزَ آئِ ِن األ َ ْر‬ ْ ‫قَا َل‬
Artinya: “Berkata Yusuf: "Jadikanlah aku bendaharawan negara
(Mesir); sesungguhnya aku adalah orang yang pandai
menjaga, lagi berpengetahuan."10 (Q.S. Yusuf : 55)
Di sini, jaminan bukan berbentuk tulisan atau saksi, tetapi
kepercayaan dan amanah timbal balik utang di terima oleh pengutang
dan barang jaminan diserahkan kepada pemberi utang.
Amanah adalah kepercayaan dari yang memberi terhadap yang
diberi, atau yang di titipi, bahwa sesuatu yang di berikan atau di
titipkan kepadanya itu akan di pelihara sebagaimana mestinya. Yang
menerima pun menerimanya atas dasar kepercayaan dari pemberi
bahwa apa yang di terimanya, diterima sebagaimana adanya dan
kelak si pemberi / penitip tidak akan meminta melebihi apa yang
diberikan atau disepakati kedua belah pihak. Karena itu lanjutan ayat

9
Ahmad Wardi Muslich, Fiqih Muamalat, (Jakarta : Amzah, 2010), hlm. 419
10
Al-Qur’an [12]: 55.

4
itu mengingatkan agar, dan hendaklah ia, yang menerima dan
memberi, bertaqwa kepada Allah Tuhan Pemelihara-Nya.
b. Hadits
Mengenai dasar hukum wakalah, dalam hadits yang
diriwayatkan oleh Abu Dawud disebutkan sebagai berikut:

‫ْت َو ِك ْي ِلى ِب َخ ْي َب َر‬ َ ‫سلَّ َم ِاذَا أَتَي‬ َ ُ‫صلَّى هللا‬


َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َ ‫ي‬ َّ ‫َقا َل النَّ ِب‬
)َ‫(ر َواهُ اَبُوا دَ ُاود‬ َ ‫سقًا‬ َ ‫عش ََر َو‬ َ َ ‫سة‬َ ‫فَ ُخ ْذ ِم ْنهُ خ َْم‬
Artinya : “Rasulullah SAW bersabda, “Bila engkau datang pada
wakilku di Khaibar, maka ambillah darinya 15 wasaq.” (HR. Abu
Dawud)11
Hadits tersebut menjelaskan bahwa Rasulullah SAW berpesan
kepada Jabir ra. untuk menjadi utusannya dan meminta kepada
wakilnya di Khaibar sebesar 15 wasaq.
c. Ijma’
Para ulama bersepakat dengan ijma atas dibolehkannya wakalah
dengan berdasarkan kepada firman Allah:

‫اإلثْ ِم‬ ِ ‫علَى ْال‬


َ ْ‫بر َوالت َّ ْق َوى َوالَ ت َ َع َاونُوا‬
ِ ‫علَى‬ َ ْ‫ َوت َ َع َاونُوا‬....
﴾٢﴿ ...‫ان‬ِ ‫َو ْالعُ ْد َو‬
Artinya: “....dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan)
kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong
dalam berbuat dosa dan pelanggaran....”12 (Q.S. Al-
Maiddah : 2)

11
Mardani, Ayat-ayat dan Hadis Ekonomi Syariah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), hlm.
195-196
12
Al-Qur’an [5]: 2.

5
3. Rukun dan Syarat Wakalah
Dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah mengenai rukun
wakalah dijelaskan pada pasal 452 yang berbunyi:
Pasal 452
(1) Rukun wakalah terdiri dari:
a. Wakil;
b. Muwakil;
c. Akad.
(2) Akad pemberian kuasa terjadi apabila ada ijab dan kabul.
(3) Penerimaan diri sebagai penerima kuasa bisa dilakukan dengan lisan,
tertulis, isyarat, dan/atau perbuatan.
(4) Akad pemberian kuasa batal apabila pihak penerima kuasa menolak
untuk menjadi penerima kuasa.13
Sedangkan syarat wakalah dijelaskan dalam Kompilasi Hukum
Ekonomi Syariah pasal 457 yang berbunyi:
Pasal 457
(1) Orang yang menjadi penerima kuasa harus cakap bertindak hukum.
(2) Orang yang belum cakap melakukan perbuatan hukum tidak berhak
mengangkat penerima kuasa.
(3) Seorang anak yang telah cakap melakukan perbuatan hukum yang
berada dalam pengampuan, tidak boleh mengangkat penerima kuasa
untuk melakukan perbuatan yang merugikannya.
(4) Seorang anak yang telah cakap melakukan perbuatan hukum yang
berada dalam pengampuan, boleh mengangkat penerima kuasa untuk
melakukan perbuatan yang menguntungkan.
(5) Seorang anak yang telah cakap melakukan perbuatan hukum yang
berada dalam pengampuan, boleh mengangkat penerima kuasa untuk
melakukan perbuatan yang mungkin untung dan mungkin rugi dengan
seizin walinya.14

13
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, (Jakarta: Kencana, 2009), Pasal 452
14
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah., Pasal 457

6
Nurul Huda dkk menjelaskan tentang rukun dan syarat wakalah
sebagai berikut:
a. Syarat-syarat muwakkil (yang mewakilkan)
1) Pemilik sah yang dapat bertindak terhadap sesuatu yang
diwakilkan.
2) Orang mukallaf atau anak mumayyiz dalam batas-batas tertentu,
yaitu dalam hal-hal yang bermanfaat baginya seperti mewakilkan
untuk menerima hibah, menerima sedekah, dan sebagainya.
b. Syarat-syarat wakil (yang mewakili)
1) Cakap hukum.
2) Dapat mengerjakan tugas yang diwakilkan kepadanya.
3) Wakil adalah orang yang diberi amanat.
c. Hal-hal yang diwakilkan
1) Diketahui dengan jelas oleh orang yang mewakili.
2) Tidak bertentangan dengan syariah Islam.
3) Dapat diwakilkan menurut syariah Islam.15

4. Macam-macam Wakalah
Macam-Macam Wakalah menurut Dimyauddin dalam bukunya
wakalah di bagi menjadi dua yaitu : Al-Wakalah al-khosshoh dan Al-
Wakalah al- ammah
a. Al-wakalah al-khosshoh adalah akad wakalah dimana prosesi
pendelegasian wewenang untuk menggantikan sebuah posisi pekerjaan
bersifat spesifik.
b. Al-wakalah al-ammah adalah akad wakalah dimana prosesi
pendelegasian wewenang bersifat umum tanpa adanya spesifikasi.
Selain itu, akad wakalah bisa dibagi menjadi:
1) Al-Wakalah Al-Muqayyadah adalah akad wakalah dimana
wewenang dan tindakan si wakil dibatasi dengan syarat-syarat
tertentu.

15
Nurul Huda, et al., Baitul Mal Wa Tamwil., hlm. 126

7
2) Al-Wakalah Al-Muthlaqoh adalah akad wakalah dimana
wewenang dan tindakan wakil tidak dibatasi dengan syarat atau
kaidah tertentu.16
Akad wakalah berakhir setelah tugas dilaksanakan dan disetujui
bersama antara nasabah dengan baik.17 Akad al-wakalah akan berakhir
bila ada hal-hal sebagai berikut :
a. Matinya salah seorang dari yang berakad karena salah satu syarat sah
akad adalah orang yang berakad masih hidup
b. Bila salah seorang yang berakad gila, karena syarat sah akad
salah satunya orang yang berakad mempunyai akal
c. Dihentikannya pekerjaan yang dimaksud, karena jika telah
berhenti, dalam keadaan seperti ini wakalah tidak berfungsi lagi
d. Pemutusan oleh orang yang mewakilkan terhadap wakil meskipun
wakil tidak mengetahui (pendapat Syafi’i dan Hambali). Menurut
Mathab Hanafi wakil wajib mengetahui putusan yang mewakilkan.
Sebelum ia mengetahui hal itu tindakannya itu tak ubah seperti
sebelum diputuskan, untuk segala hukumnya
e. Wakil memutuskan sendiri menurut mathab hanafi tidak perlu orang
yang mewakilkan mengetahui pemutusan dirinya atau tidak perlu
kehadirannya, agar tidak terjadi hal-hal yang tidak di inginkan
f. Keluarnya orang yang mewakilkan dari setatus pemilikan.18

16
Dimyauddin Djuwaini, Fiqih Muamalah., hlm. 242-243
17
Adiwarman A Karim, Bank Islam : Analisis Fikih Dan Keuangan, ( Jakarta: Grafindo
Persada, 2013), hlm. 107
18
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hlm. 237

8
C. PENUTUP
1. Kesimpulan
Dari sekian banyak akad-akad yang dapat diterapkan dalam
kehidupan manusia. Wakalah termasuk salah satu akad yang menurut
kaidah Fiqh Muamalah, akad Wakalah dapat diterima. Pengertian Wakalah
adalah sebuah transaksi dimana seseorang menunjuk orang lain untuk
menggantikan dalam mengerjakan pekerjaannya/perkaranya ketika masih
hidup.
Dalam akad Wakalah beberapa rukun dan syarat harus dipenuhi
agar akad ini menjadi sah:
a. Orang yang mewakilkan (Al-Muwakkil)
b. Orang yang diwakilkan. (Al-Wakil)
c. Obyek yang diwakilkan.
d. Shighat

2. Saran
Demikianlah uraian singkat yang dapat kami sampaikan. Mudah-
mudahan dengan uraian yang singkat ini dapat menambah pengetahuan
kita dan berguna dalam kehidupan kita.
Demikian makalah yang dapat kami susun, pastilah dalam
penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan dan kesalahan karena
kami sadar ini merupakan keterbatasan dari kami. Makanya kami
mengharap kritik dan saran yang membangun guna kesempurnaan
makalah ini. Akhirnya semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua

9
D. DAFTAR PUSTAKA

Adiwarman A Karim, Bank Islam : Analisis Fikih Dan Keuangan, e d . 5 ,


c e t . 9 , Jakarta: Grafindo Persada, 2013

Ahmad Wardi Muslich, Fiqih Muamalat, Jakarta : Amzah, 2010

Dimyauddin Djuwaini, Fiqih Muamalah, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010

Gamal Komandoko, Ensiklopedia Istilah Islam, Yogyakarta: Cakrawala, 2009

Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, Jakarta: Rajawali Pers, 2010

Kasmir, Dasar-dasar Perbankan, Jakarta: Rajawali Pers, 2015

Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, Jakarta: Kencana, 2009

Mardani, Ayat-ayat dan Hadis Ekonomi Syariah, Jakarta: Rajawali Pers, 2014

Moh. Fauzan Januri, Pengantar Hukum Islam & Pranata Sosial, Bandung:
Pustaka Setia, 2013

Nurul Huda, et al., Baitul Mal Wa Tamwil, Sebuah Tinjauan Teoretis, Jakarta:
Amzah, 2016

Pusat Pengkajian Hukum Islam dan Masyarakat Madani, Kompilasi Hukum


Ekonomi Syariah, Jakarta: Kencana, 2009

Rachmat Syafe’i, Fiqih Muamalah, Bandung: Pustaka Setia, 2001

Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Pengantar Ilmu Fiqh, Semarang:


Pustaka Rizki Putra, 1997

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah Penjelasan


Pasal 19 Huruf o

10

Anda mungkin juga menyukai